Anda di halaman 1dari 11

Permasalahan Penguburan Jenazah Dalam Satu Liang Lahat Yang

Sudah Lama

Dewi Ruqoyah1 , Hilda Awalya Nur Kamila Hakim2, Nur Sepiyani3, Weni
Nuraeni4, Willy Dian Saputri5

Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto


Program Studi Pendidikan Agama Islam

rdewidewi1899@gmail.com1, awalyahilda@gmail.com2,
nursefiyani16@gmail.com3, inewnuraeni@gmail.com4,
willydiansptri@gmail.com5.

Abstract
One of the obligations of Muslims towards other Muslims is to care for the dead. The ability
and knowledge of Muslims in caring for the dead, ranging from bathing, kafani, praying to burying is
very important, considering that mankind has certainty, namely death. Efforts to care for the dead are
important and need to be understood by the community. One of the four procedures for caring for the
corpse that is very important is in the process of burial of the body or the process of inserting the body into
the grave. Caring for the dead is the duty of every Muslim. In Islamic law there are several ordinances to
be followed when caring for a deceased person. This is an obligation to know considering that the law in
the corpse is fardu kifayah, so every Muslim must know the procedures for taking care of people who
have faced death. Something that man will surely experience is an unknowable death.

Keywords : Care, Corpse, Burial

Abstrak
Kewajiban umat Islam terhadap umat Islam lainnya salah satunya adalah merawat jenazah.
Kemampuan dan pengetahuan umat muslim dalam merawat jenazah, mulai dari memandikan,
mengkafani, mensholatkan hingga menguburkan menjadi hal yang sangat penting, mengingat umat
manusia adalah memiliki kepastian yaitu kematian. Upaya untuk merawat jenazah menjadi hal
penting dan perlu untuk dipahami oleh masyarakat. Salah satu dari keempat tata cara perwatan
jenazah yang sangat penting adalah dalam proses penguburan jenazah atau proses memasukkan
jenazah kedalam liang lahat. Merawat jenazah adalah kewajiban setiap muslim. Dalam hukum Islam
ada beberapa tata cara yang harus diikuti ketika merawat orang yang telah meninggal. Hal ini
menjadi kewajiban untuk diketahui mengingat hukum dalam jenazah adalah fardu kifayah, maka
setiap muslim wajib mengetahui tata cara untuk mengurus orang yang telah menghadapi kematian.
Sesuatu hal yang pasti akan dialami manusia adalah kematian yang tidak dapat diketahui kapan
akan terjadi sehingga syariat Islam mengajarkan untuk setiap muslim untuk mengingat. Islam sangat
menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia hal ini disebabkan karena Islam benar-benar
menempatkan manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baiknya dan
1
paling mulia. Ketika menjelang sakaratul maut, orang yang telah meninggal dunia mendapatkan
perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.

