Anda di halaman 1dari 18

PEMBAHASAN

RITUAL BUDAYA/KEPERCAYAAN TENTANG UPACARA


PEMAKAMAN BAGI ORANG YANG MENINGGAL

 Tradisi Upacara Kematian


Indonesia sebagai bangsa yang besar memiliki berbagai macam budaya, dan setiap budaya
tentunya memiliki kearifan budaya lokal seperti suku, ras, agama, dan bahkan tradisi yang
berasal dari pengembangan budaya asli masyarakat disetiap pedalaman Negeri Indonesia.
Budaya adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dalam kebudayaan terdapat nilai, norma, simbol, rasionalisasi, dan ideologi yang
berpengaruh dalam diri manusia. Salah satu tradisi yang terbentuk oleh pola perilaku manusia
yaitu tradisi kematian. Tradisi adalah adat istiadat atau kebiasaan yang dilakukan secara turun
temurun dan masih terus dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan lingkungan tempat tinggal,
karena setiap tempat atau suku memiliki tradisi yang berbedabeda. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) tradisi ialah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang
masih dijalankan dalam masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan yang paling baik dan benar. Tradisi hampir sama pentingnya dengan budaya. Awal
mula tradisi adalah ritual individu yang disepakati oleh beberapa kelompok dan akhirnya
diterapkan bersama, dan tidak jarang tradisi ini menjadi doktrin yang berbahaya jika
ditinggalkan. Oleh sebab itu, tradisi diturunkan dari generasi ke generasi dalam bentuk simbol,
prinsip, bahan, benda, dan pedoman dari para pendahulu atau nenek moyang. Namun, tradisi
yang diwariskan tetap berlaku pada keadaan, kondisi, dan waktu yang terus berubah, serta dapat
diubah atau dipertahankan. Semua ini karena tradisi memiliki nilai dan manfaat tersendiri bagi
kita. Apapun tradisinya, maknanya harus dihadapi secara langsung atau tidak langsung.

A. Ritual pemakaman bagi agama Islam


Memakamkan jenazah adalah salah satu kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya
apabila seorang muslim meninggal dunia. Dalam memakamkan seorang muslim ada aturan-
aturan yang harus dipenuhi dan hal tersebut sudah ada dalam ajaran agama islam. Apabila
seseorang meninggal dunia maka ada hak-hak jenazah yang harus dipenuhi dan proses
pemakaman harus berjalan dengan kaidah yang sesuai. Adapun kewajiban seorang muslim

dalam memakamkan muslim lainnya disebutkan dalam hadits berikut ini “Kewajiban
seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima, (yaitu): menjawab salam, menjenguk
orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangannya dan mendo’akan orang yang bersin”.

1
Adapun Prosesi Upacara Kematian Menurut Agama Islam :
1. Memandikan
a. Membersihkan kotoran dan najis.
b. Menutup dari dada hingga kaki dengan kain.
c. Memandikan, menyikat gigi, menceboki kemaluan dan anus.
d. Mengeringkan dengan handuk.
2. Mengkafani
a. Menutup lubang-lubang tubuh dengan kapas.
b. Menyelimuti (pocong) dengan kain kafan dari kepala hingga kaki.
c.Mengikat badan yang sudah dipocong dengan tali kafan.
3. Mensholatkan Membacakan doa-doa sebelum penguburan jenazah.
4. Mengubur
a. Memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah ujung kakinya
b. Posisi jenazah miring ke kanan, dan muka menghadap kiblat.
c. Membuka kain kafan bagian kepala dan kaki.
d. Menyiram jenazah dari kanan ke kiri.
e. Menutup liang lahat dan diberi tanda.

1.Persiapan Pemakaman
Sebelum memakamkan jenazah, ada hal-hal yang perlu diketahui dan dipersiapkan terlebih
dahulu. Hal-hal tersebut berkaitan dengan perawatan jenazah dan pembuatan liang kubur dan
wajib diketahui agar pemakaman berjalan sesuai tatacara dan ajaran agama islam. Dalam
membuat liang kubur untuk memakamkan jenazah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara
lain :
 Liang kubur harus digali dengan kedalaman tertentu atau digali dalam-dalam dengan tujuan
agar aroma jenazah tidak tercium dan diganggu oleh binatang buas. Oleh sebab itu saat
menggali kubur untuk seorang jenazah muslim, kedalaman makam haruslah diperkirakan
dengan baik agar sesuai dengan tujuannya.
 Liang kubur yang dipergunakan untuk memakamkan jenazah memiliki dua jenis yakni liang
lahad dan liang syiq. Salah satu liang ini bisa dipergunakan untuk memakamkan jenazah.
Liang lahad adalah liang yang dibuat untuk memasukkan jenazah dan berada disis samping
sedangkan liang syiq adalah liang kubur yang berasa ditengah-tengah.
 Liang lahad atau liang kubur sebaiknya ditutup dengan papan kayu atau bambu maupun batu
untuk menyangga makam agar tidak longsor ke dalam tanah.

