Anda di halaman 1dari 20

Makalah Filsafat Ilmu

Aliran Filsafat

disusun oleh :
Kelompok 5
Maryati
Alfi Hasanah
Nadia Hanisawati
Silviana
Widya Suci Anika

Dosen Pengampu : Syafa’atul Habib, M.Pd


Prodi Ahwal Syakhsyiyyah
Jurusan Syari'ah dan Ekonomi Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembahasan aliran – aliran filsafat merupakan penelaahan salah satu aspek


sekaligus menyangkut dengan faham dan pandangan para ahli pikir dan filsuf.
Dari kajian ini para ahli melihat sesuatu atau menyeluruh, mendalam dan
sistematis. Para filsus menggunakan sudut pandang yang berbeda sehingga
menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Antara aliran atau paham satu dengan
yang lainnya, ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep
dasar yang sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling
dipertentangkan. Justru dengan banyak aliran atau paham yang sudah
diperkenalkan oleh tokoh – tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas
dengan persoalan yang sedang kita hadapi.
Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri  dan mengkaji suatu
pemikiran mendasar dan tertua yang  mengawali kebudayaan manusia. Suatu
sistim, filsafat berkembang berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh
pemikir filsafat. Sistem filsafat sebagai suatu masyarakat atau bangsa. Sistem
filsafat amat ditentukan oleh potensi dan kondisi masyarakat atau bangsa itu,
tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini
diantaranya yang utama ialah sikap dan pandangan hidup, citakarsa dan kondisi
alam lingkungan.  Apabila cita karsanya tinggi dan kuat tetapi kondisi alamnya
tidak menunjang, maka bangsa itu tumbuhnya tidak subur (tidak jaya).Tujuan dari
penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi kewajiban membuat tugas, adalah
untuk memenuhi rasa ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap bab aliran
filsafat idealisme, materialisme, eksistensialisme, monisme, dualisme, dan
pluralisme.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat kami rumuskan masalah


sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari aliran rasionalisme, empirisme, kritisisme, realisme,
Intuisionisme, materialisme, idealisme, dualisme, positivisme,
eksistensialisme, humanism dan feminisme?
b. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran-aliran filsafat tersebut?
c. Apa saja pembagian jenis-jenis dari masing-masing aliran filsafat tersebut ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengertian dari aliran rasionalisme, empirisme, kritisisme,


realisme, Intuisionisme, materialisme, idealisme, dualisme, positivisme,
eksistensialisme, humanism dan feminisme
b. Untuk mengetahui saja tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran-aliran filsafat
tersebut diatas
c. Untuk mengetahui pembagian jenis-jenis dari masing-masing aliran filsafat
tersebut diatas
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

A. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan akal (reason) adalah
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme,
sesuatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.1 Rasio adalah sumber
kebenaran. Hanya pada rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada
kebenaran.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal yang
dapat memberikan bahan – bahan yang menyebabkan akal tersebut bekerja.
Akan tetapi untuk sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata –
mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan
yang belum jelas. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam
pengalaman berpikir. Akal membentuk bahan tersebut sehingga terbentuk
pengetahuan yang benar. Jadi akal bekerja karena bahan dari indera. Akan
tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan
bahan inderawi sama sekali, jadi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang objek yang betul – betul abstrak. 2
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat tepenting untuk memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan alam mengalami objek empiris. Maka rasionalisme mengajarkan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu
kaidah – kaidah logis aau kaidah- kaidah logika.3
Ada dua macam rasionalisme yaitu dalam bidang agama dan bidang
filsafat. Dijelaskan bahwa bidang agama dalam rasionalisme ialah lawannya
1
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Metodologi sampai Teofilosofi,
(Bandung, Pustaka Setia,2008), 247
2
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2013), 25
3
Ibid,hal 127
autoritas, sedangkan dalam bidang filsafat lawannya ialah empirisme. Jelas
sekali perbedaanya karena di dalam agama rasionalisme mengkritik ajaran
agama dan bidang filsafat rasionalisme menjelaskan teori pengetahuan.
Meskipun antara rasionalisme dan empirisme bertetantangan namun kedua
aliran ini mampu bekerja sama yang mana menghasilkan scientific method
dan dari hasil metode ini timbulah scientific knowledge. Mengapa?
Singkatnya pengetahuan sains hanyalah pengetahuan yang logis – empiris
saja.

