Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENJAMINAN MUTU PELAYANAN


KEPERAWATAN
Di susun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah : Manajemen Keperawatan

Dosen : Dr. Dian Roslan,S.Kep.,M.Kes

Disusun oleh :

1. Yana Saepurohman
2. Cindy Mutiara
3. Tia Intan L
4. Jaenal Awaludin
5. Fazri Nugraha
6. Dewiyanti

DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES KARSA HUSADA GARUT
2019
KATA PENGANTAR

Pertama tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun berdasarkan pengumpulan dari berbagai sumber, dan untuk memenuhi tugas mata
kuliah manajemen keperawatan .
Dengan ini kami kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan, juga kepada pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Semoga tugas yang kami buat dapat
bermanfaat bagi kami pribadi maupun pihak yang membaca.
Kami menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari kata sempurna, masih banyak
kelemahan dan kekurangan. Setiap saran, kritik, dan komentar yang bersifat membangun dari
pembaca sangat kami harapkan untuk meningkatkan kualitas dan penyempurnaan tugas ini.

Garut, 20 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................

Daftar isi ................................................................................................................................

Bab I pendahuluan ................................................................................................................

1.1............................................................................................................Latar belakang
1.2......................................................................................................Rumusan masalah
1.3....................................................................................................Tujuan penyusunan

Bab II pembahasan ................................................................................................................

2.1 Pengertian ..................................................................................................................


2.2

Bab III Penutup .....................................................................................................................

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................

Daftar pustaka.......................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Jaminan mutu layanan kesehatan atau quality assurance in healthcare merupakan
salah satu pendekatan atau upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan
layanan kesehatan kepada pasien. Profesional layanan kesehatan baik perorangan ataupun
kelompok, harus selalu berupaya memberikan layanan kesehatan yang terbaik mutunya
kepada semua pasien tanpa kecuali, baik yang menggunakan jaminan kesehatan seperti
Jamkesmas maupun yang tidak
(Pohan, 2007).
Penjaminan mutu pelayanan keperawatan sangatlah penting untuk mendukung
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Untuk itu kami membuat makalah yang berjudul “
penjaminan mutu pelayanan keperawatan “
1.2. Rumusan masalah
a. Bagaimanan Penjaminan mutu pelayanan keperawatan yang baik dan benar ?
b. Bagaimana sop pelayanan keperawatan ?
1.3. Tujuan penyusunan
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen keperawatan
b. Untuk menjadi bahan kuliah manajemen keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penjaminan Mutu

Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu
pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan. (Suryadi,2009)

1. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu

Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan profesionalisme dalam


pelayanan keperawatan, memberikan masukan kepada pimpinan rumah sakit berkaitan
dengan profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, menyelesaikan
masalah – masalah terkait dengan penerapan disiplin dan etik keperawatan serta
meningkatakan mutu pelayanan keperawatan.

Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut

1) Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui kegitan


terorganisasi.
2) Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien.
3) Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan kewenangannya.
4) Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan moral
perawat.
5) Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan.
6) Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur keperawatan.
7) Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
8) Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide – ide baru.
9) Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil kinerja
perawat untuk pengembangan karir. (Ayun,2014)
2. Kualitas Pelayanan (TQM)
1) Definisi TQM

Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang menjadi titik
fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk meningkatkan kualitas yang
diterapkan pada produk, pelayanan dan manajemen perusahaan. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, lahirlah suatu inovasi yang dikenal dengan TQM. Menurut
Tjiptono & Anastasia (2003) TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-
menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.”

Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis kriteria pelayanan, antara
lain adalah sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk menunggu selama


transaksi maupun proses pembayaran.
b. Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan maupun
transaksi.
c. Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan.

Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber daya manusia


untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas pendukung seperti komputer untuk
mencari ketersediaan suatu produk.

Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman,
aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan lain sebagainya

2) Dimensi Kualitas Pelayanan


a. Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk menampilkan
yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan bangunan, fasilitas, perlengkapan
teknologi pendukung, hingga penampilan karyawan.
b. Reliability

Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang sesuai


dengan harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan waktu, tidak ada kesalahan, sikap
simpatik, dan lain sebagainya.
c. Responsiveness

Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau responsif


serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah dimengerti.

d. Assurance

Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap sopan santun
karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga mampu
menumbuhkan rasa percaya pelanggan.

e. Empati

Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada
pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen secara akurat dan
spesifik.

3) Prinsip - Prinsip TQM

Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu;
Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen. Pendapat lain dikemukakan oleh
Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh
Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu
Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya, melaksanakan
sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya
dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :

a. Kepuasan Pelanggan Dalam Total Quality Management, konsep mengenai


kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian
dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan.
Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu.
b. Respek terhadap setiap orang. Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreatifitas yang khas.
Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling
bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik
dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil
keputusan.
c. Manajemen berdasarkan fakta Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada
fakta, maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan
sekedar pada perasaan. Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini:
a) prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan tidak
dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya yang ada;
b) variasi atau variabilitas kinerja manusia, variasi/variabilitas
(keragaman) kinerja/kemampuan dari setiap anggota merupakan
bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Maksudnya, setiap
perbedaan yang terjadi dikaji, kemudian ditetapkan langkah/kebijakan
yang paling sesuai untuk diterapkan. Dengan demikian, manajemen
dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang
dilakukan.
d. Perbaikan yang berkesinambungan Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu
melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara
berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-
check-act-analyze), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan
melakukan tindakan koreksi terhadap hasil yang diperoleh.
4) Metode Total Quality Management

Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar utama yang
merupakan pelopor dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W. Edwards Deming, Joseph
M. Juran, dan Philip B. Crosby.

Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2004), sebagai berikut :

a. Metode W. Edwards Deming

Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming mencatat
kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu dengan memperkenalkan
penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistic (statistical process
control = SPC). Deming menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat membedakan
penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia berkeyakinan bahwa
perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
industri.
Siklus Deming (Deming Cycle), Siklus ini dikembangkan untuk menghubungkan
antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian
dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994: 237). Siklus Deming adalah model perbaikan
berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming yang terdiri atas empat
komponen utama secara berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)

b. Metode Joseph M. Juran

Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk digunakan (fitness for
use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi apa
yang diharapkan oleh para pemakainya. Satu kontribusi Juran yang paling terkenal adalah
Juran’s Three Basic Steps to Progress, diantaranya : Mencapai perbaikan terstruktur atas
dasar kesinambungan yang dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
Mengadakan program pelatihan secara luas. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada
tingkat manajemen yang lebih tinggi.

c. Metode Philip B. Crosby

Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan. Dalil
manajemen kualitas menurut Crosby adalah sebagai berikut :

Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.

Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau kebaikan


(goodness). Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara spesifik baik /
bagus itu bagaimana. Definisi kualitas menurut Corsby adalah memenuhi atau sama dengan
persyaratan (conformance to requirements). Kurang sedikit saja dari persyaratannya maka
suatu barang atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan tersebut dapat berubah sesuai
dengan keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah,
teknologi, serta pasar atau persaingan.

Sistem Kualitas adalah pencegahan

Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian (appraisal). Suatu produk dinilai pada
akhir proses. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila baik, maka akan
diserahkan kepada distributor, sedangkan bila buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti ini
tidak menyelesaikan masalah, karena yang buruk akan selalu ada. Maka dari itu, sebaiknya
dilakukan pencegahan dari awal sehingga output-nya dijamin bagus serta hemat biaya dan
waktu. Dalam hal ini dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu
kesalahan di awal proses, biayanya cuma satu rupiah. Akan tetapi, bila ditemukan di proses
kedua, maka biayanya menjadi 10 rupiah. Atas dasar itulah sistem kualitas menurut Corsby
merupakan pencegahan.

Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan

Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close enough concept),
misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen. Namun, coba dihitung berapa besarnya
inefisiensi 5 persen bila dikalikan dengan penjualan. Bila diukur dalam rupiah, maka baru
disadari besar sekali nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai persentase, sehingga Crosby
mengajukan konsep kerusakan nol, yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan
melakukan sesuatu dengan benar sejak pertama proses dan setiap proses.

3. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal, performance evaluation,


development review, performance review and development. Penilaian kinerja merupakan
kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran–ukuran yang
telah disepakati bersama dalam standar kerja (Usman,2011)

Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan


standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian kinerja perawat
merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian
kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol
sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara
efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan
dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses
operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing
perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten
(Nursalam,2008).

Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:


a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan memberikan
kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam
kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan
mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang
prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga
yang cakap dan trampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya
tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan
dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif


mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan keperawatan yang
telah diberikan pada pasien. Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi perawat dari
kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak
terapeutik. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar
praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Standar praktek keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat
Nasional Indonesi) (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi:
(1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,


menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan,
meliputi:

a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan


fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
b) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medis, dan catatan lain.
c) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
 Status kesehatan klien masa lalu
 Status kesehatan klien saat ini
 Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d) Respon terhadap terapi
e) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f) Resiko-resiko tinggi masalah
b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa keperawatan.


Adapun kriteria proses:

a) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah


klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.
b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda atau
gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
c) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru.
c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan


meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:

a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana


tindakan keperawatan.
b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d) Mendokumentasi rencana keperawatan.
d. Standar Empat: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana


asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
a) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan
yang digunakan.
e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam


pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:

a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,


tepat waktu dan terus menerus.
b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut perkembangan
ke arah pencapaian tujuan.
c) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
d) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
e) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
2.2 Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)
1. Konsep POA (Plan Of Action)

Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan dilakukan
pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan jembatan antara
dimana kita sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang. Perencanaan merupakan
proses intelektual yang didasarkan pada fakta dan informasi, bukan emosi dan harapan
(Douglas, 1992; Gillies, 1994).

