Anda di halaman 1dari 21

Penugasan Esai

“Pemulasaran Jenazah Menurut Islam dari Prespektif Fiqh dan Kesehatan”

Untuk Memenuhi Penilaian Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Agama Islam

DISUSUN OLEH :

NAMA : M Rangga Dwi Putra

NIM : 10323040

KELAS : KESMAS B

DOSEN PENGAMPU : SAFARI HASAN, S.IP., MMRS

POGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS TEKNOLOGI MANAJEMEN DAN KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2023/2024
Pemulasaraan jenazah adalah tahapan proses yang dilakukan untuk memastikan jenazah
menjadi layak dan aman sebelum dibawa pulang oleh keluarga ke rumah duka atau lokasi
pemakaman. Langkah-langkah dalam perawatan ini mencakup proses pemandian dan
pembersihan jenazah, pengeringan setelah dimandikan, dan persiapan menuju pemakaman,
dengan tujuan sebagai berikut:

1. Merawat Kehormatan Jenazah:

Upaya perawatan jenazah dilakukan dengan tujuan menjaga kehormatan dan martabat bagi
orang yang telah meninggal. Prinsip-prinsip Islam menekankan pentingnya menjaga kehormatan
dan keselamatan individu, baik selama hidup maupun setelah meninggal dunia.

2. Mencegah Penyebaran Penyakit:

Proses pemulasaran jenazah juga memiliki tujuan untuk mencegah penularan penyakit dari
jenazah kepada petugas kamar jenazah, keluarga, atau pengunjung. Terutama dalam situasi
pandemi seperti Covid-19, pemulasaran jenazah dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan
yang ketat guna menghindari penyebaran virus.

3. Memenuhi Kewajiban:

Proses pemulasaran jenazah dianggap sebagai kewajiban bagi umat Muslim. Menjaga jenazah
termasuk dalam kategori fardlu kifayah, yaitu suatu ibadah yang menjadi kewajiban umat Islam
namun dapat digantikan oleh tindakan yang dilakukan oleh beberapa Muslim, sehingga jika sudah
dilakukan oleh sebagian umat Islam, maka kewajiban tersebut dianggap telah terpenuhi. Namun,
jika hanya ada satu orang yang melaksanakannya, maka kewajiban tersebut menjadi fardlu ‘ain,
yaitu suatu kewajiban yang harus dilaksanakan secara pribadi.

4. Menyiapkan Jenazah untuk Pemakaman:

Pemrosesan jenazah juga dimaksudkan untuk menyiapkan jenazah agar siap untuk dikebumikan
atau dikremasi. Tahap ini mencakup penataan jenazah di dalam peti jenazah serta memastikan
kesiapan jenazah untuk diambil oleh keluarga.(Pemikiran et al., 2023)

1. “PEMULASARAAN JENAZAH MENURUT PERSPEKTIF FIQH’’

1
Dari perspektif fiqh, terdapat serangkaian perilaku yang dikenal sebagai tajhizul janazah. Tajhizul
janazah merujuk pada upaya merawat seseorang yang telah meninggal dunia, yang mencakup
proses memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan jenazah,didalam sebuah hadits,
Nabi SAW bersabda:"Barang siapa yang mengiringi jenazah dan turut menyolatkannya maka ia
memperoleh pahala sebesar satu qirath (pahala sebesar satu gunung). Dan barang siapa yang
mengiringinya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan memperoleh dua qirath," (HR
Jamaah dan Muslim). Umat Islam memiliki tanggung jawab terhadap sesama yang meninggal
dunia, dan hal ini dibahas dalam fikih jenazah atau pembahasan kewajiban mengurus jenazah
dalam kitab-kitab fikih.Pemulasaran jenazah dianggap sebagai fardu kifayah, yang berarti jika
sebagian orang telah melaksanakannya, maka kewajiban tersebut dianggap telah terpenuhi.
Seseorang tidak akan dianggap berdosa jika tidak turut serta dalam pengurusan jenazah karena
telah diurus oleh pihak lain. Dalam Islam, proses pengurusan jenazah disesuaikan dengan
kondisi saat kematian terjadi.Jika seorang Muslim meninggal dalam keadaan bukan syahid, maka
tugas pengurusnya mencakup memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan
jenazah. Bagi mereka yang mengikuti salat jenazah, Allah memberikan pahala. Sebaliknya, suatu
masyarakat dianggap berdosa jika tidak melakukan salat jenazah sama sekali. Umumnya,
pengurusan jenazah di masyarakat dilakukan oleh petugas keagamaan setempat.Berikut adalah
penjelasan mengenai tata cara merawat jenazah menurut syariat Islam: (A., 2022)

• Memandikan Jenazah
Memandikan jenazah merupakan salah satu langkah yang diambil dalam merawat jenazah
sesuai dengan norma-norma Islam. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghormati dan
membersihkan tubuh orang yang telah meninggal. Menurut penjelasan dalam kitab Al-Wajiz fi
Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Ahmad Tirmidzi dan lainnya,
terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar tindakan memandikan jenazah
dianggap sebagai kewajiban menurut ajaran Islam. Beberapa persyaratan tersebut mencakup:

o Jenazah adalah seorang Muslim atau Muslimah.


o Tubuh jenazah dalam keadaan utuh.
o Jenazah tidak meninggal karena syahid di medan pertempuran.
o Jenazah bukanlah seorang kafir.

Dalam kitab yang sama, juga dijelaskan mengenai klasifikasi dalam proses memandikan jenazah.
Klasifikasi ini dirancang untuk menetapkan perbedaan dalam pendekatan memandikan jenazah,

2
dengan pemahaman bahwa tidak semua jenazah harus atau diwajibkan untuk dimandikan.
Berikut adalah dua aspek yang perlu diperhatikan dalam klasifikasi memandikan jenazah:

1. Jenazah yang diperbolehkan untuk dimandikan melibatkan individu Muslim dan mereka yang
meninggal bukan karena mati syahid di medan pertempuran.

