Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki kemampuan berpikir dari
pengalaman hidupnya, yang kemudian mereka tuangkan
dalam ilmu pengetahuan melalui berbagai metode yang telah
tersaji di dalamnya. Seperti filsafat ilmu yang berisikan
tentang kreativitas seorang filsuf dengan keilmuannya yang
menggunakan logika berfikir dalam melahirkan ilmu
pengetahuan yang beragam pada sebuah pohon ilmu
kemudian mengantarkan dan mengembangkannya menjadi
cabang yang banyak secara mandiri. (Mukhtar Latif, 2014:
17)
Oleh karena itu, adanya penjelasan tentang ilmu ini
untuk dipahami secara mendasar bagi setiap pembaca.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah
ini, antara lain:
1. Bagaimana hakikat epistemologi ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana sejarah konstruktivisme epistemologi?
3. Bagaimana pengertian epistemologi pengetahuan?
4. Bagaimana terjadinya pengetahuan?
5. Bagaimana metode untuk memperoleh pengetahuan?
C. Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan yang berdasarkan rumusan masalah di atas yaitu:
1. Untuk mengetahui hakikat epistemologi ilmu pengetahuan.
2. Untuk mengetahui sejarah konstruktivisme epistemologi.
3. Untuk mengetahui pengertian epistemologi pengetahuan.
4. Untuk mengetahui terjadinya pengetahuan.
5. Untuk mengetahui metode untuk memperoleh
pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Dari kutipan Mukhtar Latif dalam buku Orientasi ke Arah
Pemahaman Filsafat Ilmu, Jujun S. Suriasumantri (2010)
mengatakan pengetahuan merupakan khazanah kekayaan
mental yang secara langsung atau tak langsung turut
memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat
dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang
muncul dalam kehidupan.
Lahirnya epistemologi pada hakikatnya yaitu karena
para pemikir melihat bahwa pancaindra manusia merupakan
satu-satunya alat penghubung antara manusia dengan
realitas eksternal. Dalam memahami dan memaknai realitas
eksternal ini kadang kala bahkan senantiasa melahirkan
banyak kesalahan dan kekeliruan. (Mukhtar Latif, 2014: 192)
B. Sejarah Konstruktivisme Epistemologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2010) yang dikutip oleh
Mukhtar Latif dalam buku Orientasi ke Arah Pemahaman
Filsafat Ilmu, mengatakan epistemologi merupakan cabang
filsafat yang mempelajari pangetahuan.
Menurut Littlejohn (2005) yang dikutip oleh Mukhtar Latif
dalam buku Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu,
mengatakan sebagai salah satu komponen dalam filsafat
ilmu, epistemologi difokuskan pada telaah tentang
bagaimana cara ilmu pengetahuan memperoleh
kebenarannya, atau bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan yang benar atau bagaimana seseorang itu tahu
apa yang mereka ketahui. (Mukhtar Latif, 2014: 192)

Salah satunya yang paling utama menurut sejarah


epistemologi itu sendiri. Bila dilihat dari sejarah epistemologi,
maka terlihat adanya suatu kecenderungan yang jelas
mengenai bagaimana riwayat cara-cara menemukan
kebenaran (pengetahuan), kendatipun riwayat yang
dimaksud memperlihatkan adanya banyak kekacauan
perspektif yang posisinya saling bertentangan. Misalnya teori
pertama, pengetahuan dititikberatkan pada keabsolutannya
dan karakternya yang permanen. Adapun teori berikutnya
menaruh penekanannya pada kerelativitasan atau situation
(keadaan) dependence (ketergantungan).
Kerelativitasan pengetahuan tersebut berkembang
secara terus menerus atau berevolusi dan pengetahuan
secara aktif campur tangan terhadap the world dan subjek
maupun objeknya. Menurut plato, pengetehuan yaitu
kesadaran mutlak, universal ideas or forms, keberadaan
bebas suatu subjek yang perlu dipahami.
Pada masa renaisans, terdapat dua epistemologikal
utama yang posisinya mendominasi adalah filsafat, yaitu
empirism dan rasionalism. Empirism (empirisme) yaitu suatu
epistemologi yang memahami bahwa pengetahuan itu
sebagai produk persepsi indrawi.
Sedangkan rationalism (rasionalisme) melihat
pengetahuan itu sebagai adapun prodok refleksi rasional.
Ada teori penting yang dikembangkan pada periode yang
layak untuk diikuti, yaitu menyangkut sintesis rasionalisme
dan empirismenya para pengikut Kant. Menurut Kant,
pengetahuan itu dihasilkan dan diorganisasi dari persepsi
berdasarkan struktur kognitif bawaan yang disebutnya
kategori. Kategori mencakup ruang, waktu, objek dan
kausalitas.