Kata Kunci : Merawat, Jenazah, Menguburkan,

PENDAHULUAN
Perawatan terhadap jenazah merupakan salah satu tuntunan syariat Islam yang
telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, namun dalam kenyataannya sebagian besar
masyarakat melakukannya berdasarkan kebiasaan saja, atau dengan cara melihat para
pendahulunya tanpa mengerti dalil dan petunjuk secara benar. Padahal kita mengetahui
di antara masalah penting yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia
lainnya adalah masalah perawatan jenazah. Oleh karena itu agama Islam menaruh
perhatian yang sangat serius dalam masalah ini, sehingga hal ini termasuk salah satu
kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat manusia, khususnya umat Islam.
Perawatan jenazah ini merupakan hak si mayat dan kewajiban bagi umat Islam
untuk melakukannya dengan pengurusan yang terbaik. Kewajiban-kewajiban dalam
mengurus jenazah ada empat diantaranya memandikan, mengkafani, mensholatkan dan
mengkuburkan. Dalam hal ini Nabi tidak memberikan aturan yang rinci, hanya ketentuan
umum saja yang mempermudah kita umat Islam untuk mengembangkannya sendiri di
tengah masyarakat yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Namun secara khusus Nabi
juga memberikan rambu-rambu mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Dan mengkuburkan jenazah menjadi salah satu hal yang sangat penting dan
wajib dilakukan dalam proses perawatan jenazah. Dalam Islam telah diatur tata cara
penguburan/pemakaman bagi mayit/jenazah yang berpedoman pada Al-Qur’an, hadits,
dan dalil-dalil. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman bahwa : “Dari bumi (tanah) itulah
Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan
daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain” (QS.20. Thaahaa:55),
yang artinya bahwa sesungguhnya manusia itu diciptakan dari tanah dan harus kembali ke
tanah pula. Dari Surah Qur’an tersebut telah jelas bahwa pemakaman bagi kaum muslim
harus pada tanah, bukan dalam peti atau dikremasi.
Dalam agama Islam metode penghematan lahan dengan sistem tumpuk atau
tumpeng memang tidak dilarang. Hal ini boleh dilakukan dalam situasi khusus, seperti
dalam perang, bencana alam yang menimbulkan banyak korban, dan lahan pemakaman
sudah penuh. Tetapi jika lahan pemakaman masih luas sebaiknya tidak menggunakan
sistem tumpuk atau tumpang (Ustadz H. Jamaludin, 2015). Islam mengajarkan sikap
tidak berlebih-lebihan kepada umatnya, sehingga islam dikenal dengan sikap
kesederhanaannya. Ada beberapa hal mengenai aturan pemakaman dalam Islam yang
dianggap berlebih-lebihan dan dilarang dalam Islam yaitu menutupi kubur dengan kijing
(marmer), meninggikan kubur, dan membangun atap atau rumah diatas kubur. Hal
tersebut dianggap berlebih-lebihan karena tidak bermanfaat bagi si mayit/jenazah.
Hukum merawat jenazah sendiri adalah fardhu kifayah artinya cukup dikerjakan oleh
sebagian masyarakat, bila seluruh masyarakat tidak ada yang merawat maka seluruh
masyarakat akan dituntut di hadapan Allah Swt. sedangkan bagi orang yang

2
mengerjakannya, mendapat pahala yang banyak di sisi Allah Swt. Dalam pandangan
masyarakat, orang yang bertugas menangani perawatan jenazah adalah petugas
keagamaan setempat atau yang biasa disebut Modin. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan kebutuhan perawatan jenazah diserahkan kepada Modin. Masyarakat
menganggap tidak perlu mengetahui cara merawat jenazah dari awal hingga selesai karena
sudah ada petugasnya sendiri.

METODE PENELITIAN
Penulis menggunakan metode studi kepustakaan dari berbagai dokumen baik itu
berupa jurnal, artikel, ataupun buku yang kami pilih untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang permasalahan penguburan jenazah dalam satu liang lahat yang sudah
lama. Penulis juga melakukan analisis dan interpretasi terhadap data yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pengertian Pengurusan Jenazah
Pengurusan jenazah adalah perbuatan-perbuatan seorang muslim terhadap
seorang muslim lain yang meninggal yang meliputi memandikan, mensholati, mengafani
dan memandikan yang mana hukumnya adalah fardhu kifayah. Adapun biaya mengafani
sampai kepada proses penguburannya diambilkan dari harta yang meninggal. Namun jika
tidak ada maka diambilkan dari orang yang berkewajiban untuk menafkahinya semasa dia
hidup. Namun jika tidak ada, maka diambilkan dari bayt al-mal dan bila hal ini juga tidak
memungkinkan maka menjadi tanggung jawab orang Islam seluruhnya.
2. Perawatan Jenazah
Kewajiban-kewajiban dalam penyelenggaraan perawatan jenazah adalah
memandikan, mengkafani, mensholatkan dan mengkuburkan.

a. Memandikan Jenazah

1) Hukum Memandikan Jenazah


Hukum memandikan jenazah orang yang beragama Islam adalah wajib dan
pelaksanaannya adalah fardhu kifayah, dalam artian jika sebagian orang telah
melakukannya maka kewajiban tersebut gugur dari orang Islam yang lain.1