2
 Liang kubur atau makam seorang muslim sebaiknya digali dikubur atau pemakaman
muslim.
 Keranda untuk membawa jenazah harus dipersiapkan dan ditutup rapat agar jenazah tidak
telihat saat dibawa dan digiring ke pemakaman.
 Waktu memakamkan jenazah adalah saat pagi hari hingga tengah hari dan sore hari hingga
terbenam matahari Meskipun demikian tidak mengapa jika jenazah harus dimakamkan saat
malam hari.

2. Pengiringan Jenazah
Mengiring jenazah adalah kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya dan hukumnya
fardhu kifayah (baca hukum membaca yasin dikuburan dan hukum wanita haid ziarah kubur).
Apabila sudah ada orang yang mengantar jenazah maka gugurlah kewajiban muslim lainnya.
Meskipun demikian ada baiknya jika mengantar jenazah meskipun sudah banyak orang yang ikut
mengiringinya. Selain itu, mengiring jenazah dan melakukan shalat jenazah tidak hanya
merupakan suatu kewajiban, melainkan juga mendatangkan keutamaan bagi yang melakukannya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini “Barangsiapa yang menyaksikan jenazah
hingga dishalatkan, maka dia memperoleh satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikannya
hingga dikuburkan, maka dia memperoleh dua qirath,”.kemudian Beliau ditanya: “Apa yang
dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab,”Seperti dua gunung yang besar.” Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengiring jenazah, antara lain
 Berjalan dengan segera
Saat berjalan mengiringi jenazah dianjurkan untuk membawa jenazah sesegera mungkin
atau berjalan dengan langkah yang cepat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW berikut
(baca kisah teladan Nabi Muhammad SAW dan cara tidur Rasulullahdan manfaatnya).
3
Bersegaralah kalian ketika membawa jenazah. Apabila dia orang shalih, maka kalian
akan segera mendekatkannya kepada kebaikan. Dan apabila bukan orang shalih, maka
kalian segera meletakkan kejelekan dari punggung-punggung kalian.
 Mengangkat keranda dari sudut
Saat mengiring jenazah, keranda yang akan diangkat harus ditopang dari setaip sudutnya
sehingga ada empat orang yang mengangkat masing-masing sudutnya tersebut.
Sebagaiamana perkataan Ibnu Mas’ud RA, bahwa Rasul bersabda
Barangsiapa yang mengikuti jenazah, maka hendaklah dia mengangkat dari seluruh
sudut keranda, karena hal itu merupakan Sunnah. Apabila dia mau, maka hendaknya
mengangkat hingga selesai. Dan kalau dia tidak mau, hendaknya dia tinggalkan.
 Larangan saat mengiring jenazah
Adapun keranda jenazah tidak boleh diangkat oleh wanita dan haruslah laki-laki yang
mengangkatnya. Selain itu, pengiring jenazah hendaknya berjalan dibelakang, maupun
dengan kendaraan jika letaknya jauh serta tidak diperbolehkan mengiringi jenazah
dengan suara tangisan yang keras, alat musik, maupun melantunkan zikir untuk
mayit. (baca doa menguburkan jenazah dan keutamaan doa nurbuat yang luar biasa)

