Anda di halaman 1dari 45

Filsafat Empirisme,Positivisme,Pragmatisme

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah
FILSAFAT UMUM
Dipresentasikan pada tanggal 28 April 2020
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Semester II(Dua)
Tahun Akademik 2020/2021
Dosen :
Dr. Akhmad Roziqin, M.Ag.

Oleh
Alpi Syaban Husaeni Nim:21030803191011
Nida Hanifah Nim : 21030803191007

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2020/2021

1 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimologis, Filsafat diambil dari Bahasa Arab


yaitu Falsafah yang mana pula berakar dari bahasa Yunani yaitu
Philosophia, sebuah kata majemuk yang berasal dari kata philos
yang memiliki arti cinta atau suka , dan kata shopia yang artinya
bijaksana. Dengan demikian, secara etimologis kata Filsafat
memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Sedangkan
orangnya dapat disebut sebagai philosopher atau failasuf. Para
filsuf alam mengemukakan pandangannya tentang dasar atau
asal mula segala sesuatu atau peristiwa yang terdapat dalam
alam ini. Asal atau dasar segala sesuatu ialah air menurut
Thales, udara menurut Anaximenes, api menurut Herakleitos,
bilangan atau angka pendapat Phytagoras, atom-atom dan ruang
kosong menurut pendapat Leukippor dan Demokritos, dan
2 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
terjadinya percampuran antara empat unsur utama (udara, api,
air, dan tanah) yang memiliki sifat yang berbeda menurut
pendapat Empedokles. Pandangan lain dikemukakan oleh tiga
orang filsuf besar, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Bagi
Socrates yang merupakan asas hidup manusia adalah jiwa. Plato
berpendapat bahwa ide merupakan dasar dari segala realitas
yang tampak, sedangkan Aristoteles mengemukakan pentingnya
logika bagi perkembangan pemikiran manusia menuju
kebenaran

Secara terminologis, menurut Immanuel Kant (1724-1804


M) yang sering dijuluki raksasa pemikir barat, mengatakan
bahwa Filsafat merupakan ilmu pokok yang merupakan dasar
dari semua pengetahuan dalam meliput isu-isu epistemologi
(filsafat pengetahuan). Ilmu pokok dari segala pengetahuan
yang meliputi empat persoalan, yaitu:

Apakah yang dapat kita ketahui ? pertanyaan ini dijawab oleh


Metafisika (memahami segala sesuatu yang dilihat dari
penyebabnya)

3 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
Apakah yang dapat kita kerjakan ? pertanyaan ini dijawab oleh
Etika

Sampai dimanakah pengharapan kita ? pertanyaan ini dijawab


oleh Agama

Apakah manusia itu ? pertanyaan itu dijawab oleh Antropologi.

Di pokok pembahasan terdahulu, kita telah mendapat


penjelasan bagaimana pemikiran dan pandangan para ahli
filsafat Barat. Dalam perkembangannya kemudian timbullah
pandangan-pandangan atau aliran-aliran yang menjadi dasar
atau landasan teori untuk melakukan suatu tindakan atau suatu
sikap hidup seseorang. Maka dari itu, kita akan diajak untuk
mempelajari tentang beberapa pandangan dalam filsafat. Hal ini
amat penting untuk membantu memperkuat wawasan kita
mengenai filsafat ilmu.

Perlu kita sadari bahwa dalam mengkaji dan mengembangkan


ilmu, termasuk melaksanakan praktik keguruan dan pendidikan,
aliran-aliran atau pandangan-pandangan dalam filsafat
memberikan landasan untuk bersikap dan bertindak profesional.

