Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Disusun Oleh :
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jenazah artinya mayat yang diletakkan didalam kurung batang atau tandu usungan
yang akan dibawa ke kubur. Bila maut itu tiba terpaksalah ditinggal dunia fana ini,
tinggallah harta kekayaan, tinggallah anak isteri ditinggal semua yang dicintai, maka
sebelum ia tiba perbanyaklah mengingat mati itu, taubat dari segala dosa dan kekhilafan,
berbahagialah orang yang memperbanyak amal ibadah dan amal kebajikan, itulah teman
yang akan mengantarnya ke yaumil baqa.
Hendaklah memperbanyak mengingat mati dan bertaubat dari segala dosa,
terlebih lagi bagi orang yang sakit, agar lebih giat beramal kebaikan dan menjauhi segala
larangan Allah SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana memandikan jenazah?
2. Bagaimana mengkafani jenazah?
3. Bagaimana menshalatkan jenazah?
4. Bagaiana menguburkan jenazah?
5. Apa hikmah merawat jenazah?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Memandikan Jenazah
1) Hal-hal yang harus diperhatikan ketika memandikan jenazah
a) Bila sesorang muslim telah menemui ajalnya (berpulang ke rahmatullah) pertama-
tama urusan penyelenggaraannya, hendaklah dipejamkan (ditutupkan) matanya
dan diluruskan kedua kakinya dan dilipatkan kedua tangannya di atas dadanya.
b) Hendaklah ditutup seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan
kepadanya dan tidak terbuka aratnya.
c) Tidak ada halangan bagi keluarganya untuk mencium si jenazah sebagai pertanda
kasih sayang terakhir/ tanda berduka tapi tidak dengan nihayah (tidak
meratapinya), Dan doakan untuk minta diampuni dosanya.1
2) Syarat mayat yang dimandikan
a) Muslim.
b) Ada tubuhnya walaupun sedikit.
c) Tidak mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah). Orang yang
mati syahid tidak wajib dimandikan.
d) Bukan mayat bayi yang dalam keguguran dan lahir dalam keadaan tidak
bernyawa (mati).
e) Ada air bersih untuk memandikannya. Jika tidak mampu mendapatkan air maka
tidak wajib dimandikan, cukup dengan ditayamumkan.
1
H. Moenir Mana, Pilar Ibadah dan Doa, (Bandung : Angkasa, 1993), hlm. 88.
b) Jika diserahkan kepada orang lain maka yang memandikan hendaknya orang-
orang yang terpercaya.
c) Jika perempuan yang meninggal dan hanya ada laki-laki yang hidup dan tidak ada
suami atau sebaliknya maka jenazah tersebut tidak dimandikan tetapi
ditayamukan oleh seseorang dengan memakai lapis/sarung tangan.
2. Mengkafani jenazah
Mengkafani (membungkus) jenazah hukumnya wajib kifayah bagi orang hidup.
Kain diambilkan dari harta si jenazah jika ada, jika tidak ada diwajibkan kepada orang
yang memberi belanja ketika hidupnya, dan jika tidak ada juga dari orang itu, maka
2
Duta Grafika, Tuntunan Praktisn Perawatan Jenazah, (Semarang : Pustaka Nuun, 2005), hlm. 26-35.
3
M. Nashiruddin Al-Albani, Fiqih Lengkap Mengurus Jenazah, (Jakarta : Gema Insani, 2014), hlm. 47-48.
diambilkan dari baitulmal atau di bebankan kepada orang yang mampu. Kalaupun tidak
ada maka beban ini berada di pundak umat islam.
Batasan kafan paling sedikit selapis kain sekedar untuk menutup seluruh badan si
jenazah. Sebaiknya tiga lapis untuk jenazah laki-laki dan lima lapis untuk jenazah
perempuan. Kain yang digunakan tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah
(pertengahan).
3. Menshalatkan Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendoakan jenazah (mayat)
seorang Muslim. Dalam berbagai haditsnya Nabi Muhammad Saw. memerintahkan
kepada kita agar melakukan shalat jenazah ini jika di antara saudara kita yang Muslim
meninggal dunia. Dari hadits-hadits itu jelaslah bahwa shalat jenazah itu sangat
dianjurkan, meskipun anjuran untuk shalat jenazah ini tidak sampai wajib atau fardlu
„ain. Hukum menshalatkan jenazah hanyalah fardlu kifayah.
Adapun yang diwajibkan untuk dishalatkan adalah jenazah orang Islam yang tidak
mati syahid (mati dalam peperangan melawan musuh Islam). Terkait dengan hal ini Nabi
bersabda: “Shalatkanlah olehmu orang yang mengucapkan ”la Ilaha illallah’ (Muslim)”
(HR. ad-Daruquthni). Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: “Bahwa
Nabi Saw. Telah memerintahkan kepada para shahabat sehubungan dengan orang-orang
yang
mati dalam peperangan Uhud, supaya mereka dikuburkan beserta darah mereka, tidak
perlu dimandikan dan tidak pula dishalatkan”. (HR. al-Bukhari).
4
Duta Grafika, Tuntunan Praktisn Perawatan Jenazah, (Semarang : Pustaka Nuun, 2005), hlm. 37-45.
