BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Manusia, menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap obyek. Orang mengatakan aliran ini ialah Rene Descrates (1596-
1650) ini benar, akan tetapi, sesungguhnya paham seperti ini sudah ada jauh
sebelum itu. Orang-orang Yunani kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah
alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja.akan tetapi untuk
sampainya manusia pada kebenaran adalah semata-mata dengan akal. Kerjasama
empirisme dan rasionalisme atau rasionalisme dan empirisme inilah yang
melahirkan metode sains (science, methode), dan dari metode inilah lahirlah
pengetahuan sains ( scientific knowledge) yang dalam bahasa Indonesia sering
disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penyusunan makalah ini
adalah Rasionalisme (filsafat berbasis akal) sebagai berikut;
1. Apa pengertian rasionalisme ?
2. Siapakah tokoh-tokoh rasionalisme ?
3. Apa pengertian pengetahuan dan kebenaran menurut rasionalisme ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Filsafat Umum. Dan untuk mengetahui pengertian Rasionalisme, tokoh-
tokohnya serta pengertian pengetahuan dan kebenaran menurut rasionalisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Karena rasio saja yang di anggab sebagai sumber kebenaran, maka aliran
ini di sebut Rasionalisme. Adapun pengetahuan indera di anggap sering
menyesatkan.[6]
Para tokoh aliran rasionalisme, diantaranya adalah Rene Descartes (1596 –
1650 M), De Spinoza (1632 - 1677 M), dan Leibniz (1646 – 1716 M).
Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat.
Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya
digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Adapun dalam bidang filsafat,
rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun
teori pengetahuan. Hanya saja, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan
diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, sedangkan rasionalisme
mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir, pengetahuan dari
empirisme sering menyesatkan. Adapun alat berfikir adalah kaidah-kaidah yang
logis.
Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat
Descartes. Istilah modern disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu
filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan
corak filsafat pada abad pertengahan Kristen. Corak filsafat modern disini ialah
dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa yunani kuno. Gagasan itu
disertai oleh argumen yang kuat, diajukan oleh Descartes. Oleh karena itu,
gerakan pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak renaissance. Pada masa
ini rasionalisme lahir kembali, sebagai objek kajian yang harus dan menarik untuk
diamati. Sejak kezaliman intelektual dilakukan oleh gereja dan tidak sedikit para
filosof dikekang kebebasan berfikirnya, zaman ini memberi pintu lebar-lebar
kepada siapapun yang mau mencurahkan pandangan dan pendapatnya atau kepada
siapa pun yang mau berfilsafat.[7]
Rene Descartes dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertnand
Russel, memang benar. Kata Bapak diberikan kepada Descartes karena dialah
orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas
keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan rasional. Dialah orang
pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat
yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan
5
perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, serta bukan yang lainnya. (Ahmad Syadali
dan Mudzakir, 2004 : 107).
Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Pada
tahun 1612 M, Descartes pergi ke Perancis. Ia termasuk orang yang taat
mengerjakan ibadah menurut ajaran katholik, tetapi juga menganut Galileo yang
ada pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh gereja. Dari tahun 1629 M
samapi tahun 1649, ia menetap di Belanda.
Pendidikan pertama Rene Descartes diperoleh dari Yesult di La Fleche
dari tahun 1604 – 1612. Ia memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah
Latin dan Yunani, bahasa Perancis, music dan akting. Bahkan, ia mendapat
pengetahuan tentang logika Aristoteles dan etika nichomacus, fisika, matematika,
astronomi, dan ajaran metafisika dari Thomas Aquinas. Dalam masa
pendidikannya, Rene Descartes telah merasakan kebingungan dalam memahami
berbagai aliran dari filsafat yang saling berlawanan (Juhaya S. pradja, 2000 : 62 -
63).
Pada tahun 1612 M, Rene Descartes pergi ke Paris dan disana ia
mendapatkan kehidupan sosial yang menjemukan sehingga ia mengucilkan diri ke
Faobourg Sain German untuk mengerjakan ilmu ukur. Pada tahun 1617, Rene
Descartes bergabung dengan tentara Bavaria. Selama musim dingin antara tahun
1619 – 1620, dikota ini, ini mempunyai pengalaman, yang kemudian dituangkan
dalam buku pertamanya “Descours De La Metkode”. Salah satu pengalaman yang
unik adalah tentang mimpi yang dialami sebanyak tiga kali dalam satu malam,
yang dilukiskan oleh sebagian penulis bagaikan ilham dari Tuhan. (Juhaya S.