B. Empirisme
Kata ini berasal dari bahasa Yunani emoeiria, empeiros (berarti
berpengalaman dalam, berkenalaan dengan, terampil untuk).4 Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Berbeda dengan anggapan
rasionalis yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Paham
ini berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumber satu-satunya
atau paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia, sehingga
pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Sumber ilmu pengetahuan dalam teori empirisme adalah pengalaman dan
penginderaan inderawi.
Dalam sejarah filsafat, klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran
yang mulanya tidak ada dalam indera. Hal tersebut mengandung makna
bahwa:
1. Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman
2. Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat
menggabungkan apa yang dialami
3. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan
4. Akal budi tidak dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan dari
pengalaman inderawi.5
Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat di peroleh melalui
indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian
4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 1997), cet. I, 197-198
5
Lorens bagus, Kamus Filsafat, opcit,
kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi
pengalaman. Pengetahuan yang berupa pengalaman terdiri dari penyusunan
dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam- macam.6
Kelemahan aliran ini cukup banyak, diantaranya yang pertama ialah
indera terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil. Apakah benda itu kecil?
Tidak. Ketebatasan kemampuan indera ini melaporkan bahwa tidak
sebagaimana adanya; dari sini akan membentuk pengetahuan yang salah.
Kemudian yang kedua ialah indera menipu. Pada orang sakit malaria, gula
rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini juga akan menimbulkan
pengetahuan yang empiris. Yang ketiga ialah objek yang menipu, contohnya
ilusi. Kelemahan yang keempat ialah berasal dari indera atau objek
sekaligus. Yang mana mata (indera penglihatan) tidak dapat melihat
keseluruhan seekor kerbau tersebut, dan seekor kerbau tersebut juga tidak
dapat memperlihatkan seluruh anggota badannya. Andaikan saja ketika kita
melihatnya dari depan, kita hanya dapat melihat kepalanya saja yang mana
kita tidak akan melihat ekornya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa aliran ini
lemah karena keterbatasan indera atau objek tersebut. Maka dari itu aliran
empirisme sangatlah bertentangan dengan aliran rasionalisme.

C. Kritisisme
Aliran kritisisme beranggapan bahwa diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.dan jalannya yaitu dengan
pemikiran yang kritis pada setiap gejala-gejala.karena di butuhkan sebuah
analisis. Kehadiran krtisisme membawa sebuah evolusi besar dalam cara
berpikir metafisis, karena menurutnya, bukan subjek yang mengarahkan diri
pada objek, tetapi sebaliknya.
Kehadiran aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang
dari tujuan semula. Pada satu sisi landasan berpikir aliran rasionalisme yang
bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yang lebih mendasarkan pada
pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua tawaran tersebut bukan
jawaban yang tepat. Tokoh yang paling menolak kedua pandangan di atas
adalah Immanuel Kant (1724-1804 m)7.
Immanuel Kant mengkritisi Rasionalisme dan Empirisme yang hanya
mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam
mencapai kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan mengabaikan yang lain
6
Abd. Gafur, Filsafat Ilmu, (Malang: Kantor Jaminan Mutu (KJM) UIN Malang: 2007), 59
7
Kant, Immanuel, Critique of Pure Reason, Norman Kemp Smith(Trans.), (New York : ST
Martin Press, 1965), Dan karya lainnya dalam judul bukunya “Prolegomena to Any Future
Metaphysic”, (New York : The Liberal Art Press,1950)
hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah. Kant jelas-jelas
menolak cara berfikir seperti ini. Karena itu, Kant menawarkan sebuah
konsep “Filsafat Kritisisme” yang merupakan sintesis dari rasionalisme dan
empirisme. Kata kritik secara harfiah berarti “pemisahan”.
Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni
dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan
pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat
sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas
kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas
kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
 Dengan filsafatnya Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia dan
ilmu pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan
diri dari sifat sepihak rasionalisme dan dari sifat sepihak empirisme.
Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada
diri subjeknya, lepas dari segala pengalaman, sedang empirisme mengira
hanya dapat memperoleh pengenalan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa
empirisme sekalipun mulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman,
tetapi melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang
radikal.
Dengan kritisisme, Imanuel Kant mencoba mengembangkan suatu sintesis
atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-
masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa
pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal
kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia
sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume
bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das
Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi
semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi
sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah
kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara
pandang dan bukan atribut dari dunia fisik di mana hal itu merupakan materi
pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia
mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak
terpatahkan.
Sejarah Timbulnya Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang
cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan
emperisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman
pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa
(dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman Immanuel
Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap pernah
pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil
yang menggembirakan. Disisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk
itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu
pengetahuan alam.
Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara
budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan,
makanah pengetahuan yang benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant
mencoba mengadakan penyelesaian pertalian ini. Pada umumnya, Kant
mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (hume).
Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia
mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi
manusia akan dapat mencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki
(mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya
pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Akhirnya, Kant mengakui peranan budi dan keharusan empiri, kemudian
dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber
pada budi (nasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda
(emperisme) budi metode berpikirnya disebut metode kritik.
Pemikiran Kritisisme Tentang Ilmu Pengetahuan
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
1. Yang analitis a priori
2. Yang sintetis a priori
3. Yang analitis a posteriori
4. Yang sintetis a posteriori
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada
adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan
pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan
yang analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan sintetis merupakan
hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah
Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh
analisa terhadap unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori
dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya
sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 –
2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a
posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman.
Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia dan
ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus
menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan
adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b)
memberi pengetahuan yang baru. Kant bermaksud mengadakan penelitian
yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya
pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan
inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi
rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative
bila tanpa ada landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air
yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas, itu kita dapat dari
pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain cerita bila kita
memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C,
maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub,
karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan contoh lainnya
adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja, tetapi
tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu
bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa
dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu
pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau
mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang
mengikuti perkembangan zaman yang terus maju.

D. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan. Menurut
aliaran ini ia mempersoalkan obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme
memandang bahwa obyek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia,
contohnya:

1. Pengetahuan tentang pohon


2. Pengetahuan tentang binatang
3. Pengetahuan tentang bumi
4. Pengetahuan tentang kota. Semua contoh diatas tidak hanya ada dalam
pikiran manusia yang mengamatinya, malaikan juga ada dengan sendirinya
dan tidak tergantung pada jiwa manusia.

Aliran realisme ini dibagi menjadi dua golongan:

1. Golongan Realisme Rasional. Aliran realisme rasional dibagi dua


lagi (a) realisme klasik, (b) realisme relegius. Kedua aliran ini (aliran
realisme klasik dan aliran realisme relegius) berpangkal pada filsafat
Aristoteles. Namun demikian ada perbedaan antara dua aliran ini.
Perbedaanya adalah aliran realisme klasik langsung dari
pandangan Aristoteles, sedangkan aliran realisme religius tidak langsung,
ia berkembang pada filsafat Thomas Aquina, yaitu filsafat kristen yang
kemudian dikenal dengan aliran Thomisme, pandangan dari kedua aliran
realisme ini setuju bahwa dunia materi adalah nyata dan berada diluar
orang yang mengamatinya.

Selanjutnya penganut aliran Thomisme ini berpendapat bahwa jiwa itu


penting walaupun tidak nyata seperti badan. Maka aliran ini juga
berpendapat bahwa jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Aliran Thomisme juga berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui
wahyu, berpikir dan pengalaman. Penganut aliran realisme religius juga
berpandangan bahwa aturan-aturan keharminisan alam semesta ini
merupakan ciptaan Tuhan, maka kita harus mempelajarinya.

2. Golongan aliran realisme alam atau realisme ilmiah berkembangnya ilmu


pengetahuan alam. Aliran realisme alam ini bersifat skeptis dan
eksperimentil. Aliran ini berpandangan bahwa dunia di sekeliling kita
nyata, maka yang menjadi tugas ilmu pengetahuan adalah menyelidiki
semua isinya,dan ini bukan tugas dari filsafat. Tugas filsafat tidak lain
adalah mengkoordinasi konsep-konsep dan penemuan-penemuan dari ilmu
pengetahuan yang bermacam-macam itu, menurut aliran ini alam bersifat
menetap, memang ada perubahan nya, akan tetapi perubahannya langsung
sesuai dengan hukum-hukum alam yang bersifat menetap yang membuat
alam semesta ini terus berlangsung menurut susunannya yang teratur.

