Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Nama kelompok :
1. Ardini Aprilian
2. Bella Fahira
3. Siti Nurhayati
4. Nadia Np
5. Mirna oktiani
6. Aulia Fadilah
7. Indah Rukmanah
8. Euis Karlina

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam
semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah ke
alam yang penuh berkah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ai Sri Handayani
S.Pd selaku guru Agama Islam .
Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan semampu saya. Saya
berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman maupun pelajaran
yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam yang berisi tentang “SYARIAH
ATAU MUAMALAH”.
Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Cikarang Timur, 10 September 2018

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .………………………………………………………………….……….. 1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.    Pengertian Jenazah………………………………..………………………………1
2.2.    Memandikan Jenazah …….…………….………………………………………………..2
2.3.    Mengkafani Jenazah ……………….…………………….................................................3
2.4. Menshalatkan Jenazah ………….…………………………….…………………….....4
2.5. Menguburkan Jenazah ………………………………………………………………...5

2.6.  Pengertian Khutbah............................................................................... 6


2.7. Pentingnya Khutbah.................................................................................7
2.8. Ketentuan Khutbah.................................................................................8
2.9. Pengertian Dakwah ………………………………………………………9

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………………10

BAB II
PEMBAHASAN

    1. Pengertian Jenazah

Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (‫ )جن ذح‬yang berarti tubuh mayat dan kata ‫جن‬
‫ذ‬   yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang
tertutup

   2. Memandikan Jenazah

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh
sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. 

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
1.      Orang yang utama memandikan jenazah
a.       Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
b.      Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat
dari pihak wanita serta suaminya.
c.       Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat
anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d.     Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan
dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih
hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak
dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis
tangan.
2.      Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a.       Muslim, berakal, dan baligh
b.      Berniat memandikan jenazah
c.       Jujur dan sholeh
d.      Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana
yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3.      Mayat yang wajib untuk dimandikan
a.       Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b.      Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
c.       Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d.      Bukan mayat yang mati syahid 

4.      Tatacara memandikan jenazah


Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim, yaitu:
a.       Perlu diingat, sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:
1.      Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.
2.      Air secukupnya.
3.      Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.
4.      Sarung tangan untuk memandikan.
5.      Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6.      Kain basahan, handuk, dll.
b.      Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
c.       Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.
d.      Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e.       Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya perlahan-
lahan.
f.       Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g.      Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan
bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h.      Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i.        Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-
wangian.
j.        Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
k.      Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang wajib.
Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
l.        Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid dibuang dan
dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi mandinya, cukup
hanya dengan membuang najis itu saja.
m.    Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur kebelakang,
setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.
n.      Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain
kafannya.
o.      Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.
3. Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah.

Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:


1.      Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh
tubuh mayat.
2.      Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3.      Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5
lapis.
4.      Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5.      Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
 
Untuk mayat laki-laki
   

a.       Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap
lapisan diberi kapur barus.
b.      Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c.       Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d.      Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri.
Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
e.       Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
f.       Jika kain  kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian
kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas.
Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah
dengan apa saja yang ada.

Untuk mayat perempuan


  

Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
a.       Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b.      Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c.       Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d.      Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e.       Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a.       Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib.
Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b.      Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c.       Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d.      Pakaikan sarung.
e.       Pakaikan baju kurung.
f.       Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g.      Pakaikan kerudung.
h.      Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan
kanan lalu digulungkan kedalam.
i.        Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

4. Menshalatkan Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah.
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a.       Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b.      Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c.       Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d.      Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e.       Keluarga terdekat.
f.       Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
a.       Berniat menshalatkan jenazah.
b.      Takbir empat kali.
c.       Berdiri bagi yang kuasa.
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1.      Niat shalat jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat
jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan menutup
aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si mayat,
sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si mayat.
2.      Takbir 4 kali
a.       Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
b.      Takbir kedua dan membaca sholawat
c.       Takbir ketiga  dan membaca do’a untuk si may
d.      Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
5. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak
dari keempat sudut usungan. Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa
harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di
samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI
WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas
millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping)
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur
setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu
pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan
dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia
ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-
orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan
secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari
doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa
hikmah, antara lain:
a.       Memperoleh pahala yang besar.
b.      Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c.       Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d.      Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing
supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e.       Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah
SWT dan RasulNya
A.  Pengertian Khutbah

Agama Islam dalam menyampaikan ajaran-ajarannya kepada seluruh umatmanusia


menggunakan beberapa cara. khotbah,. Cara tersebut disesuaikan dengan situasi serta kondisi.
Berikut definisi dan cara yang digunakan untuk menyampaikan agama Islam tersebut yaitu :

Khotbah adalah berpidato pada rangkaian shalat Jumat yang berisi menyampaikan pesan
tentang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan syarat-syarat tertentu.

B. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas ibadah. Maka, khutbah
tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah.
Contoh, apabila ṡalat Jumat tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di
arafah tidak ada khutbah nya, wukufnya tidak sah.
Sesungguhnya, khutbah merupakan kesempatan yang sangat besar untuk berdakwah dan
membimbing manusia menuju ke-ridha-an Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan
sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin menyangkut
masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik
serta tidak membosankan. Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam
sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Seorang khathib harus memahami aqidah yang benar sehingga dia tidak sesat dan
menyesatkan orang lain. Seorang khatib seharusnya memahami fiqh sehingga mampu
membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib harus
memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-
penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan. Seorang khathib sepantasnya juga seorang
yang ṡālih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan
pengaruh kebaikan kepada para pendengar.

