YOGYAKARTA
2018
BAB I
Pendahuluan
Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar
lambang kesolehan, tetapi secara konsepsional mampu menunjukkan cara-cara yang efektif
dalam memecahkan masalah. Tuntunan terhadap agama seperti itu dapat dijawab manakala
pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif
dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara
operasional dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Berbagai pendekatan
tersebut diantaranya pendekatan teolegis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis,
historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam
memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan
masalah sosial. Melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah,
karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.
Islam memang tidak akan dapat dipahami dengan universal dan humanis tanpa
mendekatinya dengan pendekatan sosiologis. Beberapa gejala dalam masyarakat kaum
muslimin, selain juga bisa didekati dengan beberapa pendekatan lain, tentu menyediakan
ruang untuk dikaji dengan pendekatan sosiologis. Karena banyak bidang kajian agama yang
baru dapat dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan
sosiologi, di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu instrumen dalam memahami ajaran
agama.1
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada makalah ini penulis akan menguraikan
tentang pendekatan sosiologis sebagai pendekatan kajian-kajian keislaman yang dapat
1
Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam. Jakarta: Grafindo Persada, 2001. h 39.
melahiskan studi-studi keislaman yang lebih dinamis terhadap gejala-gejala sosial yang
terjadi di masyarakat.
BAB II
Pembahasan
1. Pendekatan struktural-fungsional.
2. Pendekatan Konflik.
Bertolak dari memandang sejarah manusia dengan cara seperti ini, Marx
mengajukan teori sosialismenya yakni sautu solusi final agar seluruh sumber daya
dapat dimiliki oleh semua orang. Revolusi-revolusi lanjutan tidak lagi diperlukan
karena idealnya tidak akan adala lagi kelaparan,peng eksploitasian dan konflik.
3. Pendekatan Interaksionisme-Simbolis.
2
osefh S, Sosiologi Sebuah Pengenalan, terj. Sahat Simamora, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 22.
3
Ilyas Ba-Yunus dan Farid Ahmad, Sosiologi Islam: Sebuah Pendekatan, terj. Hamid Ba-Syaib, (Bandung: Mizan,
1996), h. 20-24.
ekonomis, situasi-situasi di dalam dan diluar keluarga, situasi-situasi permainan
dan pendidikan, situasi-situasi organisasi, formal dan informal dan seterusnya.
4
Ibid.. hal. 29.
5
Ibid.. hal. 30.
1. Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas.
2. Kategori biososial, seperti seks, gender, perkawinan, keluarga, masa kanak-kanak
dan usia
3. Pola organisasi sosial meliputi politik, produksi ekonomis, sistem pertukaran dan
birokrasi.
4. Proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal,
penyimpangan dan globalisasi.
Sedangkan bagi Bryan Wilson, agama memiliki fungsi manifes dan fungsi
laten. Fungsi manifesnya adalah memberikan keselamatan identitas personal dan jiwa
bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan fungsi latennya adalah memberdayakan
personal dan spiritual dalam menghadapi gangguan emosional inner, kondisi spiritual
dan upaya untuk menghadapi ancaman keimanan dan penyembahan.
6
M. Atho Mudzhar, Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi, Pidato Pengukuhan Guru Besar IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 15 September 1999.
1. Studi tentang pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat.
2. Studi tentang pengaruh struktur dan perubahan masyarakat ter-hadap pemahaman
ajaran atau konsep keagamaan.
3. Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat.
4. Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim.
5. Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat melemahkan
atau menjunjung kehidupan beragama.
Setiap tema yang dikaji, setidaknya tetap relevan dengan teori sosiologi, baik
teori fungsionalisme, konflik maupun interaksionalisme. Teori fungsionalisme dan
konflik bekerja dengan cara analisis makro sosiologi yaitu memfokuskan
perhatiannya pada struktur sosial. Adapun teori interaksionalisme dengan cara analisis
mikro, yaitu lebih mem-fokuskan perhatiannya pada karakteristik personal dan
interaksi yang terjalin antar individu.
Alasan besanya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah
sosial adalah:
a. Dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum
Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
c. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar
dari pada ibadah yang bersifat persorangan. Karena itu salah yang dilakukan secara
berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada salat yang dikerjakan sendirian
(munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
d. Dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau
batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan msalah sosial. Bila puasa tidak
mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya adalah dengan membayar fidyah
dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.
e. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam hubungannya
dengan ini misalnya membaca hadits yang artinya sebagai berikut.
“Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah
seperti pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang
terus menerus salat malam dan terus menerus berpuasa”. (H.R. Bukhari dan
Muslim).7
7
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…, hlm. 40-41.
8
Atang Abd, Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 223.
hukuman yang bersifat duniawi dan manusiawi, tetapi juga ganjaran-ganjaran dan
hukuman-hukuman yang bersifat supra manusiawi dan ukhrawi.9
9
Elizabeth K. Nottingham (penerjemah: Abdul Muis Naharong), Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar
Sosiologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996) , hlm. 39-40.
10
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…, hlm. 40-41.
11
Elizabeth K. Nottingham (penerjemah: Abdul Muis Naharong), Agama dan Masyaraka…, hlm, 36.
12
Ibid.. hal. 36.
paradigma dengan konteks sosio-historisnya, pencarian paradigma baru
berdasarkan analisis persoalan sosio-historis kontemporer, dan pencarian teori-teori
baru dalam paradigma baru.
Sebagai contoh, sebagai ilmu, ilmu ushul fikih bukanlah ilmu yang terbentuk
dari ruang hampa dan steril dari pengaruh lokasi sosial pada zaman tertentu. Oleh
karena itu, biarlah orang-orang terdahulu merumuskan prinsip-prinsip ilmu ushul
fikih yang sesuai pada saat itu, dan kita juga merumuskan prinsip-prinsip ilmu
ushul fikih kita sendiri sesuai dengan zaman kita. Dominasi antar generasi hanya
akan menghasilkan kejumudan dan kemandekan berpikir.
Salah satu contoh cerita para wali antara lain Sunan Kalijaga juga punya murid
bernama Sunan Geseng. Nama asli petani penyadap nira ini adalah Ki Cokrojoyo.
Alkisah, dalam pengembaraannya, Sunan Kalijaga terpikat suara merdu Ki Crokro
yang bernyanyi setelah menyadap nira.
Tubuhnya hangus, alias geseng, dimakan api. Tapi, penyadap nira ini masih
bugar, mulutnya berzikir komat-kamit. Sunan Kalijaga membangunkannya dan
memberinya nama Sunan Geseng. Ia menyebarkan agama Islam di Desa Jatinom,
sekitar 10 kilometer dari kota Klaten arah ke utara. Penduduk Jatinom mengenal
Sunan Geseng dengan sebutan Ki Ageng Gribik.
Julukan itu berangkat dari pilihan Sunan Geseng untuk tinggal di rumah
beratap gribik –anyaman daun nyiur. Menurut legenda setempat, ketika Ki Ageng
Gribik pulang dari menunaikan ibadah haji, ia melihat penduduk Jatinom kelaparan.
Ia membawa sepotong kue apem, dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan.
Semuanya kebagian.
Ki Ageng Gribik meminta warga yang kelaparan makan secuil kue apem
seraya mengucapkan zikir: Ya-Qowiyyu (Allah Mahakuat). Mereka pun kenyang dan
sehat. Sampai kini, masyarakat Jatinom menghidupkan legenda Ki Ageng Gribik itu
dengan menyelenggarakan upacara ”Ya-Qowiyyu” pada setiap bulan Syafar.
Warga membikin kue apem, lalu disetorkan ke masjid. Apem yang terkumpul
jumlahnya mencapai ratusan ribu. Kalau ditotal, beratnya sekitar 40 ton. Puncak
upacara berlangsung usai salat Jumat. Dari menara masjid, kue apem disebarkan para
santri sambil berzikir, Ya-Qowiyyu…. Ribuan orang yang menghadiri upacara
memperebutkan apem ”gotong royong” itu.
Kemudian cerita lainnya yaitu cara Sunan Kudus mendekati masyarakat
Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat
dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu
yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan
Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan
tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo
Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi
simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al
Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional
Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut
disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti
kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam
dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat
masyarakatnya.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
1. Beberapa metode pendekatan sosiologis di antaranya:
a. Pendekatan struktural fungsional
b. Pendekatan konflik
c. Pendekatan interaksionalisme/ simbolis
Alasan besanya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah
sosial adalah:
1) Dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum
Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
4) Dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna
atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya)
ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan msalah sosial. Bila puasa
tidak mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya adalah dengan membayar
fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.
5) Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam hubungannya
dengan ini misalnya membaca hadits yang artinya sebagai berikut.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.
osefh S. Sosiologi Sebuah Pengenalan. terj. Sahat Simamora, (Jakarta: Bina Aksara, 1984)
Ilyas Ba-Yunus dan Farid Ahmad. Sosiologi Islam: Sebuah Pendekatan, terj. Hamid Ba-
Syaib, (Bandung: Mizan, 1996).
Mudzhar, M. Atho. Pendekatakan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,1998, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.Sunan Kalijaga Yogyakarta, 15 September 1999.
Atang Abd, Hakim dan Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003)