3. Proses Menguburkan Jenazah


Setelah sampai kelokasi pemakaman maka ada beberapa hal juga yang harus
dilakukan sesuai anjuran islam, dan muslim yang memakamkan jenazah harus
mengetahuinya dengan baik. Berikut ini adalah tatacara proses pemakaman jenazah
menurut islam :
 Menguburkan jenazah adalah suatu penghormatan dan hal ini disebutkan dalam
firman Allah SWT dalam surat Abasa ayat 21 berikut “Kemudian Dia mematikannya
dan memasukkannya ke dalam kubur”.
4
 Jenazah dikuburkan oleh kaum lelaki dan jika ada maka haruslah yang memiliki
hubungan kerabat terdekat dengan jenazah meskipun jenazah tersebut wanita.
 Meletakkan jenazah pada liang lahat diatas bagian tubuh sebelah kanan dan
wajahnya dihadapkan kearah kiblat.
 Saat memasukkan jenazah dalam liang kubur, disunahkan untuk berdoa sesuai
sabda Rasul SAW
 Jika jenazah yang dimakamkan adalah wanita maka dianjurkan untuk
membentangkan kain diatas jenazahnya.
 Setelah diletakkan, liang lahad ditutup dengan kayu atau bambu yang telah
disediakan kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pengiring jenazah juga
disunahkan untuk melemparkan tanah dengan kedua tangannya pada makam.
 Tanah yang digunakan untuk menutupi kubur hendaknya ditinggikan sejengkal atau
dibuat seperti punuk onta untuk membedakannya dengan tanah disekitarnya.
Dianjurkan juga untuk menancapkan kayu atau batu yang dikenal dengan nisan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut “Sesungguhnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menggali liang lahad dan menancapkan batu bata dan
meninggikan kuburan sekadar satu jengkal”. Demikian proses pemakaman jenazah
menurut islam.

5
B. Ritual pemakaman bagi agama Hindu
Upacara pemakaman antara agama satu dengan agama yang lainnya memang berbeda,
termasuk agama Hindu. Namun, agama Hindu dikenal sebagai agama yang menyerap budaya
lokal dimana penganutnya berada. Hal itulah yang membuat tata cara pemakaman Hindu
berbeda-beda.
Upacara Ngaben memang sifatnya wajib dalam agama Hindu Bali. Namun, rupanya upacara
pembakaran jenazah ini memakan biaya yang cukup banyak, sehingga akan memberatkan jika
keluarga yang ditinggalkan jenazah adalah orang yang tidak mampu.
Oleh sebab itu, di Bali ada upacara Ngaben Massal. Upacara ini dilakukan agar biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit karena dilakukan secara bersama-sama dengan keluarga jenazah yang
lainnya.
Lalu, bagaimana jenazah menunggu upacara Ngaben Massal? Karena kita tahu pasti tidak
semua orang meninggal secara bersamaan. Jawabannya adalah “dititipkan” terlebih dahulu,
yakni dikubur terlebih dahulu sampai tiba saatnya mengikuti Ngaben Massal.
Penguburan Jenazah adalah sebuah upacara pemakaman dimana menurut umat Hindu di
Bali dalam naskah lontar yama tattwa berkaitan dengan mendem sawa disebutkan bahwa apabila
6
batas waktu dikubur telah selesai baru dibuatkan upacara ngaben yang bertujuan untuk dapat
mempercepat pengembalian unsur-unsur panca maha bhuta yang melekat dalam badan kasar dan
halus dari roh bersangkutan.
Urutan upacara penguburan seperti penjelasan wikde dalam konsep panca yadnya dan
filosofi nilainya disebutkan seperti berikut ini :
1. Memandikan jenazah dan menjalankan upacaranya seperti halnya tata cara penyiraman
layon yaitu seperti berikut :
 Jenazah diturunkan dari pembaringan dan disembunyikan di atas/tandu dilengkapi
dengan ulap-ulap, semua ini bertempat di natah pekarangan.
 Jenazah dalam keadaan telanjang lalu:
 Badannya diurapi boreh (atau lepa)
 Dikeramas, muka dibasuh, di gosok giginya (secara simbolis)
 Satu persatu alat pembersih ditaburkan atau dipasang dengan diawali makerik kuku,
memasang itik-itik pada ibu jari kaki, memasang itik-itik ibu jari tangan, masisig,
makeramas, memasang bablonyoh di kaki, memasang daun intaran di kening, memasang
gadung di dahi, pusuh menur di lubang hidung, cermin pada mata, waja pada gigi, daun
tuwung pada kemaluan laki-laki, bunga tunjung untuk wanita, boreh anget pada perut,
lenga wangi pada tubuh, memasang kwangen pada tubuh mayat dengan rincian:
a. 1 buah di kepala
b. 1 buah di ulu hati
c. 1 buah di dada
d. 2 buah di siku kanan kiri
e. 2 buah di lutut kanan kiri.
 Mewastra: dikenakan kain, kampuh, daster putih untuk laki-laki. Dikenakan kain,
selendang putih untuk perempuan.
 Metirta: menciptakan tirta penglukatan, pembersihan, dan tirta kawitan dari almarhum.
 Jenazah dibungkus dibungkus atau dililit dengan kain putih.
 Keluarga dan anak cucu menyembah
 Dengan dibungkus tikar, jenazah diusung lagi ke tempat pembaringan. Dilengkapi
dengan saji banten arepan, seperti bubur pirata, nasi angkeb, saji sebagai bekal roh
menuju akhirat.
 Mapegat: dilengkapi dengan banten mapegat atau sambutan. Bagi keluarga yang patut
dengan cara pertama sembahyang ke hadapan Bhatara Surya, setelah itu memberikan
doa sembah ke hadapan almarhum/almarhumah.
 Mengusung mayat ke kuburan
7
 Layon diusung ke kuburan di antar oleh sanak saudara, kerabat dan warga banjar adat
bila memungkinkan baik sekali diiringi dengan kidung pitra yadnya yaitu lagu-lagu
keagamaan dan tetabuhan seperti angklung untuk menambah hikmatnya upacara.
 Dalam perjalanan, pada jalan simpang tiga atau empat, serta di lubang kuburan usungan
jenazah di putar 3 kali ke kiri dan ke kanan baru dilanjutkan dengan mendem sawa.
 Mendem sawa, Sawa dipendam/kubur.Hal ini dilakukan di kuburan dan tidak boleh di
pekarangan rumah atau pekarangan desa adat. Caranya peti mayat dibuka terlebih dahulu
lalu jenazah disemayamkan di kuburan.
 Jenazah diperciki tirta pengabenan dengan urutan :
a. Tirta penglukatan | digunakan untuk membebaskan segala sesuatu yang
berhubungan dengan segala kekotoran fisik.
b. Tirta pembersih | mensucikan secara lahir dan batin terhadap seluruh unsur
badan manusia.
c. Tirta pengentas | untuk memutuskan ikatan purusa dan pradana (prakerti)
sang matiguna dikembalikan kepada sumbernya.
d. Tirta kawitan | para leluhur yang telah mendahului kita.
e. Tirta kahyangan tiga | berkaitan dengan Tri Kona dalam konsep lahir, hidup mati.
 Dilengkapi dengan upacara banten pesaksi
 Banten untuk Sang Hyang Praja Pati
 Banten untuk ibu pertiwi
 Banten untuk Pura Prajapati sebagai sedahan Setra atau Pengulun Bambang.
Namun setiap daerah juga memiliki tradisi yang berbeda seperti halnya upacara adat
pengabenan di daerah Trunyan Bali yang memiliki tiga jenis kuburan yang menurut tradisi desa
Trunyan, ketiga jenis kuburan itu di- klasifikasikan berdasarkan umur orang yang meninggal
dunia, keutuhan jenasah dan cara penguburan yaitu :
1. Kuburan utama, dianggap paling suci dan paling baik yang
disebut Setra Wayah. Jenazah yang dikuburkan pada kuburan suci ini hanyalah jenazah
yang jasadnya utuh, tidak cacat, dan jenasah yang proses meninggalnya dianggap wajar
(bukan bunuh diri atau kecelakaan).
2. Kuburan muda, diperuntukkan bagi bayi dan orang dewasa yang belum menikah. Namun
tetap dengan syarat jenasah tersebut harus utuh dan tidak cacat.
3. Kuburan Setra Bantas, khusus untuk jenasah yang cacat dan yang meninggal karena salah
pati maupun ulah pati (meninggal dunia secara tidak wajar misalnya kecelakaan, bunuh
diri).

