Anda di halaman 1dari 13

Merawat Jenazah

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Fiqh Ibadah Progam Studi Ekonomi Syariah

Dosen pengampu :
Adin Fadila M.E.Sy

Disusun Oleh :
1. Lailatul Rohmah (934131019)
2. Imron Febri Y. (934131119)
3. Dinna Yunitasari (934131219)

Kelas H

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Terima kasih
juga kami sampaikan pada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini,
baik secara materi ataupun secara pemikiran.

Makalah ini disusun dengan materi yang diambil dari sumber yang relevan. Dengan
makalah ini diharapkan akan dapat membantu untuk memberikan informasi dan pengetahuan
tentang Merawat Jenazah. Kami juga berharap semoga makalah ini dipergunakan secara
bijaksana.

Makalah ini tentu mempunyai banyak kekurangan, maka dari itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik. Demikianlah
yang dapat kami sampaikan. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kediri, 10 November 2019

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di antara masalah penting yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia
lainnya adalah masala perawatan jenazah. Islam menaruh perhatian yang sangat serius dalam
masalahini, sehigga hal ini termasuk salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat
manusia, khususnya umat islam. Perawatan jenazah ini merupakan hak si mayat dan
kewajiban bagi umat islam untuk melakukannya dengan pengurusan yang terbaik.
Dalam kenyataan masih banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari umat islam
yang belum mengetahui bagaimana tata cara mengurus jenazah. Masih banyak praktik
perawatan jenazah yang berbau bid’ah (larangan yang tidak pernah dilakukan Nabi
Muhammad SAW).
Adapun hal-hal yang harus dilakukan terhadap orang yang sudah meninggal adalah
merawat jenazahnya yang dimulai sejak menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya,
mensholatkanyya, hingga menguburkannya. Merawat jenazah termasuk salah satu kewajiban
umat islam yang termasuk dalam fardhu kifayah, artinya kewajiban apabila dikerjakan oleh
sebagian umat islam makagugurlah kewajiban sebagian umat islam lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tata cara memandikan jenazah?
2. Bagaimana tata cara mengafani jenazah?
3. Bagaimana tata cara mensalati jenazah?
4. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
1.3 Tujuan
1. Bagaimana tata cara memandikan jenazah?
2. Bagaimana tata cara mengafani jenazah?
3. Bagaimana tata cara mensalati jenazah?
4. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
1.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Memandikan Jenazah


Memandikan jenazah adalah membersihkan dan mensucikan tubuh mayat dari segala
kotoran dan najis yang melekat di badannya. Jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki,
jenazah perempuan dimandikan oleh perempuan, kecuali suami istri atau muhrimnya.
A. Hukum memandikan jenazah
Memandikan mayat orang yang beragama islam hukumnya adalah wajib dan
pelaksanaannya adalah fardhu kifayah. Jika sebagian umat telah melaksanakannya, yang lain
terlepaslah kewajiban tersebut.
B. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah:
1. Dia orang muslim, berakal, dan baligh (dewasa).
2. Niat memandikan jenazah
3. Terpecaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat, dan memandikannya
sebagaimana yang diajarkan sunnah dan tidak menyebutkan kepada orang lain
aibnya, akan tetapi merahasiakan apa yang dilihatnya tentang yang tidak baik.
C. Orang yang utama memandikan jenazah:
1. Orang yang utama memandikan
a. Yang utama memandikan dan mengafankan mayat laki-laki ialah orang yang
diwariskannya.
b. kemudian bapak, kakek, barulah keluarga terdekat dan muhrim dari pihak laki-
laki dan boleh juga istrinya.
2. Yang utama memandikan mayat perempuan ialah ibunya, neneknya, dan keluarga
terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
3. Jika mayat anak laki-lki, boleh perempuan memandikannya dan jika mayat anak
perempuan, boleh laki-laki memandikannya.
4. Jika perempuan mati dan jika semuanya yang hidup laki-laki dan tidak ada
suaminya, atau sebaliknya laki-laki mati dan yang hidup semuanya perempuan dan
tidak ada istrinya maka mayat tersebut tidak dimandikan, tetapi ditayamumkan
oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.

