Anda di halaman 1dari 44

MANAJEMEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Indikator Mutu, Kepuasan Pasien, dan Standar Nasional


Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)

Disusun oleh:
Rianto Trisaputo (010217A027)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan Makalah Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan dengan
membahas mengenai Indikator Mutu.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Ungaran, November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Indikator Mutu Pelayanan Minimal ..................................................... 3
B. Kepuasan Pasien .................................................................................. 23
C. SNARS ................................................................................................. 36
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 39
B. Saran .................................................................................................... 40
Daftar Pustaka .................................................................................................. 41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan manusia yang
amat penting untuk segera diwujudkan sebagai upaya peningkatan kualitas
hidup dalam masyarakat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Di tengah krisis multidimensi yang melanda di beberapa daerah, terdapat
banyak masalah terjadi yang membuat masyarakat kebingungan untuk
memajukan bangsa ini. Satu per satu masalah muncul, mulai dari bencana
alam sampai penyebaran wabah penyakit. Isu yang paling mengancam saat ini
adalah masalah kesehatan nasional. Masalah kesehatan nasional yang dihadapi
bangsa kita sekarang adalah penyebaran wabah penyakit, pelayanan kesehatan
yang buruk, serta kurangnya biaya pengadaan fasilitas kesehatan padahal
kesehatan nasional merupakan fondasi penting dalam memajukan bangsa ini
dari keterpurukan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah sistem pelayanan
kesehatan Indonesia sudah memadai dalam menangani masalah kesehatan
Indonesia.
Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya
memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan berkualitas ini harus
dapat dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan
swasta, sehingga diharapkan masyarakat akan lebih berminat untuk
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas,
rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan masyarakat yang padat modal, padat teknologi
dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-harinya melibatkan sumber daya
manusia dengan berbagai keahlian. Jangkauan dan kualitas pelayanan

1
kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga di institusi
pelayanan kesehatan.
Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan
profesional personil rumah sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta
kepuasan pasien. Kepuasan pasien ditentukan oleh keseluruhan pelayanan
seperti pelayanan admisi, dokter, perawat, makanan, obat-obatan, sarana dan
peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit. Untuk mengukur mutu
pelayanan kesehatan diperlukan suatu indikator tertentu yang perlu dipenuhi
oleh setiap institusi pelayanan kesehatan agar dapat menjalankan pelayanan
secara optimal.

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas makalah ini bertujuan agar mahasiswa /
mahasiswi mengetahui secara umum tentang indikator mutu pelayanan
kesehatan, kepuasan pasien, dan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (
SNRS ) sehingga kita dapat melakukan tindakan sesuai protap dan ketentuan
yang berlaku.

C. Manfaat
Manfaat yang diproleh dari penulisan makalah ini adalah :
Untuk menambah pengetahuan mahasiswa / mahasiswi Universitas Ngudi
waluyo mengenai indikator mutu pelayanan kesehatan, kepuasan pasien dan
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit ( SNARS ).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. INDIKATOR MUTU PELAYANAN


1. Pengertian
a. Pengertian Mutu
Mutu adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen,
baik kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat. Menurut
beberapa pakar, definisi terhadap mutu adalah sebagai berikut:
1) Mutu adalah “Fitness for Use”, atau kesesuaian dengan tujuan atau
manfaatnya (J.M.Juran).
2) Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan yang meliputi
availability, delivery, reliability, maintainability dan cost effectiveness
(Philip B. Crosby).
3) Mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan
mendatang (Deming, 1982)

Dalam pelaksanaan konsep mutu, mutu dipengaruhi oleh beberapa


faktor-faktor yang fundamental yang dikenal dengan 9M, yakni men,
money, materials, machines and menchanization, modern information
methods, markets, management, motivation dan Mounting Product
Requirement.
Berdasarkan penelitian Zeithaml, Berry dan Parasuraman dimensi
mutu secara umum yang diterapkan pada perusahaan jasa dikelompokkan
menjadi:
a. Realibility (keandalan) yakni berkaitan dengan kemampuan
perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat dan konsisten
dengan yang telah dijanjikan.

3
b. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesediaan dan kemampuan
karyawan untuk membantu pelanggan, merespon permintaan, dan
menyediakan pelayanan yang cepat dan tepat.
c. Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan
karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan
dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya.
d. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara
individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan
komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan dan masalah
pelanggan.
e. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas,
peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi.

Dimensi-dimensi mutu pelayanan harus diramu dengan baik,


meskipun hal itu tidak semudah yang dibayangkan. Dapat saja terjadi
kesenjangan antara organisasi dan pelanggan, karena perbedaan persepsi
mereka tentang wujud pelayanan

b. Mutu Pelayanan Kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
tingkat kepuasaan rata-rata dan penyelenggaraannya sesuai dengan standar
dan kode etik profesi. Menurut Kemenkes RI, mutu pelayanan kesehatan
meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai
dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan
kode etik profesi yang telah ditetapkan. Adapun faktor-faktor yang
menentukan mutu pelayanan kesehatan adalah kelayakan, kesiapan,
kesinambungan, efektivitas, kemanjuran, efisiensi, penghormatan dan
perhatian, keamanan dan ketepatan waktu.

4
Pandangan terhadap mutu layanan kesehatan memiliki perspektif
yang berbeda bagi setiap komponen, perbedan tersebut dapat terlihat
sebagai berikut:
a. Perspektif Pasien, adalah layanan yang dapat memenuhi kebutuhan
yang dibutuhkan dan diselenggarakan dengan sopan, tepat waktu dan
tanggap.
b. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan (provider), adalah
ketersediaan peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap
melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan
mutakhir dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan
kesehatan itu.
c. Perspektif Penyandang Dana, adalah suatu layanan yang efisien dan
efektif.
d. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan, adalah layanan yang
menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional
dan pemeliharaan dengan tarif pelayanan masih terjangkau.
e. Perspektif Administrator Layanan Kesehatan, adalah layanan yang
bermutu jika mampu menyusun prioritas dan dapat menyediakan apa
yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat.

c. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan


Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam
pemantauan suatu proses tertentu. Indikator dalam layanan kesehatan
adalah suatu ukuran penatalaksanaan pasien atau keluaran dari layanan
kesehatan Indikator dibuat untuk memantau bagian kritis dari layanan
kesehatan.
Indikator mutu adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
mengukur terpenuhi atau tidaknya suatu standar yang telah ditetapkan.
Indikator mutu dibuat mengikuti dengan standar mutu yang telah
ditetapkan oleh suatu organisasi, termasuk organisasi pelayanan kesehatan.

5
2. Macam-macam Indikator Mutu
Indikator mutu pelayanan kesehatan terdiri dari beberapa macam.
Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan
suatu proses tertentu. Indikator mutu pelayanan kesehatan adalah suatu ukuran
penatalaksanaan pasien atau keluaran dari layanan kesehatan. Indikator dibuat
untuk memantau bagian kritis dari layanan kesehatan.
Indikator mutu pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas 2
jenis, yakni:
1. Indikator Persyaratan Minimal
Indikator persyaratan minimal, menunjukkan pada ukuran terpenuhi
atau tidaknya standar masukan, lingkungan atau proses.
Indikator ini dapat dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. Indikator Masukan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan
seperti ukuran tenaga pelaksana, sarana serta dana yang tersedia di
dalam suatu organisasi kesehatan.
Apabila hasil penilaian terhadap ketiga unsur masukan ini tidak sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan
yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
b. Indikator Lingkungan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar
lingkungan seperti ukuran kebijakan, organisasi serta manajemen yang
dianut oleh organisasi kesehatan.
Apabila hasil penilaian terhadap ketiga unsur masukan ini tidak sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan
yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
c. Indikator Proses, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar proses yang
merujuk pada tindakan medis dan tindakan non medis yang dilakukan
oleh suatu institusi kesehatan.
Apabila hasil penilaian terhadap kedua unsur masukan ini tidak sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan
yang bermutu akan sulit diselenggarakan.