2. Jenazah yang tidak memerlukan proses pemandian adalah jenazah yang meninggal syahid di
medan pertempuran, karena setiap luka atau tetesan darah dari jenazah tersebut akan
menghasilkan aroma harum pada hari kiamat.

Berikut adalah persyaratan dan ketentuan untuk orang yang melakukan memandikan jenazah:

• Harus beragama Islam, berakal, dan sudah mencapai usia balig.


• Dapat dipercaya, memiliki integritas, mengetahui tata cara, dan hukum mandi jenazah sesuai
dengan ajaran sunnah.
• Tidak boleh mengungkapkan aib dan harus menjaga kerahasiaan informasi yang ditemuinya.
• Orang yang melakukan mandi harus sejenis kelamin dengan jenazah.
• Dalam kasus suami istri, suami dapat memandikan istrinya dan sebaliknya.
• Jika suami istri telah bercerai dengan talak ba'in, mereka tidak diperbolehkan untuk saling
memandikan.
• Orang yang masih dalam hubungan muhrim (hubungan keluarga yang terlarang menikah)
dapat memandikan meskipun berbeda jenis kelamin.
• Adapun, ketika seorang anak kecil meninggal, terdapat beberapa peraturan yang perlu
diingat. Apabila anak tersebut merupakan laki-laki yang berusia di bawah 4 tahun, maka
seorang wanita diizinkan untuk memandikannya.
• Sebaliknya, jika yang meninggal adalah seorang anak perempuan yang berusia di bawah 3
tahun, seorang laki-laki diizinkan untuk memandikannya. Namun, apabila usianya melebihi
batas tersebut, tindakan memandikannya tidak diperbolehkan.

Berikut tata cara dalam memandikan jenazah sesuai syariat islam :

o Memulai dari Tubuh Bagian Kanan

Memulai proses mandi jenazah dimulai dari sisi kanan tubuh merupakan anjuran Nabi
Muhammad SAW. Instruksi ini mencakup memulai dengan membersihkan bagian tubuh yang

3
biasa digunakan saat berwudhu, sesuai dengan hadits shahih yang disampaikan oleh Imam Al
Bukhari :

ِ ‫ ا ْبدَأْنَ بِ َميَامِ نِهَا َو َم َو‬:ِ‫س ِل ا ْبنَتِه‬


‫اض ِع‬ َ ‫سلَّ َم فِي‬
ْ ‫غ‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ْ‫ع ْنهَا قَالَت‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ َ ‫َّللا‬
ُ َّ ‫ي‬َ ‫ع َْن أ ُ ِم عَطِ يَّةَ َر ِض‬

‫ضوءِ مِ ْنهَا‬
ُ ‫ا ْل ُو‬

Artinya: Dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu'anha, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda ketika
putrinya (Zainab) meninggal: "Mulailah dengan anggota tubuh sebelah kanan dan anggota wudhu
darinya." (HR Bukhari).

o Mengangkat Kepala Jenazah

Langkah awal dalam proses memandikan jenazah adalah mengangkat kepala hingga mendekati
posisi duduk. Setelah itu, tangan harus melakukan pengurutan lembut pada perut jenazah untuk
mengeluarkan kotoran dari dalamnya. Penting untuk menyiram air dengan cukup selama proses
mandi agar kotoran dapat dibersihkan secara efektif. Selanjutnya, petugas yang melakukan
mandi jenazah perlu melindungi tangan mereka dengan kain kasar dan membersihkan bagian
kemaluan jenazah dengan menyiramnya menggunakan air.

o Niat dan Mewudhukan Jenazah

Mulai memandikan jenazah dengan niat memandikan,

Niat Memandikan Jenazah Laki-laki


‫ّلِل تَعَالَى‬ ِ ِ‫س َل ِل َهذَا ا ْل َمي‬
ِ َّ ِ ‫ت‬ ْ ُ‫نَ َويْتُ ا ْلغ‬
Artinya: "Aku berniat untuk memandikan mayat laki-laki ini karena Allah Ta'ala."

Niat Memandikan Jenazah Perempuan


ِ َّ ِ ‫س َل ِل َه ِذ ِه ا ْل َم ِيت َ ِة‬
‫ّلِل ت َ َعاى‬ ْ ُ‫نَ َويْتُ ا ْلغ‬
Artinya: "Aku berniat untuk memandikan mayat perempuan ini karena Allah Ta'ala."

Setelah itu, membaca basmalah, langkah selanjutnya adalah memwudhukan jenazah dengan
cara yang mirip dengan wudhu untuk solat. Proses ini mencakup seluruh bagian tubuh, kecuali
untuk berkumur dan istinsyaq (menghirup air hidung), yang dapat digantikan dengan menggosok
gigi dan membersihkan lubang hidung jenazah menggunakan jari yang dibungkus kain basah.

4
o Membasuh Tubuh Jenazah

Apabila jenazah tersebut adalah seorang laki-laki, langkah selanjutnya adalah membasuh kepala
dan jenggotnya menggunakan busa sidr atau sabun, diikuti dengan membasuh bagian kanan
tubuhnya.Proses memandikan dimulai dengan menyiramkan air ke bagian kanan leher,
kemudian dilanjutkan dengan membasuh tangan kanan, punggung kanan, dada bagian kanan,
pinggang kanan, paha kanan, betis kanan, dan seluruh kaki bagian kanan. Setelah itu, jenazah
dibalik ke sisi kiri, dan proses pemurnian dilanjutkan dengan membasuh bagian punggung kanan.

