Anda di halaman 1dari 15

PEMLASARAAN JENAZAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Fiqh Ibadah”

Dosen Pengampu:

Adin Fadillah, M.E. Sy.

Disusun Oleh:
Adelia Mutiara Yaswindra (22404082)

I’anatun Nisa’ (22404081)

Ahmad Abror Abdillah (22404080)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat, taufiq serta
hidayah-nya pada kami sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah Fiqh Ibadah yang
berjudul “Pemlasaraan Jenazah”.

Makalah “Pemlasaraan Jenazah” disusun guna memenuhi tugas mata kuliah, yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Fiqh Ibadah, pada Semester I prodi akuntansi
Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri. Kami
menyadari jika masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, kami mohon agar pembaca berkenan untuk memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini. Selain itu, saya juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca.

Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Adin Fadillah, M.E.


Sy. Selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Ibadah yang telah membimbing kami untuk
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tugas ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang kami tekuni. Dengan demikian, kami memohon maaf apabila ada
ketidaksesuaian kalimat dan kesalahan.

Kediri, 1 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 2
A. Memandikan Jenazah ................................................................................................. 2
B. Mengkafani Jenazah ................................................................................................... 4
C. Menshalati Jenazah..................................................................................................... 6
D. Mengebumikan Jenazah .............................................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................... 11
PENUTUP .......................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menganjurkan ummatnya agar apabila seseorang telah meninggal dunia,
hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya
melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah.
Menyelenggarakan jenazah sejak dari menyiapkannya, memandikannya,
mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada
menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin
sebagai kelompok. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka
sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah
terbayar.
Kewajiban yang demikian dinamakan fardhu kifayah. Karena semua amal
ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari ilmu tentang peraturan-
peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan fardhu kifayah juga.
Akan berdosalah seluruh anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam
kelompok tersebut tidak terdapat orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu
kifayah di sekitar penyelenggaraan jenazah itu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memandikan jenazah?
2. Bagaimana cara mengkafani jenazah?
3. Bagaimana cara menshalati jenazah?
4. Bagaimana cara mengebumikan jenazah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui cara memandikan jenazah.
2. Untuk mengetahui cara mengkafani jenazah.
3. Untuk mengetahui cara menshalati jenazah.
4. Untuk mengetahui cara mengebumikan jenazah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Memandikan Jenazah
Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, artinya jika sudah ada satu
orang yang memandikan jenazah, maka tidak ada kewajiban lagi bagi yang lain untuk
melaksanakannya. Tapi, jika belum ada yang melakukannya, maka semua orang di
daerah tersebut berkewajiban melakukannya.
Namun pada saat memandikan jenazah tidak boleh sembarangan terdapat tata
cara dalam memandikan jenazah yang wajib dilakukan, yaitu: 1

1. Syarat Memandikan Jenazah


a. Syarat Orang Yang Dapat Memandikan Jenazah:
1) Beragama Islam, baligh, berakal atau sehat mental.
2) Berniat memandikan jenazah.
3) Mengetahui hukum memandikan jenazah
4) Amanah dan mampu menutupi aib jenazah.
b. Syarat Jenazah yang Dimandikan:
1) Beragama Islam
2) Ada sebagian tubuhnya, meski sedikit yang bisa dimandikan
3) Jenazah tidak mati syahid
4) Bukan bayi yang meninggal karena keguguran
5) Jika bayi lahir sudah meninggal, tidak wajib dimandikan

2. Ketentuan Memandikan Jenazah:


a. Orang yang paling utama memandikan dan mengafani jenazah laki-laki adalah
orang yang diberi wasiat, kemudian bapaknya, kakeknya, keluarga kandungnya,
keluarga terdekatnya yang laki-laki, dan istrinya.

1
Feby saraswati, Ketahuilah Tata Cara Memandikan Jenazah Yang Benar Sesuai Dengan Syariat Islam, (media
Indonesia.com: 16 oktober 2021)

2
b. Orang yang paling utama memandikan dan mengafani jenazah perempuan
adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Yang memandikan jenazah anak laki-laki boleh perempuan, sebaliknya untuk
jenazah anak perempuan boleh laki-laki yang memandikanya.
d. Jika seorang perempuan meninggal, sedangkan yang masih hidup semuanya
hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami. Atau sebaliknya, seorang laki-
laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan tidak
mempunyai istri, jenazah tersebut tidak dimandikan, tetapi cukup
ditayamumkan oleh seorang dari mereka dengan memakai sarung tangan. 2