6
2. Indikator Penampilan Minimal
Indikator Penampilan Minimal, menunjuk pada ukuran terpenuhi atau
tidaknya standar penampilan minimal pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini disebut dengan
indikator keluaran (output/outcome).

Masing-masing indikator memiliki fungsi pengukuran yang berbeda, jika


yang ingin diukur adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan
kesehatan (penyebab) maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan
minimal. Tetapi jika yang diukur adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat)
maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
Indikator mutu pelayanan kesehatan lazimnya dibedakan atas 2 macam,
yaitu:
1. Indikator yang Menunjuk pada Penerapan Aspek Medis Pelayanan
Kesehatan
Yaitu baik yang berkaitan dengan kode etik profesi ataupun yang telah
diatur dalam standar pelayanan profesi.
Sebagai contoh yaitu, pelayanan di rumah sakit. Berikut ini jenis-jenis
indikator mutu pelayanan rumah sakit:
a. Indikator Pelayanan Non Bedah, terdiri dari:
1) Angka Pasien dengan Dekubitus;
2) Angka Kejadian Infeksi dengan jarum infus.
3) Angka Kejadian penyulit/infeksi karena Transfusi Darah.
4) Angka Ketidak Lengkapan Catatan Medis.
5) Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat.
b. Indikator Pelayanan, yang terdiri dari
1) Angka Infeksi Luka Operasi.
2) Angka Komplikasi Pasca Bedah.
3) Waktu tunggu sebelum operasi effektif.
4) Angka Appendik normal.

7
c. Indikator Ibu Bersalin dan Bayi, terdiri dari
1) Angka Kematian Ibu karena Eklampsia Kasus Rujukan dan Bukan
Rujukan.
2) Angka Kematian Ibu karena Perdarahan Kasus Rujukan dan Bukan
Rujukan.
3) Angka Kematian Ibu karena Sepsis Kasus Rujukan dan bukan
Rujukan.
4) Angka Kematian Bayi dengan BB Lahir <= 2000 gram Kasus
Rujukan dan Bukan Rujukan.
d. Indikator Mutu Pelayanan Medis
1) Angka infeksi nosokomial
2) Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3) Kematian pasca bedah
4) Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5) Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6) NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7) ADR (Anasthesia Death Rate)
8) PODR (Post Operation Death Rate)
9) POIR (Post Operative Infection Rate)
e. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS
f. Unit cost untuk rawat jalan
1) Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
2) Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya
a) Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari
b) Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut
jarak PS dengan asal pasien
 Jumlah pelayanan dan tindakan medik
 Jumlah tindakan pembedahan
 Jumlah kunjungan SMF spesialis
 Pemfaatan oleh masyarakat
 Contact rate

8
 Hospitalization rate
 Out patient rate
 Emergency out patient rate
g. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien
h. Indikator tambahan
i. Angka Kematian di IGD (IGD).
j. Angka Perawatan Ulang (Rekam Medis).
k. Angka Infeksi RS.
l. Reject Analisis (Radiologi).
m. Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet (Gizi).
n. Angka Keterlambatan waktu pemberian makan (Gizi).
o. Angka Kesalahan Pembacaan Hasil (laboratorium).
p. Angka Waktu Penyelesain Resep (Farmasi).
q. Angka Kesalahan Pemberian Obat (Farmasi).
r. Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani (Farmasi).

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya


dengan manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja
SMF dan staf lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan
outcome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality assurance) yang
dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali
mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka adalah staf
fungsional (non struktural) yang membantu direktur RS dengan
melibatkan semua staf SMF RS.

2. Indikator yang Menunjuk pada Penampilan Aspek Nonmedis Pelayanan


Kesehatan
Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek nonmedis
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Contohhnya yaitu sebagai
berikut:

9
a. Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu
pelayanan kesehatan.
b. Kemantapan klien, makin tinggi kemantapan klien terhadap pelayanan
yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
c. Kepuasaan klien, makin tinggi tingkat kepuasaan klien terhadap
pelayanan nonmedis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu
pelayanan kesehatan.

Karena aspek medis dan aspek nonmedis dalam pelayanan kesehatan


sangat beraneka ragam, maka indikator pelayanan kesehatan yang bermutu
banyak macamnya. Aalah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan
untuk menetapkan serta menjabarkan indikator pelayanan kesehatan bermutu
yang dipandang paling sesuai.
Indikator dalam pelayanan kesehatan sebenarnya hanya menunjuk pada
indikator keluaran, namun karena pelayanan kesehatan pada dasarnya
merupakan hasil interaksi dari unsur masukan dengan unsur lingkungan dan
proses, menyebabkan ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu sering
dikaitkan pula dengan ketiga indikator tersebut.

3. Ukuran Indikator Mutu


Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur
dengan menggunakan tiga variabel:
1. Standar Input (struktur) yaitu segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain.
Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang
bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan
adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan
kesehatan.

10
2. Standar Proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar
standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Proses akan menjelaskan apa
yang dikerjakan, untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan
bagaimana standar layanan kesehatan dapat dicapai.
3. Standar keluaran (Outcome) adalah hasil layanan kesehatan yang telah
dilaksanakan sesuai standar layanan kesehatan dan ini sangat penting.
Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain :
a. Kepuasan pasien
b. Pengetahuan pasien
c. Fungsi pasien
d. Indikator kesembuhan, kematian, komplikasi

Tabel 1
Ukuran Indikator Mutu

Struktur Proses Keluaran

 SDM  Anamnesis  Tingkat kepatuhan


 Perbekalan  Pemeriksaan meningkat
 Peralatan fisik  Tingkat kesembuhan
 Bahan  Pemeriksaan meningkat
 Fasilitas penunjang  Tingkat kematian
 Kebijaksana medis menurun
an  Peresepan  Tingkat kesakitan
 Standar obat menurun
 Merujuk  Tingkat kecacatan
pasien menurun
 Tingkat kepuasan
pasien meningkat

Untuk setiap standar pelayanan kesehatan dapat dibuat beberapa kriteria


atau indikator. Kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan harus memilih
indikator yang terbaik dan mudah digunakan untuk menunjukkan pencapaian
standar pelayanan kesehatan dan mudah digunakan.