3
D. Mayat yang wajib dimandikan:
1. Mayat seorang muslim dan bukan kafir.
2. Bukan bayi yang keguguran, dan jika lahir dalam keadaan tidak bernyawa tidak
dimandikan.
3. Ada sebagian dari tubuh mayat yang dapat dimandikan
4. Bukan mayat yang mati syahid di medan perang untuk menegakkan kalimah Allah.
Jika mayat mati syahid tidak dimandikan.
5. Ada air bersih untuk memandikannya. Jika tidak ada atau tidak mampu
mendapatkan air, tidak wajib dimandikan, akan tetapi ditayamumkan.
E. Hukum memandikan orang yang sedang dalam ihram
Jenazah orang yang sedang ihram haji atau umrah mayatnya dimandikan, tetapi tidak
boleh dipakaikan wangi-wangian, ketika mengafankan dengan pakaian ihram tidak ditutup
kepalanya, karena nanti dia akan bangkit di hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah.
F. Hukum memandikan mayat orang yang mati syahid
Orang yang mati syahid di medan perang dimandikan, akan tetapi dilepaskan darinya
senjata dan ikat pinggang dari segala sesuatu yang ada padanya selain pakaian. Setelah itu,
dikuburkan dengan pakaian yang melekat di badannya saat terbunuh. Boleh juga ditambah
dengan kain kafan tetapi lebih baik jika tidak ditambah.
G. Cara memandikan jenazah:
1. Wajib menutup badannya dari pusar sampai lutut.
2. Mandikan pada tempat yang tertutup.
3. Pakailah sarung tangan dan bersihkan mayat dari segala kotoran.
4. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan
perutnya perlahan-lahan, jika myat tidak hamil. Lebih baik apabila di dekatnya
diberi wangi-wangian agar tidak tercium bau yang tidak enak jika keluar dari
mayat.
5. Tinggikan kepala mayat, agar air tidak mengalir ke bagian kepala.
6. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut mayat, gosok
giginya, dan bersihkan hidungnya, kemudian wudhukan seperti wudhu orang
shalat, jangan masukkan air ke mulut atau hidungnya.
a. Harus diingat, apabila mayat sudah diwudukan, tidak ada lagi istilah batal
buatnya, karena segala sesuatu yang membatalkan wudhu bagi yang hidup
tidak berlaku lagi untuk si mayat.

4
b. Siramkan air ke tubuh yang sebelah kanan, sambil membersihkannya, di
bagian belakang dan perut hingga ke ujung kaki. Kemudian sebelah kirinya
seperti yang pertama, lalu bersihkan kepala, jenggot, dan kumisnya.
c. Mandikan mayat dengan air sabun untuk membersihkan badan dan pada air
mandinya yang terakhir diberi wangi-wangian.
d. Sewaktu memandikan mayat, perlakukanlah dia dengan lembut, ketika
membalik, menggosok anggota tubuhnya, menekan perutnya, melembutkan
sendi-sendinya, dan segala sesuatu melakukan untuk memuliakannya.
e. Memandikan mayat satu kali, jika bisa membasahi seluruh tubuhnya, itulah
yang wajib. Dan sunah mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
f. Jika keluar dari mayat itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya,
wajib dibuang dan dimandikan kembali, sampai lima atau tujuh kali. Jika
keluar najis setelah diletakkan di atas kain kafannya, tidak diulang lagi
mandinya, dan cukup dengan membuang najisnya saja.
g. Keringkan tubuh mayat setelah dimandikan dengan kain atau handuk, hingga
tidak membasahi kafannya.
h. Setelah itu, berilah wangi-wangian di kepala dan jenggot mayat, dengan
wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol. Kemudian berikan juga pada
anggota tubuh yang sujud yaitu; kening, hidung, dua telapak tangan, dua lutut,
kedua kakinya, juga di telinga dan di bawah ketiaknya, dan sebaiknya
menggunakan kapur barus.
2.2 Mengafani jenazah
A. Hukum mengafani jenazah
Mengafani mayat muslim dan bukan yang mati syahid dalam peperangan
adalah fardhu kifayah, yaitu jika sebagian orang melaksanakannya maka gugurlah
kewajiban yang lainnya. Kewajiban pengafanannya itu serta segala keperluannya
sampai kepada penguburan diambil dari harta si mayat khusus yang sudah
dikeluarkan dari hak milik lainnya. Jika si mayat tidak mempunyai harta khusus untuk
itu maka yang wajib membiayainya adalah orang yang patut memberinya nafkah
ketika dia hidup.
Jika tidak ada yang demikian maka diambil dari harta baitul mal umat Islam.
Jika ini tidak ada juga maka kewajiban terpikul kepada seluruh umat Islam yang
mampu untuk menyelesaikan segala urusannya.

5
B. Kain kafan untuk laki-laki
Kain kafan untuk laki-laki terdiri dari tiga lembar kain putih, tidak pakai baju maupun
tutup kepala dan boleh dikafani dengan dua lembar kain dan sekurang-kurangnya satu lembar
yang dapat menutup seluruh badan mayat itu.
C. Kain kafan untuk anak-anak
Anak-anak dapat dikafani dengan satu lembar kain putih dan jika dikafani dengan tiga
lembar, juga boleh.
D. Cara Mengafani jenazah laki-laki
1. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai setelah masing-masing lembarnya
ditaburi dengan wangi-wangian, misalnya kapur barus. Hendaklah lembaran yang
paling bawah lebih lebar dan luas.
2. Ukurlah terlebih dahulu panjang dan lebar untuk kain kafan si mayat secukupnya
dan sediakan kain/ tali pengikat jenazah di bawah kain kafan yang diambil dari
potongan-potongan pinggir kain kafan untuk mudah mengikatnya nanti.
3. Angkatlah mayat dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain
kafan, memanjang lalu ditaburi dengan wangi-wangian.
4. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar
sebelah kiri. Selanjutnya lakukanlah seperti itu selembar demi selembar.
5. Ikatkan mayat dengan tali yang sudah disediakan sebelumnya di bawah kain kafan
tiga atau lima ikatan, dan lepaskanlah ketika sudah diletakkan dalam kuburan/
lahat.
6. Jika kain kafannya tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutupkanlah bagian kepalanya, dan bagian kakiknya yang terbuka boleh ditutup
dengan rerumputan atau daun kayu atau kertas dan seumpamanya. Kalau tidak ada
kain kafan kecuali sekadar menutup auratnya saja, tutuplah dengan apa yang ada.
Jika banyak yang mati dan kain kafannya sedikit, boleh dikafankan dua sampai tiga
orang satu kain kafan, kemudian dikuburkan satu kuburan, sebagaimana yang
pernah dilakukan terhadap para syuhada di perang Uhud.
E. Kain kafan perempuan
1. Kain kafan untuk perempuan terdiri dari lima lembar kain putih, yaitu:
2. Lembar pertama yang paling bawah untuk menutupi seluruh badannya yang lebih
lebar.
3. Lembar kedua kerudung kepala.
4. Lembar ketiga untuk baju kurung.

6
5. Lembar keempat kain untuk menutup dari pinggang hingga kaki
6. Lembar kelima kain untuk menutup pinggul dan pahanya. Jika tidak tersedia lima
lembar kain, mayat dikafankan dengan selembar kain yang menutupi seluruh badan
seperti yang tersebut pada pengafanan mayat laki-laki. Sebelumnya, semua
potongan kain diukur panjang dan lebarnya sehingga cukup untuk si mayat dan
tidak berlebih-lebihan atau mubadzir.
F. Cara mengafankan jenazah perempuan
1. Susunlah kain kafan yang dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan
tertib. Kemudian angkatlah mayat dalam keadaan tertutup dengan kain dan
letakkan di atas kain kafan sejajar dan ditaburi dengan wangi-wangian.
2. Tutuplah kain pembungkus pada kedua pahanya.
3. Pasang kain sarungnya.
4. Pakaikan baju kurungnya.
5. Dandanilah rambutnya tiga dandanan (3 kepang) , lalu julurkn ke belakang.
6. Pakaikan tutup kepalanya.
7. Membungkusnya dengan lembar kain terakhir, dengan cara menemukan kedua
pinggir kain kiri dan kanan lalu digulung ke dalam. Setelah itu, ikat dengan
sobekan pinggir kain kafan yang sebelumnya telah disediakan di bagian bawah
kain kafan, tiga atau lima ikatan dan dilepaskan ikatannya setelah diletakkan di
dalam kuburan.
8. Setelah selesai dikafankan, letakkan mayat membujur dengan posisi telentang dan
sisi kanannya ke arah kiblat, dalam posisi siap untuk dishalatkan.1
2.3 Mensalati Jenazah
Semua syarat wajib dan syarat sahnya shalat fardlu menjadi syarat dalam shalat
janazah, kecuali waktu shalat. Setelah berdiri kemudian mulai shalat dengan urutan :
takbiratul ihram dan niat, membaca surat Al Fatihah, takbir kedua membaca shalawat atas
Nabi, takbir ketiga membaca do’a untuk si mayat, takbir keempat membaca do’a kemudian
mengucap salam. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah:
Membaca niat
1. Jenazah laki-laki:
ٍ
ِ ‫ات َفرض الْ ِك َفاي ِة مْأموما‬ ِ
‫ِهلل َت َع َال‬ ً ُْ َ َ َ ْ َ ‫صلِّى َعلَى َه َذاالْ َميِّت اَْربَ َع تَ ْكرِب‬
َ ُ‫ا‬
2. Jenazah Perempuan:

