Aliran Filsafat
disusun oleh :
Kelompok 5
Maryati
Alfi Hasanah
Nadia Hanisawati
Silviana
Widya Suci Anika
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
A. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan akal (reason) adalah
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme,
sesuatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.1 Rasio adalah sumber
kebenaran. Hanya pada rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada
kebenaran.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal yang
dapat memberikan bahan – bahan yang menyebabkan akal tersebut bekerja.
Akan tetapi untuk sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata –
mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan
yang belum jelas. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam
pengalaman berpikir. Akal membentuk bahan tersebut sehingga terbentuk
pengetahuan yang benar. Jadi akal bekerja karena bahan dari indera. Akan
tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan
bahan inderawi sama sekali, jadi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang objek yang betul – betul abstrak. 2
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat tepenting untuk memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan alam mengalami objek empiris. Maka rasionalisme mengajarkan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu
kaidah – kaidah logis aau kaidah- kaidah logika.3
Ada dua macam rasionalisme yaitu dalam bidang agama dan bidang
filsafat. Dijelaskan bahwa bidang agama dalam rasionalisme ialah lawannya
1
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Metodologi sampai Teofilosofi,
(Bandung, Pustaka Setia,2008), 247
2
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2013), 25
3
Ibid,hal 127
autoritas, sedangkan dalam bidang filsafat lawannya ialah empirisme. Jelas
sekali perbedaanya karena di dalam agama rasionalisme mengkritik ajaran
agama dan bidang filsafat rasionalisme menjelaskan teori pengetahuan.
Meskipun antara rasionalisme dan empirisme bertetantangan namun kedua
aliran ini mampu bekerja sama yang mana menghasilkan scientific method
dan dari hasil metode ini timbulah scientific knowledge. Mengapa?
Singkatnya pengetahuan sains hanyalah pengetahuan yang logis – empiris
saja.
B. Empirisme
Kata ini berasal dari bahasa Yunani emoeiria, empeiros (berarti
berpengalaman dalam, berkenalaan dengan, terampil untuk).4 Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Berbeda dengan anggapan
rasionalis yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Paham
ini berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumber satu-satunya
atau paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia, sehingga
pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Sumber ilmu pengetahuan dalam teori empirisme adalah pengalaman dan
penginderaan inderawi.
Dalam sejarah filsafat, klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran
yang mulanya tidak ada dalam indera. Hal tersebut mengandung makna
bahwa:
1. Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman
2. Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat
menggabungkan apa yang dialami
3. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan
4. Akal budi tidak dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan dari
pengalaman inderawi.5
Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat di peroleh melalui
indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian
4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 1997), cet. I, 197-198
5
Lorens bagus, Kamus Filsafat, opcit,
kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi
pengalaman. Pengetahuan yang berupa pengalaman terdiri dari penyusunan
dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam- macam.6
Kelemahan aliran ini cukup banyak, diantaranya yang pertama ialah
indera terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil. Apakah benda itu kecil?
Tidak. Ketebatasan kemampuan indera ini melaporkan bahwa tidak
sebagaimana adanya; dari sini akan membentuk pengetahuan yang salah.
Kemudian yang kedua ialah indera menipu. Pada orang sakit malaria, gula
rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini juga akan menimbulkan
pengetahuan yang empiris. Yang ketiga ialah objek yang menipu, contohnya
ilusi. Kelemahan yang keempat ialah berasal dari indera atau objek
sekaligus. Yang mana mata (indera penglihatan) tidak dapat melihat
keseluruhan seekor kerbau tersebut, dan seekor kerbau tersebut juga tidak
dapat memperlihatkan seluruh anggota badannya. Andaikan saja ketika kita
melihatnya dari depan, kita hanya dapat melihat kepalanya saja yang mana
kita tidak akan melihat ekornya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa aliran ini
lemah karena keterbatasan indera atau objek tersebut. Maka dari itu aliran
empirisme sangatlah bertentangan dengan aliran rasionalisme.
C. Kritisisme
Aliran kritisisme beranggapan bahwa diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.dan jalannya yaitu dengan
pemikiran yang kritis pada setiap gejala-gejala.karena di butuhkan sebuah
analisis. Kehadiran krtisisme membawa sebuah evolusi besar dalam cara
berpikir metafisis, karena menurutnya, bukan subjek yang mengarahkan diri
pada objek, tetapi sebaliknya.
Kehadiran aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang
dari tujuan semula. Pada satu sisi landasan berpikir aliran rasionalisme yang
bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yang lebih mendasarkan pada
pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua tawaran tersebut bukan
jawaban yang tepat. Tokoh yang paling menolak kedua pandangan di atas
adalah Immanuel Kant (1724-1804 m)7.