4 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
Oleh karena itu, kita diharapkan mempelajari secara seksama
beberapa pandangan filsafat seperti materi yang akan
disampaikan

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Empirisme dan siapa


sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut

2. Apakah yang dimaksud dengan Posivisme dan siapa


sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut

3. Apakah yang dimaksud dengan pragmatisme dan siapa


sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut

5 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Empirisme


dan siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Posivisme


dan siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran tersebut

3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan


pragmatisme dan siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam aliran
tersebut

6 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Empirisme

1. Pengertian Empirisme

Secara etimologi, Empirisme berasal dari bahasa yunani


yaitu empiria yang berarti pengalaman indrawi. Oleh karena itu
objek yang diperoleh dari pengalaman tersebut diolah oleh akal,
Karena menurut penganut aliran ini, pengalamanlah yang
memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Penganut
empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat
suatu objek yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian
dipahami di dalam otak, dan akibat dari rangsangan tersebut
terbentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek telah
merangsang alat-alat indrawi tersebut. Empirisme memegang
peranan yang amat penting bagi pengetahuan. Penganut aliran

7 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
ini menganggap pengalaman sebagi satu-satunya sumber dan
dasar ilmu pengetahuan. Pengalaman indrawi sering dianggap
sebagai pengadilan yang tertinggi. Namun demikian, aliran ini
banyak memiliki kelemahan sebagai berikut :

a. indra sifatnya terbatas,

b. indra sering menipu,

c. objek juga menipu, seperti ilusi/fatamorgana, dan

d. indra dan sekaligus objeknya.

Jadi, kelemahan empirisme ini karena keterbatasan indra


manusia sehingga muncullah aliran rasionalisme yang
bertentangan dengan empirisme. Dengan demikian, kebenaran
yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah
pengalaman (post to experience).

Paham empirisme banyak mempengaruhi perkembangan


metode penelitian diberbagai disiplin ilmu. Paham ini bahkan
dianggap sebagai awal digunakannya prosedur ilmiah di dalam
penemuan pengetahuan, karena sesungguhnya hakikat ilmu

8 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
pengetahuan adalah pengamatan , percobaan, penyusunan fakta
dan penarikan kesimpulan/ hukum-hukum (sudarno, 2001).

2. Sejarah Perkembangan Empirisisme

Sejak zaman Yunani Kuno, selain para pemikir yang


menggunakan nalarnya dalam menemukan kebenaran (dikenal
sebagai penganut paham rasionalisme), sudah ada juga pemikir
yang lebih mempercayai inderanya, yang mencoba menemukan
pengetahuan yang benar atas dasar pengalaman. Mereka inilah
kemudian dikenal sebagai penganut paham empirisisme. Salah
seorang tokoh empirisisme pada masa itu adalah Demokritos
(460 SM - 370 SM), yang berperan penting di dalam
perkembangan teori atom di alam semesta ini (Nasoetion,1988).

Istilah empirisisme sendiri berasal dari bahasa Yunani,


yaitu en di dalam dan peira (suatu percobaan). Dari makna awal
itu kemudian empirisisme diartikan sebagai suatu cara
menemukan pengetahuan berdasarkan pengamatan dan
percobaan (Nasoetion, 1988). Suatu pernyataan dianggap benar

9 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
apabila isi yang dikandungnya memiliki manifestasi empiris,
yaitu perwujudan nyata di dalam pengalaman. Atau dengan kata
lain, pengalaman inderawi dianggap menjadi sumber utama
pengetahuan atau kebenaran.

Di dalam perjalanannya, aliran ini tercatat mempunyai


akselerasi perkembangan yang pesat pada abad ke-17 dan 18
khususnya di dataran Inggris dan sekitarnya. Pemicu
perkembangan empirisisme yang meluas itu adalah karena ada
kekecewaan, khususnya di kalangan pemikir, terhadap aliran
rasionalisme yang memang telah berkembang terlebih dahulu.
Beberapa kritikan yang ditujukan atas rasionalisme adalah
(Honer dan Hunt, 1985):

a. pengetahuan rasional dibentuk oleh ide yang abstrak – tidak


dapat dilihat atau diraba, sehingga belum dapat dikuatkan oleh
semua manusia dengan keyakinan yang sama. Bahkan di
kalangan tokoh rasionalis sendiri terdapat perbedaan yang nyata
mengenai kebenaran dasar yang menjadi landasan dalam
menalar.