Pada umumnya penganut aliran realisme alam ini menolak adanya


spiritual, dan dia juga mengatakan bahwa dunia spiritual ini tidak dapat
dibuktikan, sehingga hal ini secara filosofi tidak penting. Mereka hanya
berfikir fungsi yang koplek dari susunan tubuh, saraf dan lainnya kemauan
bebas. Mereka juga mengakui bahwa manusia dipengaruhi dua lingkungan:

1. Lingkungan Sosial
2. Lingkungan fisik.

Akibat kebebasan memilih dipandang sebagai ketergantungan manusia


dengan lingkungannya. Pandangan dari kaum realisme, dunia tidak
tergantung pada manusia, akan tetapi alam diatur oleh hukum-hukum alam
yang mampu di kontrol oleh manusia.

Tokoh-tokoh dari aliran realisme alam antara lain Francis Bacon (1561-
1626), John Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776), John Stuart
Mill(1773-1836), Alfred North Wihitehead (1861-1947) dan Bertrand Russel
(1872-1970). Semua tokoh ini berasal dari Eropa pada abad 15 dan 16.
Sedangkan tokoh realisme ilmiah adalah Kulpe (1862-1915).

E. Intuisionisme
Intusionisme mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di
dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak terletak pada
simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak dalam akal pikiran manusia.
Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap
alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran manusia. Keberatan terhadap
aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intusionis tidak memberikan
gambaran yang jelas bagaimana matematika sebagai pengetahuan intuitif
bekerja dalam pikiran. Konsep-konsep mental seperti cinta dan benci berbeda-
beda antara manusia yang satu dengan yang lain. Aliran intuisionisme
dipelopori oleh Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881–1966) yang
berkebangsaan Belanda. Aliran ini sejalan dengan filsafat umum yang
dicetuskan oleh Immanuel Kant (1724-1804).

F. Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau
hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme
mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah metafisika
materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang
menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika,
teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya, suatu
keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang
bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan
yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi
yang sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-
karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-
satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau natura dan dunia
fisik.. Diantara tokoh-tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-
528), Anaximandros (610-545  SM),  Thales  (625-
545  SM),  Demokritos  (460-545  SM),  Thomas  Hobbes (1588-
1679  M),  Lamettrie  (1709-1775  M),  Feuerbach  (1804-1877  M),  Spencer 
(1820-1903 M), dan Karl Marx (1818-1883 M).

Macam-Macam Materialisme :

1. Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa


seluruh realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan
bilangan (jumlah);
2. Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini
menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang
mengungguli manusia. Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip
immaterial.
3. Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada
sesuatu yang material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial
atau formal;
4. Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan
bahwa jiwa itu tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya
hanyalah materi atau perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
5. Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa
realitas seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau
atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses
material. Salah satu prinsif di materialisme dialektik adalah bahwa
perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat
menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan
berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia
berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan yang terus-
menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau
manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada yang disebut dengan
ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas,
yaitu :

 Asas gerak;
 Asas saling berhubungan;
 Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
 Asas kontradiksi intern.
6. Materialisme historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat
sejarah terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan
materialisme histories secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-
peristiwa yang menyangkut sejarah rohani dan perkembangan manusia
hanya merupakan dampak dan refleksi-refleksi aktivitas ekonomis manusia.
Materialisme historis ini berdasarkan dialektik, maka semua asas
materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme histories. 

G. Idealisme

Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa


hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada
jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu
yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang
sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata
idealis itu dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:Seorang yang
menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta
menghayatinya;Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu
rencana atau program yang belum ada.

Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai


kedudukan yang utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak
mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan
bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan materi dalam hakikatnya
yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah
pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah
materi itu.

Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya.


Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan
tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk
kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan yang
digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya
peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal
dan budi. Justru akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia.

a. Jenis-Jenis Idealisme 

Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif,


dan idealisme personal.                     

1.    Idealisme Subjektif

   Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik


tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari
ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di
masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri,
atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari
dirinya sendiri atau ide manusia. 

2.   Idealisme Objektif

Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide
manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang
sudah terdapat dalam susunan alam.    

Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat
adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada
dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar
manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini
ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. 

3.    Idealisme Personal (personalisme)

   Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan


dirinya. Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik
dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukanlah
pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus, akan tetapi
seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.

b. Tokoh Idealisme

J.G. Fichte (1762-1814 M)

Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada
tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip.
Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan
seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika. Bukan
teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan
diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.

Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan pertama ialah


“saya yang sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi
subjek memerlukan objek, seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan
ini merupakan antitesis. Subjek dan objek yang dilihat dalam kesatuan disebut
sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari tindak perbuatan sang Aku.

H. Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme
adalah ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang
berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan
tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan
dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan dll. Ada pula
yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara
idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri
dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan ruhani.

Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran
bahwa segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi
yang berdiri sendiri-sendiri. Orang yang pertama kali menggunakan konsep
dualisme adalah Thomas Hyde (1700), yang mengungkapkan bahwa antara zat
dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif. Jadi adanya segala
sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran. Yang termasuk dalam aliran
ini adalah Plato (427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah
dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu
adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan
dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia ini berubah-ubah dan
bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari
idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia
ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).

Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi yang masing-masing


mandiri dan tidak saling bergantung yakni dunia yang dapat diindera dan
dunia yang dapat dimengerti, dunia tipe kedua adalah dunia idea yang bersifat
kekal dan hanya ada satu. Sedang dunia tipe pertama adalah dunia nyata yang
selalu berubah dan tak sempurna. Apa yang dikatakan Plato dapat dimengerti
seperti yang dibahasakan oleh Surajiyo (2005), bahwa dia membedakan antara
dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi
rasio manusia). Rene Descartes (1596-1650 M) seorang filsuf Prancis,
mengatakan bahwa pembeda antara dua substansi yaitu substansi pikiran dan
substansi luasan (badan). Jiwa dan badan merupakan dua sebstansi terpisah
meskipun didalam diri manusia mereka berhubungan sangat erat.

Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara substansi pikiran dan


substansi keluasan (badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata adalah
pikiran. Sebab dengan berpikirlah maka sesuatu lantas ada, cogito ergo
sum! (saya berpikir maka saya ada). Leibniz (1646-1716) yang membedakan
antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Immanuel Kant
(1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia
hakiki (noumena).

I. Positivisme
Positivisme merupakan aliran yang berorientasi pada ilmnu pengetahuan
alam. Timbulnya filsafat positivisme adalah sebagai reaksi tehadap spekulasi
theologis dan metafisis filsafat hegel. Aliran positivisme ini memberi tekanan
kepada fakta, kepada bukti-bukti yang konkrit kepada sesuatu yang
diverifikasi.

Tokoh-tokoh utama aliran positivisme ini adalah Auguste Comte (1798-


1857), john Stuart Mill (1806-1903). Auguste Comte berpandangan bahwa
alam pikiran manusia berkembang menjadi tiga tahap: (1) religius, (2)
metafisis, (3) positivisme. Pada tahap relegius segala sesuatu diterangkan dari
sudut pandangan adanya pengaruh dan sebab-sebab yang melampaui
kemampuan dan kondrat manusia. Manusia memandang sesuatu dari sudut
keyakinan baik politheisme atau mototheisme.

Pada taraf metafisis, segala sesuatu diterangkan oleh manusia melalui


abstrak, melalui perenungan metafesis.pada tingkat positivistis segala sesuatu
ingin diterapkan dari sudut pengetahuan yang bertolak dari hukum sebab
akibat yang sudah determinitis. Menurut Comte, ilmu pengetahuan termasuk
ilmu masyarakat, haruslah bersemangat positivisme, artinya dapat dialami dan
dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berdasarkan hukum kausalitet. Comte
sendiri adalah ahli sosiologi dan dipandang sebagai bapak ilmu sosiologi
modern.

Menurut positivisme Comte, kita harus menjahui diri dari pertanyaan yang
melampai bidang-bidang ilmu positif. Positivisme ingin mengetahui tentang
gejala, bukan hakikat kenyataan. Hubungan antara gejala-gejala disebut comte
sebagai. “ konsep-konsep” atau “hukum-hukum” dan hukum-hukum itu
bersifat positif. Pandangan metafisis dan spekulatif di pandangan oleh comte
sebagai tidak positif, tapi negatif. Karena itu filsafat comte bersifat anti
matematika.

Neo-positivisme Filsafat positifisme telah sangat berjasa bagi


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang ini positivisme
masih hidup dalam aliran neo-positivisme sebagaimana yang di kembangkan
oleh kelompok sarjana yang tergabung dalam Wiener Kreis atau Vienna Circle
(lingkaran wina), atau disebut juga dengan sebutan: logika positivisme, logica
empiricism dan scientific empiricism. Pendirinya ialah Moritz Schilick (1882-
1936), dan tokoh yang lain ialah Hans Hahn (1879-1934) dan Rudolf Carnap
(1891-1979).