5
staff.uny.ac.id/sites/.../dr.../dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf
1) Syarat Menyalatkan Jenazah
a) Syarat-syarat shalat yang juga menjadi syarat shalat jenazah, seperti menutup
aurat, suci badan, dan pakaian, menghadap ke kiblat.
b) Dilakukan sesudah jenazah dimandikan dan dikafani.
c) Letak mayat disebelah kiblat orang yang menyolatkan, kecuali kalau shalat itu
dilaksanakan diatas kubur atau shalat ghaib.
4. Menguburkan Jenazah
Kewajiban yang keempat terhadap jenazah ialah menguburkannya. Hukum
menguburkan jenazah adalah fardu kifayah atas yang hidup. Dalamnya kuburan
sekurang-kurangnya kira-kira tidak tercium bau busuk jenazah itu dari atas kubur dan
tidak dapat dibongkar oleh binatang buas , sebab maksud menguburkan mayat ialah
untuk menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orang-orang yang ada
disekitar tempat itu.
1) Sunat Yang Bersangkutan Dengan Kubur
a) Ketika memasukan jenazah kedalam kubur, sunat menutupi bagian atasnya
dengan kain atau yang lainnya kalau mayat itu perempuan.
b) Kuburan itu sunat ditinggikan kira-kira sejengkal dari tanah biasa, agar diketahui.
c) Kuburan lebih baik didatrakan daripada dimunjungkan.
d) Menandai kuburan dengan batu atau yang lainnya di sebelah kepalanya.
e) Menaruh kerikil (batu kecil) diatas kuburan.
f) Menyiram kuburan dengan air.
6
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2013), hlm. 171-186.
7
DKAH Rustam, Fikih Ibadah Kontemporer, (Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hlm.
g) Sesudah jenazah dikuburkan orang yang mengantrakannya disunatkan berhenti
sebentar untuk mendoakannya (memintakan ampun dan minta supaya ia
mempunyai keteguhan dalam menjawab pertanyaan malaikat).
“Dengan nama Allah dan atas nama agama Rasulullah.” (HR. Tirmidzi dan
Abu Daud).
h) Penerima jenazah menyambut dengan tangan kanan menyangga tubuh dan tangan
kiri memegang pocong kepalanya, juga dengan ujung jari kakinya.
i) Masukkan jenazah ke liang kubur dengan posisi miring ke kanan, buka semua tali
simpulnya. Kemudian lepaskanlah ikatan kain kafan di bagian kepala dan kaki
jenazah.
j) Letakkan jenazah di lahat dalam posisi miring ke kanan dan mukanya menghadap
ke kiblat dan rapatkan ke dinding agar jangan bergeser letaknya serta berikan
sandaran dari bongkahan tanah di belakangnya agar tidak terbalik ke belakang.
k) Buka kain luarnya sehingga tampak wajah dan kakinya, ciumkan hidung dan
pipinya ke tanah demikian juga dengan ujung kakinya.
l) Ganjal tubuh jenazah dengan bongkahan tanah pada posisi tengkuk, punggung,
pinggang belakang lutut dan belakang mata kaki.
m) Tutup liang lahat dengan papan kayu/bambu.
n) Setelah itu mayat hendaklah ditutup dengan kepingan atau bongkahan tanah atau
papan agar tanah penimbun tidak langsung menimpa papan penutup mayat.
o) Sunnah sebelum menimbun kuburan., terlebih dahulu memasukan tiga genggam
tanah dari arah kepalanya setelah itu barulah ditimbun seluruhnya.
p) Timbun liang kubur dengan tanah galian tersebut, buat gundukan diatas kubur.
q) Pasang nisan pada sisi utara dan selatan.
r) Doa.
s) Selesai.
8
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2013), hlm. 171-186.
9
Duta Grafika, Tuntunan Praktisn Perawatan Jenazah, (Semarang : Pustaka Nuun, 2005), hlm. 76.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehadiran manusia di alam dunia sebenarnya merupakan bagian kedua dari
seluruh perjalanan hidupnya di alam semesta. Sebelumnya manusia menjalani hidupnya
dialam arwah atau alam kandungan, kemudian ia dilahirkan dialam dunia, setelah itu ia
akan melewati sakaratul maut menemui ajal dan memasuki alam barzah atau alam kubur
dan terakhir manusia akan memasuki alam akhirat.
Fase-fase perjalanan manusia dari alam ke alam ini merupakan ketetapan Allah
SWT. Perjalanan manusia yang telah digariskan Allah SWT sesungguhnya menjadi
peringatan bagi kita bahwa kematian (ajal) pasti akan datang menjemput sebagai sebuah
sunatullah. Tidak mungkin maju atau mundur dan tidak ada yang bisa menolak bahkan
mencegahnya.
Ketika ajal menjemput barulah kita menyadari bahwa tidak ada yang bisa kita
bawa kecuali tiga hal, 1. Shadaqah jariyah 2. Ilmu yang bermanfaat 3. Anak shalih yang
senantiasa mendoakan kedua orangtuanya.
B. PENUTUP
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi bukan
berarti makalah ini tidak berguna. Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi
referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita.
DAFTAR PUSTAKA
Grafika Duta, 2005, Tuntunan Praktisn Perawatan Jenazah, Semarang : Pustaka Nuun.
Al-Albani M. Nashiruddin, 2014, Fiqih Lengkap Mengurus Jenazah, Jakarta : Gema Insani.
DKAH Rustam, 2015, Fikih Ibadah Kontemporer, Semarang : CV. Karya Abadi Jaya
staff.uny.ac.id/sites/.../dr.../dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf