Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam organisasi
pelayanan kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
pelayanan kesehatan mendorong setiap organisasi pelayanan kesehatan untuk
sadar mutu dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa organisasi
pelayanan kesehatan. Setiap permasalahan yang muncul dalam organisasi
pelayanan kesehatan khususnya berkaitan dengan mutu layanan kesehatan,
terdapat tiga konsep utama yang selalu muncul. Konsep tersebut adalah akses,
biaya, dan mutu1
Tentu saja, akses mencakup akses fisik, keuangan, dan mental atau intelektual
terhadap perawatan dan layanan kesehatan yang tersedia. Masalah
keterjangkauan dan efisiensi juga merupakan hal yang penting. Namun, layanan
yang disediakan dalam suatu institusi kesehatan harus memiliki karakteristik
tertentu, di samping persoalan keterjangkauan dan ketersediaan. Karakteristik itu
harus mencakup elemen dan karakteristik mutu2
Elemen kepuasan konsumen sebenarnya merupakan yang terpenting. Jika
konsumen (si pasien) tidak puas dengan layanan yang diberikan, dia tidak akan
mencar layanan itu atau menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia,
mudah didapat, dan mudah dijangkau. Oleh karena itu, mutu layanan yang
ditawarkan merupakan hal penting dalam layanan kesehatan. namu, mutu harus

1
Herlambang Susatyo. (2016). Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
2
Pohan. 2006. Jaminan Mutu Layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan penerapan .Jakarta:
Buku Kedokteran EGC

1
berasal dari perspektif konsumen karena mutu layanan merupakan jasa yang
diterima oleh konsumen layanan tersebut2
Jadi apa sebenarnya mutu? Apakah sesuatu yang luar biasa? Apakah sesuatu
yang terbaik? Apakah sesuatu layanan yang mahal? Belum tentu demikian. Mutu
dapat berarti suatu cara sederhana untuk meraih tujuan yang diinginkan dengan
cara yang paling efisien dan efektif, dengan penekanan untuk memuaskan
pembeli atau konsumen. Mutu tidak selalu berarti cara yang paling mahal untuk
melaksanakan segala sesuatu. Sebaliknya, mutu merupakan sebuah kebutuhan
untuk melakukan efisiensi dan penghematan biaya. Mutu tidak harus berupa
layanan atau barang-barang yang mahal. Namun, mutu merupakan sebuah
produk atau layanan yang memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif, dan aman
sehingga terus-menerus dievaluasi dan ditingkatkan
1.2 Rumusan Masalah
Dalam mempelajari mutu pelayanan kesehatan dan kebijakan kebidanan
banyak sekali tentang standar mutu pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan dilihat
dari aspek teknis medis yang berhubungan langsung antara pelayanan medis dan
pasien saja, atau mutu kesehatan dari sudut pandang social dan sistem pelayanan
kesehatan secara keseluruhan, termasuk akibat-akibat manajemen administrasi,
keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya.3 Mutu pelayanan kesehatan
harus dijalankan dan dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Dalam
melakukan pelayanan kesehatan sebagai Bidan perlu adanya pengkajian masalah
mutu pelayanan dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
1.3 Pertanyaan
1. Apakah pengertian dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?
2. Apa saja persepsi dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?

3
Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan. Diakses dari http://staff.gunadarma.ac.id pada tanggal 20
Agustus 2018 pukul 19.00 WIB

2
3. Apa saja dimensi mutu menurut parasuraman?
4. Apa saja manfaat dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?
5. Apakah tujuan dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?
6. Apa saja syarat dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?
7. Apa saja karakteristik dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?
8. Apa saja sasaran dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan?
9. Apa saja standarisasi dari dasar mutu pelayanan kebidanan?
10. Apa saja sertifikasi dari dasar mutu pelayanan kebidanan?
11. Apa saja akreditasi dari dasar mutu pelayanan kebidanan?
1.4 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
a) Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah konsep dasar mutu pelayanan
kebidanan dan kesehatan
b) Untuk mengetahui konsep dasar dari mutu pelayanan kesehatan dan
dasar mutu pelayanan kebidanan
c) Untuk menambah wawasan kita kelak dikemudian hari
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui pengertian dari konsep dasar mutu pelayanan
kesehatan
b) Untuk mengetahui persepsi dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan
c) Untuk mengetahui dimensi mutu menurut parasuraman
d) Untuk mengetahui manfaat dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan
e) Untuk mengetahui tujuan dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan
f) Untuk mengetahui syarat dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan
g) Untuk mengetahui karakteristik dari konsep dasar mutu pelayanan
kesehatan
h) Untuk mengetahui sasaran dari konsep dasar mutu pelayanan kesehatan
i) Untuk mengetahui standarisasi dari dasar mutu pelayanan kebidanan
j) Untuk mengetahui sertifikasi dari dasar mutu pelayanan kebidanan

3
k) Untuk mengetahui akreditasi dari dasar mutu pelayanan kebidanan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan


2.1.1 Pengertian
Menurut Supriono (2002: 377), mutu adalah tingkat baik buruknya
sesuatu.4 Mutu merupakan derajat dipenuhinya persyaratan yang
ditentukan. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah
merupakan hasil dari ketidaksesuaian. Mutu tidak sama dengan
kemewahan. Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala
spesifikasinya akan dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Mutu
harus dapat dicapai, diukur, dapat memberi keuntungan dan untuk
mencapainya diperlukan kerja keras.5
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat.5
Menurut Djoko Wijono (1999:25) mutu pelayanan kesehatan dapat
semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang hanya
berhubungan langsung antara pelayanna medis dan pasien saja, atau mutu
kesehatan dari sudut pandang social dan sistem pelayanan kesehatan
secara keseluruhan, termasuk akibat-akibat manajemen administrasi,
keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya.6 Mutu pelayanan
4
Mayangpuspa, AT. 2009. Pengertian mutu. Diakses dari http://e-
journal.uajy.ac.id/2721/3/2EA14772.pdf pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul 19.00 WIB
5
Sriyanti, Cut. 2016. Mutu Layanan Kebidanan & Kebijakan Kesehatan. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id
pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul 19.00 WIB
6
Mutu Pelayanan Kesehatan. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id pada tanggal 20 Agustus 2018
pukul 19.30 WIB

5
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan
kode etik profesi.5
2.1.2 Persepsi
Persepsi diartikan sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi
penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu.
Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang
memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda. Persepsi dapat
dipandang sebagai proses seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan
menafsirkan informasi untuk suatu gambaran yang memberi arti. Persepsi
setiap orang terhadap mutu berbeda, persepsi dipengaruhi banyak hal,
yaitu : latar belakang pengetahuan, pengalaman, imajinasi, harapan-
harapan, informasi, kesehatan, kepentingan dan lain-lain. Oleh karena itu,
persepsi mempunyai sifat subjektif, yang dipengaruhi oleh isi
memorinya.5
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat3
Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan kesehatan yang
bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun,
tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta
mencegah berkembangnya atau meluas penyakitnya.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang
merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat
kembali. Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan
kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan
mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan
masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif

6
menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu
hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau
provider dengan pasien/masyarakat.
2. Bagi pemberi layanan kesehatan3
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan
kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja
atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap layanan
kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana
keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan tersebut. Komitmen
dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada
kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.
Profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengaharapkan adanya
dukungan teknis, administratif, dan layanan pendukung lainnya yang
efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang
bermutu tinggi.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan3
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa
layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang
efektif dan efisien. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu
yang sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi
efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
akan ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin
berkurang.
4. Bagi pemilik sarana layanan kesehatan3
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa
layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang
menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional
dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh

7
pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat
keluhan dari pasien dan masyarakat.
5. Bagi administrator layanan kesehatan3
Administrator walau tidak langsung memberikan layanan
kesehatan pada masyarakat, ikut bertanggung jawab dalam masalah
mutu layanan kesehatan. Administrator dapat menyusun prioritas
dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien
serta pemberi layanan kesehatan.
2.1.3 Dimensi mutu menurut parasuraman
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry7 yang melalukan penelitian
khusus terhadap beberapa jenis pelayanan, mengidentifikasi sepuluh
faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan, yakni8:
1. Realibility, yang mencakup konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti
perusahaan memberikan pelayanannya secara tepat sejak awal (right
the first time) dan telah memenuhi janji (iklan)nya.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para pegawai untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap pegawai perusahaan memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk dapat
memberikan pelayanan tertentu.
4. Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, yang berarti
lokasi fasilitas pelayanan mudah dijangkau, waktu menunggu tidak
terlalu lama, saluran komunikasi mudah dihubungi.
6. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan
dari para kontak personal perusahaan

7
Fandy, Tjiptono. 1998. Peranan Desain Kemasan Dalam Dunia Pemasaran. Yogyakarta: Andi :69)
8
Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, strategi dan aplikasi. Diklat kuliah
– Universitas Airlangga Surabaya

8
7. Communication, yaitu memberikan informasi yang dapat dipahami
pelanggan serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
8. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya. Disini menyangkut nama
dan reputasi perusahaa, karakteristik pribadi, kontak personal, dan
interaksi dengan pelanggan.
9. Security, yaitu aman (secara fisik, finansial dan kerahasiaan) dari
bahaya, resiko atau keragu-raguan.
10. Understanding/knowing the customer, yaitu upaya untuk memahami
kebutuhan pelanggan.
11. Tangible, yaitu segala bukti fisik seperti pegawai, fasilitas, peralatan,
tampilan fisik dari pelayanan misalnya kartu kredit plastik8
Namun dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman et al.,9
sampai pada kesimpulan bahwa kesepuluh dimensi kualitas pelayanan di
atas dirangkumkan menjadi lima dimensi pokok yang terdiri dari
reliability, responsiveness, assurance (yang mencakup competence,
courtesy, credibility, dan security), empathy (yang mencakup access,
communication dan understanding the customer), serta tangible.
Penjelasan kelima dimensi untuk menilai kualitas pelayanan tersebut
adalah 10:
1. Tangibles (bukti fisik); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai
dan sarana komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan
demikian bukti langsung/wujud merupakan satu indikator yang
paling konkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang secara nyata
dapat terlihat.
2. Reliability (kepercayaan); merupakan kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Menurut
Lovelock, reliability to perform the promised service dependably,

9
Bitner, Mary Jo, Zeithaml, Valarie A, (1996). Services Marketing. Edisi1. Boston. MCGraw-Hill : 118)
10
Jacobus, Rico. 2012 Model Kualitas Pelayanan (SERVQUAL) Parasuraman

9
this means doing it right, over a period of time. Artinya, keandalan
adalah kemampuan perusahaan untuk menampilkan pelayanan yang
dijanjikan secara tepat dan konsisten. Keandalan dapat diartikan
mengerjakan dengan benar sampai kurun waktu tertentu. Pemenuhan
janji pelayanan yang tepat dan memuaskan meliputi ketepatan waktu
dan kecakapan dalam menanggapi keluhan pelanggan serta
pemberian pelayanan secara wajar dan akurat.
3. Responsiveness (daya tanggap); yaitu sikap tanggap pegawai dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan
dengan cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan merupakan sikap
tanggap dari petugas dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan.
Sikap tanggap ini merupakan suatu akibat akal dan pikiran yang
ditunjukkan pada pelanggan.
4. Assurence (jaminan); mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas
dari bahaya, risiko dan keragu-raguan. Jaminan adalah upaya
perlindungan yang disajikan untuk masyarakat bagi warganya
terhadap resiko yang apabila resiko itu terjadi akan dapat
mengakibatkan gangguan dalam struktur kehidupan yang normal.
5. Emphaty (empati); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati
merupakan individualized attention to customer. Empati adalah
perhatian yang dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap
pelanggan dengan menempatkan dirinya pada situasi10

2.1.4 Manfaat
Apabila menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan
diperoleh. Secara umum manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut5 :