3. Perlengkapan wajib untuk memandikan:


a. Air bersih untuk memandikan jenazah.
b. Sabun, air yang diberi bubuk kapur barus dan wangi-wangian tanpa alkohol.
c. Sarung tangan untuk memandikan jenazah
d. Sedikit kapas
e. Potongan atau gulungan kain kecil
f. Handuk dan kain khusus basahan3

4. Tata cara memandikan jenazah dalam Islam yang benar:


a. Letakkan jenazah dengan kepala agak tinggi di tempat yang disediakan.
Pastikan orang yang memandikan jenazah memakai sarung tangan.
b. Ambil kain penutup dari jenazah dan ganti dengan kain basahan agar auratnya
tidak terlihat. Bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah
ketiaknya, celah jari tangan, dan kaki serta rambutnya.
c. Bersihkan kotoran jenazah baik yang keluar dari depan maupun dari belakang
terlebih dahulu. Caranya, tekan perutnya perlahan-lahan agar apa yang ada di
dalamnya keluar. Kemudian siram atau basuh seluruh anggota tubuh jenazah
dengan air sabun.
d. Kemudian, siram dengan air yang bersih sambil berniat sesuai jenis kelamin
jenazah.
e. Membaca niat memandikan jenazah laki-laki/perempuan.

2
ibid
3
ibid

3
f. Setelah membaca niat, miringkan jenazah ke kanan, basuh bagian lambung
kirinya sebelah belakang.
g. Setalah itu, siram dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki dan siram lagi
dengan air kapur barus.
h. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya,
wajib dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak
perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis tersebut.
i. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepas dan dibiarkan terurai ke
belakang. Setelah disiram dan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan handuk dan
dikepang. keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk
sehingga tidak membasahi kain kafannya.
j. Selesai memandikan jenazah, berilah wangi-wangian yang tidak mengandung
alkohol sebelum dikafani. Biasanya menggunakan air kapur barus. 4

B. Mengkafani Jenazah
1. Hukum Mengkafani Jenazah
Hukum Mengkafani jenazah yaitu fardhu kifayah. Biaya yang diperlukan untuk
kafannya diambil dari harta kekayaan yang ditinggalkannya setelah utang dan
wasiatnya lebih dahulu dilunasi. Jika ternyata hartanya habis untuk melunasi hutang
dan wasiatnya, maka biaya pengkafanannya menjadi tanggung jawab ahli warisnya.
Seandainya tidak ada seorangpun ahli warisnya yang ada, biaya penyelenggaraanya
diambil dari dana Baitullmal, jika dana baitulmal tidak ada, maka menjadi
kewajiban semua umat Islam secara bergotong royong.5

2. Ketentuan Kafan dan Cara Mengkafani


a. Ketentuan kafan dalam mengafani jenazah adalah sebagai berikut:
1) Kain kafan harus dalam keadaan baik, tetapi tidak boleh berlebihan, tidak
dari jenis bahan yang mewah dan mahal harganya.
2) Kain kafan hendaknya bersih dan kering serta diberi minyak wangi.

4
Jevi Nugraha, cara memandikan jenazah islam, (merdeka.com : 19 Agustus 2022)
5
Wahbah Zuhayli, Al Fiqh al Islamy wa adilatuh,Jilid II, h. 472

4
3) Laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain kafan, sedangkan perempuan
dengan lima lapis.
b. Tata cara mengkafani Jenazah adalah sebagai berikut:
Tata cara mengkafani jenazah Laki-laki dan perempuan itu berbeda berikut
penjelasaannya:
1) Jenazah Laki-laki:
a) Membentangkan tiga kain kafan yang telah ditaburi
dengan wangi-wangian, dan dibawahnya dibentangkan secara
menyilang lima tali pengikat, yaitu pada posisi kepala, dada,
punggung, lutut dan tumit.
b) jenazah secara perlahan diletakkan di atas kain-kain itu dengan
posisi jenazah terlentang, kepala sebelah utara dan kaki sebelah
selatan.
c) menyelimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas,
kemudian ujung lapisan kain sebelah kiri paling atas, dan selanjutnya
disusul dengan lapisan kain berikutnya secara berurutan.
d) apabila ketiga kain itu seluruhnya telah membalut jenazah, maka
berikutnya diikat menggunakan tali-tali yang sudah disiapkan
dibawahnya.6
2) Jenazah Perempuan:
Kain kafan sebaiknya disediakan lima lapis dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Lembaran pertama dibentangkan sebelah bawah (paling bawah)
sebagai pembungkus seluruh jasadnya.
b) Lembaran kedua dibentangkan sebelah kepala bawah sebagai
kerudung, penutup kepala.
c) Lembaran ketiga dibentangkan dari bahu kepinggang sebagai baju
kurung.
d) Lembaran ke empat dibentangkan dari pinggang sampai ke kaki
sebagai kain sarung.