7
ٍ
ِ ‫ات َفرض الْ ِك َفاي ِة مْأموما‬ ِ ِِ
‫ِهلل َت َعاىَل‬ ً ُْ َ َ َ ْ َ ‫صلِّى َعلَى َهذه الْ َميِّتَة اَْربَ َع تَ ْكرِب‬
َ ُ‫ا‬
3. Membaca Surat Alfatihah
4. Membaca Shalawat Nabi

‫ َو َعلَى ِآل َسيِّ ِدنَا حُمَ َّم ٍد‬،‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا حُمَ َّم ٍد‬
َ ‫اللَّ ُه َّم‬

5. Membaca doa setelah takbir ke 3


ِِ ِ
ُ ‫اللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لَهُ َو ْارمَحْهُ َو َعافه َو ْاع‬
ُ‫ف َعْنه‬
6. Membaca doa setelah takbir ke 4
ِ ِ
ُ ‫اللَّ ُه َّم ا ْغف ْر هَلَا َو ْارمَحْ َها َو َعاف َها َو ْاع‬
‫ف َعْن َها‬

Shalat jenazah untuk jenazah yang berada di tempat lain


Barang siapa yang meninggal di suatu negeri dan ternyata tidak ada orang yang
menshalatinya, hendaklah sekelompok kaum muslimin menshalatinya secara gaib. Aka
tetapi, ada pendapat lain yang megatakan, “ Bukanlah merupakan sunah beliau SAW. untuk
melakukan shalat gaib. Sebab terbukti telah banyak dan kalangan muslimin yang meninggal
di negeri lain, tetapi beliau tidak menshalatinya. Memang benar ada riwayat yang
mengatakan bahwa beliau SAW. telah menshalati secara gaib Raja Habasyah.”
Mengenai shalat gaib ini muncul tiga pendapat para ulam, yaitu :
1. Riwayat tersebut merupakan aturan syariat sekaligus sunah bagi umat Muhammad
untuk melakukan shalat gaib bagi setiap muslim yang meninggal di negeri asing.
Pendapat inilah yang dipahami asy-Syafi’i dan Ahmad.
2. Abu Hanifah dan Malik menyatakan bahwa kasus tersebut bersifat khusus dan
bukan merupakan aturan pensyariatan bagi yang lain.
3. Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyah mengatakan “ yang benar adalah dilaksanakannya
shalat gaib apabila ada seorang muslim yang meninggal di tempat (negeri)yang
tidak ada orang yang menshalatinya. Ini seperti yang dilakukan Nabi SAW. ketika
menshalati an-Najasyi karena ia meninggal di lingkungan masyarakat kafir
sehingga tidak ada yang menshalatinya. Namun meski seseorang meninggal di
negeri yang penduduknya kafir, selama ada yang menshalatinya, tidak perlu