10
1. Dapat meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan. Peningkatan
efektivitas yang dimaksud berhubungan erat dengan kemampuan
mengatasi masalah kesehatan secara tepat dan benar. Pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan benar-benar sesuai dengan masalah
yang ditemukan.
2. Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan. Peningkatan
efisiensi yang dimaksud berhubungan erat dengan kemampuan
mencegah tindakan/penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
dan/atau yang di bawah standar. Biaya tambahan yang disebabkan
pelayanan yang berlebihan atau karena efek samping akibat
pelayanan yang di bawah standar akan dapat dicegah.
3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan. Peningkatan penerimaan berhubungan erat dengan
kesesuaian antara pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan
tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Apabila peningkatan
penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan
berperan besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
4. Dapat melindungi pelaksana pelayanan dari kemungkinan munculnya
gugatan hukum. Pada saat ini, sebagai akibat dari meningkatnya
tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi penduduk, kesadaran
hukum masyarakat juga tampak semakin meningkat. Untuk
melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari
masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada
pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupa menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.
2.1.5 Tujuan

11
• Tujuan umum11:
Tujuan Program Jaminan Mutu adalah untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
• Tujuan Khusus:
Tujuan khusus Program Jaminan Mutu dapat dibedakan atas lima
macam Yakni:
1. Diketahui masalah mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan;
2. Diketahuinya penyebab munculnya masalah mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan;
3. Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah
mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan;
4. Terselenggaranya upaya penyeleaian masalah dan penyebab
masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan;
6. Tersusunnya saran dan tindak lanjut untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
2.1.6 Syarat12
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) 13:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta
bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah
dicapai oleh masyarakat.
2. Dapat diterima dan wajar

11
https://www.infoperawatindonesia.com/2016/11/tujuan-manfaat-jaminan-mutu-pelayanan.html
diakses pada pukul 21:23
12
Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
13
Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan (Jakarta:pustaka sinar harapan)

12
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang
dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar
(appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan,
kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian
yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan
sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah
dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di
sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini
terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan
seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan
kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu
(quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai
jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

13
2.1.7 Karakteristik14
Karakteristik pelayanan jasa menurut Suprianto & Ernawaty (2010)
1. Tidak berwujud (Intangible)
Jasa tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, dicium
atau diraba sebelum membeli dan dikonsumsi atau diproduksi. Jasa
adalah perbuatan, kinerja atau usaha yang bisa dikonsumsi tapi tidak
bisa dimiliki. Konsep intangible memiliki dua pengertian:
a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat diraba.
b. Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan,
diformulasikan atau dipahami secara rohaniah
2. Heterogen (Variability)
Jasa sangat bervariasi karena hasil tidak berstandar, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Pembeli sangat peduli
dengan Variability ini dan sering mereka meminta pendapat orang
lain sebelum memutuskan untuk memilih. Jasa yang diberikan pada
klien yang satu bisa berbeda dengan klien yang lain meskipun
diagnostik penyakitnya sama.
3. Tak dapat dipisah (Inseparatability)
Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat proses berjalan,
artinya hasil suatu jasa pelayanan sulit dipisahkan dengan prosesnya
atau sumber pemberi pelayanan, dengan kata lain produksi dan
konsumsi terjadi serentak. Konsekuensi ini akan terjadi keterbatasan
orang yang dilayani. Pasien sakit setelah diperiksa dan diberi obat
tidak langsung sembuh, perlu waktu untuk itu.

4. Tidak dapat disimpan (Imperishability)


14
Supriyanto & Ernawaty. (2010). Pemasaran Industri Jasa Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi

14
Barang tidak dapat tahan lama, dapat disimpan bahkan dapat
dijual kembali, sedangkan jasa tidak mungkin disimpan sebagai
investasi atau diulang. Produk jasa pelayanan adalah orangnya itu
sendiri. Pelayanan tidak bisa dipisahkan dengan sumbernya atau yang
memberi pelayanan atau dokternya.
2.1.8 Sasaran14
Sasaran (target group) adalah kepada siapa output yang dihasilkan, yakni
upaya kesehatan tersebut ditujukan:
1) UKP untuk perseorangan
2) UKM untuk masyarakat (keluarga dan kelompok)
Macam – macam sasaran
1) Sasaran langsung (direct target group)
2) Sasaran tidak langsung (indirect target group)

