Anda di halaman 1dari 10

NAMA: Sharifah Aqilah Lubis (2032021020)

Annur Shadiqin (2032021019)

Maharani julita (2032021002)

RASIONALISME DALAM PANDANGAN ISLAM

Pendahuluan

Rasionalisme adalah sebuah pemahaman yang menyebutkan akal ialah


sebuah sarana dalam mencari dan mengukur pengetahuan. Pengetahuan dapat
diperoleh menggunakan akal. Dalam pandangan islam, para pemikir muslim juga
tidak memungkiri akan kekuatan akal atau rasionalisme dalam memilih
kebenaran, dan di dalam kajian kajian agama. Tetapi akal masih dipertanyakan
tentang sejauh mana akal ini bisa dipakai. Sebagian pemikir islam menempatkan
akal ini dibawah dari pada wahyu, dan ada pula yang berfikir bahwa wahyu
dibawah dari pada akal, dalam kata lain sebagaian pemikir islam maenganggap
bahwa hanya dengan rasio dapat menuntun manusia untuk mengenal tuhannya.

Pandangan islam tearhadap rasionalisme ini seharusnya dapat dipehami


oleh setiap muslim, agar mampu memanfaatkan potensi rasio dalam mamastikan
kebenaran secara baik dan benar. Di dalam karya ilmiah ini membahas tentang
bagaimana konsep rasionalisme dalam islam, agar kita dapat menggunakan
kemampuan rasio kita dengan sebaik baiknya.

Menurut Ibnu Rusyd, dikutip dari Dede Ahmad Haris “dalam


kehidupan ini banyak sekali hal-hal yang terletak diluar kesanggupan akal.
Dalam hal ini Ibnu Rusyd menganjurkan untuk Kembali ada wahyu yang
memang memiliki fungsi untuk menyempurnakan akal. Dalam bukunya,
Tahafut al-Tahafut, Ibnu Rusyd menyatakan “Segala sesuatu yang tidak
disanggupi akal, maka Tuhan memberikannya kepada manusia melalui
wahyu”. Dalam hal ini, yang dimaksudkan oleh Ibn Rusyd adalah dalam
permasalahan bagaimana mengetahui Tuhan, mengetahui arti kebahagiaan,
dan kesengsaraan di dunia dan di akhirat, serta mengetahui jalan untuk
mencapai kebahagiaan dan menjauhkan kesengsaraan tersebut. Ibn Rusyd,
tidak pernah menyebutkan bahkan mengutamakan akal dari pada wahyu
melainkan mewariskan pemikiran rasional yang sesuai dengan porsinya”.1

Keadaan sosial dan sistem berfikir masyarakat pada masa sebelumnya


benar-benar berkaitan erat dengan munculnya sebuah pemikiran dalam kajian
filsafat. Sudah menjadi hal yang biasa dalam filsafat jika suatu pemahaman yang
baru menjatuhkan atau mengkritik pemahaman yang sudah ada sebelumnya. Ada
faham yang memiliki prinsip yang sama antara satu dengan yang lain , ada pula
pemahaman yang tidak sepaham dan tidak jarang saling menjatuhkan satu dengan
yang lain melalui argumen-argumennya masing masing

Rasionalisme adalah sebuah pemahaman yang timbul pada abad


pertengahan masehi. Pertarungan pemikiran dalam menaggapi keadaan sosial
masyarakat adalah sebuah latar belakang timbulnya faham ini pada masa itu.
Rasionalisme ini muncul bertepatan dengan era kekelaman di abad tersebut. Pada
saat itu ada budaya dogmatis dan tradisi keagamaan (yang digerakkan oleh gereja
edit) yang maju pada saat itu. Masyarakat dan para cendekiawan merasa tidak
puas tentang situasi itu dan menurut mereka seluruh tradisi itu dipandang tidak
rasional dan sangat naif. Pada abad ke 17-18 disebut dengan era Aufklarung yang
menandakan tahap baru kehidupan modern di Eropa. Muncul era aufklarung
(Jerman) atau Enlightenment (Inggris) yang bermakna bila diterjemahkan
kedalam Bahasa Indonesia ialah “pencerahan” atau “fajar budi” 2 Sebutan ini
menggambarkan kebangkitan zaman itu, mereka menyangka sudah melewati
masa-masa dimana umat manusia manjalani era kegelapan tradisi dan dogma, dan
juga patuh dan berkeyakinan tanpa memahami.Pemahaman Pencerahan ini
menjelaskan keyakinan dalam pengembangan optimisme sederhana bahwa orang