11
4. Kriteria Indikator Mutu
Suatu indikator mutu yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan
khusus. Salah satu cara untuk menentukan kriteria menggunakan prinsip
AMOUR, yaitu Achievable, Measurable, Observable, Understandabe dan
Reasonable.
1. Achievable
Suatu kriteria harus dapat dicapai. Kenyataanya kita harus selalu dapat
bekerja di antara keinginan dan kemampuan dalam mencapai tujuan.
Kelompok jaminan mutu layanan kesehatanpun dalam menyusun standar
layanan kesehatan dan kriteria tetap dibatasi oleh keinginan untuk
membuat yang terbaik dan realitas dilapangan.
2. Measureable
Kriteria harus dapat diukur. Suatu standar layanan kesehatan mungkin
dinyatakan tanpa ukuran, tetapi indikator harus menyebutkan suatu
ukuran.
3. Observable
Suatu kriteria harus dapat diamati. Suatu kejadian yang diamati harus
mampu dideteksi oleh panca indera. Jika suatu kriteria yang tidak dapat
diamati, kita tidak dapat menentukan apakah kriteria itu tercapai atau
tidak.
4. Understandable
Suatu kriteria harus dimengerti oleh siapa yang akan menggunakannya.
Terminologi yang tidak jelas harus dihindarkan, misalnya jumlah petugas
kesehatann yang “memadai” atau menu yang “sesuai”.
5. Reasonable
Suatu kriteria harus layak atau masuk akal, penting diperhatikan bahwa
profesi layanan kesehatan yang tidak terlibat dalam penyusunan standar
layanan kesehatan pasti memiliki “standar pribadi”, tentunya bukan
standar layanan kesehatan yang resmi.

12
5. Indikator Mutu di Rumah Sakit
Tabel 2
Indikator Mutu di Rumah Sakit
No JENIS PELAYANAN INDIKATOR
1 Gawat Darurat Kemampuan menangani life saving anak
dan dewasa
Jam buka pelayanan gawat darurat
Pemberi pelayanan kegawatdaruratan
yang bersertifikat yang masih berlaku
ATLS/BTLS/ACLS/PPGD
Kesediaan tim penanggulangan bencana
Waktu tanggap pelayanan dokter di
gawat darurat
Kepuasan pelanggan
Tidak adanya pasien yang diharuskan
membayar uang muka
Kematian pasien ≤ 24 jam
Tidak adanya pasien yang diharuskan
membayar uang muka
2 Rawat Jalan Dokter pemberi Pelayanan di Poliklinik
Spesialis
Ketersediaan pelayanan
Jam buka pelayanan
Waktu tunggu di rawat jalan
Kepuasan pelanggan
a. Penegakan diagnosis TB melalui
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksananya kegiatan pencatatan dan
pelaporan TB di Rumah Sakit
3 Rawat Inap Pemberi pelayanan di Rawat Inap

Dokter penanggung jawab pasien rawat


inap

Ketersediaan Pelayanan Rawat Inap


Jam Visite Dokter Spesialis
Kejadian infeksi pasca operasi
Kejadian infeksi nosokomial
Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang

13
berakhir kecacatan / kematian
Kematian pasien > 48 jam
Kejadian pulang Paksa
Kepuasan pelanggan
Rawat inap TB :
a. Penegakan Dianogsis TB melalui
pemeriksaan mikroskopis TB.
b.Terlaksananya kegiatan pencatatan dan
pelaporan TB di rumah sakit
Ketersediaan pelayanan rawat inap di
rumah sakit yang memberikan pelayanan
jiwa
Tidak adanya kejadian kematian pasien
gangguan jiwa karena bunuh diri
Kejadian re-admission pasien gangguan
jiwa dalam waktu ≤ 1 bulan
Lama hari perawatan pasien gangguan
jiwa
4 Bedah Sentral (Bedah saja Waktu tunggu operasi elektif
) Kejadian Kematian di meja operasi
Tidak adanya kejadian operasi salah sisi
Tidak adanya kejadian operasi salah
orang
Tidak adanya kejadian salah tindakan
pada operasi
Tidak adanya kejadian tertinggalnya
benda asing / lain pada tubuh pasien
setelah operasi.
Komplikasi anastesi karena overdosis,
reaksi anastesi, dan salah penempatan
endotracheal tube.
5 Persalinan dan Kejadian kematian ibu karena persalinan
Perinatalogi (kecuali
rumah sakit khusus diluar Pemberi pelayanan persalinan normal
rumah sakit ibu dan Anak) Pemberi pelayanan dengan persalinan
penyulit
Pemberi pelayanan persalinan dengan
tindakan operasi

Kemampuan menangani BBLR 1500 gr -


2500 gr
Pertolongan Persalinan melalui seksio
cesaria

14
Keluarga Berencana :
 Persentase KB (Vasektomi &
tubektomi) yang dilakukan oleh
tenaga kompeten dr. Sp.OG, dr.Sp.B,
dr.Sp.U, dokter umum terlatih.
 Persentase peserta KB mantap yang
mendapatkan konseling KB mantap
oleh bidan terlatih.

Kepuasan Pelanggan
6 Intensif Rata-rata Pasien yang kembali ke
perawatan intensif dengan kasus yang
sama < 72 jam
Pemberi pelayanan Unit intensif
7 Radiologi Waktu tunggu hasil pelayanan thorax
foto.

Pelaksana ekspertisi
Kejadian kegagalan pelayanan Rontgen
Kepuasan pelanggan.
8 Laboratorium Patologi Waktu tunggu hasil pelayanan
Klinik laboratorium.
Pelaksana ekspertisi
Tidak adanya kesalahan pemberian hasil
pemeriksaan laboratorium.
Kepuasan pelanggan.
9 Rehabilitasi Medik Kejadian Drop Out pasien terhadap
pelayanan rehabilitasi medik yang
direncanakan
Tidak adanya kejadian kesalahan
tindakan rehabilitasi medik
Kepuasan pelanggan.
10 Farmasi Waktu tunggu pelayanan
a. Obat jadi
b. Obat Racikan
Tidak adanya Kejadian kesalahan
pemberian obat.
Kepuasan pelanggan.
Penulisan resep sesuai formularium
11 Gizi Ketepatan waktu pemberian makanan
kepada pasien
Sisa makanan yang tidak termakan oleh
pasien.

15
Tidak adanya kejadian kesalahan
pemberian diet
12 Tranfusi Darah Kebutuhan darah bagi setiap pelayanan
tranfusi
Kejadian reaksi tranfusi
13 Pelayanan GAKIN Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang
datang ke RS pada setiap unit pelayanan
14 Rekam Medik Kelengkapan pengisian rekam medik 24
jam setelah selesai pelayanan
Kelengkapan Informed Concent setelah
mendapatkan informasi yang jelas.
Waktu penyediaan dokomen rekam
medik pelayanan rawat jalan
Waktu penyediaan dokumen rekam
medik rawat Inap
15 Pengelolaan Limbah Buku mutu limbah cair

Pengelolaan limbah padat infeksius


sesuai dengan aturan.
16 Administrasi dan Tindak lanjut penyelesaian hasil
manajemen pertemuan direksi
Kelengkapan laporan akuntabilitas
kinerja
Ketepatan waktu pengusulan kenaikan
pangkat
Ketepatan waktu pengurusan gaji berkala
Karyawan yang mendapat pelatihan
minimal 20 jam setahun.
Cost recovery
Ketepatan waktu penyusunan laporan
keuangan
Kecepatan waktu pemberian informasi
tentang tagihan pasien rawat inap
Ketepatan waktu pemberian imbalan
(insentif ) sesuai kesepakatan waktu
17 Ambulance/ Kereta Waktu pelayanan ambulance / kereta
Jenazah jenazah
Kecepatan memberikan pelayanan
ambulance/kereta jenazah di rumah sakit
Response time pelayanan ambulance oleh
masyarakat yang membutuhkan