Menurut Neo-positivisme pengalaman itu hendaknya dijadikan sebagai


sumber satu-satunya bagi pengetahuan. Karena kurang tertib dalam perumusan
bahasa, maka neo-positivisme menurut analisa daripada istilah-istilah yaitu
penertiban dalam penggunaan bahasa. Pandangan mereka erat hubungannya
dengan logika modern. Banyak anggota”lingkaran wina” adalah orang yahudi
yang melarikan diri ke Amerika dan Inggris sebelu Hilter menduduki
Australia, sehingga kelompok ini tidak lama dalam hidupnya.Tokoh-tokoh
utama aliran positivisme ini adalah Auguste Comte (1798-1857), john
Stuart Mill (1806-1903).

J. Eksistensialisme
filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara
berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi
dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di
dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari
dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan
mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah
satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya
bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar.
Barang-barang yang disadarinya disebut obyek.
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum
eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya
eksistensialisme itu. Materialisme ternyata merupakan pendorong lahirnya
Eksistensialisme. Eksistensi ialah cara orang berada di dunia.
Eksistensialisme lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Materialisme dan
idealisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakikat yang ekstrim.
Keduanya berisi benih-benih kebenaran,  tetapi  keduanya  juga salah.
Eksistensialisme ingin mencari jalan  keluar  dari  kedua  ekstremitas
itu. Materialisme memandang materi sebagai keseluruhan manusia, padahal
itu hanyalah aspek manusia. Para filosof eksistensialis dalam tulisannya
menekankan pada kebebasan, individualitas, tanggung jawab, dan
pilihan. Selain itu juga menulis mengenai  keterasingan  dan keputusan
Tokoh-tokoh aliran filsafat eksistensialisme  cukup  banyak, seperti
Gabriel Marcel, Karl Jaspers, Nicolai Berdyaev, Albert Camus,
Martin  Heiddegger,  Soren Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.

K.  Perenialisme
Perenialisme berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah manusia,
dimana tradisi perkembangan intelektual yang ada pada zaman Yunani Kuno
dan abad pertengahan yang telah terbukti dapat memberikan solusi terhadap
berbagai problem kehidupan masyarakat. Perenialisme secara filosofi
memilik dasar pemikiran yang melekat pada aliran filsafat klasik yang
ditokohi oleh Plato, Aristoteles, Augustinus.  Prinsip mendasar perenialisme
kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husain Nasr, seorang filsuf Islam
yang kontemporer yang menyatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang
sama yang berpangkal pada asal kejadian yang fitri yang memiliki
konsekuensi logis pada watak kebaikan yang bersifat langgeng, tetap, abadi
dan berkesinambungan.

L. Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang
berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-
masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah
menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai
seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika
tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme keagamaan/religi
dan Humanisme Sekular. Diantara tokoh-tokoh Humanisme: Abraham
Maslow, Albert Einstein, Bertrand Russell, Carl Rogers, Cicero, Edward
Said, Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry
Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.

M. Feminisme
Feminisme adalah ideologi atau sebuah paham yang menyatakan
persamaan hak antara pria dengan wanita. Secara bahasa feminisme berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “femina” yang artinya memiliki sifat
keperempuanan. Feminisme sering juga diartikan sebagai gerakan emansipasi
wanita yang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak
perbedaan derajat antara wanita dengan pria.
Orang yang berpegang pada ideologi feminisme disebut feminis.
Persamaan kedudukan antara pria dengan wanita dalam paham ini berlaku
dalam segala hal. Pada masa awal pemunculannya, paham feminisme identik
dengan “perjuangan kaum wanita” tetapi saat ini feminisme sudah
berkembang dan mulai diartikan “perjuangan terhadap segala bentuk
ketidakadilan”.

Ciri-Ciri Feminisme

 Menyadari adanya perbedaan atau ketidakadilan kedudukan antara laki-


laki dan perempuan.
 Menuntut Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
 Laki-laki dianggap kaum yang lebih mementingkan dirinya.
 Gerakannya didominasi oleh Wanita.