1
Dede Ahmad Haris,”Rasionalisme Islam Ibnu Rusyd”, Skripsi thesis,
(Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2018).
2
Franz Magniz-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis,(Yogyakarta:Kanisius
1995), hlm. 65
semakin berkembang menuju rasionalitas dan kesempurnaan moral, dan bahwa
rasionalitas dan kesempurnaan moral berjalan beriringan.3

Untuk membahas lebih detail, artikel ini akan membahas rasionalisme.


Bagaimana awal mula rasionalisme ini? Dan, Bagaimana dengan rasionalisme
yang berbasis mazhab Mu'tazilah dan Asy'ariyah?

PEMBAHASAN

A. Asal Usul Munculnya Rasionalisme

Sebagaimana disebutkan dalam bab pendahuluan di atas, munculnya


rasionalisme disebabkan oleh kebingungan para pemikir abad pertengahan
tentang perilaku orang-orang pada masa itu yang hanya percaya pada tradisi,
doktrin gereja, dan tidak berusaha memahaminya. Mereka tidak puas dengan apa
yang telah mereka lakukan karena pengaruh Gereja yang begitu dominan dalam
gerakan mereka, yang sudah ada sejak Yunani kuno dengan menggunakan
rasionalisme. Ini berlanjut dengan sangat jelas dengan kaum Sofis dan lawan-
lawan mereka (Socrates, Plato, Aristoteles) dan tokoh-tokoh selanjutnya. 4

Tokoh kunci yang paling terkenal sebagai pendiri rasionalisme ini adalah
filsuf kelahiran Prancis Descartes. Untuk waktu yang lama dia tidak puas dengan
perkembangan filosofinya yang sangat lambat dan mahal. Sangat lambat, apalagi
jika dibandingkan dengan perkembangan filsafat di era sebelumnya. Orang kunci
paling terkenal yang mendirikan rasionalisme ini adalah filsuf kelahiran Prancis
Descartes. Untuk waktu yang lama dia tidak puas dengan perkembangan
filosofinya yang sangat lambat dan mahal. Sangat lambat, apalagi jika
dibandingkan dengan bagaimana filsafat berkembang di era sebelumnya.

Descartes adalah orang pertama dengan kemampuan filosofis, sangat


dipengaruhi oleh fisika dan astronomi baru. Dia menguasai skolastik dengan
sangat baik, tetapi tidak menerima fondasi skolastik yang diletakkan oleh
3
ibid, hlm. 66
4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 128
pendahulunya. Dia melakukan upaya besar untuk membangun sistem filsafat baru.
Ini adalah terobosan baru sejak Aristoteles, dan kepercayaan baru yang dikaitkan
dengan kemajuan ilmiah. Dia ingin menemukan "ilmu yang sama sekali baru
dalam masyarakat yang akan memecahkan semua masalah kuantitas umum,
apakah terus menerus atau terputus-putus."

Visi Descartes memberinya keyakinan yang kuat pada kepastian


pengetahuan ilmiah, dan pekerjaan hidupnya adalah untuk membedakan antara
benar dan salah di semua bidang penelitian.Ini adalah pengetahuan pasti.Pada
dasarnya, visi dan filsafat Descartes sangat dipengaruhi oleh sains dan
matematika, yang bergantung pada kepastian dan kejelasan perbedaan antara
benar dan salah, sebagai pasti dan pasti, atau yang disebut Descartes sebagai
kebenaran pasti dan tegas.

Descartes merupakan tokoh awal yang menciptakan paradigma yang


berbeda atau berbeda dengan paradigma ilmiah para filosof awal. Akal, kata dia,
merupakan sumber ilmu yang cukup dan terpercaya. Hanya pengetahuan yang
diperoleh dengan akal yang memenuhi semua pengetahuan ilmiah. Kecerdasan
dapat memperoleh kebenaran dari dirinya sendiri, berdasarkan prinsip-prinsip
pertama tertentu. 5
Pemikiran Descartes tampak begitu kuat sehingga sangat
bergantung pada akal. Oleh karena itu, wajar jika ia menganggapnya sebagai
doktrin yang sangat anti gereja, irasional, penuh mitos, dan tidak mampu
memajukan kemajuan filsafat pada saat itu.