8
Upacara Ngaben Ritual Pemakaman Hindu
Pada dasarnya, Upacara Ngaben merupakan ritual yang dipercaya oleh masyarakat Pulau
Dewata untuk mengembalikan roh orang yang sudah meninggal kembali ke alam asalnya dengan
lebih cepat dibandingkan dengan penguburan biasa lewat tanah. Berdasarkan etimologi, kata
“ngaben” sendiri konon berasal dari kata “ngabu” yang bisa diartikan sebagai “menjadi abu”.
Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip dasar Upacara Ngaben, di mana mayat seseorang akan
dibakar sampai tidak tersisa apapun dari badannya dan akan menjadi abu.
Masyarakat Pulau Bali, yang mayoritas merupakan umat Hindu, punya kepercayaan bahwa
terdapat 5 komponen untuk membentuk badan manusia. 5 komponen ini disebut juga dengan
istilah “Panca Maha Bhuta” atau dalam istilah modern lebih dikenal dengan sebutan “elemen
klasik”.
Kelima komponen Panca Maha Bhuta ini adalah pertiwi atau zat padat, apah atau zat cair,
teja atau zat panas, bayu atau angin, dan akasa atau ruang hampa. Kelima komponen tersebut
jika menjadi satu akan membentuk tubuh manusia yang nantinya akan diisi oleh sebuah roh atau
disebut dengan istilah “Atma” dalam kepercayaan Hindu.
Ketika seseorang meninggal, Atma yang dimiliki seseorang masih akan tersimpan di dalam
tubuh seseorang. Upacara Ngaben ini diadakan oleh masyarakat dengan tujuan untuk
membebaskan Atma yang belum bisa keluar dari tubuh mereka, agar bisa kembali ke Yang Maha
Kuasa.
Setelah itu, Atma yang telah berpulang ke Yang Maha Kuasa, dipercaya oleh umat Hindu
akan bereinkarnasi suatu saat nanti. Tidak sedikit anggota keluarga atau kerabat orang yang
sudah meninggal ini berharap bahwa mereka bisa bertemu kembali dengan sosok ini di
kehidupan berikutnya. Kepercayaan Agama Hindu memang banyak mengajarkan banyak hal
terkait kehidupan dan spiritualisme bagi penganutnya. Tidak ada salahnya jika orang-orang

