Anggota :
Vera Rosdiana Ferdian
Melda Agustianie Hasyim
Rahma Aprilianti
Nila Amelia Nabila
XI IPS 3
SMA NEGERI 10 KOTA TANGERANG
2022
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
BAB 2 ....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
1. MEMANDIKAN JENAZAH.................................................................................5
2. MENGKAFANI JENAZAH................................................................................. 8
3. MENYOLATKAN JENAZAH........................................................................... 11
4. MENGUBURKAN JENAZAH........................................................................... 14
2.3. TA’ZIYYAH.............................................................................................................17
BAB 3...................................................................................................................................22
PENUTUP............................................................................................................................22
3.1. KESIMPULAN.........................................................................................................22
3.2. PEMBAHASAN........................................................................................................22
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidup di dunia tidaklah selamanya, pasti akan datang perpisahan. Perpisahan itu terjadi
saat kematian menjemput. Kematian adalah pintu dan setiap manusia akan memasuki pintu itu,
tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya. Kematian dapat datang kapan saja di
setiap detik kehidupan manusia tanpa memandang usia, status social, maupun kondisinya. Oleh
seba itu, kita perlu mengingat kematian melebihi kehidupan di dunia serta menyiapkan bekal
untuk menghadapi kehidupan setelah mati, yaitu bersedekah dan amal shaleh.
Sebagai mahluk Allah SWT dan manusia yang beriman, kita haruslah menghormati dan
menjalankan kewajiban terhadap orang muslim yang telah meninggal dunia. Dalam islam jika
orang muslim telah meninggal dunia, maka hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang
masih hidup untuk melaksanakan 4 perkara yaitu, memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan
menguburnya.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
Kata jenazah bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab ( )جن ذحyang berarti tubuh
mayat dan kata جن ذ yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti
tubuh mayat yang tertutup.
Sedangkan menurut istilah, jenazah adalah seseorang yang telah meninggal dunia, yang
sudah terputus masa kehidupannya di dunia ini. (Hasan sadily:1982). Atau menurut pengertian
dalam islam jenazah adalah orang yang telah meninggal yang diletakkan di dalam keranda
(usungan) dan hendak dibawa ke kubur untuk dimakamkan. (Ibnu Mas’ud dan Zainal
abidin:2000).
Namun, sebelum penyelenggaraan jenazah itu dimulai, maka ada beberapa hal yang harus
kepada jenazah tersebut setelah ia meninggal, yaitu :
1) Dipejamkan matanya, mendo’akan dan meminta ampunkan atas dosanya.
2) Dilemaskan tangannya untuk disedekapkan di dada dan kakinya diluruskan.
3) Mengatupkan rahangnya atau mengikatnya dari puncak kepala sampai ke dagu supaya
mulutnya tidak menganga/terbuka.
4) Jika memungkinkan jenazah diletakkan membujur ke arah utaradan badannya
diselubungi dengan kain.
5) Menyebarluaskan berita kematiannya kepada kerabat- kerabatnya dan handai tolannya.
6) Lunasilah hutang-hutangnya dengan segera jika ia punya hutang.
7) Segerakanlah fardu kifayah- nya (penyelenggaraan atau pengurusan jenazahnya)
A. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh
sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan
kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadits Rasulullah saw. Yakni:
فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا:عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل
)لبخرو مسلم
5
“dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah tentang orang yang jatuh dari
kendaraannya lalu mati, “mandikanlah air dan daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Sebelum memandikan jenazah ada baiknya kita memenuhi aturan sebelum memandikan jenazah
yaitu:
6
1) Mengikat kepala mayit.
2) Meletakkan kedua tangan diaatas perut (seperti orang yang melakukan shalat).
3) Mengikat dan menyatukan persendian lutut.
4) Menyatukan kedua ibu jari kaki.
5) Menghadpkan mayyit kearah kiblat.
Artinya :“mandikanlah jenazah-jenazah itu secara (hitungan) ganjil, tiga, lima, tujuh kali. Atau
boleh lebih jika kau pandang perlu”.
7
7. Jika telah selesai memandikan mayat, hendaklah tubuhnya dikeringkan dengan kain atau
handuk yang bersih, agar kain kafannya tidak basah, lalu ditaruh, diatas minyak wangi.
tetapi kalau mayit meninggal ketika sedang ihram, maka harus dimandikan seperti biasa
tanpa dikenai kafur atau lainnya yang berbau harum.