8
dishalatinya secara gaib. Dalam keadaan demikian telah gugur hak kewajiban
kaum muslimin untuk menshalatinya. Dalam hal ini, Nabi SAW. pernah
melakukannya dan sering meninggalkannya. Sedangkan yang makruh, apapun
yang dilakukan oleh Nabi adalah sunah, baik menjalankannya maupun
meninggalkannya.”
Perlu diperhatikan pula, bagi orang yang melakukan shalat gaib hendaknya
menghadap kiblat, dan bukannya menghadap ke arah negeri jenazah itu berada, kecuali jika
kebetulan negeri tempat jenazah itu berada di arah kiblat.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa melaksanakan shalat gaib adalah
makruh. Alasan mereka bahwa apa yang dilakukan Rasulullah SAW adalah khusus bagi an-
Najasyi karena pada saat an-Najasyi meninggal seolah-olah ia hadir di hadapan beliau SAW.
berdasarkan riwayat yang mengisahkan bahwa potret bumi telah dibentangkan di hadapan
Rasulullah, sehingga beliau melihat negeri an-Najasyi.
Pendapat tersebut tentulah merupakan takwil yang rusak. Apabila Rasulullah
melakukan suatu amalan, bagi kita wajib untuk mencontoh dan mengikutinya. Akan halnya
pengkhususan tidak akan pernah diketahui dan diterima kecuali jika dengan mengemukakan
dalil. Sedangkan dalil yang masyhur adalah bahwa beliau telah mengumpulkan orang-orang
di masjid dan menyeru mereka untuk melakukan shalat gaib. Mereka pun menyambut seruan
tersebut lalu mereka shalat bersama beliau. Atas dasar dalil inilah diketahui dengan pasti
bahwa penakwilan semacam itu rusak.
Shalat jenazah secara berjamaah
Hukum shalat jenazah secara berjamaah diwajibkan karena dalam melaksanakan
solat jenazah sebagaimana diwajibkan pula dalammengerjakan sholat fardhu. Semakin
banyak orang yang mensalati jenazah, semakin banyaknya maslahat bagisang jenazah dan
lebih utama. Berkaitan dengan ini boleh jadisang jenazah akan terampuni sekalipun jumlah
orang yang mensalatinya kurang dari seratus orang kaum muslimin yang murni akidah dan
tauhidnya (tidak menyekutukan-Nya).
Shalat Jenazah untuk Jenazah yang banyak
Apabila jumlah jenazah banyak serta bercampur antara jenazah laki-laki dan
perempuan , hendaklah dishalati berbarengan dengan menempatkan posisi jeazah laki-laki
lebih dekat ke arah kiblat. Hal ini berdasarkan dua hadits berikut.
Pertama, dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa ia menshalati sembilan jenazah sekaligus,
seraya mengaturnya dengan posisi jenazah laki-laki lebih dekat ke arah imam dan jenazah
perempuan lebih dekat ke arah kiblat. Lalu mensejajarkannya bershaf-shaf sambil

9
meletakkan jenazah Ummu Kulsum binti Ali, istri Umar bin Khattab r.a., bersama putranya
yang bernama Zais. Yang menjadi imam adalah Sa’ad bin Ash, sedang diantara para
makmum terdapat ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id, dan Abu Qatadah r.a. Berkatalah
seseorang yang menentang aturan itu sambil melihat ke arah Ibnu Abbas, Abu Hurairah,
Abu Sa’id, dan Abu Qatadah, “Apa-apaan ini!” keempat sahabat tadi dengan serentak
menjawab, “Inilah As-sunah”. (HR an-Nasa’i, Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, dan Baihaqi)
Kedua, dari Ammarmantan budak al-Harits bin Naufal mengatakan bahwa ia
menyaksikan pelaksanaan shalat jenazah Ummu Kulsum dan putranya. Posisi putranya lebih
dekat dengan posisi imam dan menempatkan jenazah perempuan di belakang jenazah sang
putra, dan ia pun menshalatinya. “Lalu aku ingkari yang demikian itu, sedang diantara
mereka ada Ibnu Abbas, Abu Sa’id al- Khudri, Abu Qatadah, dan Abu Hurairah r.a., lalu aku
tanyakan kepada mereka dan menjawab, ‘Inilah as-Sunah.’.” (HR Abu Dawud, Baihaqi, dan
an-Nasa’i)
Diperbolehkan untuk menshalati jenazah satu per satu karena itulah asalnya, di
samping Nabi memang pernah melakukannya terhadap para pahlawan yang gugur di medan
Perang Uhud. Mengenai hal ini ada dua hadits sebagai landasannya. Pertama, Abdullah bin
Zubair. Dan yang kedua, dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Ketika Rasulullah SAW. sedang
menghadapi jenazah Hamzah, seraya memerintahkan untuk ditempatkan ke arah kiblat,
kemudian beliau bertakbir sembilan kali, kemudianmengumpulkan seluruh syuhada di
sekitarnya (Hamzah). Setiap didatangkan syahid, beliau memerintahkan untuk ditempatkan
di dekat Hamzah kemudian beliau menshalatinya dan sang syahid yang bersamanya, bahkan
menshalati ketujuh puluh dua orang syahid.” (HR ath-Tabrani)
2.4 Menguburkan Jenazah

Setelah disholatkan, jenazah segera dikuburkan. Jenazah sebaiknya dipikul oleh


empat orang jamaah. Sebelum proses penguburan sebaiknya lubang kubur dipersiapkan
terlebih dahulu, dengan kedalaman minimal 2 meter agar bau tubuh yang membusuk tidak
tercium ke atas dan untuk menjaga kehormatannya sebagai manusia. Selanjutnya, secara
perlahan jenazah dimasukkan ke dalam kubur di tempatkan pada lubang lahat, dengan
dimiringkan ke arah kiblat. Selanjutnya, tali pengikat jenazah bagian kepala dan kaki dibuka
agar menyentuh tanah langsung.
Agar posisi jenazah tidak berubah, sebaiknya diberi ganjalan dengan bulatan tanah
atau bulatan tanah kecil. Selanjutnya, lubang tanah ditutup dengan kayu atau bambu
sehingga waktu penimbunan tubuh jenazah tidak terkena dengan tanah.