Tokoh Feminisme
1. Betty Friedan
Betty Ftiedan, mengetengahkan dalam bukunya The Feminine
Mytique versi pragmatic dari bentuk kepastian perempuan. Menurutnya,
perempuan merupakan kaum yang pasif atas bentuk kebudayaan yang
tetap sebagaimana anggapan feminitas oleh kaum patriakhat.
2. Germaine Greer
Gagasan Germaine Geer ada kesamaan dengan Friedan yang tertuang
dalam The Fermale Eunuch. Keduanya menolak untuk membedakan
gambaran, tetapi menyatukannya dalam pendekatan yang tidak
berkelas. Greer memperkirakan bahwa ada bentrokan dalam paham
feminis, ramalan emansipasi perempuan akan selalu menjadi teoritis,
mudah dibaca dan pragmatis.
3. Simone de Beauvoir
Simone de Beauvior dalam The Second Sex, menetapkan dengan sangat
jelas masalah dasar feminis modern. Bila seorang wanita mencoba
membatasi dirinya sendiri, ia mulai dengan berkata “saya seorang
perempuan” . Tidak ada laki-laki yang berbuat begitu. Kenyataan ini
mengungkapkan ketaksimetrisan dasar antara istilah “maskulin” dan
“feminis”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perbedaan-perbedaan cara dalam meng-approach suatu masalah akan
melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang
sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para
ahli tersebut, di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di
suatu tempat. Kenyataan-kenyataan itu melatar belakangi perbedaan-perbedaan
tiap-tiap pokok suatu ajaran filsafat. Dengan demikian suatu ajaran filsafat dapat
merupakan reaksi dan aksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan manusia.
1.      Aliran rasionalisme memandang bahwa akal pikiran atau rasio adalah sebagai
daasar  pengetahuan  manusia.  
2.      Aliran emparisme memandang bahwa pengetahuan ini bukanlah ada pada kita,
akan tetapi ada diluar diri kita, dan datang kepada kita melalui panca indera.
3.      Aliran intuisionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Sebagai lawan dari apa yang
diberikan oleh intuisi yaitu kenyataan.
4.      Aliran Materialisme menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa
menjadi subyek.
5.      Aliran dualisme memadukan antara materialisme dan idealisme.
6.      Aliran kritisisme menolak rasionalisme dan empirisme bahwa rasio tidak mutlak
dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula
pengalaman, tidak dapat dijadikan melului tolak ukur, karena tidak semua
pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”, yang demikian sukar untuk
dinyatakan sebagai kebenaran.
7.      Aliran positivisme memandang bahwa pengetahuan ini lebih memberi tekanan
pada fakta, kepada bukti- bukti  yang  konkrit  ke  sesuatu  yang diverifikasi.
8.      Aliran Eksistensialisme adalah filsafat pemberontakan, terpusat pada
individu melawan ide Pencerahan Eropa dengan tekanannya pada sistem dan
rasionalitas artinya manusia melawan individual melawan dunia, masyarakat,
lembaga, dan cara berpikir.
9.      Aliran Perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-
nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
10.  Aliran humanisme, adanya karena keyakinan bahwa nasib manusia berada di
tangan  sendiri,  bukan  dari  kekuatan  lain.
11.  Aliran feminism memfokuskan diri pada
pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak  antara  perempuan  dan  laki-
laki  dalam  semua  bidang. Teori  ini  berkembang sebagai reaksi atas fakta yang
terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, ras,
dan terutama adanya konflik gender.

      Saran
Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang
sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan
konsep-konsep dan pikiran lama. Namun demikian, walaupun masing-masing
aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran filsafat ilmu saling
berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis. Dari pokok bahasan di atas,
semau filsafat ilmu memberkan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya
pemikiran ilmu pengetahuan modern.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang, Beni Ahmad Saeban. 2008. Filsafat Umum dari Metodologi
sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia

Tafsir Ahmad, 2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra,
Bandung, Remaja Rosdakarya,
Bagus, Lorens. 1997. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia

Ghafur, Abd. 2007. Filsafat Ilmu. Malang: Kantor Jaminan Mutu KJM UIN
Malang.
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, Norman Kemp Smith(Trans.), (New
York : ST Martin Press, 1965), Dan karya lainnya dalam judul bukunya
“Prolegomena to Any Future Metaphysic”, (New York : The Liberal Art
Press,1950)
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Petrus, Simon, L.Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Surajiyo, Suatu Pengantar: Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, cet


ke-2, jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008

Anda mungkin juga menyukai