2.2 Dasar mutu pelayanan kebidanan


2.2.1 Standarisasi5
Pengertian Dan Tujuan Standar
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang
diinginkan yang mampu dicapai yang berkaitan dengan parameter yang
telah ditetapkan. Ada juga yang mengartikan standar adalah spesifikasi
dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana agar
pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal
dari pelayanan yang diselenggarakan.
Pelayanan berkualitas dapat dikatakan sebagai tingkat pelayanan
yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, standar
penting dan bertujuan untuk pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian
kualitas pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa standar pelayanan perlu
dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan.
Syarat Standar

15
a. Suatu standar yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut.
b. Bersifat jelas; artinya dapat diukur termasuk ukuran terhadap
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
c. Masuk akal; suatu standar yang tidak masuk akal, tidak hanya sulit
dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustrasi para pelaksana.
d. Mudah dimengerti; suatu standar yang tidak mudah dimengerti juga
dapat menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi.
e. Dapat dicapai; tidak ada gunanya menetapkan standar yang sulit
karena tidak akan mampu dicapai. Oleh karena itu, dalam
menentukan standar harus sesuai dengan situasi dan kondisi
organisasi yang dimiliki.
f. Absah; artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didemonstrasikan
antara standar dengan mutu pelayanan yang diwakilinya.
g. Meyakinkan; artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila
terlalu rendah menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti, tetap
apabila terlalu tinggi akan sulit dicapai.
h. Mantap, spesifik, serta eksplisit; artinya tidak dipengaruhi oleh
perubahan waktu, bersifat khas dan gamblang.
Manfaat Standar
Standar pelayanan kebidanan bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalani
praktik sehari-hari.
b. Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan
dan pengembangan kurikulum.
c. Membantu dalam penentuan kebutuhan operasional dalam
penerapannya, misalnya kebutuhan terhadap pengorganisasian,
mekanisme, peralatan, obat yang diperlukan.
Pengertian Dan Tujuan Standard Operating Prosedur (Sop)

16
Standard Operating Prosedur (SOP) atau Sistem Tata Kerja
merupakan perangkat yang memandu setiap individu dan unit kerja di
dalam institusi untuk melaksanakan aktivitasnya secara konsisten, dalam
rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Jadi SOP merupakan panduan
yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional institusi berjalan
dengan lancar.
Penggunaan SOP dalam institusi bertujuan untuk memastikan
institusi beroperasi secara konsisten, efektif, efisien, sistematis da
terkelola dengan baik, untuk menghasilkan produk/jasa yang dimiliki
mutu konsisten dengan standar yang telah ditetapkan.
Manfaat Standard Operating Procedure (Sop)
Beberapa manfaat standard operating prosedur (SOP) dalam institusi
antara lain sebagai berikut.
a. Sebagai dokumen referensi mengenai kebijakan yang telah ditetapkan
oleh institusi.
b. Sebagai panduan standar untuk pelaksanaan aktivitas institusi, baik
aktivitas operasional/teknis maupun administratif, yang menjelaskan
ruang lingkup aktivitas, alur aktivitas, serta wewenang pejabat atau
unit kerja terkait dalam lingkup tersebut.
c. Sebagai pedoman dalam birokrasi/hierarki pengambilan keputusan
dan validasi rangkaian kegiatan institusi.
d. Untuk menjamin konsistensi dan keandalan kegiatan produksi serta
penyampaian produk kepada pelanggan.
e. Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi aktivitas kerja, serta
mencegah pemborosan sumber daya (tenaga, biaya, material, waktu)
f. Untuk menjaga tingkat kinerja setiap unit kerja agar tetap konsisten
dengan menetapkan indikator kinerja masing-masing unit kerja.
g. Untuk meminimalkan risiko kesalahan, pelanggaran atau kegagalan
dalam masing-masing aktivitas kerja.