10 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
b. banyak kalangan yang menemukan kesukaran dalam
menerapkan konsep rasional ke dalam masalah kehidupan yang
praktis, karena paham ini cenderung meragukan bahkan
menyangkal sahnya pengalaman inderawi untuk memperoleh
pengetahuan.

c. rasionalisme dianggap gagal dalam menjelaskan perubahan


dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini. Banyak ide
yang tampaknya sudah mapan pada satu waktu bisa berubah
drastis pada waktu yang lain, misalnya ide tentang sistem
tatasurya.

Kritik-kritik yang muncul semacam di atas itulah yang


kemudian mendorong beberapa pemikir pada masa itu untuk
‘berpaling’ dan menyuburkan kembali paham empirisisme yang
sempat surut pada masa sebelumnya. Para tokoh empirisisme
tersebut (dikenal juga sebagai kaum empiris), menolak
kebenaran berdasarkan pengetahuan yang mengabaikan
pengalaman sekarang atau pengalaman yang akan datang.
Mereka juga menyangkal pengetahuan yang berdasarkan intuisi
atau pengetahuan bawaan. Menurut kaum empiris ini,
11 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
pengetahuan yang paling jelas dan sempurna adalah pencerapan
inderawi yang berarti tidak hanya melihat, meraba, mendengar
atau mencium, tetapi juga semacam indera batin (daya ingat,
kesadaran). Mereka berpendapat bahwa akal budi hanyalah
memadukan pengalaman-pengalaman inderawi (Ensiklopedi
Nasional, 1980).

3. Tokoh-tokoh Empirisisme

a. Francis Bacon de Verulam (1561-1626)

Perintis empirisisme di abad pertengahan ini mengatakan


bahwa pengetahuan akan maju jika menggunakan cara kerja
yang baik, yaitu melalui pengamatan, pemeriksaan, percobaan,
pengaturan dan penyusunan.

b. Thomas Hobes (1588-1679)

Berpandangan lebih jelas, yaitu bahwa pengalaman


adalah permulaan, dasar segala pengenalan. Pengenalan

12 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
intelektual tidak lebih dari perhitungan, penggabungan data
inderawi dengan cara berbeda-beda.

c. John Locke (1632-1704)

Menegaskan bahwa pengalaman adalah satusatunya


sumber pengenalan. Akal budi manusia sama sekali tidak
dibekali oleh ide bawaan. Akal manusia bagai sehelai kertas
putih kosong yang akan terisi dan ditulisi dengan pengalaman
inderawi. Ia juga membedakan antara pengalaman lahiriah dan
batiniah.

d. George Berkeley (1685-1753)

Seorang filsuf Irlandia yang mengungkapkan “idealisme


pengamatan”, artinya segala pengetahuan manusia didasarkan
atas pengamatan. Karena pengamatan itu selalu bersifat konkret,
maka anggapan umum sama sekali tidak ada. Dunia luar
tergantung sepenuhnya pada pengamatan subjek yang
mengamati. Berkeley terkenal dengan ungkapannya “esse est
percipi”, sesuatu ada karena diamati.

e. David Hume (1711-1776)


13 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
pencetus empirisisme radikal, yang juga dianggap sebagai
puncak empirisisme. Hume sangat kritis terhadap masalah
pengenalan dan pengetahuan manusia, sehingga ia sampai
padakesimpulan yang menolak substansi dan kausalitas (setiap
perubahan karena sesuatu).