16
18 Pemulasaraan Jenazah Waktu tanggap (response time)
pelayanan pemulasaraan jenazah
19 Pelayanan pemeliharaan Kecepatan waktu menanggapi kerusakan
sarana rumah sakit alat
Ketepatan waktu pemeliharaan alat
Peralatan laboratorium dan alat ukur
yang di gunakan yang digunakan dalam
pelayanan terkalibrasi tepat waktu sesuai
dengan ketentuan kalibrasi
20 Pelayanan Laundry Tidak adanya kejadian linen yang hilang
Ketepatan waktu penyediaan linen untuk
ruang rawat inap
21 Pencegahan dan Adanya anggota tim PPI yang terlatih
Pengendalian Infeksi ( PPI Tersedia APD disetiap instalasi /
) departement
Kegiatan pencatatan dan pelaporan
infeksi nosokomial / HAI (health care
associated infections) di rumah sakit
(minimum 1 parameter)

6. Indikator Mutu di Keperawatan


1. Keselamatan pasien
Indikator ini meliputi pasien aman dari kejadian jatuh, dekubitus,
kesalahan pemberian obat dan cidera akibat restrain.
a. Dekubitus
Dekubitus adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
gangguan integritas kulit. Hal ini terjadi akibat tekanan, gesekan dan
atau kombinasi di daerah kulit dan jaringan di bawahnya. Komplikasi
dekubitus dibagi menjadi empat tingkat, yaitu :
1) Derajat I
Tekanan yang dapat diamati berkaitan dengan perubahan
keutuhan kulit yang merupakan indikator sebagai pembanding
daerah berkedakatan atau berseberangan pada tubuh meliputi
perubahan satu atau lebih yaitu suhu kulit dingin atau hangat,
konsistensi jaringan baik, sensasi nyeri, gatal, kemerahan serta luka
tampak sebagai kemerahan menetap pada pigmen kulit terang

17
sedangkan pada kulit yang gelap dekubitus terlihat berwarna
menetap merah, biru atau keunguan.
2) Derajat II
Sebagian ketebalan kulit hilang yang meliputi epidermis,
dermis atau keduanya. Luka permukaan dan secara klinis sebagai
suatu abrasi, blister atau lobang dangkal.
3) Derajat III
Hilangnya secara penuh ketebalan kulit meliputi kerusakan
atau nekrosis dari jaringan subkutan yang dapat meluas ke bagian
bawah tetapi tidak melewati fasia. Adanya luka secara klinis
sebagai lubang dalam dengan atau tanpa mengikis jaringan yang
ada di sebelahnya.
4) Derajat IV
Hilangnya secara penuh ketebalan kulit dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan atau kerusakan otot, tulang atau struktur
pendukung (seperti tendon atau kapsul sendi). Rongga dan saluran
sinus juga dapat dikaitkan dengan luka tekan derajat IV.
Perhitungan angka dekubitus adalah sebagai berikut :
Jumlah dekubitus
x 100%
Jumlah pasien beresiko terjadi dekubitus

b. Kesalahan dalam pemberian obat


Kesalahan dalam pemberian obat oleh perawat terjadi jika perawat
melakukan kesalahan dalam prinsip 6 benar dalam pemberian obat,
yaitu benar pasien, benar obat, benar waktu pemberian, benar dosis
obat, benar cara pemberian dan benar dokumentasi. Kejadian
kesalahan pengobatan pasien yang dirawat inap dapat mengakibatkan
keadaan fatal atau kematian. Kejadian nyaris cedera pada pasien.
Kejadian ini sebagai tanda bahwa adanya kekurangan dalam sistem
pengobatan pasien dan mengakibatkan kegagalan dalam keamanan

18
pasien. Perhitungan angka kesalahan pemberian obat adalah sebagai
berikut :
Jumlah kejadian tidak diharapkan dalam pemberian obat
x 100%
Jumlah pasien pada hari tersebut

c. Pasien jatuh
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat tidur ke
lantai atau tempat lainnya yang lebih rendah pada saat istirahat
maupun saat pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh penyakit
stroke, epilepsy, seizure, bahaya karena terlalu banyak aktivitas.
Angka kejadian pasien jatuh adalah presentasi jumlah insidensi pasien
jatuh dari tempat tidur yang terjadi di sarana kesehatan pada periode
waktu tertentu setiap bulan. Perhitungan pasien jatuh adalah sebagai
berikut :
Jumlah pasien jatuh
x 100%
Jumlah pasien yang beresiko jatuh

d. Restrain
Restrain adalah alat bantu yang digunakan untuk mobilisasi,
terutama untuk pasien bingung atau disorientasi. Restrain hanya
digunakan bila metode lain sudah tidak efektif. Perhitungan restrain
adalah sebagai berikut :
Jumlah pasien dengan cidera akibat restrain
x 100%
Jumlah pasien yang dipasang restrain
2. Perawatan diri
Kebersihan dan perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia
yang harus terpenuhi agar tidak timbul masalah lain sebagai akibat dari
tidak terpenuhinya kebutuhan kebersihan dan perawatan diri, misalnya
kulit, rasa tidak nyaman, infeksi saluran kemih dan lain-lain. Kebutuhan
kebersihan diri tidak selalu dapat dilakukan secara mandiri, penyebabnya
antara lain keadaan sakit. Sakit adalah keadaan abnormal dimana fungsi
fisik, emosional, intelektual, perkembangan, sosial atau spiritual menurun

19
atau berubah dibandingkan dengan keadaan individu sebelumnya. System
keperawatan adalah system yang membantu pasien memenuhi kebutuhan
kebersihan diri. Cara yang dilakukan perawat untuk membantu memenuhi
kebersihan diri pasien meliputi melakukan tindakan kebersihan diri untuk
pasien, membimbing pasien melakukan sebagian perawatan, memberikan
informasi dan sumber-sumber di komunitas, memberikan dukungan dan
anjuran, memberikan lingkungan yang kondusif dan mengajarkan pasien
yaitu berupa pengetahuan dan keterampilan. Perhitungan untuk perawatan
diri adalah sebagai berikut :

Jumlah pasien yang terpenuhi kebersihan dan merawat diri/bulan


x 100%
Jumlah pasien dirawat dengan ketergantungan total dan partial care

3. Kepuasan pasien
Tingginya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan
tercapai bila terpenuhinya kebutuhan pasien atau keluarga terhadap
pelayanan yang diharapkan. Pelayanan keperawatan sebagai pemberi jasa
pelayanan kesehatan sehingga kepuasan merupakan tujuan utama dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas. Kepuasan merupakan bagian
yang penting dan hal tersebut akan terwujud bila ada komitmen,
presistensi dan determinasi mulai dari top manajer perawatan dan staf.
Tingkat kepuasan pasien berdasarkan skala dikaitkan dengan efisiensi,
efektivitas, biaya dan perilaku terdiri dari :
a. Kelengkapan dan ketepatan informasi
Informasi dinyatakan lengkap bila pasien diberikan informasi
tentang :
1) Orientasi berupa petugas, ruangan dan fasilitas
2) Hak dan kewajiban pasien
3) Validasi, klarifikasi, fasilitas penyakit dan pengobatan
4) Rencana tindakan keperawatan