2) Syarat-syarat Orang Memandikan Jenazah


Orang yang diperbolehkan untuk memandikan jenazah adalah orang-orang yang
telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Islam, berakal dan baligh
b) Niat memandikan jenazah

1
Abdul Karim, Petunjuk Shalat Jenazah dan Permasalahannya (Jakarta: Amzah,
2002), hlm. 20.
3
c) Bisa dipercaya (merahasiakan aib dan cacat tubuh jenazah).2
d) Mengetahui tata cara memandikan jenazah.3

3) Jenazah yang Wajib untuk Dimandikan


Jenazah yang wajib dimandikan adalah jenazah yang mempunyai syarat-syarat sebagai
berikut :
a. Islam
b. Bayi yang tidak keguguran
c. Ada bagian tubuh yang dapat dimandikan
d. Tidak orang yang mati syahid di medan perang.4

b. Mengafani Jenazah
Hukum mengkafani jenazah atau mayat juga fardlu kifayah. Mengkafani mayat
berarti membungkus mayat dengan selembar kain atau lebih yang biasanya berwarna
putih, setelah mayat selesai diman-dikan dan sebelum dishalatkan serta dikubur.
Mengkafani mayat sebe-narnya sudah cukup dengan satu lembar kain saja yang dapat
menutup seluruh tubuh si mayat.

Namun kalau memungkinkan, hendaknya mengkafani mayat ini dilakukan


dengan sebaik-baiknya. Karena itu dalam mengkafani mayat ini ikutilah petunjuk-
petunjuk yang diberikan oleh Nabi Saw., diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kafanilah mayat dengan sebaik-baiknya. Nabi Saw. bersabda: “Apabila salah
seorang dari kamu mengkafani saudaranya, maka hendaklah ia mengkafaninya
dengan baik” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud dari Jabir).
b. Pakailah kain kafan yang berwarna putih.
c. Kafanilah mayat laki-laki dengan tiga lapis dan mayat perempuan dengan lima
lapis. Lima lapis ini terdiri dari sarung, baju kurung, kerudung, lalu pembungkus dan
kemudian dibungkus satu lapis lagi.
d. Lulurlah mayat dengan semacam cendana, yaitu wangi-wangian yang biasa untuk
mayat, kecuali mayat yang sedang berihram.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengkafani mayat


adalah seperti berikut:
a. Jangan mengkafani mayat secara berlebihan.
b. Untuk mengkafani mayat yang sedang melakukan ihram, maka cukup dikafani
dengan kain yang dipakainya untuk ihram. Bagi laki-laki tidak boleh ditutup
kepalanya dan bagi perempuan tidak boleh ditutup mukanya serta tidak boleh diberi
wangi-wangian.

2
amil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita (Jakarta: al-Kauthar, 2008), hlm. 224. Lebih jauh lagi Kamil
Muhammad juga menyebutkan bahwa haram hukum-nya bagi orang yang tidak disenangi oleh jenazah
untuk masuk ruang pemandian jenazah ketika sedang dimandikan.
3
bid, hlm. 21.
4
M. Khaer Haekal, al-Jihad wa al-Qital Juz II (ttp : tt), hlm. 1200. dan al-Nawawy, al-Majmu’ 5261.
4
c. Bagi mayat yang mati syahid, cukup dikafani dengan kain yang menempel di
tubuhnya ketika dia meninggal, meskipun banyak darah yang menempel dikainnya.
Jika ada pakaian yang terbuat dari besi atau kulit, maka hendaknya ditanggalkan.
d. Biaya kain kafan yang digunakan hendaknya diambil dari pokok harta peninggalan
si mayat.

