Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH

Kelompok : Ridho
Robi Alvian
Hisyam Widyadana
Habiburrahman
Reinaldi Firmansyah
Rivalsyah Sahban
Muhammad Alexa
Assalamu'alaikum wr.Wb .

Alhamdulillah..Puji syukur kehadiran Allah SWT.atas segala rahmat


dan hidayah-Nya.Segala pujian hanya layak kita aturkan untuk Allah
SWT. atas segala berkat,rahmat,taufik,serta petunjuk-Nya yang
sungguh tiada terkira besarnya,Tak lupa shalawat serta salam
semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
yang telah membawa kita dari alam bayangan ke alam,dari sebuah
lamjah Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih untuk ibu guru.
Bu Siti Nur azizah
sebagai guru agama Islam kamii
kami permainan kata-kata mengucapkan terimakasih untuk para
penulis yang kami kutipan tulisannya sebagai bahan rujukan
penyusunan makalah ini jadi penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul
"TataCaraPengurusan Jenazah”
Mapel: Pendidikan agama islam

Berkat dukungan mereka semua sukses ini dimulai,dan semoga


semua ini bisa
memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadikan kearah yang
lebih baik lagi.Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak
meninggalkan celah,berupa kekurangan atau kesalahan,namun
kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang tidak menyadari
oleh penulis.Oleh karena itu,penulis menunggu kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.akhir
kata,penulis menunggu agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca khususnya buat kami waktu pembuatan.Amin ya
Robbalalamin
Wassalamu'alaikum wr.wb

DAFTAR ISI Halaman


Cover......................................................................................................
Kata Pengantar......................................................................................i
Daftar isi...............................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................1
11.1 Latar Belakang............................................................................
11.2 Rumusan Masalah........................................................................
11.3 Tujuan Masalah........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................
2.1. Pengertian Jenazah.......................................................................1
2.2 Memandikan Jenazah....................................................................2
1.Orang yang utama memandikan jenazah..................................
2.Syarat bagi orang yang memandikan jenazah............................
3.Mayat yang wajib untuk dimandikan..........................................
4.Tatacara memandikan jenazah...................................................
2.3. Mengkafani Jenazah........................................................................
1.Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah .....................
2.Tata cara mengkafani jenazah ...........................................................
2.4.Menshalatkan Jenazah ..................................................................
1.Orang yang paling utama untuk melaksanakan Shalat Jenazah ........
2.Rukun shalat Jenazah...................................................................
3.Tata Cara Melakukan Shalat Jenazah .............................................
2.5 Menguburkan Jenazah....................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................
PENUTUP...............................................................................................

BAB 1
1.1 Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan
mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya.
Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan
pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang
menghadapi keharibanAllah SWT orang yang telah meninggal dunia
mendapatkan perhatian khusus dari muslimlainnya yang masih
hidup. Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal
dunia makahukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang
masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan,
mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah
meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut,
pemakalah akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jenazah?
2. Bagaimana tata cara memandikan jenazah?
3. Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
4. Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?
5. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
1.3 Tujuan Masalah
1.Untuk mengetahui apa pengertian jenazah
2. Untuk mengetahui bagaimana tata cara memandikanjenazah3
3. Untuk mengetahui bagaimana tata cara mengkafani jenazah
4. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menshalatkan jenazah
5. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menguburkan jenazah

Penyelenggaraan jenazah adalah fardu kifayah


bagi sebagian kaum muslimin,khususnya penduduk setempat
terhadap jenazah muslim/ muslimah. Namun, sebelum
penyelenggaraan jenazah itu dimulai, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan terhadap jenazah tersebut, yaitu :
1.Dipejamkan matanya, mendo’akan dan meminta ampunkan atas
dosanya.
2.Dilemaskan tangannya untuk disedekapkan di dada dan kakinya
diluruskan.
3.Mengatupkan rahangnya atau mengikatnya dari puncak kepala
sampai ke dagu supaya mulutnya tidak menganga/terbuka.
4.Jika memungkinkan jenazah diletakkan membujur ke arah utaradan
badannyadiselubungi dengan kain.
5.Menyebarluaskan berita kematiannya kepada kerabat- kerabatnya
dan handaitolannya.
6.Lunasilah hutang-hutangnya dengan segera jika ia punya hutang.
7.Segerakanlah fardu kifayahnya.
Menurut syari’at Islam, fardu kifayah dalam menyelenggarakan
jenazah ada empat macam, yaitu :
1.Memandikan jenazah
2.Mengkafani jenazah
3.Mensalatkan jenazah
4.Menguburkan jenazah

2.2. Memandikan Jenazah


Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan,
dikafani dan di shalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan
terkecuali bagi orang-orang yang matisyahid. Hukum memandikan
jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhukifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat
itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
kewajiban seluruhmukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan
kewajiban memandikan jenazah

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang


orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati,
“mandikanlah Ia dengan air dan daun Bidara.”