Rasionalisme dapat dibagi menjadi dua jenis: 1) ranah agama dan 2) ranah
filosofis. Dalam ranah agama, rasionalisme adalah kebalikan dari otoritas dan
biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Dalam ranah filsafat,
rasionalisme adalah kebalikan dari empirisme, rasionalisme adalah bagian dari
pengetahuan yang berpendapat bahwa bagian penting berasal dari penemuan akal.
. Contoh paling jelas adalah pemahaman logika dan matematika, yang sangat
berguna untuk epistemologi.

5
Cecep Sumarna, Rekonstrukti Ilmu dari Empirik-Rasional Atesi ke
EmpirikRasional Teistik, (Bandung: Benang Merah Press, 2005), hlm. 80.
Ciri rasionalisme mengarah pada aspek penggunaan akal semata untuk
menjelaskan kebenaran. Ciri-ciri rasionalisme yang dapat dijelaskan adalah:

1. Rasionalisme menekankan pikiran sebagai sumber utama


pengetahuan manusia.
2. Semangat pemegang otoritas tertinggi yang menentukan
kebenarannya.
3. Suatu sikap atau keyakinan bahwa keyakinan agama harus ditolak
jika didirikan tanpa dasar rasional.
4. Semuanya hanya bisa dijelaskan oleh satu sistem: rasionalitas.
5. Optimisme melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kondusif bagi kesejahteraan manusia.
6. Rasionalisme mengembangkan metode ilmu pengetahuan baru
yang secara jelas mencirikan modernitas.6

Rene Descartes mencoba membuktikan keberadaan Tuhan (Allah) dengan


tiga bukti. Bukti pertama, di mana Descartes meminjam metode keraguan dalam
urutan berikut.

a) Keraguan adalah bukti bahwa orang menyadari bahwa mereka


kurang dan terbatas.
b) Namun, kecuali seseorang memiliki gagasan (konsep) tentang
"kesempurnaan" dan gagasan (konsep) tentang "keberadaan yang
benar-benar sempurna", dia tidak akan menyadari kekurangan
dalam dirinya.
c) Konsep "sempurna" tidak dapat diwujudkan oleh manusia sendiri,
karena ia adalah makhluk yang cacat, dan kekurangan tidak dapat
menjadi sumber kesempurnaan.

6
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 128
d) Oleh karena itu, konsep (konsep) kesempurnaan ditempatkan
dalam jiwa kita oleh makhluk yang benar-benar sempurna, yaitu
Allah. 7
Keutamaan akal yang terkait dengan aliran rasionalisme tentu benar dari
semua bentuk material yang mungkin. Hal yang sama berlaku untuk tunanetra,
tuna rungu, dll. Faktanya, mereka hanya dapat berpikir dengan panca indera
mereka dan selalu dapat merasakan apa pun yang mereka rasakan. Demikian pula
kehidupan manusia diberikan empat petunjuk dari Tuhan yaitu:
i. Hidayah indrawi merupakan alat tubuh vital yang merupakan
suatu komponen pertama diterima oleh akal atau pikiran.
ii. Hidayah naluri merupakan suatu kehendak untuk menggerakan
manusia sehinga menimbulkan rangsangan yang akan diterima
oleh indrawi.
iii. Hidayah al-akliyah ialah akal yang di sebut juga dengan rasio atau
respon yang masuk dengan perantara naluri dan indrawi.
iv. Hidayah al-diyat ialah bimbingan agama bentuk meluruskan
pekerjaajn akal dengan memproses bahan-bahan yang masuk,dan
agama menyimbangkan, mengontrol, pelakasanan akal yang
menyimpang. 8
Sendi itulah yang menghubungkan dunia akal dengan pengalaman, karena
proses pengalaman adalah hasil dari pengetahuan yang tersimpan dalam pikiran
tanpa penolakan.