20
b. Penurunan kecemasan
Menurunya tingkat kecemasan setelah dilakukan intervensi
keperawatan :
1) Dapat tidur
2) Tenang
3) Mampu beraktivitas sesuai kondisi
4) Mampu berkomunikasi
c. Perawat trampil professional
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan :
1) perawat terampil
2) Cepat membuat keputusan
3) Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan
4) Perawat mau memberikan penjelasan
5) Cepat tanggap
d. Pasien merasa nyaman
Suatu kondisi dimana pasien terpenuhi kebersihan diri dan bebas
dari rasa nyeri
e. Terhindar dari bahaya
Suatu kondisi dimana pasien terhindar daru bahaya seperti
dekubitus, kesalahan dari pemberian obat dan jatuh.
f. Privacy terjaga
Suatu keadaan dimana perawat dapat melakukan tindakan seperti
melindungi pasien dan menjaga kerahasiaan pasien.
g. Perawat ramah dan empati
Suatu keadaan dimana perawat peduli terhadap masalah pasien
serta memberikan pelayanan dengan penampilan menarik, selalu siap
menolong dan melayani pasien, mau mendengarkan keluhan pasien,
berkomunikasi dengan baik, sopan dan menghargai. Perhitungan untuk
kepuasan pasien adalah sebagai berikut :
Jumlah pasien yang menyatakan puas terhadap yankep
x 100%
Jumlah pasien yang dilakukan survey pada periode tertentu

21
4. Kecemasan
Cemas adalah perasaan was-was atau tidak nyaman seakan-akan
terjadi suatu yang dirasakan sebagai ancaman. Kejadian cemas dapat
mempengaruhi status kesehatan pasien karena dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, bertambahnya hari rawat dana pasien dapat mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Angka kejadian pasien cemas adalah
presentasi jumah prevalensi pasien cemas yang dirawat di sarana
kesehatan selama periode waktu tertentu setiap bulan. Perhitungan angka
kecemasan adalah sebagai berikut:
Jumlah pasien cemas 3x24 jam
x 100%
Jumlah pasien yang dirawat dalam waktu 3x24 jam

5. Kenyamanan
Rasa nyaman adalah bebas dari rasa nyeri atau nyeri terkontrol. Nyeri
dapat disebabkan oleh satu atau lebih penyebab atau bahkan tidak
diketahui penyebabnya. Pentingnya memahami bahwa nyeri akan ada
ketika seseorang mengatakan nyeri itu dialaminya. Nyeri bisa
mempengaruhi system tubuh manusia, psikososial, ekonomi dan spiritual,
menyebabkan suatu kondisi bertambah parah. Perhitungan kenyamanan
adalah sebagai berikut :
Jumlah pasien dengan nyeri terkontrol
x 100%
Jumlah pasien yang terdokumentasi nyeri per periode waktu tertentu

6. Pengetahuan
Pengetahuan ini berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang
penyakitnya dan discharge planning. Indikator ini menunjukkan
kemungkinan masalah dalam pemberian informasi pengetahuan kepada
pasien di ruang perawatan. Informasi yang diterima oleh pasien berkaitan
dengan kondisi dan perawatan yang diterimanya. Perhitungan pengetahuan
pasien adalah sebagai berikut :
Jumlah pasien yang kurang pengetahuan
Jumlah pasien yang dirawat dalam periode waktu tertentu
x100%

22
B. KEPUASAN PASIEN
1. Pengertian Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari


perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan
harapannya. (Nursalam; 2011). Kotler (dalam Nursalam; 2011) menyebutkan
bahwa kepuasan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau
hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan adalah tingkat perasaan
seseorang (pelanggan) setelah membandingkan antara kinerja atau hasil yang
dirasakan (pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang
diharapkannya (Oliver, 1980).
Sedangkan pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter dan
tenaga kesehatan lainnya ditempat praktek (Yuwono; 2003). Supriyanto dan
Ernawaty, 2010) berpendapat bahwa pasien adalah makhluk bio-psiko sosial
ekonomi budaya. Artinya dia memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan,
dan harapan dari aspek biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan),
aspek sosio ekonomi (papan, sandang, pangan, dan afiliasi sosial), serta aspek
budaya.
Kepuasan pasien adalah tanggapan pasien terhadap kesesuain tingkat
kepentingan atau harapan pasien sebelum menerima jasa pelayanan dengan
sesudah menerima jasa pelayanan. Menurut ( Yamit; 2002), kepuasan
pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk
dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan. Sedangkan (Pohan;
2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pasien
yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya,
setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Pendapat lain
dari Endang (dalam Mamik; 2010) bahwa kepuasan pasien merupakan
evaluasi atau penilaian setelah memakai suatu pelayanan, bahwa pelayanan
yang dipilih setidak-tidaknya memenuhi atau melebihi harapan.

23
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan pasien adalah hasil penilaian dalam bentuk respon emosional
(perasaan senang dan puas) pada pasien karena terpenuhinya harapan atau
keinginan dalam menggunakan dan menerima pelayanan perawatan. Kepuasan
pasien mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang
dirasakan yang dapat digambarkan seperti gambar berikut ini :

Tujuan Pemasaran Kebutuhan dan


Keinginan Pelanggan

PRODUK

Nilai Produk bagi Harapan Pelanggan

Pelanggan Terhadap produk

Tingkat Kepuasan
Pelanggan

Gambar 1. Konsep Kepuasan Pelanggan

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Menurut Budiastuti (dalam Nooria; 2008), faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien yaitu:
a. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi
mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal
yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa dan komunikasi perusahaan, dalam
hal ini rumah sakit dalam mengiklankan tempatnya.

24
b. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
c. Faktor emosional, pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain
kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit
yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung
memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
d. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan
yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi
berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
e. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, maka pasien
cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
Selain itu, menurut Moison, Walter dan White (dalam Nooria;
2008) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:
a. Karakteristik produk, meliputi penampilan bangunan rumah sakit,
kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta
kelengkapannya.
b. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan
yang lebih besar.
c. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit,
kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam
memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun
orang lain yang berkunjung di rumah sakit.
d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan
pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan
lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang
membutuhkan rumah sakit tersebut.
e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan

25
prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat
inap.
f. Image yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan
g. Desain visual, meliputi tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut
menentukan kenyamanan suatu rumah sakit. Oleh karena itu, desain dan
visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan
pasien atau konsumen.
h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu, tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung
ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif
sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa
dan keluhan-keluhan dari pasien bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.
Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien
dengan berfokus pada aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranto, 2001),
yaitu :
a. Tangibles (Wujud nyata) adalah wujud langsung yang meliputi
fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan,
kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas
fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Reliability (kepercayaan) adalah pelayanan yang disajikan dengan
segera dan memuaskan merupakan aspek-aspek keandalan system
pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian
pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan kepada
permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak
awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang diberikan
keakuratan penanganan.