17
h. Menghindari terjadinya one man show dalam institusi sehingga
institusi dapat beroperasi secara berkesinambungan, walaupun terjadi
pergantian personil yang bertanggung jawab terhadap aktivitas kerja
tersebut.
i. Memastikan setiap aktivitas kerja dilaksanakan sesuai standar
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga aman bagi individu/unit
kerja yang terlibat ataupun bagi lingkungan di sekitarnya.
j. Sebagai referensi pada saat institusi diinspeksi atau diaudit, baik
audit internal maupun audit eksternal.
k. Sebagai acuan untuk memecahkan masalah apabila terjadi hambatan,
komplain, perselisihan atau konflik.
l. Sebagai perangkat untuk melindungi tenaga kerja apabila terdapat
tuduhan kecurangan atau pelanggaran.
m. Sebagai acuan/dasar hukum untuk mengambil tindakan saat terjadi
kecurangan atau pelanggaran.
n. Digunakan untuk bahan pelatihan pada saat ada pekerja baru, pada
saat terjadi perubahan struktur institusi, atau jika perlu adanya
sosialisasi aktivitas kerja yang baru.
o. Sebagai acuan/referensi dalam menyusun job description dan
indikator kinerja.
p. Sebagai acuan untuk melakukan tindakan korektif dan tindakan
pencegahan.
q. Sebagai acuan dalam mengembangkan sistem informasi manajemen
terpadu dalam institusi.
r. Sebagai acuan manajemen institusi untuk menjelaskan kepada pihak
eksternal (auditor, inspeksi, media dan publik) bagaimana sebuah
proses atau aktivitas di dalam institusi dijalankan.
Prinsip-Prinsip Dalam Menyusun Standard Operating Procedure
(Sop)

18
Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku dalam institusi harus
memenuhi tujuh prinsip dasar sebagai berikut:
a. SOP dinyatakan secara tertulis dan disusun secara lengkap serta
sistematis.
b. SOP dikomunikasikan secara sistematis kepada seluruh unit kerja dan
individu dalam institusi
c. SOP harus sesuai dengan kebijakan institusi dan patuh terhadap
standar yang menjadi acuan institusi serta peraturan perundangan
yang berlaku.
d. SOP harus mencerminkan hierarki dalam institusi dan proses
pelayanan yang berlangsung dalam institusi
e. SOP harus dapat mendorong pelaksanaan rangkaian aktivitas institusi
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien
f. SOP harus memiliki mekanisme untuk memantau dan mengendalikan
pelaksanaan rangkaian aktivitas agar tidak terjadi pelanggaran atau
penyimpangan.
g. SOP harus dievaluasi secara periodik dan disesuaikan dengan kondisi
terkini atau kebutuhan institusi.
Dokumen Sop
Berdasarkan standar, dokumen SOP terdiri atas dokumen-dokumen
sebagai berikut:
 Kebijakan
Kebijakan adalah dokumen level tertinggi berupa pernyataan institusi
mengenai tujuan institusi, mengapa mereka melakukan hal itu, dan
komitmen apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai tujuan
tersebut.

 Pedoman

19
Pedoman adalah dokumen lini pertama yang menyatakan apa yang
dilakukan institusi untuk mencapai kebijakan yang telah dinyatakan
sebelumnya, mengapa harus dilakukan dan penjabaran mengenai cara
melakukannya. Dalam beberapa SOP, kebijakan institusi biasanya
tertuang di dalam dokumen yang sama dengan pedoman.
 Prosedur
Prosedur adalah dokumen lini kedua yang menjabarkan aktivitas,
metode atau proses yang digunakan untuk mengimplementasikan hal-
hal yang telah ditetapkan dalam pedoman, serta fungsi institusi atau
jabatan apa yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas/metode/proses tersebut. Prosedur dapat digunakan untuk
mengatur aktivitas yang bersifat administratif, karena melibatkan
pelaksana yang berasal dari lebih satu jabatan atau unit kerja.
 Instruksi kerja
Instruksi kerja bersifat lebih detail daripada prosedur, dan bersifat
lokal pada satu orang, satu kelompok/unit kerja, peralatan/instalasi,
atau aktivitas tertentu yang spesifik. Instruksi kerja umumnya
digunakan untuk mengatur aktivitas yang bersifat teknis. Instruksi
kerja juga dapat merupakan penjabaran dari langkah pada prosedur
terkait.
 Rekaman
Rekaman adalah dokumen yang menjadi bukti bahwa SOP yang
dituangkan dalam dokumen pedoman, prosedur dan instruksi kerja
telah dilaksanakan. Rekaman dapat berupa formulir yang telah diisi ,
lembar kerja yang telah ditandatangani, dokumen persetujuan produk
yang telah distempel, atau berupa foto kejadian. Rekaman juga
berfungsi sebagai alat telusur berbagai tindakan yang dilakukan
dalam pelaksanaan SOP, baik apakah sebuah aktivitas/proses