4. Karakter Empirisisme

Secara lebih detail, paham empirisisme dapat


diindikasikan oleh pemikiran sebagai berikut (Sudaryono,
2001):

a. Dunia merupakan suatu keseluruhan sebab akibat.

b. Perkembangan akal ditentukan oleh perkembangan


pengalaman empiris (sensual).

c. Sumber pengetahuan adalah kebenaran yang nyata (empiris)

d. Pengetahuan datang dari pengalaman (rasio pasif waktu


pertama kali pengetahuan didapatkan)

e. Akal tidak melahirkan pengtahuan dari dirinya sendiri


14 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
f. Mengajukan kritik terhadap rasionalisme yang dianggap tidak
membawa kemajuan apapun.

g. Asas filsafatnya bersifat praktis (bermanfaat)

h. Awal digunakannya prosedur ilmiah dalam penemuan


pengetahuan, karena sesungguhnya hakikat ilmu pengetahuan
itu adalah pengamatan, percobaan, penyusunan fakta, dan
penarikan hukum- hukum umum.

i. Metode yang dipakai adalah metode induktif.

Sementara menurut Honer dan Hunt (1985), aspek-aspek


empirisisme adalah:

a. adanya perbedaan antara yang mengetahui (subjek) dan yang


diketahui (objek). Terdapat alam nyata yang terdiri dari fakta
atau objek yang dapat ditangkap oleh seseorang.

b. kebenaran atau pengujian kebenaran dari objek tersebut


didasarkan pada pengalaman manusia. Bagi kaum empiris,
pernyataan tentang ada atau tidaknya sesuatu harus memenuhi
persyaratan pengujian publik.

15 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
c. adanya prinsip keteraturan. Pada dasarnya alam adalah
teratur. Dengan melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di
masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah laku
benda-benda yang sama pada saat ini, apa yang akan terjadi
pada objek tersebut di masa depan akan bias diprediksikan.

d. adanya prinsip keserupaan, berarti bahwa bila terdapat gejala-


gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama,
maka ada jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat
umum tentang hal itu. Jika kita mengetahui bahwa sebuah
rumah dengan desain tertentu berhawa nyaman, maka rumah
lain yang desainnya serupa dengan rumah yang pertama kita
yakini juga memiliki penghawaan yang nyaman. Makin banyak
pengalaman kita tentang desain rumah, makin banyak juga
pengetahuan yang bias diperoleh tentang rumah itu sendiri.

16 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
5. Perbedaan antara Empirisisme dengan
Rasionalisme

No Kriteria Empirisme Rasionalisme


.
1 Sumber pengetahuan Pengetahuan Akal
2 Logika Induktif Deduktif
3 Paham Pragmatis Idealis
4 Proses berfikir Empiri ke abstrak Abstrak ke empiri

5 Hasil temuan Ideologik (lokal) Nomotetik (General)

6 Bakat Tidak diakui Diakui


7 Paradigma penelitian Fenomonologi Positisvik,
rasionalistik

6. Pengaruh empirisisme di dalam penelitian

Paham empirisisme banyak digunakan sebagai dasar di


dalam proses penemuan pengetahuan. Paradigma penelitian
yang berdasarkan pada empirisisme dikenal sebagai
17 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
fenomenologi. Ciri-ciri paradigma fenomenologi ini bisa
dikelompokkan menjadi tiga yakni:

a. Ciri ontologis: adanya realitas ganda, realitas yang terikat


setingnya, konteks natural, menolak menggunakan teori (teori
hanya sebagai latar pengetahuan), dan pendekatan holistik.

b. Ciri epistemologi: bersatunya ilmuwan dan objek,


membangun ilmu lokal/idiografis, adanya hubungan reflektif,
memakai metoda induksi, mengakui kebenaran sensual, logik,
etik dan transendental

c. Ciri aksiologi: terikat nilai /hanya berlaku lokal, kontekstual

Di dalam paradigma fenomenologi ini dikenal lima


macam metoda penelitian (Sudaryono, 2002), yaitu: metoda
etnografi, metoda riset partisipatif, metoda aksi, metoda
interaksi simbolik dan metoda naturalistik. Metode pertama
sampai keempat lebih sering digunakan oleh ilmuwan sosial
khususnya antropologi, sedangkan penelitian arsitektural lebih
sering menggunakan metoda naturalistik meskipun secara
prinsip dasarnya sama yaitu bersifat grounded research. Oleh

18 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
karena itu, istilah fenomenologi di dalam arsitektur sering juga
digantikan atau dianggap sama dengan istilah naturalistik,
karena pada dasarnya memiliki pengertian yang sama.