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi


masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan
setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah,
merumuskan masalah, mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode
fishbone, baru setelah itu melakukan plan of action.
Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan
dapat memiliki beberapa bentuk, antara lain:

1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan
masalah
3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya yang
spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan
sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan sumber
daya organisasi atau komponen masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau
mekanisme, Teknologi atau cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

1) Tujuan planning of action

1. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan

2. Menguji dan membuktikan bahwa:

a. Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan

b. Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran

c. Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh

d. Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh

e. Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan

3. Berperan sebagai media komunikasi

a. Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi memiliki
peran yang berbeda dalam pencapaian

b. Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

2) Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik


Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar kegiatan
program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini beberapa
kriteria Plan of Acton (POA) dikatakan baik, antara lain:

1. Spesific (Spesifik)

Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang ingin dirubah.
Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan mengkomunikasikannya.

2. Measurable (Terukur)

Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah dicapai.

3. Attainable/achievable (dapat dicapai)

Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti
bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan anggaran
yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa
dilakukan.

4. Relevant (sesuai)

Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di suatu
wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau masyarakat di wilayah
tersebut.

5. Timely (sesuai waktu)

Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau sesuatu
yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat diperlukan dalam rencana kegiatan
agar kegiatan dapat berjalan efektif.

3) Langkah Planning of Action (POA)

1. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata: What, Who,


When, Where, Why, How), sebagai berikut:

a. Masalah apa yang terjadi?


b. Dimana masalah tersebut terjadi?

c. Kapan masalah tersebut terjadi?

d. Siapa yang mengalami masalah tersebut?

e. Mengapa msalah tersebut terjadi?

f. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

2. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.

3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan (RUK), antara lain:

a. Pembahasan Ulang Masalah

Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah, dapat dilihat
keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba menggambarkan keadaan tersebut
nantinya sesuai dengan yang diharapkan.

b. Perumusan Tujuan Umum

Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang diharapkan
nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan kesehatan, maka dapat dirumuskan
tujuan umum program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang
menggambarkan hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.

c. Perumusan Tujuan Khusus

Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur (kuantitatif)
dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan umum. Bentuk pernyataan dalam
tujuan khusus sifatnya positif, merupakan keadaan yang diinginkan. Penentuan indikator
tujuan khusus program dapat menggunakan kriteria SMARTS (Smart, Measurable,
Attainable, Realistic, Time-bound, Sustainable)

d. Penentuan Kriteria Keberhasilan


Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan dari suatu
rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa jauh program atau kegiatan
yang direncanakan tersebut berhasil atau tercapai. Menentukan kriteria atau indikator
keberhasilan disesuaikan dengan tujuan khusus yang telah ditentukan.

Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H, yaitu:

a. Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana kegiatan?

b. What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan

c. How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang spesifik?

d. Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?

e. Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program dilaksanakan?

f. When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang
berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu, besaran kegiatan (volume), dan
hasil yang diharapkan.

4. Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji dan


melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan kesepakatan dan dukungan.

(Yuan,2016)

2. Konsep Evidence Based Practice

Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang
jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu
pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris,
sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.

1) Model Evidence Based Practice

a. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun
1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence
Base Practice Nursing.

- Tahap persiapan.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian
menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.

- Tahap validasi.

Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti empiris,
non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti menggunakan
table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak ada bukti atau bukti
yang ada tidak mendukung.

- Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.

Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa
dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila
bukti yang ada tidak bisa dipakai.

- Tahap translasi atau aplikasi.

Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian (individu,
kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan strategi untuk
melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.

- Tahap evaluasi.

Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas evaluasi
formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.

b. Model IOWA

Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa
knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi,
maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang
tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya
harus dievaluasi dan didiseminasikan.

c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee

Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri
dari 6 langkah yaitu :

Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis

Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik

Tahap 3 : kritikal analisis evidence

Tahap 4 : design perubahan dalam praktek

Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan

Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek

Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan paktek
harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode
yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.

2) Pentingnya Evidence Based Practice

Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :

a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien

b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan

c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan

d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan

e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru

f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu
pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan. (Suryadi,2009)
DAFTAR PUSTAKA

Ayun, Q., 2014. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu dan Audit
Keperawatan. SlideShare, p.24. Available at: http://www.slideshare.net/ayunannaim/audit-
mutu [Accessed January 12, 2017].

Nasution, M., 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta: Ghalia
Indonesia. Available at: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-quality-
management-tqm.html.

Suryadi, T., 2009. Pengertian dan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Scribd. Available at: https://www.scribd.com/doc/17381263/Pengertian-Dan-Pelaksanaan-
Mutu-Pelayanan-Kesehatan [Accessed January 12, 2017].

Tjiptono, F. & Anastasia, D., 2003. Total Quality Management Edisi Kedu., Yogyakarta:
Andi Offset. Available at: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-quality-
management-tqm.html.

Utami, P., 2012. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dengan
Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
RSUD Kota Semarang. UNIMUS. Available at: http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-pujiutamin-6602.

Yuan, H., 2016. Planning Of Action (POA) & Implementasi Manajemen Keperawatan.
Scribd. Available at: https://id.scribd.com/document/330652316/Makalah-Plan-of-Action-
Manajemen [Accessed January 13, 2017].

Anda mungkin juga menyukai