Pandangan yang lebih radikal ditawarkan oleh para


penganut constuctivism. Kalangan ini mengasumsikan bahwa
semua pengetahuan dibangun dari goresan subjek
pengetahuan. Tidak ada sesuatu yang givens, data atau
fakta empiris yang objektif, kategori bawaan sejak lahir atau
struktur-struktur kognitif.
Gagasan korespondensi atau refleksi realitas eksternal
menjadi sesuatu hal yang ditolak, karena kekurangan
hubungan diantara model dan hal yang mereka
representasikan ini, maka bahayanya bagi constructivism
yaitu bahwa mereka mungkin cenderung menjadi relativisme.
Kita bisa membedakan dua pendekatan yang mencoba
menghindari kemutlakan relativisme.
Pendekatan yang pertama disebut konstruktivisme
individual (individual constructivism) dan kedua,
konstruktivisme sosial (social constructivism).
Konstruktivisme individual mengasumsikan bahwa seorang
individu mencoba mencapai koherensi diantara perbedaan
potongan-potongan pengetahuan itu.
Konstruktivisme sosial memahami mufakat antara subjek
berbeda sebagai ketentuan tertinggi untuk menilai
pengetahuan. Dalam filsafat ini, pengetahuan tampak
sebagai suatu hipotesis realitas eksternal yang sangat
independen.
Melalui pendekatan konstruktivis tampak penekanannya
lebih banyak pada soal perubahan dan sifat relatif dan
pengetahuan, dan cara-cara mereka yang mengumpulkan
kesepakatan sosial atau koherensi internal dalam
menemukan kebenaran, ini menyebabkan mereka tetap
masih memiliki ciri yang absolut. Melalui cara ini dianggap
bahwa pengetahuan itu dikonstruksikan oleh subjek atau

kelompok dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan


mereka dalam artian luas.
Perkonstruksian itu merupakan suatu proses yang terus
berkelanjutan pada tingkatan yang berbeda, baik secara
biologis maupun psikologis atau sosial. Dari kutipan Mukhtar
Latif dalam buku Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, Heylighen
mengatakan pengetahuan pada dasarnya masih merupakan
alat pasif yang dikembangkan oleh organisme dalam rangka
untuk membantu mereka dalam pencarian mereka dalam
bertahan hidup. (Mukhtar Latif, 2014: 192-196)
C. Pengetian Epistemologi Pengetahuan
Istilah Epistemology dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere
yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang
filsafat, yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum).
(Surajiyo, 2010: 24)
Istilah epistemologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,
dengan asal kata episteme yang berarti pengetahuan, dan
logos yang berarti teori. Secara etimologi epistemologi berarti
teori pengetahuan. Dan secara terminologi merupakan
cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang
tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan
pengetahuan. (Uyoh Sadulloh, 2008: 29)
Menurut buku Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu
yang dikutip oleh Mukhtar Latif (2014), secara etimologi ilmu
dalam bahasa Inggris berarti science. Pengetahuan berasal
dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu knowledge. Dalam
encyclopedia of philosophy dijelaskan, bahwa definisi
pengetahuan yaitu kepercayaan yang benar. Ilmu
pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena kehidupan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Menurut Kattsoff dan Wahyudi dari kutipan Mukhtar Latif
dalam buku Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu

mengatakan, secara sederhana dapat di pahami bahwa


filsafat ilmu merupakan dasar yang menjiwai dinamika proses
kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah.
Secara singkat dapat di katakana bahwa epistemologi
merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan
mengenai masalah hakikat pengetahuan. Selanjutnya Kattsoff
mengatakan, ketika kita membicarakan tahap-tahap
perkembangan pengetahuan dalam satu napas, tercakup
pula telaah filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis yaitu tentang apa
dan sampai dimana yang hendak di capai ilmu. Kedua, dari
segi epistemologi yaitu meliputi aspek normatif mencapai
kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, disamping
aspek prosedural, metode dan teknik dalam memperoleh
data empiris.
Epistemologi juga di sebut sebagai cabang filsafat yang
relevan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan,
pra-anggapan dan dasar-dasarnya, serta rehabilitas umum
dan tuntutan akan pengetahuan. Epistemologis secara
sederhana dapat di definisikan sebagai cabang filsafat yang
mengkaji asal mula, struktur, metode dan validitas
pengetahuan.