10
Adapun peragaan cara mengubur jenazah dengan mengikuti petunjuk berikut :
1. Turunlah tiga orang ke liang lahat guna menerima jenazah. Ada yang menerima
jenazah pada bagian kepala, bagian tengah, dan bagian kaki.
2. Angkatlah jenazah pelan-pelan. Orang yang berada di atas liang lahat berrtugas
mengangkat jenazah. Ada yang memegangi kepala, perut dan kaki.
3. Masukkan jenazah dari arah kaki kubur atau dari samping kubur (mana yang
mudah).
4. Taruhkan jenazah di liang lahat dan menghadap kiblat.
5. Berilah penyangga dengan tanah secukupnya agar jenazah tetap miring. Penyangga
diletakkan pada bagian kepala dan punggung serta paha.
6. Kenakan pipi kanan jenazah dengan tanah. Oleh karena itu, lepaskan tali pocong,
kain kafan dilonggarkan dibagian kepala agar mudah ditarik untuk meletakkan pipi
mengenai tanah.
7. Tutuplah liang lahat dengan papan kayu atau yang lain. Hal itu dimaksudkan agar
apabila ditimbun, badan jenazah tidak terhimpit dengan timbunan.
8. Timbunlah pelan-pelan liang lahat sampai selesai. Maksudnya, agar penutup liang
lahat tidak patah. Timbunan ditinggikan dari tanah sekitarnya agar tidak tergenang
air apabila tergenang hujan.
9. Berilah tanda dari kayu atau batu serta doakan si mayit dan keluarga yang
ditinggalkannya.
Menguburkan beberapa jenazah dalam satu liang lahat
Diperbolehkan mengubur dua atau tiga jenazah secara bersamaan dalam satu liang
lahat dalam kondisi darurat, seraya mendahulukan yang lebih utama secara berurutan.
Mengenai hal ini ada sejumlah hadist seperti berikut.
Pertama, Jabir bin Abdillah r.a. berkata “ Adalah Nabi SAW. dahulu pernah
membarengkan dua jenazah (dan juga tiga) dalam penguburan para korban perang Uhud dan
membungkusnya dengan satu kain kafan” sambil bersabda, “Yang manakah diantara mereka
yang paling menguasai al-Qur’an?” ketika diisyaratkan kepada beliau salah satunya, beliau
pun mendahulukannya untuk dimasukkan ke dalam liang lahat (sebelum yang lainnya). Lebih
jauh beliau bersabda “Aku akan memberi kesaksian kepada merekakelak di hari kiamat,”
kemudian beliau memerintahkan untuk mengubur mereka dengan bercak darah yang masih
membekas, tanpa memandikan dan mensalatkan mereka.” Jabir berkata ,” Beliau kemudian
menguburkan ayah dan paman ku kala itu dalam satu liang lahat.”(HR Bukhari, an-Nasa’i,
at- Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnul Jarud, Baihaqi, dan Ahmad)

11
Kedua, dari Abu Qatadah r.a. dikisahkan bahwa ia termasuk yang hadir pada
peristiwa perang Uhud. Ia berkata, “ telah datang Amr bin Jumuh menghadap Rasulullah
SAW dan berkata,” Wahai Rasul, beritahukanlah kepadaku, apakah jika aku mati di jalan
Allah, aku akan berjalan dengan kaki yang sehat kelak di dalam surga?” dan adalah ia
seorang yang mempunyai kaki pincang. Rasul menjawab, “Benar.” Amr bin al-Jumuh
terbunuh dalam perang Uhud bersama seorang kemenakannya serta seorang budak milik
keluarganya. Ketika Rasulullah SAW melewati jenazahnya, beliau bersabda,” seolah aku
sedang melihat engkau berjalan dengan kaki yang sehat di surga”. Beliau kemudian
memerintahkan untuk mengubur ketiganya seraya menjadikan mereka dalam satu liang
lahat.” (HR Ahmad)

12

Anda mungkin juga menyukai