(H.R Bukhari dan Muslim)


Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan
jenazah yang perlu diperhatikan yaitu :
5. Orang Yang Utama Memandikan Jenazah
Untuk mayat laki-laki orang yang utama memandikan dan
mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya,
kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.

untuk mayat perempuan orang yang utama memandikan mayat


perempuan adalah ibunya, neneknya,keluarga terdekat dari pihak
wanita serta suaminya.
Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup
semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau
sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup
hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat
tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah
seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan. hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakni artinya :
“Jika Seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-
perempuan dantidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu
ditayamumkan, laludikuburkan, karena kedudukannya sama seperti
tidak mendapat Air.”
(H.Rabu Daud dan Baihaqi)

6.Syarat Bagi Orang Yang Memandikan Jenazah


a. Muslim, berakal, dan baligh
b.Berniat memandikan jenazah
c.Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat
danmemandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta
mampu menutupiaib si mayat.
2.
Tata Cara Mengkafani Jenazah Adalah Sebagai Berikut :A.

Untuk Mayat Laki-Laki


A.Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah
lebih lebardan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
B. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan
letakkan diataskain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian
C.Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur)
yangmungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
D.Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian
ujunglembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar
demiselembar dengan cara yang lembut.
E.Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah
kain kafantiga atau lima ikatan.
kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat
makatutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka
boleh ditutupdengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya
tidak ada kainkafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka
tutuplah dengan apasaja yang ada.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya

Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang


dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal
dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini adalah fardhu kifayah.
Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan
pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka tidak
ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).

B. Dasar Hukum Salat Jenazah

Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani


dengan baik, maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah
sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu kifayah.
Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW :

‫ َص ُّلْو اَع َلى َم ْن َقاَل اَل ِالَه ِااَّل ُهللا‬: ‫َع ِن اْبِن ُع َم َر رضي هللا عنه َاَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلْم َقاَل‬
)‫(رواه الطبران‬.‫َو َص ُّلْو اَو َر اَء َم ْن َقاَل اَل ِالَه ِااَّل ُهللا‬

Artinya:

“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah


olehmu orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan
salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha
illallah.” (HR. At Tabrani)

Juga hadis Nabi SAW :

‫ َاَّن لَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلْم َك اَن ُيْؤ تى بِا لَّرُج ِل‬: ‫َع ْن َاِب ُهَر ْيَر َت رضي هللا عنه َقاَل‬
‫اْلُم َتَو َّفى َع َلْيِه الِّدْيُن َفَيْس َاُل َهْل َتَر َك ِلِد ْيِنِه َفْض ًال؟ َفِاْن ُح ِّد َث َاَّنُه َتَر َك َو َفاًء َص َّلى َو ِااَّل َقاَل‬
)‫ِلْلُم ْس ِلِم ْيَن َص ُّلْو اَع َلى َص اِح ُبُك ْم (رواه البخاري ومسلم‬

Artinya :

“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang


meninggal dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada
Nabi SAW. Maka Nabi menanyakan apakah ia meninggalkan
kelebihan harta untuk membayar hutangnya. Jika dikatakan orang
bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau akan
menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada
kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota
tubuhnya saja yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada
itulah yang harus dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah
dilakukan sahabat Nabi SAW. Yang menyalatkan tangan
Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka
mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.

Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi
tampak tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya
sama seperti jenazah biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan hidup, maka tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib
disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu manusia yang hidup,
memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.

Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya


boleh dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah
SAW. Pernah menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan
mengkafaninya saja tanpa menyalatkan.

Firman Allah SWT. Juga menegaskan sebagai berikut :

)84:‫(التوبة‬...‫َو اَل ُيَص ِّل َع َل َاَح ٍدِم ْنُح ْم َم اَت َاَبًداَو اَل َتُك ْم َع َل َقْبِر ِه‬

Artinya :

“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang


diantara mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan
Rasul Nya) dan jangan engkau berdiri dikuburnya…” (QS. At Taubah :
84)

Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam


peperangan melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah
SWT. Maka ia tidak dimandikan dan tidak pula disalatkan, hanyalah
dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran darahnya, kemudian
dimakamkan. Imam Syafi’I berkata dalam kitabnya al Um bahwa
telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara mutawatir
bahwa Nabi SAW. Tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.

Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-


masing terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam
ahmad berkata, “jika jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka
dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia berkata, “jika mereka hanya terdiri
dari empat orang, maka dijadikan dua shaf yang masing-masing shaf
terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf hukumnya makruh,
karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.” Disunatkan pula
dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.

C. Syarat Salat Jenazah

Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di


antaranya tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. Salat jenazah
termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun sama
dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya, seperti :

1. Beragama Islam
2. Sudah baligh dan berakal

3. Suci dari hadis atau najis

4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat

5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai


lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh anggota
badan, kecuali muka dan telapak tangan

6. Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).

Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu,


karena salat jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja
ketika ada jenazah. Bahkan menurut golongan Hanafi dan Syafi’I salat
ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang. Akan tetapi
Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang makruh
melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu
istiwa dan saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan
membusuk.

D. Rukun Salat Jenazah


1. Niat melaksanakan salat jenazah

‫ُاَص ّلِى َعلى هَذ اْالَم ِّيِت(هِذِه ْالَم ِّيَتِت)َاْر َبَع َتْك ِبْيَر اٍت َفْر َض اْلِكَفاَيِةَم ْأُم ْو ًم اِهّلِل َتَع اَلى‬

Artinya :

“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena
Allah. Allahhu Akbar.”

2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat


jumhur ulama, maka tidak sah menyalatkan jenazah
sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur.
Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh
menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena
itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam
Syafi’I juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah
dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan
menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada saat
berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.

3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut


dalam hadis Nabi SAW.

‫َع ْن َج اِبْر َاَّن اَنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َص َّلى َع َلى اَّنَج اِشِّي َفَك َّبَر َاْر َبًعا‬

(‫)رواه البخاري ومسلم‬


Artinya :

“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. Menyalatkan Najasi (raja Habsyi),
maka beliau membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh


kebanyakan ulama dari para sahabat Nabi SAW. Dan lainnya. Mereka
berpendapat bahwa takbir dalam salat jenazah itu sebanyak empat
kali. Demikian juga pendapat Syafi’I, Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak,
dan Ishak.

4. Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir


yang kedua.

5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW.


Dilanjutkan dengan takbir ketiga. Membaca surat al
Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya
dengan cara sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat
bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat
Nabi, berdoa serta memberi salam disunatkan secara sirri
kecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada takbir
dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum.
Membaca salawat sekurang-kurangnya dengan
mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu
sudah cukup. Sedangkan yang lebih utama adalah
mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :
‫َالّلُهَّم َص ِّل َع َلى ُم َحَّمٍد َو َع َلى َاِل ُم َحَّمٍد َك َم اَص َلْيَت َع َلى ِاْبَر اِهْيَم َو َع َلى َاِل ِاْبَر اِهْيَم َو َباِر ْك َع َلى‬
‫ُم َحَّمٍد َو َع َلى َاِل ُم َحَّمٍد َك َم اَباَر ْك َت َع َلى ِاْبَر اِهْيَم َو َع َلى َاِل ِاْبَر اِهْيَم ِفى اْلَع اَلِم ْيَن ِاَّنَّك َحِم ْيُد َّم ِج ْيٌد‬

Artinya :

“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga


Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim
dan berilah berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh
penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi
Mahamulia.”

6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir


keempat.

‫ ِاَذ اَص َّلْيُتْم َع َلى اْلَم ِّيِت َفَاْخ ِلُصْو اَلُه الُّد َعاَء (رواه‬: ‫َقاَل َر ُسْو ُل ُهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
)‫ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬

Artinya :

Rasulullah SAW. Bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka


berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan
Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang menyatakan sahihnya)

Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang
lebih utama adalah membaca doa berikut :
‫َالّلُهَّم اْغ ِفْر َلُه َو اْر َحْم ُه َو َعاِفِه َو اْعُف َع ْنُه َو َاْك ِر ْم ُنُزَلُه َو َو ِّسْع َم ْدَخ َلُه َو َاْغ ِس ْلُه ِبَم اٍء َو َثْلٍج‬
‫َو َبَر ٍد َو َنِّقِه ِم َن اْلَخ َطا َياَك َم اُيَنَّق الَّثْو ُبااَاْلْبَيُض ِم َن الَّدَنِس َو َاْبِد ْلُه َداًراَخْيًراِم ْن َداِر ِه َو َاْهاًل َخْيًراِم ْن‬
)‫َاْهِلِه َو َز ْو ًجاَخْيًراِم ْن َز ْو ِج ِه َو ِقِه ِفْتَنَةاْلَقْبِر َو َع َذ اَباالَّناِر (رواه مسلم‬

Artinya :

“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah


dia, lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air
salju, dan air embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang
putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan
tempat kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya
dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur
dan siksa neraka.” (HR. Muslim)