9
dengan latar belakang agama berbeda ingin mempelajari kepercayaan Agama Hindu, karena
agama ini memang banyak mengajarkan hal baik.

Jenis Upacara Ngaben


Dan perlu diketahui juga bahwa Upacara Ngaben sendiri memiliki beberapa jenis berbeda.
Perbedaan ini dilandasi dari beberapa hal, mulai dari usia orang yang meninggal atau situasi
orang yang sudah meninggal. Perbedaan-perbedaan ini nantinya akan mempengaruhi tata cara
Upacara Ngaben.
Setidaknya, ada 5 jenis Upacara Ngaben yang bisa Grameds pelajari. Pada sesi singkat ini,
kita akan membahas apa saja 5 Upacara Ngaben yang biasa dilakukan oleh masyarakat Pulau
Dewata, serta kapan mereka akan melaksanakan upacara jenis ini.
1. Ngaben Sawa Wedana
Istilah Upacara Ngaben yang pertama mungkin menjadi istilah paling umum dibandingkan
dengan istilah lainnya. Ini dikarenakan Ngaben Sawa Wedana merupakan jenis Upacara
Ngaben di mana seseorang yang nantinya akan dikremasi masih memiliki tubuh fisik.
Sampai Upacara Ngaben dimulai, tubuh jenazah akan diusahakan agar tidak membusuk.
2. Ngaben Asti Wedana
Berbeda dengan Ngaben Sawa Wedana sebelumnya, Ngaben Asti Wedana merupakan jenis
Upacara Ngaben yang dilakukan setelah jenazah dikubur. Biasanya, jenazah yang akan
dikremasi hanya berupa tulang-belulang yang tersisa pasca digali dari makam dia berada.
3. Swasta
Swasta artinya Upacara Ngaben yang dilakukan tanpa ada adanya jenazah untuk dikremasi.
Hal ini tidak jarang terjadi, mengingat ada sejumlah peristiwa di mana jenazah bisa
menghilang atau tidak ditemukan seperti adanya kecelakaan pesawat atau peristiwa
terorisme. Jenazah ini nantinya akan diganti berupa lukisan atau foto jenazah dengan kayu
cendana replika jenazah.
4. Ngelungah
Ngelungah merupakan jenis Upacara Ngaben pertama yang didasarkan oleh kategori usia
seseorang. Pada Ngelungah, Upacara Ngaben berarti diadakan untuk anak-anak yang belum
tanggal gigi atau berganti gigi susu. Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa jenazah anak yang
akan dikremasi biasanya berkisar usia 5-6 tahun.
5. Warak Kruron
Jenis Upacara Ngaben terakhir yang akan kita bahas adalah Warak Kruron. Jika Ngelungah
di atas akan mengkremasi anak-anak berusia sekitar 5-6 tahun, Warak Kruron akan
mengkremasi anak-anak yang masih berusia 3-12 bulan, atau masuk ke dalam kategori bayi.