Immanuel Kant mengkritisi Rasionalisme dan Empirisme yang hanya
mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam
mencapai kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan mengabaikan yang lain
6
Abd. Gafur, Filsafat Ilmu, (Malang: Kantor Jaminan Mutu (KJM) UIN Malang: 2007), 59
7
Kant, Immanuel, Critique of Pure Reason, Norman Kemp Smith(Trans.), (New York : ST
Martin Press, 1965), Dan karya lainnya dalam judul bukunya “Prolegomena to Any Future
Metaphysic”, (New York : The Liberal Art Press,1950)
hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah. Kant jelas-jelas
menolak cara berfikir seperti ini. Karena itu, Kant menawarkan sebuah
konsep “Filsafat Kritisisme” yang merupakan sintesis dari rasionalisme dan
empirisme. Kata kritik secara harfiah berarti “pemisahan”.
Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni
dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan
pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat
sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas
kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas
kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
Dengan filsafatnya Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia dan
ilmu pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan
diri dari sifat sepihak rasionalisme dan dari sifat sepihak empirisme.
Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada
diri subjeknya, lepas dari segala pengalaman, sedang empirisme mengira
hanya dapat memperoleh pengenalan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa
empirisme sekalipun mulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman,
tetapi melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang
radikal.
Dengan kritisisme, Imanuel Kant mencoba mengembangkan suatu sintesis
atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-
masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa
pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal
kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia
sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume
bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das
Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi
semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi
sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah
kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara
pandang dan bukan atribut dari dunia fisik di mana hal itu merupakan materi
pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia
mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak
terpatahkan.
Sejarah Timbulnya Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang
cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan
emperisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman
pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa
(dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman Immanuel
Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap pernah
pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil
yang menggembirakan. Disisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk
itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu
pengetahuan alam.
Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara
budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan,
makanah pengetahuan yang benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant
mencoba mengadakan penyelesaian pertalian ini. Pada umumnya, Kant
mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (hume).
Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia
mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi
manusia akan dapat mencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki
(mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya
pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Akhirnya, Kant mengakui peranan budi dan keharusan empiri, kemudian
dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber
pada budi (nasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda
(emperisme) budi metode berpikirnya disebut metode kritik.
Pemikiran Kritisisme Tentang Ilmu Pengetahuan
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
1. Yang analitis a priori
2. Yang sintetis a priori
3. Yang analitis a posteriori
4. Yang sintetis a posteriori
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada
adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan
pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan
yang analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan sintetis merupakan
hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah
Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh
analisa terhadap unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori
dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya
sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 –
2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a
posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman.
Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia dan
ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus
menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan
adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b)
memberi pengetahuan yang baru. Kant bermaksud mengadakan penelitian
yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya
pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan
inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi
rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative
bila tanpa ada landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air
yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas, itu kita dapat dari
pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain cerita bila kita
memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C,
maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub,
karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan contoh lainnya
adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja, tetapi
tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu
bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa
dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu
pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau
mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang
mengikuti perkembangan zaman yang terus maju.
D. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan. Menurut
aliaran ini ia mempersoalkan obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme
memandang bahwa obyek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia,
contohnya:
1. Lingkungan Sosial
2. Lingkungan fisik.
Tokoh-tokoh dari aliran realisme alam antara lain Francis Bacon (1561-
1626), John Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776), John Stuart
Mill(1773-1836), Alfred North Wihitehead (1861-1947) dan Bertrand Russel
(1872-1970). Semua tokoh ini berasal dari Eropa pada abad 15 dan 16.
Sedangkan tokoh realisme ilmiah adalah Kulpe (1862-1915).
E. Intuisionisme
Intusionisme mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di
dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak terletak pada
simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak dalam akal pikiran manusia.
Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap
alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran manusia. Keberatan terhadap
aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intusionis tidak memberikan
gambaran yang jelas bagaimana matematika sebagai pengetahuan intuitif
bekerja dalam pikiran. Konsep-konsep mental seperti cinta dan benci berbeda-
beda antara manusia yang satu dengan yang lain. Aliran intuisionisme
dipelopori oleh Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881–1966) yang
berkebangsaan Belanda. Aliran ini sejalan dengan filsafat umum yang
dicetuskan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
F. Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau
hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme
mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah metafisika
materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang
menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika,
teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya, suatu
keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang
bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan
yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi
yang sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-
karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-
satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau natura dan dunia
fisik.. Diantara tokoh-tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-
528), Anaximandros (610-545 SM), Thales (625-
545 SM), Demokritos (460-545 SM), Thomas Hobbes (1588-
1679 M), Lamettrie (1709-1775 M), Feuerbach (1804-1877 M), Spencer
(1820-1903 M), dan Karl Marx (1818-1883 M).