B. Rasionalisme menurut aliran Mu’tazilah dan


Asy’ariyah( Rasionalisme Islam )

7
M. Bagus Jazuli,”Rasionalisme: Pengaruh Terhadap Pemikiran Cendekiawan
Muslim”,Dalam Jurnal AL-IFKAR, Volume XIII, Nomor 01, Maret 2020,hlm 85
8
Dr.Jalaluddin dan Drs.Abdullahidi,M.ed, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya
Media Pratama:1997.hlm 58
Mazhab Mu'tazilah (Islam Rasionalistik) menyatakan: Rasionalisme
adalah aliran pemikiran yang diarahkan pada interpretasi alam dan semua
fenomenanya, manusia dan perilakunya, berdasarkan seperangkat teori. Meskipun
demikian, aliran rasionalis mungkin juga muncul dalam ranah pemikiran
keagamaan, dengan alasan bahwa ada paradoks antara prinsip rasis dalam
mengevaluasi hubungan manusia dan mempercayai kenyataan. , beberapa
menyangkal kemungkinan ini. kekuatan gaib yang menjadi ciri khas keyakinan
agama. Aliran rasionalisme bukan untuk mereduksi segala sesuatu menjadi
konsep belaka, tetapi mencoba untuk menafsirkan fenomena alam dan manusia
menurut aturan rasional.Itu bisa ada dalam sistem kepercayaan apa pun.Argumen
Rasional - Argumen dalam teks-teks agama ada. 9
Mu'tazilah merupakan salah satu cabang rasionalisme dalam pemikiran
Islam. Alasannya bukan untuk membuktikan keyakinan yang kita terima hanya
melalui mediasi wahyu dengan argumentasi rasional, tetapi untuk memancing akal
pada level ekstrim, seperti dalam kasus teks-teks agama (Nash) yang bertentangan
dengan akal manusia. . “Tajira menganjurkan akal, dan teks-teks agama harus
ditafsirkan. Mereka membangun sekolah berdasarkan akal. Mereka adalah sekolah
pertama yang menyatakan akal sebagai sumber ilmu agama.” Menurut Mu'tazilah,
jika orang cerdas dan pemikir, mereka harus memiliki pengetahuan tentang
Tuhan, bahkan jika tidak ada wahyu yang turun kepada mereka. Mereka adalah
mazhab pertama yang menyatakan akal sebagai sumber ilmu agama. Menurut
Mu'tazilah, jika orang cerdas dan pemikir, mereka harus memiliki pengetahuan
tentang Tuhan, bahkan jika tidak ada wahyu yang turun kepada mereka.
Mu'tazilah dan Asy'ariyah memiliki pandangan yang sama tentang sumber
ilmu. Menurut kedua aliran ini, sumber pengetahuan adalah pikiran. Mu'tazilah
dan Asy'ariyah berbeda dalam hal mempertanyakan sumber keadilan, baik syariat
maupun akal. Hukum menurut Mu'tazilah dicapai dengan akal. Kecenderungan
rasionalis kaum Mutajir tidak terletak pada teori wacana teoretis mereka tentang
pengetahuan tentang sumber-sumber pengetahuan, tetapi pada keteguhan mereka
dalam berpegang pada akal.