10
Tata Cara Upacara Ngaben
Upacara Ngaben memakan persiapan yang tidak sedikit dan waktu yang cukup panjang.
Orang-orang yang ingin melakukan Upacara Ngaben untuk orang terdekat mereka harus
mempersiapkan berbagai macam hal untuk keperluan ritual ini.
Selain itu, biaya dari Upacara Ngaben juga tidak bisa dikatakan murah, sehingga hanya
beberapa golongan masyarakat saja yang bisa mengadakan ritual ini. Namuni, tentunya banyak
umat Hindu di Bali yang ingin mengupayakan untuk melakukan Upacara Ngaben terlepas dari
biayanya. Setidaknya, ada 10 langkah atau prosedur mengenai Upacara Ngaben. 10 rangkaian
Upacara Ngaben ini yaitu Ngulapin, Nyiramin atau Ngemandusin, Ngajum Kajang, Ngaskara,
Mameras, Papegatan, Pakiriman Ngutang, Ngeseng, Nganyud, dan terakhir Mangelud atau
Mangoras. Penjelasan lebih detail akan ada dipaparkan di bawah sebagai berikut :
1. Ngulapin
Ngulapin merupakan langkah awal dalam tata cara Upacara Ngaben, di mana seseorang
memanggil Sang Atma atau roh dari jenazah yang sudah meninggal. Ngulapin bisa
dilakukan di berbagai macam lokasi sesuai dengan kebutuhan, dan memiliki prosedur
berbeda sesuai dengan tradisi dan kepercayaan keluarga.
2. Nyiramin atau Ngemandusin
Selanjutnya, jenazah akan dimandikan disertai dengan berbagai simbolisme seperti bunga
melati di rongga hidung, pecahan kaca di atas alis dan sebagainya. Proses ini dinamakan
sebagai nyiramin atau ngemandusin dan bertujuan agar reinkarnasi dari jenazah bisa lahir
dengan kondisi tubuh baik tanpa adanya kecacatan.
3. Ngajum Kajang
Pada prosedur ini, akan ada sebuah kertas putih, atau disebut juga dengan istilah “kajang”,
yang akan ditulis oleh aksara-aksara hindu. Keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal
ini nantinya akan menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3 kali, menunjukan bahwa
mereka siap melepas kepergian jenazah.
4. Ngaskara
Ngaskara memiliki arti sebagai “penyucian roh”. Maksudnya, roh dari orang yang sudah
meninggal ini akan disucikan sesuai dengan kepercayaan dari masing-masing penyelenggara
Upacara Ngaben. Ngaskara dilakukan agar nantinya roh atau Atma bisa kembali kepada
Yang Maha Esa dan suatu saat bisa dipertemukan lagi dengan keluarga dan kerabatnya.
5. Mameras
Prosedur mameras hanya akan dilaksanakan jika orang yang meninggal sudah memiliki
cucu. Mameras sendiri berasal dari kata “peras” yang dalam kepercayaan sana dapat

11
diartikan sebagai “sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu dari orang yang meninggal
diharapkan bisa menuntun orang ini ke jalan yang benar.
6. Papegatan
Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang artinya “putus”. Dalam prosedur papegatan,
tandanya keluarga dan kerabat sudah mengikhlaskan kepergian dari orang yang meninggal
ini. Papegatan biasanya disertai dengan sarana sesaji sebagai katalisnya, dan bertujuan agar
keluarga dan kerabat tidak menghalangi roh untuk kembali ke Yang Maha Esa karena
ketidak ikhlasan mereka dalam melepas jenazah.
7. Pakiriman Ngutang
Setelah Papegatan, proses selanjutnya bernama Pakiriman Ngutang, yaitu pengiriman
jenazah ke makam. Prosedur ini akan dilakukan dengan cukup meriah, di mana jenazah akan
dibawa di dalam keranda dan diiringi musik gamelan khas Bali. Keranda juga akan diputar-
putar sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai simbol perpisahan.
8. Ngeseng
Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan, tiba saatnya bagi anggota keluarga dan kerabat
untuk melakukan ngeseng, yaitu membakar jenazah dari orang yang sudah meninggal.
Ngeseng sendiri dipimpin oleh pemuka agama atau pendeta, dan nantinya abu serta tulang
yang tersisa dari orang ini dikumpulkan, digilas, dan dimasukkan ke dalam buah kelapa.
9. Nganyud
Nganyud adalah istilah yang digunakan di mana anggota keluarga dan kerabat dari orang
yang sudah meninggal akan menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai. Nganyud
dilakukan dengan tujuan agar kotoran atau ketidaksucian dari jenazah bisa “hanyut” atau
hilang dari dunia ini, dan pergi ke alam lain.
10. Mangelud atau Mangoras
Biasanya, 12 hari pasca meninggalnya seseorang, akan dilakukan prosedur bernama
mangelud atau mangoras, di mana keluarga akan menyucikan serta membersihkan
lingkungan rumah mereka yang bisa saja masih dipenuhi kesedihan dan rasa duka setelah
meninggalnya anggota keluarga.