6
A. Rahman Ritonga, Penyelenggaran Jenazah menurut Tuntunan
Rasulullah Saw. Bukit tinggi, h.132

5
e) Lembaran ke-lima dibentangkan pada bagian pinggul yang
berfungsi sebagai rok.

Sebelumnya tali-tali pengikat telah disediakan dibawah


jasadnya. Jenazah yang sudah diletakkan di atas kain-kain tersebut mulai
dibungkus dengan cara:

a) Memakaikan kain ke lima yang terletak dibagian pinggulnya


(Sebagai rok)
b) Memakaikan kain ke empat sebagai kain sarung
c) Memakaikan kain ke tiga sebagai baju kurung
d) Memakaikan kain kedua sebagai kerudung (tutup kepala)
e) membungkuskan kain pertama (yang paling bawah) kepada seluruh
tubuhnya dengan cara mempertemukan kedua tepi kain yang sebelah
kanan dengan yang sebelah kiri. Kemudian menggulung keduanya
ke arah kanan dan kebagian dalam.
Setelah semua kain dipakaikan menurut fungsinya, baru
mengikatkan tali-tali yang telah disediakan dibawahnya. 7
Jika tidak diperoleh kain sebanyak lima lapis seperti tersebut di atas,
maka menurut kesepakatan ulama, cukup mengkafaninya dengan
sehelai kain yang dapat menutupi seluruh badannya. Kain yang
dianjurkan untuk dijadikan kapan, ialah kain yang sederhana, tidak
boleh berlebih-lebihan baik dari segi harga atau jumlahnya.8

C. Menshalati Jenazah
1. Pengertian Menshalati Jenazah
Shalat Jenazah adalah jenis shalat yang dilakukan untuk Jenazah Muslim.
Setiap muslim yang meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib dishalati
oleh muslim yang masih hidup.

Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah

7
Rahman Ritongai, Op.Cit. h. 24-26
8
Sayid Sabiq, Fiqh Al- Sunnah, Jilid I, Beirut, Dar al-Fikri, jilid II, h. 437

6
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka
tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut.9

2. Hukum Menshalati Jenazah


Para ahli telah sepakat menetapkan bahwa hukum salat janazah itu
adalah wajib atau fardu kifayah. Salat janazah lebih dianjurkan berjamaah, tetapi
jika yang hadir hanya sendirian maka ia wajib melaksanakannya secara sendirian.
Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang orang yang lebih utama mengimami shalat
janazah yang dikerjakan secara jamaah.
Para ahli fiqh dari kalangan Hanafiyah berpendapat, yang lebih utama
mengimaminya adalah penguasa setempat sebagai gantinya, karena ia selalu
diutamakan dalam urusan bersama. Jika penguasa atau wakilnya tidak hadir saat
salatnya, diutamakan qadi atau hakim setempat, dan jika yang terakhir ini juga tidak
ada, diutamakan orang yang diikutinya dalam shalat berjamaah ketika hidupnya.
Setelah itu adalah wali nikah atau ‘asabah-nya sesuai dengan urutan kedekatan
kerabat mereka dengan jenazah10
Para ahli fiqh dari kalangan Malikiyah dan Hanabilah mengatakan bahwa yang
lebih diutamakan mengimami salatnya ialah orang yang mendapat wasiat untuk
mensalatkannya, karena para sahabat Nabi Saw selalu mengutamakan orang yang
diwasiatkan untuk menjadi imam.
Para ahli fiqh dari kalangan Syafi’iyah mengatakan bahwa walinya lebih utama
dari penguasa, sekalipun jenazah mewasiatkannya kepada penguasa atau orang lain,
karena mengimami şalat jenazah itu menjadi hak wali. Adapun wasiat tidak dapat
menggugurkan hak tersebut. Menurut mereka, yang dimaksud dengan salat jenazah
itu adalah doa untuk jenazah agar ia mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Doa
yang lebih makbul adalah doa yang disampaikan dengan ikhlas dan penuh
harapan. 11