D. Terjadinya Pengetahuan
Dalam buku Filsafat Ilmu yang dikutip oleh Surajiyo,
sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan
menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to
Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, yaitu
sebagai berikut.
1. Pengalaman Indra (Sense Experience)

Pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan


yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri
manusia melalui kekuatan indra.
2. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan
menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud
untuk mendapat pengetahuan baru.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki
seseorang dan diakui oleh kelompoknya.
4. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia
yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu
rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat
pernyataan yang berupa pengetahuan.
5. Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang di sampaikan oleh Tuhan
kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya.
6. Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada
diri manusia yang di peroleh melalui kepercayaan.
E. Metode untuk Memperoleh Pengetahuan
Ada beberapa metode yang popular dan dijadikan rujukan
dalam memperoleh sumber pengetahuan dalam epistemologi
pengetahuan, sebagaimana dikemukakan Imam Wahyudi
(2007) dalam buku Orientasi ke Arah Pemahaman Filsfat Ilmu
yang dikutip oleh Mukhtar Latif yaitu:
1. Metode Empirisme
Empirisme yaitu cara atau metode dalam filsafat yang
mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan
melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania
mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan akalnya
merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa) dan di

dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman indriawi.


Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh
dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ideide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang
pertama-pertama dan sederhana tersebut.
2. Metode Rasionalisme
Rasionalisme yaitu satu cara atau metode dalam
memperoleh sumber pengetahuan yang berlandaskan pada
akal.(Mukhtar Latif, 2014: 200)
Rasionalisme berpandangan bahwa akal merupakan
faktor fundamental dalam pengetahuan. Akal manusia
memiliki kemampuan untuk mengetahui kebenaran alam
semesta, yang tidak mungkin dapat diketahui melalui
observasi. (Uyoh Sadulloh, 2008: 31)
3. Metode Fenomenalisme
Fenomenalisme yaitu satu cara atau metode dalam
memperoleh sumber ilmu pengetahuan dengan menggali
pengalaman dari dalam diri sendiri. Tokoh yang terkenal
dalam metode ini ialah Immanuel Kant. Kant membuat
uraian tentang pengalaman sesuatu sebagaimana terdapat
dalam dirinya sendiri, dengan merangsang alat indriawi kita
dan diterima oleh akal kita dalam bentuk pengalaman dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena
itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang
barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, tetapi hanya
tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
artinya pengetahuan tentang gejala (phenomenon).
4. Metode Intuisionisme
Intuisionisme yaitu satu cara atau metode dalam
memperoleh sumber ilmu pengetahuan dengan
menggunakan sarana intuisi untuk mengetahui secara

langsung dari pengetahuan intuitif. Tokoh yang terkenal


dalam aliran ini ialah Bergson.
Ada yang khas dari aliran ini, dia tidak mengingkari nilai
pengalaman indriawi yang biasa dan pengetahuan yang
disimpulkan darinya. Intuisionisme dalam beberapa bentuk
hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap
diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dan pengetahuan
yang nisbi yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh
analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan
oleh indra hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai
lawan dan apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan.
Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah
merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita
keadaan senyatanya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstruksi epistemologi ilmu pengetahuan terdapat lima
pembahasan, yaitu:
1. Hakikat epistemologi ilmu pengetahuan
2. Sejarah konstruktivisme epistemologi
3. Pengertian epistemologi pengetahuan
4. Terjadinya pengetahuan
5. Metode untuk memperoleh pengetahuan
B. Saran
Konstruksi epistemologi ilmu pengetahuan termasuk ke
dalam bagian yang terpenting dari filsafat ilmu. Oleh karena
itu, apabila kita memahami filsafat ilmu maka ada baiknya
kita mempelajari materi tentang ilmu ini.

DAFTAR PUSTAKA

10

Latif, Mukhtar, 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu.


Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Sadulloh, Uyoh, 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
Alfabeta .
Surajiyo, 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

11

Anda mungkin juga menyukai