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد
)فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain
atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka
kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak
mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
B. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah maksudnya membungkus jenazah dengan kain kafan. Hukum
mengkafani jenazah ialah fardu kifayah bagi orang-orang islam yang masih hidup. Kain kafan
diperoleh dengan cara yang halal, yakni diambilkan dari harta peninggalan jenazah, jika ia
meninggalkan harta.
8
Kalau jenazah tidak meninggalkan harta, maka yang wajib menyediakan kain kafan
adalah keluarga terdekatnya (orang yang wajib memberi nafkah jenazah dimasa hidupnya).
Kalau keluarga terdekatnya tidak ada/tidak mampu, maka untuk membeli kain kafan itu
diambilkan dari baitul mal. Jika baitul mal tidak ada, yang wajib menyediakan kain kafan itu
adalah orang Islam yang mampu. Kain kafan hendaknya kain yang bersih, berwarna putih dan
sederhana yakni tidak mahal harganya dan tidak pula terlalu murah. Dalam hal ini Rasulullah
SAW pernah bersabda, yakni:
r : ُب َوالَ تُخَ ِّمرُوا َرْأ َس”هُ فَِإنَّهٍ اِ ْغ ِسلُوا ْال ُمحْ ِر َم فِي ثَوْ بَ ْي ِه اللَّ َذ ْي ِن َأحْ َر َم فِي ِه َما َوا ْغ ِسلُوهُ بِ َما ٍء َو ِس ْد ٍر َو َكفِّنُوهُ فِي ثَوْ بَ ْي ِه َوالَ تُ ِم ُّس”وهُ بِ ِطي
ْ
رواه النسائي.ث يَوْ َم القِيَا َم ِة ُمحْ ِر ًما ُ يُ ْب َع
Artinya : “Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Mandikanlah jenazah yang
muhrim pada dua lembar pakaiannya yang dipakai ketika ihramnya. Dan mandikanlah ia dengan
air dan daun bidara, serta kafanilah ia dengan kedua pakaian ihramnya itu. Janganlah kalian
mewangikannya dan janganlah menutup kepalanya, karena sesungguhnya ia akan dibangkitkan
pada hari kiamat dalam keadaan ihram.” H.r. An Nasai
Kemudian bagi orang muslim yang mati syahid, yaitu meninggal ketika sedang berperang atau
berjuang di jalan Allah SWT. Sebagaimana keterangan di bawah ini:
ِ َأ َم َر َرسُو ُل هللا: ال َ ََنْز َع َع ْنهُ ُم ْال َح ِدي” َ”د َو ْال ُجلُ”و َد َوق ُأ
ٍ َع ِن اب ِْن َعبَّاr رواه. اِ ْدفَنُ”وهُ ْم بِ ِد َماِئ ِه ْم َوثِيَ”ابِ ِه ْم: ”ال
َ َس ق ِ يَوْ َم ُح ٍد بِال ُّشهَدَا ِء َأ ْن ن
احمد
Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah saw. menyuruh kami pada hari (perang)
Uhud terhadap para syuhada, agar kami menanggalkan (pakaian atau perlengkapan) besi dan
kulit dari mereka. Lalu beliau bersabda, ‘Kuburkanlah mereka beserta darah dan pakaiannya.”
H.r. Ahmad. (edisi 27)
Artinya : “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain”
(HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
9
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Kain kafan diutamakan diambil atau dibeli dengan harta mayit begitupula dengan biaya
pengurusan jenazahnya. Nabi pernah memerintahkan agar Mush’ab z (sahabat nabi) dikafani
dengan namirahnya dan beliau tidak menyuruh shahabat lain untuk mengeluarkan harta mereka
guna keperluan kafan Mush’ab z.
Para fuqaha berkata: “Kafan mayat wajib diambil dari harta yang ditinggalkannya.
Namun bila ia tidak memiliki harta, maka yang menanggung keperluan pengafanannya adalah
orang yang wajib menafkahinya ketika ia hidup.” (Syarhu Shahih Muslim 7/8, Nailul Authar
4/46, Taudhihul Ahkam 3/173). Berikut kriteria penggunaaan kain kafan dibagi menjadi:
Laki – laki
Jenazah laki – laki dengan tiga lembar kain kafan berdasarkan hadist Rasulullah SAW
dari Aisyah ra:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW dikafani dalam tiga kain Yamaniyyah berwarna putih
Suhuliyyah dari bahan katun. Tidak ada di antara lembar kafan itu gamis (baju) dan tidak ada
imamah (surban), beliau dimasukkan (dibungkus) ke dalam semua kafan itu.”