Selain syarat dan tata cara dalam memandikan jenazah terdapat beberapa adab yaitu sebagai
berikut :

- Proses memandikan jenazah harus dilakukan di lokasi yang aman dan terlindungi. Adab
awal ini bertujuan untuk menjaga agar aurat jenazah tidak terlihat oleh orang yang bukan
pasangan atau bukan muhrimnya.
- Proses memandikan jenazah harus dilakukan oleh seseorang yang memenuhi
persyaratan tertentu. Tidak semua orang dapat melaksanakan tugas memandikan
jenazah, karena ada ketentuan dan syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi agar proses
ini sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
- Proses memandikan jenazah harus dilakukan dengan menjaga aurat. Oleh karena itu,
sebelum memulai mandi jenazah, disarankan bagi keluarga untuk menyiapkan selembar
kain yang dapat digunakan untuk menutup aurat jenazah. Hal ini bertujuan agar privasi
jenazah tetap terjaga dan tidak terlihat oleh orang lain yang mungkin berada di sekitarnya.
- Proses memandikan jenazah harus dilakukan dengan kelembutan. Walaupun jenazah
sudah tidak memiliki kehidupan, nilai-nilai kelembutan tetap harus dijunjung tinggi. Ini
disebabkan karena dalam Islam, penghargaan terhadap manusia, termasuk yang sudah
meninggal, dianggap penting. Namun, jika jenazah sudah mengeras, maka orang yang
memandikan diizinkan untuk memperlunak sendi-sendi jenazah dengan penuh kehati-
hatian.
- Proses memandikan jenazah juga mencakup membersihkan segala najis dan kotoran
yang mungkin terdapat di dalam tubuh jenazah. Semua langkah ini dilakukan dengan
kelembutan dan tanpa menimbulkan tekanan berlebihan.
- Setelah menjalani proses mandi, disarankan untuk merapikan jenazah. Ini melibatkan
tindakan menyisir dan mengepang rambut jenazah, serta memotong kuku jika terlihat

5
panjang. Praktik-praktik ini diizinkan dalam rangka memberikan kehormatan dan
perawatan terakhir terhadap jenazah.(Khabbussila, 2023)

• Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah adalah suatu istilah dalam bahasa Indonesia yang merujuk pada
proses pembalutan atau pemakaian kain kafan pada mayat seseorang yang telah
meninggal. Kafan sendiri adalah sehelai kain yang digunakan untuk menutupi tubuh
mayat sebelum dimakamkan. Dalam Islam, terdapat tata cara yang benar untuk
mengkafani jenazah. Penting untuk dicatat bahwa mengkafani jenazah memiliki hukum
yang sama dengan memandikannya, yaitu fardhu kifayah, yang artinya menjadi kewajiban
kolektif yang harus dipenuhi oleh sebagian umat Muslim dalam masyarakat. .
Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu tentang orang yang
meninggal karena jatuh dari untanya, di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫للا علي ِه وس َّل َم‬


ُ ‫ فقا َل النبي صلَّى‬، ُ‫صتْه‬ َ َ‫ إ ْذ َوقَ َع عن راحلتِ ِه فَ َوق‬، َ‫للا علي ِه وسلَّ َم بعَ َرفَة‬
َ َ‫ أو قال فأ َ ْقع‬، ُ‫صتْه‬ ُ ‫بينَا رجل واقف مع النبي ِ صلَّى‬
: ‫ فإنَّ للاَ ي ْبعَثُهُ يو َم القيام ِة‬، ُ‫سه‬
َ ‫ ول ت ُ َخمِروا رأ‬، ُ‫طوه‬ ُ ِ‫طوهُ تُحَن‬ ُ ِ‫ ول تُحَن‬، ‫ ث َ ْوبَ ْي ِه‬: ‫ أو قا َل‬، ‫ وك َِفنُوهُ في ث َ ْوبَي ِْن‬، ‫سدْر‬
ِ ‫ا ْغسِلوهُ بماء و‬
‫يُلَ ِبي‬

“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain”
(HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

Kewajiban dalam mengkafani jenazah adalah menutup seluruh tubuhnya secara baik. Selain itu,
semua yang dilakukan di luar tindakan tersebut dianggap sebagai sunnah. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

6
ُ‫إِذَا َكفَّنَ أ َ َح ُد ُك ْم أ َ َخاهُ فَ ْليُحَس ِْن َكفَنَه‬
“Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus
kafannya” (HR. Muslim no. 943).

Kecuali orang muslim meninggal dalam keadaan sedang melaksakan ihram, maka tidak ditutup
kepalanya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya
di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

Tata cara mengafani jenazah perempuan melibatkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menggunakan lima lembar kain yang terdiri dari kain bawah, baju, kerudung, dan dua lembar
kain yang menutupi seluruh badan.

2. Memulai dengan mengenakan pakaian berupa kain bawah, diikuti oleh baju, dan kemudian
kerudung.

3. Selanjutnya, jenazah perempuan dimasukkan ke dalam kain yang meliputi seluruh tubuhnya.

4. Bagian yang lebih panjang dari kain pada sisi kepala harus lebih besar dibandingkan dengan
bagian yang lebih panjang pada sisi kaki.

5. Bagian yang lebih panjang di kepala dikumpulkan dan ditekuk ke arah muka jenazah,
sementara sisa kain di bagian kakinya juga dikumpulkan dan ditekuk di kaki.

6. Kain kafan kemudian diikat dengan rapi untuk memastikan ketidaklepasan, dan ikatan tersebut
baru dibuka saat jenazah akan dimakamkan.

Adapun tata cara mengkafani jenazah bagi laki-laki dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Mempersiapkan tiga lembar kain kafan yang dibentangkan satu di atas yang lain.

2. Menempatkan jenazah di atas kain kafan dan mengharuskan untuk menutup auratnya dengan
menggunakan kain atau bahan lainnya.

7
3. Jenazah diletakkan dalam posisi terlentang, kemudian hanuth (wangi-wangian seperti kapur
barus) ditempatkan pada kapas dan diletakkan di antara bokong jenazah, kemudian ditutupi
dengan kain tambal.