Karakteristik penelitian naturalistik menurut Guba dan


Lincoln (1985) adalah :

a. Konteks natural, yaitu suatu konteks kebulatan menyeluruh


yang tak akan difahami dengan membuat isolasi atau eliminasi
sehingga terlepas dari konteksnya. 2. manusia merupakan alat
utama pengumpul data karena kemampuannya menyesuaikan
diri dengan berbagai ragam realitas, dan mampu menangkap
makna apalagi untuk mengahadapi nilai lokal yang berbeda-
beda.

b. Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan (misalnya intuisi


atau perasaan) karena akan memperkaya yang eksplisit.

c. Mengutamakan metoda kualitatif, karena lebih mampu


mengungkap realitas ganda, lebih sensitif dan adaptif terhadap
berbagai pengaruh timbal-balik.

19 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
d. pengambilan sampel secara purposif, untuk menekan
kemungkinan munculnya kasus yang menyimpang. Hasil yang
dicapai dari pengambilan sampel ini untuk mencari
kemungkinan transferabilitas pada kasus lainbukan generalisasi.

e. Mengutamakan analisis data induktif daripada deduktif,


karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah
didekripsikan.

f. Menyusun grounded theory yang diangkat dari empiri, yang


sesuai dengan konteks idiografik.

g. Desain sementara. Sifat naturalistik cenderung memilih


penyusunan desain sementara daripada mengkonstruksikannya
secara apriori, karena realitas ganda sulit dikerangkakan.

h. Hasil yang disepakati antara makna dan tafsir atas data yang
diperoleh dengan sumbernya (responden), karena responden
lebih memahami konteks lokal daripada peneliti.

i. Modus laporan studi kasus untuk menghindari bias yang


mungkin muncul dari realitas ganda yang tampil dari interaksi
antara peneliti dan responden.
20 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
j. Penafsiran idiografik, baik dalam penafsiran data maupun
penarikan kesimpulan, dalam arti keberlakuan khusus. Ini
dianggap lebih valid karena peran interaktif berbagai faktor
lokal lebih menonjol, begitu juga dengan sistem nilainya.

k. Aplikasi tentatif, karena realitas ganda antara peneliti dan


resonden bersifat khusus dan tidak bisa diterapkan secara
meluas.

l. Ikatan konteks terfokus, meskipun ikatan keseluruhan


(holistik) tidak dihilangkan tetapi tetap terjaga keberadaannya.

m. Kriteria kepercayaan, yaitu kredibilitas, transferabilitas,


dependabilitas dan konfirmabilitas.

B. Positisme

1. Pengertian Positivisme

Positifisme berasal dari kata “Positif”. Kata positif disini


sama artinya dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-
fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh

21 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
melebihi fakta-fakta. Denmgan demikian, maka ilmu
pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang
pengetahuan. Oleh karena itu, aliran positivisme menolak
cabang aliran filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-
benda atau “penyebab yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat,
hanya menyelidiki fakta-fakta. Tugas khusus filsafat hanya
mengordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang beraneka ragam
coraknya. Maksud dari positifisme berkaitan erat dengan apa
yang dicita-citakan empirisme. Hanya saja berbeda dengan
empirisme inggris yang menerima pengalaman batiniyah atau
subjektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak
menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniyah
tersebut. Ia hanya mengandalkan fakta-fakta belaka.

Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang


menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi,
semua harus didasarkan pada data empiris. Positivisme
dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup

22 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
manusia dan ia dikatakan merupakan satu-satunya formasi
sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan dan
akurasinya dalam kehidupan dan keberadaan masyarakat.

2. Sejarah Perkembangan Positivisme

Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern.