Pradja, 2000 : 62 - 63).
Tahun 1621 M, Rene Descartes berhenti dari medan perang dan setelah
berkelana ke Italia, lalu ia menetap di Paris (1625). Tiga tahun kemudian, ia
kembali masuk tentara, tetapi tidak lama ia keluar lagi dan akhirnya ia
memutuskan untuk hidup di Belanda. Di sinilah, ia menetap selama 20 tahun
(1629-1649) dalam iklim kebebasan berfikir. Di negeri inilah, ia dengan leluas
menyusun karya-karyanya dibidang ilmu dan filsafat.
Selain mencurahkan perhatiannya dalam bidang filsafat, Rene Descartes
juga dikenal sebagai seorang polymath, yaitu seorang yang mempunyai perhatian
6
yang luas dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu pasti sumbangannya
yang besar dalam dunia ilmu adalah keberhasilannya menemukan ilmu ukur
koordinator (coordinatgeometri).
Karya lainnya ialah ; dioptrique; La Gfometrie; Les Meteors Meditationes
de Prima PHlosophia, Principia PlulasopHa, Le Monde, L’homme, Regular ad
Dirsctione De ia Formation dufoetus, dan sebagainya.[8]
kebenaran ini benar-benar bersifat pasti ? karena saya mengerti itu dengan jelas
dan terpilah-pilah (clearly and distincictly). Jadi, hanya yang saya mengerti
dengan jelas dan terpilah-pilah saja yang harus diterima sebagi benar. Itulah
norma yang menentukan kebenaran (Juhaya S. Pradja, 2000 : 65).
Dalam karya Rene Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui
metode keragu-raguan. Karyanya yang berjudul A Discourse on
methode mengemukakan perlunya memerhatikan empat hal berikut;[11]
1. Kebenaran baru dinyatakan shahih jika telah benar-benar inderawi dan
realitasnya telah jelas dan tegas (clearly and distincictly), sehingga tidak ada suatu
keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sampai sebanyak mungkin,
sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana
dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang sulit dan
kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat
perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yan
menyeluruh, sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada satu pun yang
mengabaikannya atau ketinggalan dalam penjelajahan itu. (Juhaya S. pradja,
2000 : 65).
Keraguan Rene Descartes sangat rasional, karena tidak ada perbedaan
signifikan antara kenyataan dalam mimpi dan kenyataan ketika terjaga, karena
gambarannya sama. Sebagaimana seseorang bermimpi bertemu dengan kakeknya,
kemudian ia benar-benar bertemu kakeknya. Apakah yang benar itu ketika tertidur
atau terjaga, tidaklah jelas karena hasilnya tidak ada bedanya. Bahkan ketika
seseorang pernah melihat kuda dan melihat sayap, lalu ia melihat kuda yang
sedang terbang dengan sayapnya. Sebuah kenyataan yang berawal dari dua
kenyataan yang berbeda , karena kuda dan sayap semula tidak bersatu, tetapi apa
yang dilihat bias menjadi satu. Oleh karena itu, keraguan terhadap semua yang
dilihat sangat beralasan, karena terlalu banyak tipu saya terhadap pembuktian
kebenaran hakiki.
9
III. KESIMPULAN
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat
Umum dari Mitologi sampai teofilosofi, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2008).
Djaelani, Abdul Qodir, Sekitar Pemikiran Politik Islam (Jakarta: Media Da’wah,
1994)
Dr. Amsal Bakhtiar, MA, Filsafat Agama, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu 1999 ).
Drs. Surojiyo, Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005).
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2009).
[6] . Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat
Umum dari Mitologi sampai teofilosofi, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2008), cet. ke 1.
Hal. 247
[7] . Ibid, hal. 248
[8] Ibid, hal. 250
[9] . Ibid, hal. 259
[10] . Ibid, hal. 260
[11] . Ibid, hal. 251
[12] . Ibid, hal. 257
[13] . Ibid, hal. 127
[14] . Ibid, hal. 257