4. Kapas yang telah diberi wewangian juga diletakkan di kedua mata, kedua lubang hidung, mulut,
kedua telinga, anggota-anggota sujud, kening, hidung, kedua tangan, kedua lutut, ujung kedua
kaki, dan lipatan-lipatan di perut, seperti kedua ketiak dan lekukan kedua lutut, serta pusar.

5. Memberikan wewangian di antara lapisan-lapisan kain kafan dan di kepala jenazah.

6. Ujung atas kain kafan sebelah kiri ditarik ke sebelah kanan, lalu ujung atas sebelah kanan
ditarik ke sebelah kiri, demikian seterusnya untuk lapisan kedua dan lapisan ketiga.

7. Bagian yang lebih panjang pada sisi kepala harus lebih besar dibandingkan dengan bagian
yang lebih panjang pada sisi kaki. Bagian yang lebih panjang di kepala dikumpulkan dan ditekuk
ke arah wajah jenazah, sementara sisa kain di bagian kaki juga dikumpulkan dan ditekuk di kaki.

8. Kain kafan diikat dengan rapi agar tidak terlepas, dan ikatannya baru dibuka ketika jenazah
akan dimakamkan.

Berikut adalah beberapa hal yang disunahkan oleh Nabi Muhammad dalam mengafani jenazah:

1. Memberikan kain kafan yang bersih, namun dilarang menggunakan kain sutera agar tidak
berlebihan.

2. Kain kafan yang digunakan sebaiknya berwarna putih.

3. Untuk jenazah laki-laki, disarankan menggunakan tiga lapis kain, sedangkan untuk jenazah
perempuan menggunakan lima lapis kain.

4. Disarankan agar salah satu dari kain-kain kafan tersebut memiliki corak garis-garis, asalkan
hal ini tidak memberatkan.

5. Memberikan wewangian pada jenazah, kecuali untuk jenazah yang dalam keadaan ihram atau
yang meninggal karena syahid di peperangan.

• Mensholati Jenazah

8
mensholati jenazah merupakan shalat khusus untuk mendoakan orang yang telah meninggal
dunia. Shalat jenazah dianggap sebagai kewajiban bagi umat Muslim sebagai bentuk
penghormatan terakhir kepada yang telah meninggal. Untuk sahnya shalat jenazah, beberapa
syarat harus terpenuhi :

1. Orang yang melakukan shalat jenazah harus memenuhi persyaratan sah yang serupa dengan
persyaratan pada shalat lainnya, yaitu harus dalam keadaan bersih dari hadats dan najis,
menutup aurat, dan menghadap kiblat.

2. Shalat jenazah harus dilakukan setelah jenazah menjalani proses mandi dan kafan.

3. Jenazah harus ditempatkan di sebelah kiblat dari orang yang melaksanakan shalat jenazah.

Berdasarkan pedoman Rasulullah saw dan Kitab Himpunan Putusan Tarjih, tata cara shalat
Jenazah dijelaskan sebagai berikut:

1. Niat haruslah murni mencari ridha Allah swt.

2. Lebih baik dilakukan secara berjamaah, dengan makmum dibagi menjadi tiga baris.

3. Imam sebaiknya berdiri menghadap kepala mayat pria dan kepala mayat wanita.

4. Shalat dilakukan dengan berdiri tanpa ruku', sujud, atau duduk; hanya perlu melakukan empat
takbir, termasuk takbiratul ihram.

5. Setelah takbiratul ihram, lanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah dan mengucapkan
shalawat atas Nabi Muhammad saw.

6. Setelah takbir kedua, ketiga, dan keempat, dilanjutkan dengan berdoa ikhlas untuk mayit
kepada Allah.

Adapun do’a-do’a yang dibaca dalam shalat jenazah sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah saw adalah sebagai berikut:

‫ع ْنهُ اللَّ ُه َّم ا ْغف ِْر‬


َ ‫ْف‬ ْ ‫لَهُ َو‬
ُ ‫ار َح ْمهُ َواع‬

Jika mayat seorang anak, do’a yang diajarkan oleh Rasulullah saw adalah sebagai berikut:

9
‫سلَفًا َوأَجْ ًرا‬ ً ‫اللَّ ُه َّم اجْ عَ ْلهُ لَنَا فَ َر‬
َ ‫طا َو‬

Ya Allah jadikanlah ia bagi kami sebagai imbuhan, titipan dan pahala” (HR Baihaqi)

Shalat Jenazah di Kuburan

Setelah proses pemakaman selesai, seseorang atau kelompok orang diizinkan untuk melakukan
shalat jenazah di atas kubur, walaupun shalat jenazah sudah dilakukan sebelumnya. Rasulullah
saw memberikan contoh praktik ini dengan melaksanakan shalat jenazah di kuburan seseorang,
baik pria maupun wanita, yang meninggal pada malam hari tanpa memberitahu para sahabat
sebelumnya. Abu Hurairah RA menyampaikan peristiwa ini sebagai contoh dari tindakan
Rasulullah saw :

‫ع ْنهُ فَقَالُوا َماتَ قَا َل أَفَ َل ُك ْنت ُ ْم آذَ ْنت ُ ُمونِي بِ ِه‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سأ َ َل النَّبِي‬
ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫أَنَّ َرجُل أَس َْو َد أ َ ْو ا ْم َرأَة‬
َ َ‫س ْودَا َء كَانَ يَقُم ا ْل َمس ِْج َد فَ َماتَ ف‬
‫علَ ْيهَا‬
َ ‫صلَّى‬َ َ‫علَى قَب ِْر ِه أ َ ْو قَا َل قَب ِْر َها فَأَتَى قَب َْر َها ف‬ َ ‫دُلونِي‬

“terdapat seorang pria kulit hitam atau wanita kulit hitam yang menjadi tukang sapu di sebuah
masjid telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bertanya tentang
keberadaan pria tersebut.Lalu orang-orang pun menjawab, “Dia telah meninggal!” Beliaupun
bersabda, “Mengapa kalian tidak memberi kabar kepadaku?tunjukkan kuburannya kepadaku!”
Kemudian beliaupun mendatangi kuburan orang itu kemudian menshalatinya.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, sejumlah ulama berpendapat tentang disunnahkannya shalat


jenazah di kuburan. Pandangan ini merupakan salah satu perspektif yang dipegang oleh Imam
Ahmad dan pengikut-pengikut Imam Hanafi. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara
mereka mengenai syarat-syarat dan waktu yang dibolehkan untuk melaksanakan shalat jenazah
di atas kuburan.