Alat-alat perlu disiapkan untuk mengkafani mayat di antaranya


adalah seperti berikut:
a. Kain kafan kurang lebih 12 meter.
b. Kapas secukupnya.
c. Kapur barus yang telah dihaluskan.
d. Kayu cendana yang telah dihaluskan.
e. Sisir untuk menyisir rambut.
f. Tempat tidur atau meja untuk membentangkan kain kafan yang sudah dipotong-
potong.

c. Menshalatkan Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendo’akan jenazah
(mayat) seorang Muslim. Dalam berbagai haditsnya Nabi Muhammad Saw.
memerintahkan kepada kita agar melakukan shalat jenazah ini jika di antara saudara
kita yang Muslim meninggal dunia. Dari hadits-hadits itu jelaslah bahwa shalat
jenazah itu sangat dianjurkan, meskipun anjuran untuk shalat jenazah ini tidak sampai
wajib atau fardlu ‘ain. Hukum menshalatkan jenazah hanyalah fardlu kifayah.

Untuk shalat jenazah, perlu diperhatikan syarat-syarat tertentu. Syarat ini berlaku
di luar pelaksanaan shalat. Syarat-syaratnya seperti berikut:
1) Syarat-syarat yang berlaku untuk shalat berlaku untuk shalat jenazah.
2) Mayat terlebih dahulu harus dimandikan dan dikafani.
3) Menaruh mayat hadir di muka orang yang menshalatkannya.

Adapun rukun shalat jenazah (yang berlangsung selama pelaksanaan shalat jenazah)
adalah sebagai berikut:
1) Niat melakukan shalat jenazah semata-mata karena Allah.
2) Berdiri bagi orang yang mampu.
3) Takbir (membaca Allahu Akbar) empat kali.
4) Membaca surat al-Fatihah setelah takbir pertama.
5) Membaca doa shalawat atas Nabi setelah takbir kedua.
6) Berdoa untuk mayat dua kali setelah takbir ketiga dan keempat.
7) Salam

Dari rukun shalat jenazah di atas, maka cara melakukan shalat jenazah dapat
dijelaskan sebagai berikut:

5
1) Setelah memenuhi semua persyaratan untuk shalat, maka segeralah berdiri dan
berniat untuk shalat jenazah dengan ikhlas semata-mata karena Allah. Contoh lafazh
niat shalat jenazah yang artinya: “Saya berniat shalat atas mayat ini dengan empat
takbir sebagai fardlu kifayah, menjadi imam/ma’mum karena Allah Ta’ala. Jika
jenazahnya perempuan, maka kata ‘hadzal mayyiti’ diganti dengan kata ‘hadzihil
mayyitati’. Dan jika jenzahnya ghaib, maka ditambahkan setelah ‘hadzal mayyiti’ kata
‘ghaiban’ atau setelah ‘hadzihil mayyitati’ kata ‘ghaibatan’.
2) Setelah itu bertakbir dengan membaca Allahu Akbar.
3) Setelah takbir pertama lalu membaca surat al-Fatihah yang kemudian disusul
dengan takbir kedua.
4) Setelah takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw. yang
artinya: “Ya Allah, Rahmatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana
Engkau telah merahmati Ibrahim, dan berkatilah Muhammad dan keluarga
Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim. Engkau Maha Terpuji
dan Maha Agung di dalam alam semesta” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud).
5) Setelah itu takbir yang ketiga dan membaca doa. Lafazh doanya, yanga artinya: “Ya
Allah, ampunilah ia dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia dan maafkan kesalahannya
...” (HR. Muslim).
6) Setelah itu takbir yang keempat dan membaca doa lagi. Lafazh doanya, yang
Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau rugikan kami daripada mendapat ganjarannya,
dan janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia”
(HR. al-Hakim).
7) Setelah itu mengucapkan salam dua kali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pelaksanaan shalat