12
C. Ritual pemakaman bagi agama Buddha
13
Buddha Dhamma tidak mempersoalkan apakah jenazah dikubur ataupun dikremasi. Tidak
ada aturan ketat yang mengatur mengenai pemakaman, meskipun di beberapa negara Buddhis
melakukan pengabuan jenazah adalah sebuah budaya. Pilihan cara pemakaman pada dasarnya
tergantung pada "permintaan terakhir" dari orang yang meninggal dunia atau berdasarkan
permintaan dari ahli waris. Begitu pula mengenai perlakuan terhadap abu jenazah, tidak ada
aturan yang mengikat apakah harus disimpan di dalam guci yang diletakkan di Pagoda Vihara
ataupun abu dilaung ke laut/sungai.
Langkah-langkah prosesi kematian umat Buddhis adalah:
 Menggosokkan air kayu cendana dan es batu agar tidak kaku.
 Pembacaan doa untuk jenazah. 3. Memandikan jenazah.
 Mengenakan pakaian.
 Memposisikan tangan didada. Tangan jenazah sambil memegang tiga tangkai bunga, satu
pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang
merah.
 Menempatkan jenazah ke dalam peti.
 Memakamkan dengan cara dikubur ataupun kremasi.
 Pelarungan abu / penyimpanan abu di Pagoda Vihara (Jika dikremasi)
Prosesi tata cara pemakaman agama Buddha sangat kental akan kepercayaan leluhur. Oleh
sebab itu, upacara prosesinya sudah tentu akan berbeda dengan pemakaman di Indonesia pada
umumnya yang biasanya jauh lebih simpel dan ringkas. Umumnya pada saat ini apabila ada
salah satu keluarga penganut Agama Buddha meninggal, maka beginilah kira-kira prosesinya:
1. Rangkaian Persiapan Pemakaman dalam Agama Buddha
Jenazah almarhum/ah penganut Agama Buddha dimandikan menggunakan kembang 5 rupa,
arak putih, dan didandani mengenakan pakaian terbaik lengkap dengan sepatu yang dimilikinya
semasa hidup. Kemudian jenazah akan ditutupi mengenakan selimut berwarna merah jika yang
bersangkutan berusia mencapai 80 tahun. Usia di bawah itu dapat diganti menggunakan selimut
berwarna putih, hijau, dan warna lainnya.
Pakaian-pakaian almarhum/ah yang bisa dikenakan semasa hidup juga turut disertakan di
dalam peti mati. Ranjang yang biasa digunakan untuk tidur oleh almarhum setiap harinya, harus
dibongkar. Bantal, kasur, guling, dan selimut yang biasa dikenakan dijemur di loteng atau
halaman rumah. Di atas jenazah juga disertakan sebuah cermin yang telah dipecahkan, sebagai
pertanda bahwa kehidupan mereka di dunia telah berakhir.

2. Prosesi Tutup Peti

14
 Proses pemakaman Agama Buddha sebelum peti mati almarhum/ah ditutup, suami/istri,
anak-anak, dan sanak keluarga beserta famili almarhum/ah mengitari peti sembari
bergantian menaburi minyak wangi.
 Kemudian anak-anak almarhum/ah berdiri mengitari bagian kepala jenazah untuk
memasangkan mutiara pada 7 lubang, 4 indra yang masing masing terdiri dari 2 lubang
telinga, 2 lubang hidung, 2 mata, dan 1 di bawah lidah. Jika dirasa sulit dan tidak
memungkinkan untuk mendapatkan mutiara, maka dapat diganti menggunakan kapas.
Adapun tujuan pemasangan mutiara di antaranya adalah:
 Jika almarhum/ah itu hanya mati suri, maka mutiara atau kapas yang diletakkan di
salah satu lubang tadi akan terlepas dengan sendirinya.
 Disadari atau tidak, setelah kembalinya orang tua ke dimensi yang berbeda, biasanya
akan ada rasa curiga, perselisihan, dan pertengkaran antar saudara yang berujung
pada sengketa keluarga.
 Dengan dipasangnya butir mutiara pada 4 indra, maka anak-anak almarhum/ah
secara tidak langsung telah berjanji akan menjadi manusia yang lebih bijaksana,
sabar, dan toleran serta lebih menyayangi antar sesama saudara sekandung.
 Usai pemasangan mutiara selesai anak-anak almarhum/ah pindah posisi menghadap peti
mati di bagian kaki. Posisi yang diambil adalah posisi kui sempurna, yang mana dalam
posisi tersebut wajah harus menghadap ke lantai. Posisi yang demikian juga diikuti oleh
istri/suami, adik-adik almarhum/ah, dan segenap cucu cicit serta keponakan. Bilamana
almarhum/ah yang meninggal masih memiliki orang tua, alangkah baiknya orang tua
tidak mengantar jenazah melalui prosesi ini. Sebab, pada prinsipnya, yang tua tidak
diperbolehkan untuk mengantar yang muda.
3. Prosesi Tutup Peti Mati
Pada saat prosesi pemakaman Agama Buddha peti mati ditutup anak-anak almarhum
melakukan kui 2 kali tepat di depan peti mati. Putra sulung memasang paku dengan dipimpin
tekong memegang palu. Tekong memegang tangan di putra sulung dan mengucap beberapa
kalimat pengiring sembari memukul paku di peti mati. Paku yang dipasang ada sebanyak 4 paku,
masing-masing dipukulkan satu kali.
Jika almarhum memiliki sudah memiliki buyut, maka baru bisa dipasang paku yang kelima.
Paku kelima tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil dari paku 4 paku sebelumnya. Pada paku
pemukulan paku kelima harus disiapkan kain 3 kain merah dan 2 kain putih yang digunting
bulat. Tepat di tengah-tengah kain tersebut dimasukkan paku ke lima, dipaku di atas bagian ¾
peti mati, dekat dengan kepala almarhum/ah.