Dalam hal syarat diwajibkannya shalat jenazah di atas kuburan, beberapa ulama menyatakan
bahwa shalat tersebut hanya dianjurkan untuk orang yang layak dan diwajibkan ketika mayat
belum dikubur. Contohnya, jika seseorang tidak mengetahui berita kematian seseorang yang
seharusnya dia tahu dan akan ikut serta dalam shalat jenazahnya, atau jika seseorang tertinggal
saat jenazah sudah dikubur. Jika seseorang tidak termasuk dalam kategori yang diwajibkan untuk

10
melaksanakan shalat jenazah, maka tidak disarankan untuk melakukannya di kuburannya.
Pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa Nabi saw tidak pernah melakukan shalat
jenazah di atas kuburan setiap kali melewati kuburan.

Ibnu Qoyyim rahimahullah, dalam konteks waktu pelaksanaan shalat jenazah di atas kuburan,
memilih pendapat yang tidak membatasi waktu. Beliau menyatakan, "Rasulullah saw
melaksanakan shalat jenazah di atas kuburan setelah 3 hari pemakaman, bahkan pernah satu
bulan setelah pemakaman. Namun, Nabi saw tidak mengimpose batasan waktu tertentu untuk
melaksanakan shalat jenazah di atas kuburan."

Shalat Ghaib

Shalat ghaib adalah pelaksanaan shalat jenazah oleh umat Islam untuk saudaranya yang telah
meninggal, walaupun jenazahnya tidak berada di depan mereka atau berada di lokasi yang
berbeda. Rasulullah saw pernah melaksanakan Shalat Ghaib di Madinah untuk An Najasyi,
seorang raja dari negeri Habasyah (Ethiopia) yang memeluk agama Islam dan meninggal di
negeri tersebut, meskipun Habasyah pada saat itu adalah negeri Nasrani. Informasi ini
berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.

َ ‫علَ ْي ِه أ َ ْر َب َع ت َ ْك ِب‬
‫يرات‬ َّ ‫صلَّى فَص‬
َ ‫َف ِب ِه ْم َو َك َّب َر‬ َ ‫ج ِب ِه ْم ِإلَى ا ْل ُم‬
َ ‫ي فِي ا ْلي َْو ِم الَّذِي َماتَ فِي ِه َو َخ َر‬ ِ ‫سلَّ َم نَ َعى النَّجَا‬
َّ ‫ش‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫أَنَّ َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬

"Rasulullah saw mengumumkan kematian An Najasyi pada hari wafatnya. Beliau keluar ke
lapangan bersama para sahabatnya, menyusun barisan, dan kemudian melakukan shalat
jenazah dengan mengucapkan takbir sebanyak empat kali." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim).Terkait hukum shalat ghaib, para ulama memiliki perbedaan pendapat yang dapat
dikategorikan dalam tiga macam.

Pendapat pertama menyatakan bahwa shalat ghaib adalah disyariatkan dan hukumnya sunnah,
dipegang oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, dengan merujuk pada hadits yang disebutkan
sebelumnya.

Pendapat kedua menyatakan bahwa shalat ghaib berlaku secara khusus untuk jenazah raja
Najasyi dan tidak berlaku untuk kasus lainnya. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah
mengemukakan pandangan ini dengan argumen bahwa peristiwa shalat ghaib hanya terjadi pada
saat kematian raja Najasyi.

11
Pendapat ketiga menyatakan bahwa shalat ghaib disyariatkan, tetapi hanya diperuntukkan bagi
seorang Muslim yang meninggal di daerah di mana tidak ada yang melakukan shalat jenazahnya.
Jika jenazah sudah dishalati di tempat kematian atau di tempat lain, maka shalat ghaib tidak
dilakukan karena kewajiban menshalatkannya telah terpenuhi melalui shalat yang dilakukan oleh
kaum Muslimin. Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan dipilih oleh
beberapa ulama seperti Al Khattabi, Abu Dawud, Nashiruddin Al Albany, dan lain-lain.

• MENGKUBURKAN JENAZAH

Mengubur jenazah merupakan langkah terakhir dalam rangkaian proses perawatan dan
pengurusan mayat. Dalam Terjemah dan Fadhilah Majmu' Syarif karya Ustaz Rusdianto, tindakan
mengubur jenazah diakui sebagai salah satu ibadah yang diwajibkan oleh agama Islam. Allah
SWT menjelaskan hal ini dalam Al-Qur'an Surah Al-Mursalat ayat 25-26 dengan arti "Bukankah
Kami menjadikan bumi sebagai tempat berkumpul bagi yang hidup dan yang sudah mati." Poin
ini kemudian ditegaskan oleh Allah SWT dalam Surah Abasa ayat 21, "Kemudian, Dia
mematikannya dan menguburkannya."Tujuan penguburan jenazah dalam Islam adalah
memberikan penghormatan kepada tubuh yang meninggal, menunaikan kewajiban terhadap
orang yang telah meninggal, dan mengingatkan umat Muslim tentang keterbatasan kehidupan di
dunia ini serta persiapannya untuk kehidupan setelah mati.