Secara umum boleh dikatakan bahwa akar sejarah pemikiran
positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-
1776) dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa
permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui
percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah orang
yang melaksanakan pendapat Hume ini dengan menyusun
Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran
Kritisisme). Selain itu Kant juga membuat batasan-batasan
wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk
menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan
pengalaman sebagai porosnya (Ahmad, 2009).

23 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon
(sekitar 1825). Prinsip filosofik tentang positivisme
dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof berkebangsaan
Inggeris yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar
abad ke-17 (Muhadjir, 2001). Ia berkeyakinan bahwa tanpa
adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan
apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika
murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum
alam.

Pada paruh kedua abad XIX muncullah Auguste Comte (1798-


1857), seorang filsuf sosial berkebangsaan Perancis, yang
menggunakan istilah ini kemudian mematoknya secara mutlak
sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama
dan filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de
Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-
1842), yang diterbitkan dalam enam jilid (Achmadi, 1997).

Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud


memberi peringatan kepada para ilmuwan akan perkembangan
penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran
24 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan
terakhir fase positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan
ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang
mengatur semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini.

3. Tokoh-tokoh Positivisme

a. Auguste Comte

Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier


Comte, lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya
beragama katolik yang berdarah bangsawan. Meski demikian,
Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan kebangsawanannya.
Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan
lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte
adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak,
yang meninggalkan ecole sesudah seorang mahasiswa yang
memberontak dalam mendukung napoleon dipecat.

Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan


memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian,
25 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial.

Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam


jilid karya besarnya yang berjudul course of positive
Philosophy, comte bertemu dengan clothilde de Vaux, seorang
ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur beberapa
tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut sedang
ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan komte pertama
kalinya, comte langsung mengetahui bahwa peremuan itu bukan
sekedar perempuan. Seyangnya clothilde de Vaux tidak terlalu
meluap-luap seperti comte. Walaupun saling berkirim surat
cinta beberapa kali, clothilde de Vaux menganggap hubungan
itu adalah persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya,
clothilde de Vaux menerima menjalin hubungan intim suami
isteri. Wanita itu terdesak oleh keprihatinan akan kesehatan
mental comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi
terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat
menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama.
clothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa

26 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
bulan sesudah bertemu dengan comte, dia meninggal.
Kehidupan comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan
hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu.

Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme.


Altruisme merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari
ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai
“menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan,
bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku
bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar
lawan “egoisme”. (juhaya S. Pradja, 2000 : 91).

Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme


hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima
altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan
dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa manusia
menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan
positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam
hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam
kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam,
santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya
27 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama
masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih
sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai
tujuan.[6]

Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut


diatas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan
rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi
peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog,
sebagai pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia
adalah seorang positivis

b. John Stuart Mill

John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis terhadap


filsafat positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan
dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, mill
mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber
pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan
metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.

28 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
4. Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia

Titik tolak ajaran comte yang terkenal adalah


tanggapannya atas perkembangan pengetahuan manusia, baik
perseorangan maupun umat manusia secara keseluruhan.
Menurutnya, perkembangan menurut tiga zaman ini merupakan
hukum yang tetap. Ketiga zaman itu adalah zaman teologis,
zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau positif:

a. Zaman Teologis

Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang


gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang
mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa
ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan
kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka
berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk-
makhluk insani biasa. Zaman teologis dapat dibagi lagi menjadi
tiga periode, yaitu :

1). Animisme : Tahap animesme merupakan tahap paling


primitif, karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa.