7. Membaca doa setelah takbir keempat

Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang


dijelaskan dalam hadis nabi SAW. Riwayat Ahmad dari Abdullah bin
Abi Aufa :

‫ َك اَن‬: ‫َأَّنُه َم اَتْت َلُه ِاْبَنٌة َفَك َّبَر َع َلْيَهاَاْر َبًعاُثَّم َقاَم َبْعَدالَّراِبَعِة َقْد َر َم اَبْيَن الَّتْك ِبْيَر َتْيِن َيْدُع ْو ُثَّم َقاَل‬
‫َر ُسْو ُل ِهللا َص َّل ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْص َنُع ِفى اْلَج َناَز ِة َهاَك َذ ا‬

Artinya :

“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan


dengan membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir
keempat ia masih berdiri selama kira-kira antara dua takbir
membaca doa. Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. Selalu
melakukan seperti ini terhadap jenazah.”

Imam Syafi’I berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca


doa sebagai berikut :

‫َالّلُهَّم اَل َتْح ِر ْم َناَاْج َرُه َو اَل َتْفِتَّناَبْع َد ُه َو اْغ ِفْر َلَناَو َلُه ِبَر ْح َم ِتَك َياَاْر َح َم الَّراِحِم ْيَن‬

Artinya :

“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan


janganlah Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah
ampunan kepada kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat
Yang memberi Rahmat.”

Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya


membaca setelah takbir keempat itu, dan sebagai berikut :

‫َر َّبَنااِتَناِفى الُّد ْنَياَحَس َنًةَو ِفى ااْل ِخَرِةَح َس َنًةَو ِقَناَعَداَبالَّناِر‬

Artinya :

“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di
akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam

Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu,


kecuali Abu Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan
dan kiri hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan
alasan bahwa salat jenazah termasuk salah satu macam salat dan
untuk mengakhiri salat adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud
mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah seperti salam
waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi
Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah
dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke
arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan para sahabat.
Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak ada yang
membantah pada waktu itu. Imam Syafi’I berkata bahwa hukum
mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan
menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua
kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam
yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan
Suyono, 1998: 168).

E. Kaifiat Salat Jenazah

Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat


jenazah berdiri lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan
sambil membaca takbiratul ihram. Letakkan tangan kanan di atas
tangan kiri kemudian membaca surat al Fatihah diikuti dengan takbir
lagi dan membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang ketiga diikuti
membaca doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi
kemudian salam.
1. Apabila jenazah ada di depan tempat Salat

Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam


jika berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu
laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala.
Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan
tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari satu orang,
boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan
jenazah perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya
didepan imam dengan yang lebih utama di dekatnya, kemudian
disalatkan bersama-sama. Boleh juga menyalatkan yang laki-laki
terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.

2. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh

Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang


jauh, yang disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan
melaksanakan salat jenazah biasa dengan niat salat gaib dan wajib
menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah gaib itu
disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW. Telah menyalatkan
Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang berdiri
bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.

3. Apabila jenazah telah dikubur


Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia
telah disalatkan sebelum dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah
salat yang dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya
yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini
adalah fardhu kifayah.

2. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan


dikafani dengan baik, maka terus disalatkan. Para Imam
ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu
hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah
berdasarkan hadis Nabi SAW : Dari Ibnu Umar r.a. bahwa
Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah
kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat
Lailaha illallah.”

3. Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila


salah satu di antaranya tidak dipenuhi, maka salatnya
tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah
salat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah
diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya. Syarat-
syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan
berakal, suci dari hadis atau najis suci seluruh anggota
badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki
auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka
dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4. Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang
mampu, Membaca takbir empat kali, membaca surat al
Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW,
Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah
takbir ke empat, mengucapkan salam.

5. Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan


tempat Salat, Letakkanlah jenazah orang yang
menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan
kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki
maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan
kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam)
berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah.
Apabila jenazah ada di tempat yang jauh. Seseorang boleh
menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh,
yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur,
menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah
walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur

B. Saran-saran

1. Dengan adanya pembahasan tentang tata cara


pengurusan jenazah ini pemakalah berharap kepada kita
semua agar selalu ingat akan kematian dan
mempersiapkan diri untuk menyanbut kematian itu.
2. Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan
ini dapat dijadikan pembelajaran bagi guru pendidikan
Islam untuk mendidik dan memberitahukan pada siswa
sejak dini bagaimana cara menyalati jenazah dengan baik.

3. Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam


memperlakukan jenazah hendaknya benar-benar
memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia
diterima di sisi Allah.

Anda mungkin juga menyukai