15
Setelah itu tekong mengeraskan paku, kemudian prosesi diakhiri dengan menuangkan arak
sebanyak 3 kali ke lantai. Makna dari penuangan arak ini adalah putra sulung telah menerima
limpahan kasih sayang dari almarhum/ah dan berjanji akan menjaga keluarganya sampai akhir
hayat.
4. Prosesi Sembahyang pada Pemakaman Agama Buddha
Putra sulung almarhum/ah menyalakan sepasang lilin berwarna putih dan membakar hio
besar bergagang hijau. Kemudian hio tersebut ditancapkan ke hiolo. Dupa tersebut tidak boleh
putus dan harus segera disambung jika hampir habis. Lilin putih hanya digunakan untuk
almarhum/ah yang meninggal di usia 70 tahun kebawah. Sedang untuk jenazah berusia 70 tahun
ke atas dan sudah memiliki cucu menggunakan lilin berwarna merah. Kendati demikian, jika
keluarga menghendaki penggunaan lilin putih hal tersebut juga tetap diperbolehkan. Sebab
dalam tradisi pemakaman Agama Buddha warna putih merupakan sebuah perlambang duka.
5. Persembahan-Persembahan
Persembahan kue, buah, makanan, dan teh diletakkan di atas meja sembahyang/ altar. Dalam
prosesi pemakaman Agama Buddha yang paling utama adalah terdapat daging babi berlapis 3,
ikan bandeng, dan ayam utuh yang semuanya dimasak dengan cara direbus. Babi dalam
perhelatan tersebut melambangkan seorang laki-laki atau ayah yang harus bekerja keras
menghidupi keluarganya. Sedang ikan melambangkan seorang perempuan atau ibu yang
bertugas mendidik dan merawat anak-anaknya.
Sementara Ayam, melambangkan anak-anak yang diharapkan suatu ketika nanti dapat
terbang melintasi pagar pembatasnya. Sedangkan kue-kue yang diberikan adalah kue yang
berwarna ceria dan memiliki rasa manis dan tidak disarankan yang mengandung ketan. Adapun
kue yang disajikan biasanya adalah kue lapis, bugis, mangkok, dan kue pisang.
Buah-buahan yang disajikan juga tidak boleh buah-buahan yang berduri. Jumlahnya macam,
misalnya apel, pisang, nanas yang dikupas tajamnya, dan jeruk.
6. Cara Berpakaian
Untuk anggota keluarga yang ditinggalkan, biasanya menggunakan pakaian toaha yang
terbuat dari kain blacu putih dan ikat kepala berwarna senada.
Cara berpakaiannya pun terbalik, jadi yang bagian luar ditaruh dalam dan bagian dalam ditaruh
luar. Usai upacara prosesi pemakaman Agama Buddha selesai, pakaian yang dikenakan tersebut
dibakar.
7. Pemasangan Lampu Ten Lung dan Lampu Minyak
Di bagian pinggir atas kiri dan kanan pintu masuk ke ruang duka, biasanya dipasang mampu
Ten Lung berwarna putih yang bertuliskan usia dan marga almarhum. Di pintu masuk dipasang
kain berwarna putih. Hal tersebut merupakan tanda jika di ruangan tersebut sedang berduka cita.

16
Selain itu, di samping kiri peti juga dihamparkan selembar tidak di lantai. Pada tidak tersebut
diletakkan lampu minyak yang menyala kecil dan disediakan sebuah tempat pembakaran kertas
perak yang diletakkan di dekat peti, di bagian kepala jenazah.

17
18

Anda mungkin juga menyukai