jenazah di antaranya sebagai berikut:
1) Tempat berdirinya imam pada arah kepala mayat jika mayat itu laki-laki dan pada
arah pantatnya (di tengah) jika perempuan.
2) Mayat yang jumlahnya lebih dari satu dapat dishalatkan bersama-sama sekaligus
dengan meletakkan mayat laki-laki dekat imam danmayat perempuan dekat arah
kiblat.
3) Semakin banyak yang menshalatkan jenazah semakin besar terkabulnya
permohonan ampun bagi si mayat. Nabi Saw. bersabda: “Tiada seorang laki-laki
Muslim yang mati lalu berdiri menshalatkan jenazahnya empat puluh orang laki-laki
yang tidak mensekutukan Allah kepada sesuatu, melainkan Allah menerima syafaat
mereka kepada si mayat” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud,dari Ibnu Abbas).
4) Sebaiknya jama’ah shalat disusun paling tidak menjadi tiga baris.
5) Mayat yang dishalatkan adalah mayat Muslim atau Muslimah selain yang mati
syahid dan anak-anak.
6) Bagi yang tidak dapat menshalatkan jenazah dengan hadir, maka dapat
menshalatkannya dengan ghaib.
7) Shalat jenazah dilakukan tanpa azan dan iqamah.

6
d. Mengubur Jenazah
Mengubur jenazah merupakan prosesi terakhir dari perawatan jenazah.
Hukumnya juga fardlu kifayah seperti tiga perawatan sebelumnya. Waktunya boleh
siang dan boleh malam, asal tidak pas waktu matahari terbit, matahari terbenam, atau
matahari tepat di atas kita (tengah hari). Salah satu permasalahan yang muncul dalam
proses penguburan jenazah khususnya Ketika pada saat terjadi musibah seperti
halnya terjadi pandemi tahun lalu yaitu pandemi covid-19 adalah penguburan jenazah
dalam satu liang lahat karena terbatasnya lahan atau penguburan jenazah di tempat
pemakaman yang sudah lama yang dapat menyebabkan penumpukan jenazah dalam
liang lahat tersebut.
Kubur Tumpang atau dalam satu liang lahat terdapat satu atau lebih jenazah
adalah suatu makam Islam yang di dalam suatu liang-lahat dikebumikan lebih dari
satu jenazah. Penguburan dilakukan secara bersusun tumpang-tindih dan pada
susunan paling bawah harus dikebumikan jenazah seorang yang paling ahli dalam
penghayatan dan pengamalan terhadap isi Al-Qur'an (Al-Hadits, diriwayatkan oleh
Annasaa'ii dan Tirmidzii dengan argumentasi paling benar). Kemungkinan proses ini
terjadi karena banyaknya korban yang mati dalam suatu peperangan atau karena
banyaknya kematian akibat suatu wabah penyakit yang sangat ganas. Selain itu kubur-
tumpang mungkin merupakan pelaksanaan dalam menunaikan nadzar, washiyat
maupun amanat. Istilah kubur-tumpang pertama kali muncul di Indonesia sekitar
tahun 1970-an yang dilontarkan oleh Prof. Dr. Hamka untuk menerapkan hukum
Islam tentang penguburan yang bersumber pada Al-Qur'an dan Al-Hadits sunnah
Rasulullah Muhammad SAW sebagai belligrandi (penengah) atas sengketa tanah
pemakaman akibat adanya penggusuran tanah-tanah tersebut di Jakarta ketika itu.
Kubur tumpang bagi ummat Islam di Indonesia memiliki tujuan sosial ekonomis
dan tujuan praktis religius. Tujuan sosial ekonomis berupa penghematan tanah untuk
pemakaman dan selanjutnya dapat dikembangkan untuk keperluan-keperluan dalam
mencapai ketenteraman dan kesejahteraan hidup manusia yang akan datang demi
tercapainya kebutuhan akan papan, pangan dan sandang. Sedangkan tujuan praktis
religius adalah sebagai pengej.awantahan dalam meng ikuti jejak-je;ak Rasulullah
Muhammad SAW yang sebenar-benarnya. Hal itu dapat dikembalikan pada beberapa
AI-Hadits sebagai berikut (Asy-Syaukani, t.t.: 84) 5