9
Moh. Rifa’i, Fiqh, h.103.
10
Wahbah Zuhayli., jilid II, h. 483
11
Ibid., h. 484-485

7
3. Syarat-syarat shalat jenazah
Adapun syarat-syarat shalat jenazah adalah sebagai berikut:
a. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup aurat,
suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.

b. Shalat jenazah baru dilaksanakan apabila jenazah sudah selesai dimandikan dan
dikafani.
c. Letak mayit sebelah kiblat orang yang menyalatinya, kecuali kalau shalat
dilakukan di atas kubur atau shalat ghaib.

4. Rukun Shalat Jenazah


a. Niat, menyengaja melakukan shalat atas mayit dengan empat takbir, menghadap
kiblat karena Allah Berdiri selama shalat.
b. Berdiri bagi yang mampu Membaca surat al-Fatihah.
c. Empat kali takbir yang diselingi oleh beberapa bacaan.
d. Membaca Al-Fatihah sesudah takbir pertama.
e. Membaca shalawat kepada Nabi SAW sesudah takbir kedua.
f. Berdoa sesudah takbir ketiga.
g. Berdoa sesudah takbir keempat.
h. Salam. 12

5. Tata Cara Shalat Jenazah


Shalat jenazah tidak disertai dengan rukuk dan sujud tidak dengan adzan
dan iqmat. Setelah berdiri sebagaimana mestinya, maka:
a. Berdiri menghadap kiblat. Jika jumlah yang melakukan shalat itu banyak,
jadikan 3 saf dan dapat lebih. 13
b. Membaca Niat:
Untuk jenazah laki-laki:

‫ض ِكفَايَ ِة اِ َما ًما| َمأْ ُم ْو ًما ِهللِ تَ َعالَى‬ ٍ ‫ت اَ ْربَ َع تَ ْك ِب َرا‬


َ ‫ت فَ ْر‬ ْ َ‫ص ِلِّى َعلَى هَذ‬
ِ ‫اال َم ِِّي‬ َ ُ‫ا‬

12
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Cet. II; Semarang: Karya Toha Putra, 2014), h.73.
13
Atho Mudzhar, Pendidikan Agama Islam, (Cet. VII; Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam),
h.78.

8
untuk jenazah perempuan:

ِ ِ ‫ض ِكفَا َي ِة اِ َما ًما| َمأْ ُم ْو ًما‬


‫هلل تَ َعالَى‬ ٍ ‫ص ِلِّى َعلَى هَ ِذ ِه ْال َم ِِّيتَ ِة اَ ْر َب َع تَ ْك ِب َرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬ َ ُ‫ا‬
c. Takbiratul Ihram (takbir yang pertama) kemudian membaca surat Al-Fatihah.
d. Takbir kedua kemudian membaca shalat atas Rasulullah.
e. Takbir ketiga kemudian membaca do'a untuk jenazah.
f. Takbir keempat kemudian membaca do'a.
g. Mengucapkan salam.

D. Mengebumikan Jenazah
Para ahli fiqh telah sepakat bahwa memakamkan atau menguburkan Jenazah
adalah fardu kifayah sebagaimana halnya memandikan, mengkafani dan mensalatkan.
Kewajiban menguburkan ini ditetapkan berdasarkan ayat Al-Qur’an.
Nabi Saw memerintahkan menguburkan janazah dengan sesegera mungkin.
Hikmah dari pensyariatan penguburan Jenazah itu adalah agar kemuliaan dan
kehormatannya sebagai manusia dapat terpelihara dan tidak menyerupai bangkai
hewan, karena Allah Swt telah menjadikan sebagai makhluk-Nya yang mulia Selain itu
agar manusia yang hidup tidak merasa terganggu oleh bau yang tidak baik yang timbul
dari jasadnya.
Akan tetapi yang lebih sempurna ialah dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Memperdalam lubang kuburan kira-kira 2 meter atau lebih dari permukaan tanah
yang diperkirakan tidak akan tercium bau dari jenazah dan aman bagi jenazah dari
binatang buas.14
2. Lubang untuk menguburkan Jenazah sebaiknya berbentuk lahd (lahad), yaitu liang
yang bagian bawahnya dikeruk sebelah ke kiblat, dan setelah jenazah dibaringkan
disana, liang tersebut ditutupi dengan bilah-bilah papan yang di tegakkan,
kemudian di timbun dengan tanah. Akan tetapi jika tanah kuburan itu kurang keras,
dan dikhawatirkan dapat longsor boleh juga menguburkan jenazah dengan
membaringkannya ditengah tengah lubang kemudian menutupinya dengan papan,
ranting dan dedaunan seperti di atas.