26
c. Responsiveness (tanggung jawab) adalah keinginan untuk membantu dan
menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini meliputi kejelasan
informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam
pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen,
keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan
cepat.
d. Assurance (jaminan) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang
ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan
SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran
karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf.
e. Empathy (empati) adalah berkaitan dengan memberikan perhatian
penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen,
perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan
kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen,
kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.
Kemudian menurut Yazid (dalam Nursalam; 2011), faktor yang
mempengaruhi kepuasan pasien yaitu:
 Kesesuaian antara harapan dan kenyataan
 Layanan selama proses menikmati jasa
 Perilaku personel
 Suasana dan kondisi fisik lingkungan
 Cost atau biaya
 Promosi atau iklan yang sesuai dengan kenyataan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan, biaya
perawatan, lokasi, fasilitas, image, desain visual, suasana dan komunikasi.
3. Aspek-aspek Kepuasan Pasien
Penilaian pasien terhadap pelayanan perawat bersumber dari
pengalaman pasien. Aspek pengalaman pasien dapat diartikan sebagai suatu
perlakuan atau tindakan dari perawat yang sedang atau pernah dijalani,
dirasakan dan ditanggung oleh seseorang yang menggunakan pelayanan

27
perawat. Menurut Zeitham dan Berry (dalam Tjiptono; 2002), aspek-aspek
kepuasan pasien meliputi:
1. Keistimewaan, yaitu dimana pasien merasa diperlakukan secara istimewa
oleh perawat selama proses pelayanan.
2. Kesesuaian, yaitu sejauhmana pelayanan yang diberikan perawat sesuai
dengan keinginan pasien, selain itu ada ketepatan waktu dan harga.
3. Keajegan dalam memberikan pelayanan, artinya pelayanan yang
diberikan selalu sama pada setiap kesempatan dengan kata lain pelayanan
yang diberikan selalu konsisten.
4. Estetika, estetika dalam pelayanan berhubungan dengan kesesuaian tata
letak barang maupun keindahan ruangan.
Selain itu, menurut Krowinski (dalam Suryawati; 2004), terdapat
dua aspek kepuasan pasien yaitu:
1) Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik
pofesi. Meliputi: hubungan perawat dengan pasien, kenyamanan pelayanan,
kebebasan menentukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis,
efektivitas pelayanan dan keamanan tindakan.
2) Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan. Meliputi: ketersediaan, kewajaran, kesinambungan,
penerimaan, keterjangkauan, efisiensi, dan mutu pelayanan kesehatan.
Kemudian menurut Hinshaw dan Atwood (dalam Hajinezhad;
2007), aspek kepuasan pasien yaitu:
1. Teknik pelayanan professional
2. Kepercayaan
3. Pendidikan pasien
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang
digunakan untuk mengukur kepuasan pasien adalah keistimewaan,
kesesuaian, keajegan, dan estetika.

28
4. Metode Mengukur Kepuasan Pasien
Seseorang yang membeli atau menggunakan produk atau jasa
pelayanan kesehatan disebut pelanggan atau customer (Muninjaya, 2013).
Lebih lanjut menurut Kotler (dalam Nursalam; 2011) ada beberapa metode
yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan atau pasien antara lain :
a. Sistem Keluhan dan Saran
Dengan menyediakan kotak saran, hotline service, dan lain-lain untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pasien atau pelanggan
untuk menyampaikan keluhan, saran, komentar, dan pendapat mereka.
b. Ghost Shopping (Pembelanja Misterius)
Metode ini, organisasi pelayanan kesehatan mempekerjakan beberapa
orang atau (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pasien/pembeli potensial produk/pelayanan organisasi kesehatan lain yang
kemudian melaporkan temuannya sehingga dapat dijadikan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan organisasinya.
c. Lost Customer Analysis
Organisasi pelayanan kesehatan menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau telah beralih ke organisasi pelayanan kesehatan
lain agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat
mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
d. Survei Kepuasan Pelanggan
Untuk mengetahui kepuasan pelanggan para pemasar juga dapat
melakukan berbagai penelitian atau survei mengenai kepuasan pelanggan
misalnya melalui kuesioner, pos, telepon, ataupun wawancara langsung.
a. Survei Telepon
Survei telepon sangat efektif untuk mengumpulkan data
kepuasan pelanggan jika petugas surveinya sangat terlatih dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan survei, ada panduannya, dan
pelanggan dihubungi pada waktu yang tepat.
Keunggulan survei telepon dibanding survei tertulis (melalui
pos) dan kuesioner (wawancara langsung) adalah petugas survei (staf

29
pelayanan pelanggan atau telemarketer) yang berpengalaman bisa
memfokuskan pada ucapan responden dan menambahkan pertanyaan-
pertanyaan terbuka pada jawaban tertentu serta mendapatkan lebih
banyak informasi. Selain itu, bisa membaca respon yang sesungguhnya
dari responden dengan cara menafsirkan nada suara jawabannya.
Kelemahan utama dari survei telepon adalah kemungkinan
responden sewaktu-waktu menutup telepon atau sama sekali menolak
untuk berbicara. Anda tidak selalu berhasil menelepon seseorang di
rumah atau di kantor. Tips keberhasilan survei telepon yaitu :
 Buat survei sederhana dengan pertanyaan yang mudah dipahami.
 Buatlah panduan kepada semua petugas survei.
 Buatlah bentuk jawaban mudah diatur.
 Latihlah petugas survei.
 Berterima kasih kepada pelanggan
b. Wawancara Tatap Muka
Wawancara tatap muka bisa bersifat terstruktur bisa juga tidak.
Wawancara terstrukutr mensyaratkan anda mengajukan pertanyaan
kepada pelanggan secara teratur mengikuti urutan tertentu. Anda tidak
diperkenankan melenceng dari urutan dan batasan yang telah
ditetapkan. Jika pelanggan memberi penjelasan yang melenceng,
bawalah kembali ke persoalan yang sedang dipertanyakan.
Salah satu keunggulan wawancara tatap muka adalah bisa
digunakan untuk memvalidasi survei tertulis atau survei melalui
telepon. Setelah anda berhasil mengumpulkan jawaban melalui
wawancara tertulis atau per telepon, anda bisa mengundang pelanggan
untuk mengikuti wawancara tatap muka. Bicaralah dengan pelanggan
satu per satu dan cobalah untuk mengidentifikasi perasaan mereka
secara lebih mendalam berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Catat
jawabannya, jangan lupa ucapkan terima kasih.

30
c. Survei Kuesioner
Salah satu metode pengukuran kepuasan dengan membuat
formulir untuk menampung data mengenai nilai kinerja pelayanan dan
nilai kepentingan/harapan pasien. Mengenai desain formulirnya bebas
saja, apakah akan menjadi dua formulir atau satu folmulir, yaitu dengan
menambahkan kolom data kepentingan di sebelah kolom data kepuasan.
Jangan lupa data yang ditampung mengenai kepentingan, yaitu dari
sangat penting ke tidak penting. Skala degradasi agar diberi bobot
secara kuantitatif. Hal ini berguna untuk dipakai dalam perhitungan-
perhitungan.
Kuesioner dapat diberikan kepada pasien dan meminta pasien
untuk mengisinya sebelum meninggalakan institusi. Kuesioner tersebut
meliputi pelayanan yang diberikan dalam waktu tertentu dan beberapa
variabel lain dalam lingkungan yang berkontribusi untuk penyembuhan
daripada standar perawatan profesional.
Menurut Parasuraman (2008) terdapat 10 indikator untuk mengukur
kepuasan pasien. Dalam perkembangan selanjutnya 10 indikator tersebut
dirangkum menjadi 5 dimensi mutu pelayanan penentu kualitas jasa, yaitu:
a. Bukti langsung adalah segala sesuatu yang termasuk seperti fasilitas,
peralatan, kenyamanan, ruang, dan sifat petugas.
b. Keandalan adalah elemen yang berkaitan dengan kemampuan untuk
mewujudkan pelayanan yang dapat diandalkan.
c. Daya tanggap adalah elemen yang berkaitan kesediaan petugas dalam
membantu dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, petugas
dapat memberikan informasi yang jelas, petugas dapat memberikan
layanan dengan segera dan tepat waktu.
d. Jaminan adalah hal yang mencakup pengetahuan, kemapuan, kesopanan,
dan sifat dapat dipercaya petugas. Selain itu, bebas dari bahay saat
pelayanan merupakan jaminan juga.
e. Empati meliputi perhatian pribadi dalam memahami kebutuhan para
pasien.