Di tanah asal kelahiran agama Islam, tradisi kubur-tumpang ini dapat dijumpai di
salah satu bukit dekat kota Mekkah. Letak bukit itu agak miring dan di sebelahnya
terdapat lembah yang dalam. Apabila kubur-tumpang di bukit ini diperlukan untuk
penguburan jenazah, maka dipilih salah satu makam yang diperkirakan jasad jasad
tubuh jenazah yang dalam liang lahat itu telah berubah menjadi tanah. Kemudian
makam yang sudah dipilih tadi digaruk dan garukan tanahnya dibuang ke dalam
lembah. Sisa-sisa tulang belu lang juga ikut terbuang dan tertimbun tumpang-tindih
5
Muhammad-Asy-Syaukani. "Nailul Authaar Syarah Muntaqaaa1 Akhbaar", t .t.
7
dalam lembah itu. Demikian pengamatan clan penghayatan KHM. Wardan
Diponingrat, Penghulu Kraton Yogyakarta, juga Ketua Majlis Tarjih, Pimpinan Pusat
Muhammadiyah di Yogyakarta, dalam menyampaikan pengalamannya ketika
mengikuti ta'ziyah (peh;1yatan) di Mekkah,·bagi jenazah Jama'ah Haji Indonesia yang
meninggal clunia di sana (Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1971: 254).6
Secara kebetulan pada beberapa claerah di Indonesia, ketika jaman prasejarah
pernah terjadi cara-cara melaksanakan penguburan jenazah tumpang-tindih dalam
satu liang lahat, juga lebih dari satu jenazah. Kiranya agak mirip dengan kubur-
tumpang di makam KRT. Purbanagara dan KRT. Panji Cakrakusuma ini. Seperti
halnya kubur-campuran di pantai Teluk Gilimanuk, Bali, yang pernah digali oleh tim
ekskavasi dari Urusan Nirleka dan Kekunaan Prasejarah, Lembaga Peninggalan
Purbakala Nasional di Djakarta bersama anggota tim yang tercliri atas mahasiswa-
mahasiswi Jurusan llmu Purbakala, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universifas
Gadjah Mada, sekitar bulan September 1964. Di situs kubur-campuran pra sejarah ini
sejak penggalian tahap awal hingga yang terakhir, sama sekali belum pernah
diternukan sepotong rnenhir yang berdiri tegak di atas tanah sebagai tanda adanya
kuburan di dalamnya. Meskipun di atas permukaan tanah situs Gilimanuk sering dan
banyak ditemukan sisa-sisa bekal kubur. seperti: manik-manik. pecahan-pecahan
kreweng berhias, beberapa fragmen tulang manusia clan sebagainya (R.P. Soejono,
1977: 2; foto: 145-6).7 Dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah: 27 -31. Allah·SWf telah
memberikan petunjuk kepada setiap manusia melalui peristiwa pembunuhan atas diri
Habil yang pernah dilakukan oleh Qabil. Kedua-duanya adalah putera Nabi Adam
AS. Setelah Habil mati terbunuh, maka Qabil "kebingungan karena tidak mengerti
cara-cara menguburkan jenazah si korban. Kemudian Allah menyuruh seekor burung
gagak untuk mengkais-kais bumi, memperlihatkan kepada Qabil bagaimana
seharusnya ia menguburkan jenazah saudaranya itu. Cara yang demikian itupun
segera ditiru oleh Qabbil. Lalu terdapatlah kuburan rnanusia yang pertama dan tertua
di dunia. (Saadan Rahmany, 1978: 17).8

Menurut Fatwa Tarjih membolehkan mengubur lebih dari satu jenazah dalam
satu liang kubur. Fatwa yang bersumber dari Majalah Suara Muhammadiyah No 1
tahun 2008 ini berdasarkan hadis Nabi Saw yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, yang
berbunyi:

“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw mengumpulkan di antara dua
orang laki-laki dari korban (perang) Uhud di dalam satu kain kemudian beliau bertanya:
‘Siapakah di antara keduanya yang lebih banyak pengetahuannya tentang Al-Qur’an?’ Jika
ditunjukkan kepada beliau salah seorang dari keduanya, beliau mendahulukannya di dalam liang