Tata cara menguburkan jenazah melibatkan beberapa langkah yang perlu diikuti. Berikut adalah
rincian dari prosedur tersebut:

1. Mempersiapkan Lubang Kubur :

Sebelum jenazah diuburkan, langkah pertama adalah menyiapkan lubang kubur. Dalam
konteks Islam, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan lubang
kubur, termasuk:

a. Lubang harus memiliki kedalaman setinggi orang yang berdiri di dalamnya dengan tangan
mengangkat ke atas dan lebar sekitar satu hasta lebih satu jengkal (sekitar 50 cm).

b. Kedalaman yang memadai pada lubang kubur bertujuan untuk mencegah bau tidak sedap
selama proses pembusukan dan menghindari risiko longsor akibat aliran air hujan.

2. Menguburkan di Pemakaman Muslim :

12
Jika memungkinkan, disarankan untuk menguburkan jenazah di pemakaman khusus bagi umat
Muslim. Namun, jika tidak ada kemungkinan, dan mempertimbangkan waktu yang terbatas untuk
menguburkan jenazah, hal tersebut dianggap tidak menjadi masalah.

3. Waktu Menguburkan Jenazah :

Waktu penguburan jenazah memiliki pengaruh pada proses pemakaman dan ketersediaan
orang yang membantu. Dianjurkan untuk menghindari waktu penguburan saat matahari terbit
hingga naik, saat matahari berada di tengah-tengah langit, dan saat matahari hampir terbenam
atau benar-benar terbenam.

4. Prosedur Menguburkan Jenazah:

Setelah persiapan telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah menguburkan jenazah.


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini melibatkan :

a. Jenazah ditempatkan di tepi lubang atau liang kubur sebelah arah kiblat, kemudian ditaruh
di atas papan kayu dengan posisi agak miring untuk mencegah langsung tertimbanya tanah.

b. Jenazah ditempatkan dengan memasukkan kepalanya dari arah kaki kubur atau dari posisi
selatan.

c. Posisi tubuh jenazah adalah miring ke kanan, menghadap kiblat, dengan tubuh ditopang oleh
batu pipih atau papan kayu agar tidak telentang.

d. Tanah diletakkan di bawah pipi jenazah sebelah kanan setelah kain kafan dan semua tali di
lepas, sesuai anjuran para ulama.

e. Saat jenazah dimasukkan ke liang kubur, dianjurkan untuk membaca doa tertentu sebagai
bentuk penghormatan dan doa bagi roh jenazah.

f. Pada khususnya, untuk jenazah perempuan, disarankan untuk membentangkan kain di atas
kuburnya saat dimasukkan ke liang kubur, sedangkan untuk jenazah laki-laki tidak dianjurkan.

13
g. Pengurusan jenazah perempuan sebaiknya dilakukan oleh laki-laki yang tidak dalam
keadaan junub atau tidak melakukan hubungan suami-istri pada malam sebelumnya.

h. Setelah jenazah diletakkan di lubang kubur, disarankan untuk menaburkan tanah tiga kali dari
arah kepala mayit sebelum menimbun seluruh tubuh dengan tanah.

i. Membaca doa setelah selesai menguburkan jenazah. Doa tersebut dibaca sebanyak 3 kali,
bacaan doanya antara lain:

Latin: Allahum-maghfir lahuu.


Artinya: Ya Allah, ampunilah dia

Latin: Allahum tsabbit huu.


Artinya: Ya Allah, berilah keteguhan kepadanya.(Khabbusila, 2023)

• KETENTUAN KHUSUS DALAM MENGURUS JENAZAH JANIN, KECELAKAAN,


IHRAM, DAN MATI SYAHID

Terdapat empat kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang yang masih hidup terhadap orang
yang telah meninggal: memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan. Namun, dalam
pelaksanaannya, terdapat aturan-aturan khusus yang harus diperhatikan saat mengurus jenazah
tertentu, seperti jenazah janin yang keguguran, jenazah korban kecelakaan, jenazah orang yang
sedang dalam keadaan ihram, dan jenazah orang yang gugur sebagai syahid.

Menanggapi jenazah janin, perbedaannya dengan pengurusan jenazah orang dewasa mencakup
beberapa ketentuan yang dijelaskan oleh Syekh Zainuddin al-Malaibari dalam karyanya, Fath al-
Mu‘in. Dalam konteks ini, disebutkan bahwa janin yang lahir keguguran harus dibungkus atau
ditutup dengan kain, dan wajib untuk dikubur. Hal ini berlaku juga untuk mayat anak kecil kafir
yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun, perlu dicatat bahwa mayat janin yang
keguguran dan anak kecil kafir tersebut tidak diwajibkan untuk dimandikan, meskipun ada opsi
untuk melakukannya jika diinginkan. Ada pengecualian untuk gumpalan darah atau gumpalan
daging (calon janin) yang keguguran, yang dapat dikubur tanpa perlu dibungkus. Namun, jika

14
janin yang keguguran telah mencapai usia empat bulan, maka wajib untuk dimandikan, dikafani,
dan dikubur. Selain itu, jika janin tersebut sudah bisa bergerak atau bersuara setelah keluar,
maka wajib disalati, selain dari proses mandi, kafan, dan penguburan. (Referensi: Fath al-Mu‘in,
Dar Ihya al-Kutub al-‘Araiyyah, halaman 46).

Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari kutipan di atas adalah bahwa pengurusan
jenazah, terutama yang berkaitan dengan jenazah janin yang keguguran, memiliki aturan-aturan
tertentu yang perlu diperhatikan sesuai dengan ajaran Islam.

Janin yang keguguran dan masih berbentuk gumpalan darah atau daging tidak diwajibkan untuk
dibungkus, dimandikan, atau disalati. Namun, disarankan untuk dikuburkan sebagai tindakan
yang dianjurkan. Jika janin yang keguguran sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat, dan tidak memiliki rupa atau fisik yang
sempurna, maka tidak diwajibkan untuk dimandikan dan disalati, tetapi sebaiknya dibungkus
dengan kain dan harus dikuburkan.