14
Sofyan Mokhtar, Pendidikan Agama Islam Xl(Cet ll:Surakarta: Pustaka Firdaus Utama, 2013), h. 39

9
3. Ketika memasukkan Jenazah kedalam kubur, sebaiknya membaca Bismillah wa
‘ala millati Rasulillah atau Bismillah wa ‘alasunnati Rasulillah. Kemudian
meletakannya dengan tubuhnya di miringkan ke sebelah kanan dan wajahnya
menghadap kiblat. Disamping itu, para ulama menganjurkan agar kepala si jenazah
di letakkan diatas bantal dari tanah liat atau batu, kemudian ikatan-ikatan kafannya
dilepaskan, dan bagian dari kafannya di pipinya dibuka sedikit agar pipinya itu
menempel dangan tanah.
4. Selesai penguburannya, yaitu ketika lubang telah ditimbuni kembali dengan tanah,
hendaknya mereka yang hadir mendo’akan bagi Jenazah tersebut dan memohon
ampunan baginya dari Allah SWT. Sebagian ulama terutama dari kalangan
madzhab Syafi’i, menganjurkan agar dibacakan Talqin.
Amalan Sunnah ketika Penguburan Jenazah:
a. Bagi jenazah perempuan disunnahkan memakai kain penutup pada saat
dimasukkan ke dalam kubur.
b. Menandai kubur dengan batu nisan atau kayu.
c. Menaruh batu kecil (kerikil) di atas kubur.
d. Menyiram kubur dengan air.
e. Mendoakan jenazah sesudah dikubur.
f. Men-talqin jenazah.

Menurut Imam Syafi’i dan Sebagian ulama, men-talqin jenazah adalah Sunnah bagi
jenazah yang sudah mukallaf dan bukan anak kecil.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada dua mayit yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan perang
(mati syahid), (2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini menurut madzhab
Imam Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad, yang tidak perlu
dimandikan adalah janin yang keguguran di bawah 4 bulan.
Tata Cara Mengkafani Jenazah. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai,
hingga 3 lapisan. Kain yang paling bawah harus lebih lebar dan luas, serta setiap lapisan
diberi kapur barus. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan
letakkan di atas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum sholat jenazah adalah fardhu kifayah.
Kedalaman lubang kubur harus setinggi orang yang berdiri di dalam dengan tangan
melambai ke atas. Sedangkan untuk lebarnya harus berukuran satu hasta lebih satu
jengkal, setara dengan 50 cm. Lubang kubur yang dalam mencegah bau tidak sedap
dari jenazah yang akan tercium saat proses pembusukan terjadi.

B. Saran
Sebagai penulis tentunya menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat kesalahan
dan sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan isi
materi dari tulisan ini dapat dikembangkan lebih dalam lagi dan dapat dikaji secara
intensif serta dijadikan sebagai bahan acuan dalam pembelajaran mata kuliah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

A.Rahma Ritonga, penyelengara jenazah menurut tuntunan Rasulullah Saw. Bukit tinggi
h.132.
Atho Mudzhar, Pendidikan Agama Islam, (Cet. VII; Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
Agama Islam), h.78.
Feby saraswati, Ketahuilah Tata Cara Memandikan Jenazah Yang Benar Sesuai Dengan
Syariat Islam, (media Indonesia.com: 16 oktober 2021)
Jevi Nugraha, cara memandikan jenazah islam, (merdeka.com : 19 Agustus 2022)
Moh. Rifa’i, Fiqh, h.103.
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Cet. II; Semarang: Karya Toha Putra, 2014),
h.73.
Rahman Ritongai, Op.Cit. h. 24-26
Sayid Sabiq, Fiqh Al- Sunnah, Jilid I, Beirut, Dar al-Fikri, jilid II, h. 437
Sofyan Mokhtar, Pendidikan Agama Islam Xl(Cet ll:Surakarta: Pustaka Firdaus Utama, 2013),
h. 39
Wahbah Zuhayli, Al Fiqh al Islamy wa adilatuh,Jilid II, h. 472
Wahbah Zuhayli., jilid II, h. 483

12

Anda mungkin juga menyukai