6
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 1971. "Himpunan Putusan Majlis Tardjih
Muhammadiyah", Cetakan - II.
7
Soejono, R.P. 1977. "Sarkofagus Bali Dan Nekropo1is Gilimanuk", Seri
Penerbitan Bergambar. Pictorial number 1, Jakarta, 1977.
8
Rahmany, Saadan. 1978. "Seruan llahi", Yayasan "Da'wah", Jakarta.
8
lahad, lalu beliau bersabda: ‘Aku menjadi saksi bagi mereka’. Kemudian beliau menyuruh untuk
mengubur mereka dengan darah mereka dan beliau tidak menyalatkan serta tidak memandikan
mereka.” (HR. al-Bukhari).

Selain itu, Sabda Nabi Saw “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a.: Rasulullah saw
bertanya tentang korban (perang) Uhud: ‘Siapakah di antara mereka yang paling banyak
pengetahuannya tentang Al-Qur’an?’ Jika ditunjukkan kepada beliau salah seorang laki-laki,
beliau mendahulukannya di dalam liang lahad sebelum kawannya.” (HR. al-Bukhari).

Dua hadis di atas dijadikan dalil bahwa menguburkan lebih dari satu jenazah
di dalam satu liang lahat itu dibenarkan. Dalam keadaan normal memang sedapat
mungkin satu liang lahat diperuntukkan bagi satu jenazah. Namun dalam kondisi
tertentu atau dalam keadaan darurat seperti terjadi musibah gempa bumi, kebakaran,
kapal tenggelam, perang dan lain sebagainya, satu liang lahat boleh dipakai untuk
lebih dari satu jenazah.

Hukum menumpuk jenazah dalam satu liang lahat apabila dalam kondisi darurat,
maka hukum menumpuk jenazah atau mengubur banyak jenazah dalam satu liang
adalah boleh, seperti terlalu banyaknya orang yang meninggal hingga sulit untuk
mengubur satu mayat dalam satu kuburan. Hal itu sesuai dengan hadits, misalnya
riwayat al-Nasai sebagaimana pada bab ma yustahabb min i’maq al-qabr dari Hisyam
ibn ‘Amir, ia mengatakan : “Kami mengadu kepada Rasulullah saw. pada hari perang
uhud, “wahai Rasulullah, berat bagi kami untuk menguburkan setiap orang dalam
satu lubang”. Maka Rasulullah saw. bersabda : “Galilah lubang, buatlah lebih dalam
dan bersikaplah dengan baik terhadap para jenazah, kuburkan dua atau tiga orang
dalam satu lubang”. Para sahabat lalu bertanya lagi, “siapakah yang kita taruh di
depan, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “taruhlah di depan orang yang paling
banyak qur’annya”. Hisyam ibn ‘Amir berkata, “dan ayahku adalah orang ketiga
dalam satu kubur”. Selain ketentuan hukum itu, terdapat adab, di antara satu mayat
dan mayat yang lain diberi pembatas dari tanah. Ayah didahulukan dari pada anaknya,
meskipun anaknya lebih mulia, karena derajat ayah yang terhormat. Begitu juga jasad
ibu lebih didahulukan dari pada jasad anak perempuannya. Tidak boleh
mengumpulkan jasad mayat laki-laki dan perempuan dalam satu lubang kubur,
kecuali benar-benar dalam keadaan darurat. Di antara kedua jasad itupun harus diberi
pembatas dari tanah. Jasad seorang laki-laki harus diletakkan di depan jasad orang
perempuan, meskipun dia adalah anaknya.