Jika janin yang keguguran tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan dan tidak memiliki rupa
atau fisik yang sempurna, namun usianya di atas empat bulan, maka diwajibkan untuk
dimandikan, dikafani, dan dikuburkan, tetapi tidak diwajibkan untuk disalati. Namun, jika janin
yang keguguran sebelumnya menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti menangis, bergerak,
menjerit, atau menggigil sesaat setelah dilahirkan, maka diwajibkan untuk dimandikan, dikafani,
disalati, dan dikuburkan, sebagaimana halnya orang dewasa, meskipun usianya saat keguguran
masih di bawah empat bulan, sesuai dengan pandangan yang dijelaskan oleh Syekh Nawawi.

Dalam kasus jenazah orang yang mengalami kecelakaan, seperti tertabrak atau terbakar, dan
mengakibatkan kerusakan pada beberapa anggota tubuh atau melepuh, tidak diwajibkan untuk
dimandikan. Tayamum bisa dijadikan pengganti mandi, atau jika masih ada bagian tubuh yang
dapat dimandikan, dapat mandikan dengan air, sementara bagian yang tidak dapat dimandikan
cukup dengan tayamum, sesuai dengan aturan tayamum. Hal serupa berlaku untuk jenazah
perempuan yang mengalami kecelakaan atau terbakar, dan tidak ada laki-laki non-mahram yang
dapat memandikannya; dalam hal ini, tidak diwajibkan untuk dimandikan, tetapi cukup dengan
tayamum.

Seperti yang ditegaskan oleh Syekh Nawawi, kewajiban pertama terhadap jenazah adalah
melakukan proses pemandian atau menggunakan tayamum sebagai penggantinya. Situasi yang
memerlukan tayamum pada jenazah adalah ketika jenazah terkena api, sehingga pemandian

15
dengan air dapat menyebabkan lepuhan. Jika tidak ada yang dapat memandikan jenazah
perempuan kecuali laki-laki non-mahram, atau jenazah laki-laki kecuali perempuan non-mahram,
maka dalam kedua situasi tersebut, jenazah dapat ditayamumkan dengan menggunakan kain
sebagai penghalang. (Referensi: Kasyifatus Saja Syarh Safinatin-Naja, halaman 94).

Untuk jenazah orang yang sedang berihram, terutama dalam proses pengkafanannya, ada aturan
khusus. Bagi jenazah laki-laki, kepala tidak boleh ditutup, sedangkan untuk jenazah perempuan,
wajahnya yang tidak boleh ditutup. Selain itu, dalam proses pengkafan atau pemandian, tidak
boleh menggunakan wewangian untuk menjaga bekas ihram, karena kematian tidak
membatalkan ihram. Oleh karena itu, kewajiban atas jenazah yang sedang berihram melibatkan
pemandian, pembungkusan, menshalati, dan menguburkan. Namun, pada saat pembungkusan,
bagian wajah jenazah laki-laki dan perempuan tidak perlu ditutup, dan tidak boleh menggunakan
wewangian sesuai dengan fatwa Syekh Nawawi. (Referensi: Kasyifatus Saja Syarh Safinatun-
Naja, halaman 94).

Adapun jenazah orang yang gugur syahid tidak diwajibkan untuk dimandikan dan tidak diwajibkan
untuk disalati. Pakaian yang dipakainya saat gugur, meskipun berupa sutra, harus dipertahankan
sebagai kain kafan dan dilapisi dengan kain kafan tambahan saat pembungkusan. Kewajiban
terhadap jenazah syuhada hanya melibatkan proses pembungkusan dan penguburan. Jenazah
syuhada tidak diwajibkan untuk dimandikan dan dishalati. Selain itu, sunnahnya adalah
dikuburkan dengan pakaian yang dipakainya saat gugur, meskipun berupa sutra, setelah dilepas
saat meninggal dan dikembalikan saat pembungkusan. (Referensi: Kasyifatus Saja Syarh
Safinatin-Naja, halaman 94).

Perlu dicatat bahwa istilah "gugur syahid" di sini merujuk kepada mereka yang gugur syahid di
dunia-akhirat, meninggal dalam medan perang dalam rangka berjihad untuk menegakkan dan
membela kehormatan agama Allah. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah syahid akhirat
seperti perempuan yang meninggal saat melahirkan, orang yang tenggelam, atau orang yang
tertimpa reruntuhan. Orang yang syahid akhirat diurus seperti jenazah pada umumnya, termasuk
proses pemadaman, pembungkusan, sholat, dan penguburan.(Khabbusila, 2023)

2. “PEMULASARAAN JENAZAH DALAM PRESPEKTIF DUNIA MEDIS”

16
Beberapa langkah dalam prosedur pemulasaran jenazah dalam dunia medis dapat bervariasi
tergantung pada kebijakan dan standar operasional (SOP) yang berlaku di lokasi tertentu.
Beberapa tahapan umum yang sering dilakukan meliputi:

1. Penyegelan dan Pengemasan:

Penyegelan jenazah umumnya dilakukan untuk menjaga keamanan dan mencegah


penyebaran penyakit. Langkah ini melibatkan penutupan rapat jenazah dengan
menggunakan bahan tahan air dan udara, seperti kain khusus atau plastik. Proses
pengemasan jenazah melibatkan penempatan dalam peti mati yang dirancang untuk
melindungi jenazah dari kerusakan dan memudahkan transportasi. Implementasi kedua
langkah ini dapat bervariasi sesuai dengan norma budaya, agama, atau peraturan yang
berlaku di suatu wilayah.