31
5. Manfaat Pengukuran Kepuasan Pasien
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran
adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan
hasil pengukuran, orang/petugas pelayanan kesehatan bisa melihat
bagaimana mereka melakukan pekerjaanya, membandingkanya dengan
standar kerja dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan
perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat dari
pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
a. Pengukuran menyebabkan seseorang memiliki rasa berhasil dan
berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanaan yang
prima kepada pelanggan.
b. Pengukuran biasa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan
standar prestasi yang harus dicapai, yang mengarahkan mereka menuju
mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang semakin
miningkat.
c. Pengukuran pemberian umpan balik segera kepada pelaksana, terutama
bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang
memberi pelayanan.
d. Pengukuran memberitahu apa yang harus dilakukan untuk
memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus
melakukannya, informasi ini juga biasa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat
produktivitas yang lebih tinggi.
Menurut Soeparmanto dan Astuti (2006) menyatakan ada 6 manfaat
pengukuran kepuasan pasien yaitu :
a. Mengetahui kekurangan masing-masing tingkat kelemahan penyelenggara
pelayanan.
b. Mengetahui kinerja penyelenggara pelayanan yang telah dilaksanakan
oleh unit pelayanan.
c. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang
perlu dilakukan.

32
d. Mengetahui indeks kepuasan masyarakat secara pelayanan publik pada
lingkup pemerintahan dan daerah.
e. Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan dalam
upaya peningkatan kinerja pelayanan.
f. Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja pelayanan
unit yang bersangkutan.
6. Hubungan Kepuasan Pasien dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan kesehatan berfokus
pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien, serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pasien dalam
mewujudkan kepuasan pasien. Sehingga kualitas produk (baik barang atau
jasa) berkontribusi besar pada kepuasan pelanggan (Tjiptono; 2007).
Implikasinya, baik buruknya kualitas pelayanan kesehatan tergantung
kepada penyedia pelayanan atau pihak rumah sakit dalam memenuhi
harapan pasiennya secara konsisten.
Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat disimpulkan
sebagai selisih kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan harapan
pelanggan (pasien atau kelompok masyarakat). Dari penjelasan ini, kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) dapat dibuatkan rumus sebagai berikut :
Satisfaction = f { performance – expectation }
Dari rumus ini dihasilkan tiga kemungkinan :
1. Performance < Expectation
Jika kinerja institusi pelayanan kesehatan lebih jelek dari apa yang
diharapkan para penggunanya (pasien dan keluarganya), kinerja pelayanan
kesehatan akan dipandang jelek oleh pengguna karena tidak sesuai dengan
harapan pengguna sebelum menerima pelayanan kesehatan. Hasilnya,
pengguna pelayanan merasa kurang puas dengan pelayanan yang diterima.
2. Performance = Expectation
Jika kinerja institusi penyedia pelayanan kesehatan sama dengan
harapan para penggunanya, pengguna jasa pelayanan kesehatan akan
menerima kinerja pelayanan kesehatan dengan baik. Pelayanan yang

33
diterima sesuai dengan yang diharapkan para penggunanya. Hasilnya, para
pengguna pelayanan merasa puas dengan pelayanan yang diterima.
3. Performance > Expectation
Jika kinerja institusi pelayanan kesehatan lebih tinggi dari harapan
para penggunanya, pengguna pelayanan kesehatan akan menerima
pelayanan kesehatan melebihi harapannya. Hasilnya, para pelanggan
merasa sangat puas dengan pelayanan kesehatan yang mereka terima.
Harapan pasien diyakini mempunyai peranan yang besar dalam
menentukan kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien. Dalam
mengevaluasi kualitas pelayanan perawat, pasien akan menggunakan
harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pasienlah
yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat
dinilai berbeda oleh pelanggannya. Zeithmal, et al (dalam Tjiptono; 2002)
mengungkapkan bahwa dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya
harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan
diterimanya.
Britner dan Parasuraman, et al (dalam Tjiptono; 2007) juga menyakini
bahwa kepuasan pelanggan menimbulkan kualitas jasa. Hubungan dari
dua variabel tersebut juga disepakati oleh Cronin & Taylor (dalam Tjiptono;
2007), bahwa kepuasan membantu pelanggan dalam merevisi persepsinya
terhadap kualitas jasa. Tjiptono (2007) menyebutkan bahwa bila kinerja pada
suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada
harapan (expectations) atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan dan
kualitas jasa pun akan meningkat. Kualitas memberikan suatu dorongan
kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan
perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan
perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta
kebutuhan mereka. Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman
pelanggan menyenangkan dan meminimumkan pengalaman pelanggan
yang kurang menyenangkan (Tjiptono; 2001).

34
Selain itu menurut Depkes RI Tahun 2005 (dalam Nursalam; 2011)
juga menyebutkan bahwa kepuasan pasien berhubungan dengan mutu
pelayanan rumah sakit. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien,
manajemen rumah sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan.
Memberikan kepuasan kepada pasien hanya dapat diperoleh kalau perusahaan
memperhatikan apa yang diinginkan oleh pasien. Memperhatikan apa yang
diinginkan oleh pasien berarti kualitas pelayanan yang dihasilkan ditentukan
oleh pasien. Semua usaha yang dilakukan perusahaan diarahkan untuk
menciptakan dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Yamit; 2002).
Kepuasan atau ketidakpuasan menurut Oliver (dalam Tjiptono; 2007)
dihasilkan dari pengalaman dalam interaksi kualitas jasa dan membandingkan
interaksi tersebut dengan apa yang diharapkan, sehingga kepuasan
konsumen tergantung kepada perbandingan antara harapan konsumen
sebelum pembelian dan persepsi terhadap kinerja produk atau jasa.
Marram, Schlegel dan Bevis (dalam Hadjam dan Arida; 2002),
mengungkapkan bahwa pandangan pasien mengenai layanan keperawatan
yang diterimanya tidak lepas dari cara perawat memberikan layanan
keperawatan. Untuk itu kualitas layanan keperawatan perlu diperhatikan.
Keluhan-keluhan pasien tentang layanan keperawatan di rumah sakit
menunjukkan bahwa perawat mempunyai peranan yang penting dalam
menciptakan kualitas layanan rumah sakit. Hal ini didukung pula oleh
penelitian Diptianto (dalam Hadjam dan Arida; 2002), yang menyatakan
bahwa untuk meningkatkan pemasaran rumah sakit, mutu asuhan
keperawatan mutlak harus ditingkatkan.
Setiap pasien dalam mempersepsikan suatu pelayanan perawat dapat
berbeda dengan pasien yang lainnya, karena penilaian masing-masing pasien
lebih bersifat subjektif. Pasien menilai tingkat kepuasan atau
ketidakpuasannya setelah menggunakan pelayanan perawat dan menggunakan
informasi untuk memperbaharui persepsinya tentang kualitas pelayanan. Hal
ini yang membuat adanya hubungan yang erat antara penentuan kualitas
pelayanan perawat dengan kepuasan pasien.