9
M. Bagus Jazuli,Al-IFKAR…,hlm 90
Perbedaan mendasar antara Asy'ariyah dan Mu'tazilah adalah keyakinan
mereka pada kekuatan akal. Penghormatan Mu'tazilah terhadap hati manusia
memungkinkannya sampai pada prinsip dasar agama - keberadaan Tuhan. Selain
apa yang disebut baik dan apa yang disebut jahat, pikiran manusia mampu
mengenali kewajiban kepada Tuhan, kewajiban untuk berbuat baik, dan kewajiban
untuk menghindari kejahatan. Wahyu pada empat poin ini akan memperkuat
pikiran akal dan memberikan rincian dari apa yang sudah diketahuinya.
Ashaliyah, di sisi lain, berpendapat bahwa akal tidak sekuat itu. Dari keempat
masalah di atas, hanya akal yang bisa memandu keberadaan Tuhan. Akal manusia
tidak dapat mengetahui pertanyaan tentang kewajiban manusia kepada Tuhan,
tentang kebaikan dan kejahatan (buruk), kewajiban untuk berbuat baik dan
menghindari kejahatan.
1. Pemikiran Mu’tazilah dan Asy’ariyah mengandung tiga arti :Hasan adalah
sifat sempurna dan qabih adalah sifat tidak sempurna. Baik Mu’tazilah
maupun sy’ariyah, mengaku bahwa pengetahuan adalah baik dan tidak
mengetahuo adalah buruk. Tidak ada perbedaan di antara mereka bahwa
akal manusia dapat mengetahui hal itu secara pasti.
2. Penentuan baik dan buruk dengan melihat faktor maslahat dan madhorot
dan mafsadat-nya adalah sesuatu yang rasional.
3. Baik adalah obyek pujian dan pahala, dan buruk adalah obyek celaan dan
hukuman.
Posisi akal menempati tempat yang jauh lebih terhormat dalam Islam
daripada di semua agama lain. Sebagai kitab suci terakhir, Islam menuntut
pengamalan agama dari orang-orang rasional. Dengan kata lain, orang gila tidak
perlu mengikuti perintahnya atau menjauhi larangan.
Hanya karena Islam menghormati akal bukan berarti ia boleh beroperasi
tanpa batas atau arah, terutama dalam hal wahyu. Dalam teologi Islam saat ini
diketahui bahwa Madahab Mutajira sering kehilangan kendali ketika mengangkat
status akal. Bahkan, wahyu seringkali harus “ditundukkan” pada kehendak akal
manusia. Hal ini didasarkan pada akal, sebagaimana terlihat dalam konsepsi
Mutajir tentang baik dan buruk, dan menunjukkan ketidakberdayaan Tuhan untuk
melakukan hal-hal 'buruk' dalam kaitannya dengan masalah Surga dan Neraka.
Seharusnya benar, Tuhan sepenuhnya diatur oleh akal.

KESIMPULAN

Pikiran adalah ketetapan Allah SWT. Memikirkan apa yang diperintahkan


Allah adalah memikirkan apa yang Allah ciptakan, bukan tentang sifat Allah
SWT. Karena Anda tidak bisa percaya secara metafisik tanpa memikirkannya.
Rene Descartes mengatakan bahwa sains harus tidak ada bandingannya
dan harus diselesaikan oleh satu orang, menurut metode umum, sebagai bangunan
itu sendiri.Sumber akal adalah akal, dan akal memungkinkan pengetahuan
memenuhi persyaratan semua pengetahuan ilmiah. 10
Rasionalisme juga dicari dalam studi agama Islam. Lahirnya rasionalisme
di dunia Islam tidak lepas dari pengaruh pemikiran dan filsafat Yunani. Menurut
Luis Garde dan Anawati, munculnya sistem pemikiran rasional dalam Islam
didorong oleh beberapa faktor. Pertama, munculnya sekolah bahasa karena
kebutuhan untuk memahami dengan baik dan benar ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, namun tidak semua
rafaz rafaz dapat dipahami secara langsung dan mudah. Pikiran yang berasal dari
alasan (hubungan) juga diperlukan. Alasan kedua adalah munculnya sekolah
hukum. Permasalahan yang terkadang ada tidak terselesaikan dan segera
diselesaikan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, sehingga memunculkan ide-ide baru
di bidang hukum yang pada akhirnya memunculkan mazhab fiq. . Dan dengan
karya terjemahan ini, umat Islam mulai mempelajari logika, fisika, dan metafisika
Aristoteles. 11
Sebagai epistemologi, rasionalisme menggunakan aksioma, pemahaman,
atau prinsip umum apriori rasional baik sebagai basis maupun sumber
pengetahuan. Apa yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini, dan segala sesuatu yang
dapat disimpulkan dari prinsip-prinsip ini, adalah pengetahuan bagi kaum
rasionalis. Segala sesuatu yang tidak berasal dari prinsip apriori, atau yang

10
Asmoro Achmadi. Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Wali Press, 2011) hlm.115
11
A. Khudori Sholeh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogayakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), hlm. 21-24
bertentangan dengan prinsip apriori, bukanlah pengetahuan, melainkan opini
belaka. 12

12
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati dari Thales sampai Capra
(Jakarta: Rosda, 2003), hlm 29

Anda mungkin juga menyukai