Macam-Macam Materialisme :
Asas gerak;
Asas saling berhubungan;
Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
Asas kontradiksi intern.
6. Materialisme historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat
sejarah terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan
materialisme histories secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-
peristiwa yang menyangkut sejarah rohani dan perkembangan manusia
hanya merupakan dampak dan refleksi-refleksi aktivitas ekonomis manusia.
Materialisme historis ini berdasarkan dialektik, maka semua asas
materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme histories.
G. Idealisme
a. Jenis-Jenis Idealisme
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide
manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang
sudah terdapat dalam susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat
adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada
dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar
manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini
ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.
b. Tokoh Idealisme
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada
tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip.
Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan
seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika. Bukan
teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan
diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.
H. Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme
adalah ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang
berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan
tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan
dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan dll. Ada pula
yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara
idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri
dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan ruhani.
Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran
bahwa segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi
yang berdiri sendiri-sendiri. Orang yang pertama kali menggunakan konsep
dualisme adalah Thomas Hyde (1700), yang mengungkapkan bahwa antara zat
dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif. Jadi adanya segala
sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran. Yang termasuk dalam aliran
ini adalah Plato (427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah
dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu
adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan
dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia ini berubah-ubah dan
bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari
idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia
ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
I. Positivisme
Positivisme merupakan aliran yang berorientasi pada ilmnu pengetahuan
alam. Timbulnya filsafat positivisme adalah sebagai reaksi tehadap spekulasi
theologis dan metafisis filsafat hegel. Aliran positivisme ini memberi tekanan
kepada fakta, kepada bukti-bukti yang konkrit kepada sesuatu yang
diverifikasi.
Menurut positivisme Comte, kita harus menjahui diri dari pertanyaan yang
melampai bidang-bidang ilmu positif. Positivisme ingin mengetahui tentang
gejala, bukan hakikat kenyataan. Hubungan antara gejala-gejala disebut comte
sebagai. “ konsep-konsep” atau “hukum-hukum” dan hukum-hukum itu
bersifat positif. Pandangan metafisis dan spekulatif di pandangan oleh comte
sebagai tidak positif, tapi negatif. Karena itu filsafat comte bersifat anti
matematika.
J. Eksistensialisme
filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara
berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi
dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di
dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari
dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan
mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah
satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya
bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar.
Barang-barang yang disadarinya disebut obyek.
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum
eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya
eksistensialisme itu. Materialisme ternyata merupakan pendorong lahirnya
Eksistensialisme. Eksistensi ialah cara orang berada di dunia.
Eksistensialisme lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Materialisme dan
idealisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakikat yang ekstrim.
Keduanya berisi benih-benih kebenaran, tetapi keduanya juga salah.
Eksistensialisme ingin mencari jalan keluar dari kedua ekstremitas
itu. Materialisme memandang materi sebagai keseluruhan manusia, padahal
itu hanyalah aspek manusia. Para filosof eksistensialis dalam tulisannya
menekankan pada kebebasan, individualitas, tanggung jawab, dan
pilihan. Selain itu juga menulis mengenai keterasingan dan keputusan
Tokoh-tokoh aliran filsafat eksistensialisme cukup banyak, seperti
Gabriel Marcel, Karl Jaspers, Nicolai Berdyaev, Albert Camus,
Martin Heiddegger, Soren Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.
K. Perenialisme
Perenialisme berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah manusia,
dimana tradisi perkembangan intelektual yang ada pada zaman Yunani Kuno
dan abad pertengahan yang telah terbukti dapat memberikan solusi terhadap
berbagai problem kehidupan masyarakat. Perenialisme secara filosofi
memilik dasar pemikiran yang melekat pada aliran filsafat klasik yang
ditokohi oleh Plato, Aristoteles, Augustinus. Prinsip mendasar perenialisme
kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husain Nasr, seorang filsuf Islam
yang kontemporer yang menyatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang
sama yang berpangkal pada asal kejadian yang fitri yang memiliki
konsekuensi logis pada watak kebaikan yang bersifat langgeng, tetap, abadi
dan berkesinambungan.
L. Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang
berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-
masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah
menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai
seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika
tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme keagamaan/religi
dan Humanisme Sekular. Diantara tokoh-tokoh Humanisme: Abraham
Maslow, Albert Einstein, Bertrand Russell, Carl Rogers, Cicero, Edward
Said, Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry
Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.
M. Feminisme
Feminisme adalah ideologi atau sebuah paham yang menyatakan
persamaan hak antara pria dengan wanita. Secara bahasa feminisme berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “femina” yang artinya memiliki sifat
keperempuanan. Feminisme sering juga diartikan sebagai gerakan emansipasi
wanita yang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak
perbedaan derajat antara wanita dengan pria.