Tidak boleh menambah kafan lebih dari tiga lembar karena menyelisihi apa yang telah
dilakukan Rasulullah SAW dan juga perbuatan demikian berarti menyia-nyiakan/ membuang
harta sementara kita dilarang melakukan yang demikian itu. Adapun tata cara mengkafani
jenazah adalah sebagai berikut:
Perempuan
10
Jenazah perempuan sama dengan laki-laki, sunnah untuk dikafani dengan tiga lembar
kain kafan, karena tidak ada dalil yang membedakannya dengan lelaki. Adapula dalil yang
mengatakan bahwa wanita dikafani dengan lima lembar kain kafan, tetapi dalil tersebut tidak
shahih sanadnya. Berikut fungsi tiap lembaran kain kafan bila yang digunakan lima lembar:
Anak kecil
Adapun anak kecil cukup dikafani dalam selembar kain, namun tidak apa-apa bila
dikafani dalam tiga lembar kain. Demikian dikatakan oleh Ishaq bin Rahuyah, Sa’id ibnul
Musayyab, Ats-Tsauri, Ashabur Ra`yi, dan selain mereka (Al-Mughni 2/171).
Bila yang meninggal itu adalah anak perempuan yang belum haid/ baligh maka kata Al-Hasan
Al-Bashri t, ia dikafani dengan satu kain kafan ataupun tiga lembar kafan.
C. Menyalatkan Jenazah
Shalat jenazah adalah jenis shalat yang dilakukan pada muslim baik laki – laki maupun
perempuan yang telah meninggal dunia, yang akan dishalatkan dengan muslim lainnya yang
masih hidup. Mneurut ijma ulama hukum pelaksanaannya adalah fardhu kifayah yang artinya
wajib bagi setiap muslim untuk melakukannya, tetapi akan gugur kewajiban itu bila telah ada
muslim lainnya yang melakukannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
11
a) Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
12
Artinya : “Aku niat sholat atas mayit ini dengan empat takbir fardlu kirayah, sebagai
makmum karena Allah taala.”
Bila, yang menyalati menjadi imam kata ma’muman diganti imam’man.
b. Bagi jenazah perempuan
ض ْال ِكفَايَ ِة َمْأ ُموْ ًما ِهللِ تَ َعالَى ٍ صلِّى َعلَى هَ ِذ ِه ْال َميِّتَ ِة اَرْ بَ َع تَ ْكبِ َرا
َ ْت فَر َ ُا
Latin : “Ushollii ‘alaa haadzihill mayyitati arba’a takbirootin fardhol kifaayati
ma’muuman lillaahi ta’aalaa”
Artinya : “Aku niat sholat atas mayit ini dengan empat takbir fardlu kirayah, sebagai
makmum karena Allah taala.”
Membaca takbir pertama dan dilanjutkan dengan membaca surah Al-Fatihah.
Setelah takbir kedua , lalu membaca shalawat Nabi SAW :
“Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali
ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa
aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid.”
Artinya : “Ya Allah, anugerahkan shalawat kepda Nabi Muhammad dan keluarga Nabi
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Nabi
Ibrahim.Berikanlah keberkahan kpada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberkahi kepada keluarga Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Di dalam alam inilah Engaku Tuhan yang Maha Terpuji dan Maha Mulya.”
Artinya : “Ya Allah, ampunilah dia, belas kasihanilah dia, hapuskanlah dan ampunilah dosa-
dosanya, mulyakan tempatnya (ialah surga) dan luaskanlah kuburannya. Basuhkanlah
kesalahan-kesalahannya sampai bersih sebagaimana bersihnya kain putih dari kotoran.
Gantikanlah rumah lebih baik daripada rumahnya yang dulu, keluarganya lebih baik
13
daripada keluarganya yang sulit; dan masukkanlah ia ke dalam surge dan jauhkanlah ia
dari siksa kubur dan siksa api neraka.”
Apabila jenazahnya perempuan cukup mengganti lafadz “hu” menjadi “ha“, seperti contoh
berikut :
“Allaahummagh firlahu war hamhu wa’aafihu wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu” diganti
menjadi berikut.