KESIMPULAN
Pengurusan jenazah adalah perbuatan-perbuatan seorang muslim terhadap seorang
muslim lain yang meninggal yang meliputi memandikan, mensholati, mengafani dan
memandikan yang mana hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya cukup dikerjakan oleh
sebagian masyarakat, bila seluruh masyarakat tidak ada yang merawat maka seluruh
masyarakat akan dituntut di hadapan Allah Swt. Sedang bagi orang yang mengerjakannya,

9
mendapat pahala yang banyak di sisi Allah Swt. Salah satu permasalahan yang muncul
dalam proses penguburan jenazah khususnya Ketika pada saat terjadi musibah seperti
halnya terjadi pandemi tahun lalu yaitu pandemi covid-19 adalah penguburan jenazah
dalam satu liang lahat karena terbatasnya lahan atau penguburan jenazah di tempat
pemakaman yang sudah lama yang dapat menyebabkan penumpukan jenazah dalam liang
lahat tersebut.
Kubur Tumpang atau dalam satu liang lahat terdapat satu atau lebih jenazah
adalah suatu makam Islam yang di dalam suatu liang-lahat dikebumikan lebih dari satu
jenazah. Penguburan dilakukan secara bersusun tumpang-tindih dan pada susunan paling
bawah harus dikebumikan jenazah seorang yang paling ahli dalam penghayatan dan
pengamalan terhadap isi Al-Qur'an (Al-Hadits, diriwayatkan oleh Annasaa'ii dan
Tirmidzii dengan argumentasi paling benar). Kemungkinan proses ini terjadi karena
banyaknya korban yang mati dalam suatu peperangan atau karena banyaknya kematian
akibat suatu wabah penyakit yang sangat ganas. Selain itu kubur-tumpang mungkin
merupakan pelaksanaan dalam menunaikan nadzar, washiyat maupun amanat. Hukum
menumpuk jenazah dalam satu liang lahat apabila dalam kondisi darurat, maka hukum
menumpuk jenazah atau mengubur banyak jenazah dalam satu liang adalah boleh, seperti
terlalu banyaknya orang yang meninggal hingga sulit untuk mengubur satu mayat dalam
satu kuburan. Hal itu sesuai dengan hadits, misalnya riwayat al-Nasai sebagaimana pada
bab ma yustahabb min i’maq al-qabr dari Hisyam ibn ‘Amir.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim, Petunjuk Shalat Jenazah dan Permasalahannya (Jakarta:


Amzah, 2002), hlm. 20.

amil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita (Jakarta: al-Kauthar, 2008), hlm.


224. Lebih jauh lagi Kamil Muhammad juga menyebutkan bahwa haram hukum-
nya bagi orang yang tidak disenangi oleh jenazah untuk masuk ruang pemandian
jenazah ketika sedang dimandikan.

ibid, hlm. 21.

M. Khaer Haekal, al-Jihad wa al-Qital Juz II (ttp : tt), hlm. 1200. dan al-
Nawawy, al-Majmu’ 5261.

Muhammad-Asy-Syaukani. "Nailul Authaar Syarah Muntaqaaa1 Akhbaar", t


.t.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 1971. "Himpunan Putusan Majlis Tardjih


Muhammadiyah", Cetakan - II.
10
Soejono, R.P. 1977. "Sarkofagus Bali Dan Nekropo1is Gilimanuk", Seri
Penerbitan Bergambar. Pictorial number 1, Jakarta, 1977.

Rahmany, Saadan. 1978. "Seruan llahi", Yayasan "Da'wah", Jakarta.

Ali, A. Mukti. 1970 “An Introduction To The Government Of Acheh's


Sultanate", Yayasan "NIDA" Yogyakarta.

Badruddin. Abdurrachman, R. 1985. "Sekilas Lintas Pulau Bawean", Yayasan


Pendidikan Islam Umar Mas'us, Bawean. Kabupaten Dati II Gresik.

Nawawi, A. C. (1986). KUBUR-TUMPANG DI KOMPLEKS MAKAM KRT. PANJI


CAKRAKUSUMA DI SANGKAPURA (PULAU BAWEAN): SUATU UNSUR BUDAYA
ISLAM DI INDONESIA. Berkala Arkeologi, 7(1), 56-69.

https://muhammadiyah.or.id/bolehkah-mengubur-dua-jenazah-dalam-satu-liang-
kubur/

11

Anda mungkin juga menyukai