2. Trasportasi

Transportasi jenazah melibatkan transfer tubuh dari satu lokasi ke lokasi lainnya, seperti dari
tempat kejadian meninggal ke rumah duka atau tempat pemakaman. Proses ini
membutuhkan perhatian khusus terhadap faktor keamanan, higienis, dan penghormatan
terhadap martabat jenazah. Biasanya, jenazah ditempatkan dalam peti mati atau wadah
tertutup yang sesuai. Peralatan dan kendaraan transportasi khusus digunakan untuk
memastikan bahwa proses ini dilakukan dengan penuh penghormatan dan sesuai dengan
norma budaya, agama, serta peraturan lokal yang berlaku. Pemindahan jenazah juga
mungkin melibatkan perpindahan antar wilayah atau bahkan antar negara, yang memerlukan
koordinasi dan kepatuhan terhadap persyaratan hukum internasional yang berlaku.

3. Otopsi

Otopsi, yang juga dikenal sebagai bedah mayat atau pemeriksaan post-mortem, adalah suatu
tindakan medis yang dilakukan untuk menyelidiki penyebab kematian seseorang. Otopsi pada
jenazah biasanya dilakukan oleh seorang ahli patologi forensik atau dokter yang
mengkhususkan diri dalam bidang patologi. Tujuan utama dari otopsi adalah untuk

17
mengumpulkan informasi yang akurat mengenai penyebab kematian dan untuk mendeteksi
atau mengkonfirmasi adanya cedera atau penyakit tertentu. Apabila akan dilakukan otopsi,
tindakan tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh petugas khusus dan harus memperoleh izin
dari keluarga dan direktur rumah sakit.

4. PenyimpananJenazah ditempatkan di area khusus di fasilitas pemulasan, sebaiknya dalam


waktu tidak lebih dari 4 jam. Umumnya, jenazah disimpan dalam ruangan yang dilengkapi
dengan pendingin atau lemari pendingin khusus guna menghindari dekomposisi yang cepat.
Proses pendinginan ini dapat dilakukan melalui penggunaan peralatan pendingin atau es
batu.
5. Pengemasan:

Petugas memverifikasi bahwa kantong jenazah tetap tersegel, dan jenazah ditempatkan
dalam peti kayu yang telah dipersiapkan. Peti kayu tersebut ditutup rapat, kemudian dilapisi
dengan bahan plastik dan menjalani proses disinfeksi sebelum ditempatkan ke dalam
ambulan

6. Informasi Kepada Keluarga

Petugas memberikan informasi kepada keluarga tentang prosedur pemakaman dan betapa
pentingnya untuk mematuhi protokol yang telah ditetapkan.

7. Menuju Tempat Pemakaman atau Kremasi

Jenazah diantar ke tempat pemakaman atau kremasi sesuai dengan kehendak keluarga.

• Alat Yang Digunakan Dalam Pemulasaraan Jenazah Didunia Medis

Dalam dunia medis, terdapat berbagai macam alat yang bisa digunakan untuk memulasarakan
jenazah.

Alat-alat tersebut antara lain:

18
1.Peti mati: Tempat khusus menyimpan jenazah.Biasanya terbuat dari bahan yang tahan lama,
digunakan untuk melindungi tubuh dari kerusakan dan menjaga kehormatan.

2.Bahan penyegel:Digunakan untuk menutup rapat jenazah, mencegah penyebaran penyakit


dan menjamin keamanan.Bahan tersebut bisa berupa kain khusus atau bahan plastik yang tahan
air dan udara.

3.Kulkas atau Ruang Pendingin : Digunakan untuk menyimpan jenazah pada suhu rendah untuk
menghambat proses pembusukan dan menjaga kondisi jenazah.

4.Peralatan Disinfeksi : Digunakan untuk membersihkan dan menjaga kebersihan jenazah serta
alat-alat yang digunakan untuk penguburan.

5.Ambulans atau kendaraan khusus: Digunakan untuk mengangkut jenazah dari suatu tempat
ke tempat lain, misalnya dari rumah ke rumah duka atau kuburan.

6.Alat Bedah dan Pemotongan: Digunakan dalam pembedahan atau pembedahan jenazah
untuk menentukan penyebab kematian.

7. Alat Pelindung Diri (APD): Termasuk pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker untuk
melindungi personel penguji dari potensi risiko infeksi dan bahan berbahaya.

8. Disinfektan : Digunakan untuk membersihkan dan menghilangkan kuman pada peralatan,


lokasi, dan area sekitar jenazah.Penguburan jenazah memerlukan penggunaan peralatan khusus
dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan keselamatan untuk menjaga martabat dan
mencegah penyebaran penyakit.(Nashrullah, 2023)

19
DAFTAR PUSTAKA

A., S. I. B. U. (2022). Tata Cara Perawatan Jenazah (Tajhizul Jenazah) Jam 15.12. Hukum
Ekonomi Syariah, 2(1), 80–81.

Hati, I. P. (2019). (2009). Pemulasaraan jenazah. Journal Information, 10, 1–16.

Khabbusila, tsalas. . (2023). Tata Cara Menguburkan Jenazah Sesuai Sunnah dalam Islam.
Detikhikmah.

Khabbussila, tsalasG. (2023). “Tata Cara Memandikan Jenazah Sesuai Syariat Islam.”
DETIKHIKMAH.

Nashrullah, N. (2023). 5 Sunnah Jenazah dan Mengapa Harus Disegerakan Urusannya?


REpublik.

Pemikiran, J., Ke-islaman, P. P., Di, C., Pamekasan, S. D. I. A., Kulsum, U., & Haris, A. (2023).
Ahsana Media. 9(2).

(Hati, 2009)A., S. I. B. U. (2022). Tata Cara Perawatan Jenazah (Tajhizul Jenazah) Jam 15.12.
Hukum Ekonomi Syariah, 2(1), 80–81.

Hati, I. P. (2019). (2009). Pemulasaraan jenazah. Journal Information, 10, 1–16.

20

Anda mungkin juga menyukai