29 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
2). Politisme : Tahap politisme merupakan perkembangan dari
tahap pertama. Pada hari ini, menusia percaya pada dewa yang
masing-masing menguasai suatu lapangan tertentu ; dewa laut,
dewa gunung, dewa halilintar, dan sebagainya

3). Monoteisme : tahap monoteisme ini lebih tinggi dari pada


dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, menusia hanya
memandang satu tuhan sebagai penguasa.

b. Zaman Metafisis

Pada zaman ini, kuasa-kuasa adikodrati dengan konsep


dan prinsip yang abstrak, seperti “kodrat” dan “penyadap”.
Metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi.

c. Zaman Positif

Zaman ini dianggap comte sebagai zaman tertinggi dari


kehidupan manusia. Alasannya ialah pada zaman ini tidak lagi
ada usaha manusia untuk mencari penyebab-penyebab yang
terdapat di belakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi
diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta. Manusia kini telah
membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang
30 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
disajikan kepadanya. Atas dasar observasi dan dengan
menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi
atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-
fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan
dalam arti yang sebenarnya.

Hukum tiga zaman tidak saja berlaku pada manusia


sebagai anak manusia berada pada zaman teologis, pada masa
remaja, ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa, ia
memasuki zaman positif. Demikian pula, ilmu pengetahuan
berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya
mencapai puncak kematangannya pada zaman positif.

C. Pragmatisme

1. Pengertian Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani)


yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-
31 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Dua Aliran ini
bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa
akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran
mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar
tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah
“manfaat bagi hidup praktis”.

Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang


menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang
berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah
rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu
jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum
menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan


bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak.


Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak

32 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan
benar oleh masyarakat yang kedua.

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan


kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama.
Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran
pragmatisme yaitu, menolak segala intelektualisme,
absolutisme, serta meremehkan logika formal.

2. Sejarah Filsafat Pragmatisme

Istilah pragamatisme sebenarnya diambil oleh C.S. Peirce


dari Immanuel Kant. Kant sendiri memberi nama "keyakinan-
keyakinan hipotesa tertentu yang mencakup penggunaan suatu
sarana yang merupakan suatu kemungkinan real untuk
mencapaitujuan tertentu”. Manusia memiliki keyakinan-
keyakinan yang berguna tetapi hanya bersifat kemungkinan
belaka, sebagaimana dimiliki oleh seorang dokter yang memberi
resep untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Tetapi Kant baru
melihat bahwa keyakinan-keyakinan pragmatis atau berguna

33 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
seperti itu dapat di terapkan. Misalnya dalam penggunaan obat
atau semacamnya. la belum menyadari bahwa keyakinan seperti
itu juga cocok untuk filsafat. menurut Peirce, sangat lemah
dalam metode yang akan memberi arti kepada ide-ide filosofis
dalam rangka eksperimental serta metode yang akan menyusul
dan memperluas ide-ide dan kesimpulan-kesimpulan sampai
mencakup fakta-fakta baru.

Metafisika dan logika tradisional hanya mengajukan


teori-teori yang tertutup dan murni tentang arti, kebenaran, dan
alam semesta. Pendeknya, Filsafat tradisional tidakmenambah
sesuatu yang baru. Dengan sistemnya yang tertutup tentang
kebenaran yangabsolut, filsafat tradisional lebih menutup jalan
untuk diadakan penyelidikan dan bukannya membawa
kemajuan bagi filsafat dan ilmu pengetahuan.

Dalam rangka itulah Peirce mencoba merintis suatu


pemikiran filosofis baru yang berbeda dari pemikiran filosofis
tradisional. Pemikiran filosofis yang baru ini diberi nama
Pragmatisme. Pragmatisme lalu dikenal pada permulaannya

34 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
sebagai usaha Peirce untuk merintis suatu metode bagi
pemikiran filosofis sebagaimana yang dikehendaki di atas.

Pragmatisme merupakan bagian sentral dari usaha


membuat filsafat tradisional menjadiilmiah. Tetapi untuk
merevisi seluruh pemikiran filosofis tradisional bukan suatu hal
yang mudah. Untuk maksud benar-benar dibutuhkan revisi
dalam logika dan metafisikayang merupakan dasar filsafat.