“Allaahummagh firlaha war hamha wa’aafiha wa’fu ‘anha wa akrim nuzulaha“
ُللَّهُ َّم الَ تَحْ ِر ْمنَا َأجْ َرهُ َوالَ تَ ْفتِنَّا بَ ْع َدهُ َو ا ْغفِرْ لَنَا َولَه
“Allahumma laa tahrrimna aj-rahu walaa taftinnaa ba’dahu wagh firlanaa walahu”
Artinya :“Ya Allah, janganlah engkau menutup-nutupi pahala mayit ini kepada kami dan
janganlah diberikan fitnah kepada kami setelah kami meninggalkan mayit tersebut,
ampunilah kami dan ampunilah dia.”
اللَّهُ َّم الَ تَحْ ِر ْمنَا َأجْ َرهَا َوالَ تَ ْفتِنَّا بَ ْع َدهَا َو ا ْغفِرْ لَنَا َولَهَا
“Allahumma laa tahrrimna aj-raha walaa taftinnaa ba’daha wagh firlanaa walaha”
D. Menguburkan Jenazah
Tahap terakhir dalam pengurusan jenazah ialah menguburkannya. Segera setelah jenazah
disholati. Berikut hal – hal yang disunnahkan dalam menguburkan jenazah,yaitu:
Membawa jenazah dengan usungan (keranda) jenazah di panggul (Pundak) dari keempat
sudut usungan.
Menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa – gesa. Bagi para
pengiring, dapat berjalan di depan, belakang, maupun samping kanan atau kirinya. Para
pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
14
Mendalamkan lubang kubur, agar jasad mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan
agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
15
2. Disunnahkan ketika jenazah dikeluarkan dari keranda, diatasnya ditutupi dengan kain
atau lainnya sampai jenazah diletakkan didasar lubang kuburan. supaya ketika mayat
terbuka tidak terlihat.,Apalagi bila mayat tersebut perempuan.
3. Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.Jenazah di turunkan di liang kubur dengan posisi
kepala mayat berada di bagian kaki liang kubur. .Disunnahkan memasukkan jenazah ke
liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan.
Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
4. Jenazah dimasukkan ke liang kubur dengan mengucapkan “Bismillahi wa’ala millati
Rasulullahi..” (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah
shallallahu ‘ala wassalam).
5. Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
6. Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali
bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah
dijelaskan.
7. Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
8. Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah atau sejenisnya agar
menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
9. Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya dimuali dari arah kepala. Demikianlah
yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk)
tanah ke atas jenazah tersebut.
10. Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
16
11. Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam Lalu diletakkan batu pada
makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
12. Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar
padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut.
(HR. Muslim)
13. Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur).
Dalil lainnya, ‘Abdullah bin ‘Amr bin al Ash menceritakan bahwa pada suatu ketika
Rasulullah SAW bertanya kepda Fathimah ra : “Wahai Fatimah! Apa yang membuatmu keluar
rumah?” Fathimah menjawab: “Aku bertakwziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini.”
(HR. Abu Dawus). Adab bertakziyah.
17
C. Adab (Etika) orang dalam ber - Ta’ziyyah (Melayat)
Adab (etika) orang bertakziyyah antara lain seperti berikut:
1) Menyampaikan do’a untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta
kesabaran bagi orang yang ditinggal.
2) Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah.
3) Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak – bahak.
4) Usahakan turut menyalati jenazah dan turut mengantarkannya ke pemakaman sampai
selesai penguburan.
5) Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah. Demikian diperintahkan
Rasulullah SAW. kepada keluarganya sewaktu keluarga Ja’far ditimpa kematian. (HR.
Lima Ahli Hadist, kecuali Nasai).
Secara etimologi ziarah berasal dari kata زَ ا َرهُ يَ ُزو ُرهُ ِزيَا َرةً َو َزوْ رًاyang berarti ُص َده
َ َق, yaitu
hendak bepergian menuju suatu tempat (al Mishbahul Munir). Berdasarkan hal ini makna dari
berziarah kubur adalah ص ”د ْالقُبُ””وْ َر
َ َ ق, sengaja untuk bepergian ke kuburan. Sedangkan dalam
terminologi syar’i, makna ziarah kubur adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh al Qadli
‘Iyadl rahimahullah,“(Yang dimaksud dengan ziarah kubur) adalah mengunjunginya dengan niat
mendo’akan para penghuni kubur (orang yang telah meniggal) serta mengambil pelajaran dari
keadaan mereka” (al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqhi 1/119; Asy Syamilah).