Orang yang berpegang pada ideologi feminisme disebut feminis.
Persamaan kedudukan antara pria dengan wanita dalam paham ini berlaku
dalam segala hal. Pada masa awal pemunculannya, paham feminisme identik
dengan “perjuangan kaum wanita” tetapi saat ini feminisme sudah
berkembang dan mulai diartikan “perjuangan terhadap segala bentuk
ketidakadilan”.
Ciri-Ciri Feminisme
Tokoh Feminisme
1. Betty Friedan
Betty Ftiedan, mengetengahkan dalam bukunya The Feminine
Mytique versi pragmatic dari bentuk kepastian perempuan. Menurutnya,
perempuan merupakan kaum yang pasif atas bentuk kebudayaan yang
tetap sebagaimana anggapan feminitas oleh kaum patriakhat.
2. Germaine Greer
Gagasan Germaine Geer ada kesamaan dengan Friedan yang tertuang
dalam The Fermale Eunuch. Keduanya menolak untuk membedakan
gambaran, tetapi menyatukannya dalam pendekatan yang tidak
berkelas. Greer memperkirakan bahwa ada bentrokan dalam paham
feminis, ramalan emansipasi perempuan akan selalu menjadi teoritis,
mudah dibaca dan pragmatis.
3. Simone de Beauvoir
Simone de Beauvior dalam The Second Sex, menetapkan dengan sangat
jelas masalah dasar feminis modern. Bila seorang wanita mencoba
membatasi dirinya sendiri, ia mulai dengan berkata “saya seorang
perempuan” . Tidak ada laki-laki yang berbuat begitu. Kenyataan ini
mengungkapkan ketaksimetrisan dasar antara istilah “maskulin” dan
“feminis”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perbedaan-perbedaan cara dalam meng-approach suatu masalah akan
melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang
sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para
ahli tersebut, di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di
suatu tempat. Kenyataan-kenyataan itu melatar belakangi perbedaan-perbedaan
tiap-tiap pokok suatu ajaran filsafat. Dengan demikian suatu ajaran filsafat dapat
merupakan reaksi dan aksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan manusia.
1. Aliran rasionalisme memandang bahwa akal pikiran atau rasio adalah sebagai
daasar pengetahuan manusia.
2. Aliran emparisme memandang bahwa pengetahuan ini bukanlah ada pada kita,
akan tetapi ada diluar diri kita, dan datang kepada kita melalui panca indera.
3. Aliran intuisionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Sebagai lawan dari apa yang
diberikan oleh intuisi yaitu kenyataan.
4. Aliran Materialisme menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa
menjadi subyek.
5. Aliran dualisme memadukan antara materialisme dan idealisme.
6. Aliran kritisisme menolak rasionalisme dan empirisme bahwa rasio tidak mutlak
dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula
pengalaman, tidak dapat dijadikan melului tolak ukur, karena tidak semua
pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”, yang demikian sukar untuk
dinyatakan sebagai kebenaran.
7. Aliran positivisme memandang bahwa pengetahuan ini lebih memberi tekanan
pada fakta, kepada bukti- bukti yang konkrit ke sesuatu yang diverifikasi.
8. Aliran Eksistensialisme adalah filsafat pemberontakan, terpusat pada
individu melawan ide Pencerahan Eropa dengan tekanannya pada sistem dan
rasionalitas artinya manusia melawan individual melawan dunia, masyarakat,
lembaga, dan cara berpikir.
9. Aliran Perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-
nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
10. Aliran humanisme, adanya karena keyakinan bahwa nasib manusia berada di
tangan sendiri, bukan dari kekuatan lain.
11. Aliran feminism memfokuskan diri pada
pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-
laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi atas fakta yang
terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, ras,
dan terutama adanya konflik gender.
Saran
Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang
sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan
konsep-konsep dan pikiran lama. Namun demikian, walaupun masing-masing
aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran filsafat ilmu saling
berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis. Dari pokok bahasan di atas,
semau filsafat ilmu memberkan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya
pemikiran ilmu pengetahuan modern.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang, Beni Ahmad Saeban. 2008. Filsafat Umum dari Metodologi
sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
Tafsir Ahmad, 2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra,
Bandung, Remaja Rosdakarya,
Bagus, Lorens. 1997. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia
Ghafur, Abd. 2007. Filsafat Ilmu. Malang: Kantor Jaminan Mutu KJM UIN
Malang.
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, Norman Kemp Smith(Trans.), (New
York : ST Martin Press, 1965), Dan karya lainnya dalam judul bukunya
“Prolegomena to Any Future Metaphysic”, (New York : The Liberal Art
Press,1950)
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.