Dengan demikian, progmatisme muncul sebagai usaha


refleksi analitis dan filosofis mengenai kehidupan Amerika
sendiri yang dibuat oleh orang Amerika di Amerika sebagai
suatu bentuk pengalaman mendasar, dan meninggalkan jejaknya
pada setiap kehidupan Amerika. Oleh karena itu ada suatu
alasan yang kuat untuk meyakini bahwa pragmatisme mewakili
suatu pandangan asli Amerika tentang hidup dan dunia. Atau
lebih tepat jika dikatakan bahwa pragmatisme
mengkristalisasikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang
telah menentukan perkembangan Amerika sebagaimana
menggejala dalam berbagai aspek kehidupannya, misalnya

35 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
dalam penerapanteknologi, kebijaksanaan-kebijaksanaan politik
pemerintah, dan sebagainya.

3. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme

a. William James (1842-1910 M)

William James lahir di New York pada tahun 1842 M,


anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal,
berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual
yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam
kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin
mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James
penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif
untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan
kehidupan.

Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology


(1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious
Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya
The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan

36 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal
yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan
segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu
senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita
anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh
karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah
kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa
yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap
kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya.

Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada


akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari
perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan
itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya
hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.

Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience


atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James
mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari
kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang
37 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang
berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita
menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya
sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat
meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan,
kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi
merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan
itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan
keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada
sesama dan lain-lain.

James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan


kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan.
Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan
kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap
generasi Amerika sekarang adalah William James dan John
Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu
saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral
umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum
final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini

38 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan,
mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.

b. John Dewey (1859-1952 M)

Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James,


namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan
dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis.
Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan
manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia
serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan


bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi
perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-
pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.

Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah


instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam
filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak
pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan

39 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma
dan nilai-nilai.

Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu


teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-
pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya
yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki
bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki
bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum


selesai penciptaannya. Sikap Dewey ini dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang
berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok
dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti
bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini dianut oleh William James.
40 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Empiria yang berarti pengalaman indrawi. Oleh karena


itu objek yang diperoleh dari pengalaman tersebut diolah oleh
akal, Karena menurut penganut aliran ini, pengalamanlah yang
memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Tokoh-
tokoh penganut ini antara lain adalah Francis Bacon de Verulam
(1561-1626), Thomas Hobes (1588-1679), John Locke (1632-
1704), George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-
1776).

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan


ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar
dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika.
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi

41 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena
pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam
satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi
pengetahuan.

Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang


menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah
yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan
demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori
melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi
metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan
sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno.
Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-
19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte.
Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati
tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme antara lain,
Auguste Comte (1798–1857), John Stuart Mill (1806–1873), H.
Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917).

42 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-
orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika
orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya
ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak
begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi
belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang


berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak


mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali
tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi
terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu
dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Tokoh-tokoh
penganut aliran pragmatisme antara lain adalah William
James (1842-1910 M), dan John Dewey (1859-1952 M).

43 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadikan


kita lebih memahami diantara sumber aliran filsafat modern
yang biasa memberikan kekuasaan bagi adanya bahan-bahan
yang bersifat pengalaman. Semoga makalah dapat menjadi
pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan
dan acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah untuk
menampung ilmu.

44 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e
DAFTAR PUSTAKA

Praja, Juhaya S, Prof. Dr. 2003. Aliran-aliran Filsafat


dan Etika. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sativa. 2011. Empirisme, Sebuah Pendekatan Penelitian


Arsitektual. Yogyakarta: Jurnal Empirisme, Sebuah Pendekatan.
Vol. VII No. 2, hal. 115-123 .

Prabowo, Galeh. 2017. Positivisme dan Strukturalisme:


Sebuah Perbandingan Epistemologi dalam Ilmu Sosial .
Semarang: Jurnal Sosiologi Walisongo. Vol. 1 No.1, hal. 34.

45 | E m p i r i s m e , P o s i ti v i s m e , d a n P r a g m a ti s m e

Anda mungkin juga menyukai