Jadi, Ziarah kubur ialah berkunjung ke makam/pesarean orang Islam yang sudah wafat,
baik orang muslim biasa, orang shalih, ulama, wali atau Nabi.Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa
hukum ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya sunat secara mutlak, baik yang diziarahi
itu kuburnya orang Islam biasa, kuburnya para wali, orang shalih atau kuburnya Nabi.
Sedangkan hukumziarah kubur bagi kaum perempuan yang telah mendapat izin dari
suaminya atau walinya, para ulama mantafsil sebagai berikut :
a. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya
Nabi, wali, ulama dan orang shalih, maka hukumnya sunat;
b. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya
orang biasa, maka sebagian ulama mengatakan boleh, sebagian lagi mengatakan makruh.
c. Jika ziarahnya menimbulkan hal yang terlarang, maka hukumnya haram.
Wanita tidak diperbolehkan untuk sesering mungkin berziarah kubur, karena hal tersebut
akan menghantarkan kepada perbuatan yang menyelisihi syari’at seperti
berteriak, tabarruj(bersolek di depan non mahram), menjadikan pekuburan sebagai
tempat wisata, membuang-buang waktu, dan berbagai kemungkaran lain sebagaimana
18
dapat kita saksikan hal tersebut terjadi di sebagian besar negeri kaum muslimin.
Perbuatan inilah yang dimaksud dalam hadits shahih dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu,
لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم زوارات القبور
“Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering
menziarahi kubur.” (HR. Ibnu Majah nomor 1574, 1575, 1576 dengan sanad yang hasan.
http://ikhwanmuslim.com, diakses 7-1-2011).
Artinya :“Aku (Nabi) dulu melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang berziarahkuburlah
kamu, karena ziarah kubur itu mengingatkan adanya alam akhirat, dan janganlah kamu
berkata buruk.” (HR.Hakim)
19
a. Tidak sungguh-sungguh (menyengaja) mengadakan perjalanan kepadanya.
b. Tidak boleh mengatakan perkataan yang keji.
c. Tidak boleh mengkhususkan dengan waktu tertentu, karena tidak ada dalil yang
mengkhususkan.
2. Ziarah bid’iyyah
Ziarah bid’iyyah adalah tata cara ziarah kubur yang menyelisihi tuntunan Nabi SAW.
karena mengandung berbagai pelanggaran yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid dan
dapat menghantarkan pada kesyirikan. Diantaranya adalah berziarah ke kubur dengan tujuan
beribadah kepada Allah di sisi kubur, atau bertujuan untuk mendapatkan berkah
(tabarruk/ngalap berkah).
Tidak terdapat dalil shahih yang menyatakan keutamaan beribadah di samping kubur
bahkan terdapat dalil shahih yang secara tegas melarang peribadatan di kuburan.
3. Ziarah syirkiyyah
Ziarah yang mengandung penentangan terhadap tauhid dan dapat menghilangkan
keimanan. Diantaranya berziarah kubur dengan tujuan meminta bantuan dan pertolongan
pada penghuni kubur, menyembelih kurban untuk penghuni kubur (baca: sesajen). Hal
tersebut merupakan bentuk beribadah kepada selain Allah dan apabila pelaku sebelumnya
adalah orang Islam, maka dia telah murtad ( keluar dari Islam).
20
Mengambil pelajaran, bahwa kita akan mengalami seperti apa yang dialami oleh mayit yang
kita ziarahi (masuk ke dalam liang kubur, berada di alam barzah sampai datang hari kiamat
nanti).
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagai makhluk yang
mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian
khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang
muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh
mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban
seluruh mukallaf.
3.2 Saran
22
Setelah pembahasan materi dari makalah ini disampaikan, diharapkan siswa/i SMA
Negeri 4 Bekasi pada khususnya dan umat islam pada umumnya dapat memahami tata cara
dalam menyelenggarakan pengurusan jenazah serta penjelasan tambahan mengenai bertak-ziyah
dan ziarah kubur yang dilakukan setelah pengurusan jenazah selesai. Sehingga, siswa/I maupun
umat islam pada umumnya dapat mengamalkan dan menerapkannya dalam lingkungan sekitar
sesuai dengan ketentuan yang ada.
Dengan melaksanakan amalan ini, kita akan mendapatkan pahala yang berlimpah dan
dapat pula menjadi pengingat kita akan kematian yang akan tiba. Mudah – mudahan dengan
melaksanakan amalan ini, sekaligus serta merta mendapatkan keridhoan dari Allah SWT.
23