35
C. SNARS
Akreditasi rumah sakit merupakan sebuah proses penilaian dan penetapan
kelayakan rumah sakit berdasarkan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh
lembaga independen akreditasi Kementerian Kesehatan. Untuk melaksanakan
proses akreditasi rumah sakit, Kementerian Kesehatan kemudian menetapkan
Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau disingkat dengan KARS. Pada awalnya
standar akreditasi rumah sakit mulai ditetapkan pada tahun 1995. Seiring
berjalannya pekembangan dalam dunia kesehatan, standar akreditasi rumah sakit
kemudian diperbaharui menjadi standar akreditasi versi 2012 yang disusun dan
ditetapkan pada tahun 2012. Dengan melihat pola tuntutan pelayanan rumah sakit
yang semakin meningkat dan potensi pengembangan standar akreditasi yang
diberlakukan untuk nasional, maka pada akhir tahun 2017 KARS telah
menetapkan kebijakan baru mengenai Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)
edisi 1.
SNARS merupakan standar nasional akreditasi rumah sakit yang telah
ditetapkan oleh KARS dan sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2018 di
seluruh Indonesia. Mengacu pada pada beberapa pedoman yang terdiri dari
konsep dan prosedur akreditasi internasional yang ditetapkan oleh ISQua atau The
International Society for Quality in Health, perundang-undangan dan peraturan
pemerintah mengenai profesi di Indonesia, standar akreditasi JCI edisi 4 dan edisi
5, standar akreditasi rumah sakit KARS versi 2012, serta mengacu pada kajian
hasil survey standar dan element yang belum diterapkan di rumah sakit
Indonesia, KARS kemudian menetapkan standar penilaian akreditasi rumah sakit
dalam SNARS 2018 yang telah disesuaikan dengan kondisi rumah sakit di
Indonesia. Proses penyempurnaan standart akreditasi SNARS 2018 dilakukan
melalui berbagai macam diskusi dan kesepakan yang melibatkan berbagai
stakeholder dari Kementerian Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Himpunan
Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (HIPPI), dan Persatuan
Pengendalian Infeksi (Perdalin).

36
Adapun perbedaan penyempurnaan dari sistem akreditasi sebelumnya yang
ditetapkan pada tahun 2012 adalah adanya tambahan Bab yang ada pada SNARS
2018. Jika sebelumnya standar akreditasi hanya berjumlah 15 bab, SNARS 2018
kemudian menambah 1 bab dalam standar akredirtasi rumah sakit sehingga
menjadi 16 Bab. Selain itu ada penambahan standar dalam SNARS 2018 yang
terdiri dari standar pengendalian resistensi antimikroba (PRA) dan juga standar
integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan rumah sakit. Adapun kajian
seluruh bab yang tertuang dalam SNARS 2018 edisi 1 adalah sebagai berikut:
1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
2. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
3. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4. Asesmen Pasien (AP)
5. Pelayanan Asuhan Pasien ( PAP)
6. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
7. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
8. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
9. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
11. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
12. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
13. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKF)
14. Manajemen Informasi dan Rekam Medik (MIRM)
15. Program Nasional (menurunkan kematian KIA, menurunkan keskitan
HIV/AIDS dan TB, pengendalian resistensi mikroba dan pelayanan geriatri)
16. Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)

Seluruh bab yang tertuang dalam SNAR 2018 edisi 1 merupakan rincinan dari
pengelompokan fungsi-fungsi standar akreditasi yang terdiri dari:
1. Standar keselamatan pasien
2. Standar pelayanan berfokus pasien
3. Standar manajemen rumah sakit

37
4. Program nasional, dan
5. Integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan di rumah sakit
Data yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit menunjukan bahwa
hingga awal januari 2018, dari 2787 rumah sakit yang ada di Indonesia, jumlah
rumah sakit yang sudah terakreditasi adalah 1553 rumah sakit, hal ini menunjukan
bahwa jumlah rumah sakit yang sedang beroperasional dan belum terkareditasi
masih sangat banyak di Indonesia. Dengan melihat realita ini, rumah sakit di
Indonesia seharusnya lebih mempersiapkan berbagai macam prosedur dan
ketentuan dalam proses akreditasi rumah sakit. Melihat standar yang telah
ditetapkan di SNARS 2018, potensi peningkatan pelayanan kesehatan di rumah
sakit harusnya sudah memiliki standar yang kurang lebih sama seperti standar
internasional, karena penetapan standar dalam SNARS edisi 1 2018 diadopsi
melalui konsep ISQua atau The International Society for Quality in Health.
Dengan mempelajari dan memahami setiap standar yang telah ditetapkan dalam
SNARS 2018, diharapkan rumah sakit dapat mempersiapkan proses akreditasi
secara optimal.

38
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan sebelumya, maka dapat disimpulkan:
1. Indikator mutu adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
terpenuhi atau tidaknya suatu standar yang telah ditetapkan. Indikator
mutu dibuat mengikuti dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh
suatu organisasi, termasuk organisasi pelayanan kesehatan.
2. Macam-macam indikator mutu terbagi menjadi 2, yaitu indikator
persyaratan minimal yang terdiri dari indikator masukan, indikator
lingkungan dan indikator proses; dan indikator penampilan minimal yang
disebut juga dengan indikator keluaran.
3. Ukuran indikator mutu dapat dilihat dari 3 aspek yaitu, struktur, proses
dan keluarannya.
4. Kriteria indikator mutu terdiri dari Achievable, Measurable, Observable,
Understandabe dan Reasonable.
5. Indikator mutu di pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun
keperawatan memiliki kompleksitas yang mengikuti bentuk pelayanan
yang diberikannya.

Kepuasan pasien adalah hasil penilaian dalam bentuk respon


emosional (perasaan senang dan puas) pada pasien karena terpenuhinya
harapan atau keinginan dalam menggunakan dan menerima pelayanan
perawatan. Kepuasan pasien mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja
atau hasil yang dirasakan.
Data yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
menunjukan bahwa hingga awal januari 2018, dari 2787 rumah sakit yang ada
di Indonesia, jumlah rumah sakit yang sudah terakreditasi adalah 1553 rumah
sakit, hal ini menunjukan bahwa jumlah rumah sakit yang sedang
beroperasional dan belum terkareditasi masih sangat banyak di Indonesia.

39
Dengan melihat realita ini, rumah sakit di Indonesia seharusnya lebih
mempersiapkan berbagai macam prosedur dan ketentuan dalam proses
akreditasi rumah sakit. Melihat standar yang telah ditetapkan di SNARS 2018,
potensi peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit harusnya sudah
memiliki standar yang kurang lebih sama seperti standar internasional, karena
penetapan standar dalam SNARS edisi 1 2018 diadopsi melalui konsep ISQua
atau The International Society for Quality in Health. Dengan mempelajari dan
memahami setiap standar yang telah ditetapkan dalam SNARS 2018,
diharapkan rumah sakit dapat mempersiapkan proses akreditasi secara
optimal.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di
pertanggung jawabkan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Avedis Donabedian, M.D,MPH. Explorations in Quality Assesment and


Monitoring. The definition of Quality and Approaches to its Assesment.
Health Administration Press. Ann Arbor, Michigan,1980, halaman 79-90.
Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar
harapan.
Cherie, Amsale dan Ato Berhane Gebrekidan. 2013. Kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan.Yogyakarta: Imperium.
http://informatikakesehatan.net/standar-nasional-akreditasi-rumah-sakit-snars/

Muninjaya, A. A. Gde. 2013. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC
Pohan, Imbalo S. 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar dasar
Pengertian dan Penerapan. Jakarta : ECG.
Putra, Candra Syah. 2016. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Dharmasraya: In
Media.
Sari, Irine Diana. 2008. Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan. Jogyakarta:
Mitra Cendikia Press.

41

Anda mungkin juga menyukai