D..  Ketentuan Khutbah


1.  Ketentuan Khotbah Jum’at
A.  Khatib jum’at
Khotbah Jum’at adalah pidato atau ceramah yang wajib dilaksanakan oleh seorang khatib,
sebelum salat Jum’at dimulai.
Agar tujuan mulia tersebut tercapai maka, hendaklah khatib Jum’at harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut, ini :
-  Mengetahui ajaran Islam, terutama mengenai akidah, ibadah, dan
akhlak.
-  Mengetahui berbagai hal tentang khotbah Jum’at, terutama tentang
syarat, rukun
dan sunah-sunahnya.
- Dapat membaca hamdalah, syahadat, salawat, Al-Qua’an dan hadist
dengan baik dan benar, juga sanggup bebicara di muka umum dengan
jelas dan mudah dipahami.
- Orang yang sudah balig danbertakwa kepada Allah, berakhlak baik,
Tidak melakukan perbuatan maksiat, dan bukan orang munafik.
- Orang yang dipandang terhormat, dihormati, dan disegani.
B.  Syarat Khutbah Jum’at
-  Khutbah dimulai pada waktu zuhur (sesudah matahari tergelincir).
-   Khutbah dilakukan dengan dua kali dengan berdiri (jika
dimungkinkan).
-   Khatib hendaknya duduk di antara dua khotbah.
-   Khotbah diucapkan dengan suara yang jelas dan keras.
-   Dilakiukan secara berturut-turut sesuai dengan rukunnya.
C.  Rukun Khotbah
-    Mengucapkan hamdalah atau puji-pujian kepada Alllah SWT.
-    Membaca syahadatain, yakni syahadat tauhid dan syahadat rasul.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap khotbah yang
tidak ada syahadatnya, adalah seperti tangan yang terpotong.” (H.R.
Ahmad dan Abu Daud)
-    Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW.
-    Berwasiat atau member nasihat tentang takwa dan menyampaikan
ajaran tentang akidah, ibadah, akhlak dan muamalah yang bersumber
kepada Al-Qur’an dan Hadist.
-    Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khotbah.
Rasulullah bersabdah yang artinya:
“Dari Jabir bin Samurah, katanya, “Rasulullah SAW berkhotbah
berdiri, duduk antara keduanya, membaca ayat-ayat Al-Qur’an,
mengingatkan dan memperingatkan kabar takut pada manusia.” (H.R.
Muslim)
-    Berdoa pada khotbah kedua agar kaum muslimin memperoleh
ampunan dosa dan rahmat Allah SWT.
D.  Sunah Khotbah Jum’at
-    Khatib hendaknya berdiri diatas mimbar atau di tempat yang lebih
tinggi dan letak mimbar berada di sebelah kanan tempat berdirinya
Imam salat.
-    Khatib hendaknya mengawali khotbahnya dengan member salam.
Setelah itu, duduk sebentar sambil mendengarkan mu’azzin berazan.
-    Khotbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang dan
tidak terlalu pendek.
-    Khatib, di dalam khotbahnya hendaknya menghadap kepada para
jamaah salat Jum’at dan jangan berputar-putar karena yang demikian
itu tidak disyariatkan.
-    Menertibkan tiga rukun yaitu puji-pujian, salawat, dan nasihat agar
bertakwa.
-    Mambaca surah Al-Ikhlas, sewaktu duduk dua khotbah.
C.. Dakwah
Secara bahasa (etimologi) dakwah berarti mengajak, menyeru atau memanggil.
Adapun secara istilah (terminologi), dakwah bermakna menyeru seseorang atau masyarakat
untuk mengikuti jalan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasarkan Al Qur’an dan hadis
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Berikut adalah salah satu hadist yang membahas dakwah :

“Barang siapa yang mengajak orang ke jalan baik, maka akan mendapatkan pahala sebanyak
pahala orang yang mengikutinya.” (HR Muslim).

Rasulullah suka berbincang-bincang atau berdialog dengan para sahabat dalam situasi dan
kondisi apapun. Kesempatan-kesempatan semacam itu selalu dimanfaatkan untuk
menyampaikan ajaran-ajaran yang diterimanya dari Allah. Cara berdakawah rasulullah
melalui dialog ini terbukti tidak saja mampu memberi pemahaman yang baik kepada sahabat
tentang Islam, bahkan juga mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih baik. Lebih dari
itu, melalui cara dialog rasulullah juga telah berhasil membina sejumlah sahabat menjadi
ulama dan pemuka Islam berkualitas tinggi..

Dalam berdakwa pastinya dilakukan dengan berbagai metode  dimana  telah dijelaskan Allah
SWT dalam Al-Quran dalam surah An-Nahl, 16:125 yaitu:
1. Metode al-hikmah yang artinya penyampaian dakwah terlebih dahulu  mengetahui tujuan
dan sasaran dakwahnya.

2. Metode al-mau’izah al-hasanah yakni member kepuasan kepada orang atau masyarakat
yang menjadi sasaran dakwah dengan cara seperti ini member nasihat, pengajaran dan teladan
yang baik.

3. Metode “mujadalah bi al-lati hiya ahsan” ialah bertukar pikiran (berdiskusi) dengan cara-
cara yang terbaik. Metode ini digunakan bagi sasaran dakwah tertentu, misalnya bagi orang-
orang yang berpikir kritis dan kaum terpelajar.

Akan tetapi pada erang yang  serbah canggih ini, sekarang dakwah dapat disampaikan
melalui media surat kabar, majalah, radio dan televisi.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya pada seluruh
umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam syariah Islam bersifat
fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus menerus memberikan dasar spiritual
bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek
kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong penyebaran manfaat bagi semua pihak,
menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan dan kesewenangan dari pihak yang kuat atas
pihak-pihak yang lemah. Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir
masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.

Anda mungkin juga menyukai