20
dilaksanakan dengan benar, maupun apabila terjadi kesalahan atau
pelanggaran.

2.2.2 Sertifikasi
Nata Atmajaya dalam E. Mulyasa (2009:34) menyatakan bahwa
sertifikasi adalah prosedur yang digunakan oleh pihak ketiga untuk
memberikan jaminan tertulis bahwa sesuatu produk, proses atau jasa telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.15 Dengan seperti itu bisa
dikatakan bahwa, sertifikasi tindak lanjut dari perizinan, yakni
memberikan sertifikat atau pengakuan kepada institusi kesehatan dan atau
tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.
Sertifikasi dalam kebidanan berupa STRB dan SIPB. Surat Tanda
Resgitasi Bidan yang selanjutnya akan disingkat STRB adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada Bidan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.16 Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan praktik kebidanan.17
2.2.3 Akreditasi
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya
dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara
bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan
atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.5

15
Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
16
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 3 diakses dari
https://www.ibi.or.id/id/article_view/A20171120001/permenkes-no-28-2017-tentang-izin-dan-
penyelenggaraan-praktik-bidan.html pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.00
17
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 3 diakses dari
https://www.ibi.or.id/id/article_view/A20171120001/permenkes-no-28-2017-tentang-izin-dan-
penyelenggaraan-praktik-bidan.html pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.00

21
Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan
kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal
dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan
kriteria yang terbuka.18
Indonesia telah melakukan akreditasi terhadap rumah sakit umum.
Namun, belum semua rumah sakit jiwa, rumah sakit khusus, dan industri
layanan kesehatan lainnya diakreditasi, padahal akreditasi itu akan dapat
mendorong pelaksanaan program menjaga mutu layanan kesehatan.5
Contoh akreditasi dalam pelayanan kesehatan adalah penggolongan tipe
rumah sakit berdasarkan kemampuan rumah sakit tersebut memberikan
pelayanan medis kepada pasien. Ada 5 tipe rumah sakit di Indonesia : 2,3
a. Rumah Sakit Tipe A
Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai
rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau disebut pula sebagai
rumah sakit pusat.
b. Rumah Sakit Tipe B
Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan disetiap
Ibukota propinsi yabg menampung pelayanan rujukan di rumah sakit
kabupaten.
c. Rumah Sakit Tipe C
Adalah rumah sakit yang mapu memberikan pelayanan kedokeran
spesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan disetiap ibukota
Kabupaten (Regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan
dari puskesmas.
d. Rumah Sakit Tipe D

18
A.F. Al-Assaf, MD, CQA.2009.Mutu Pelayanan Perspektif Internasional.Jakarta: EGC

22
Adalah rumah sakit yang bersifat transisi dengan kemampuan hanya
memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini
menampung rujukan yang berasal dari puskesmas.
e. Rumah Sakit Tipe E
Adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang menyalenggarakan
hanya satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja. Saat ini
banyak rumah sakit kelas ini ditemukan misal, rumah sakit kusta,
paru, jantung, kanker, ibu dan anak.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar
dan kode etik profesi.5 Tujuan Program Jaminan Mutu adalah untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Selain itu juga
terdapat banyak manfaat yang terdapat dalam pelayanan yang bermutu 5 dapat
meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan. Peningkatan efektivitas yang
dimaksud berhubungan erat dengan kemampuan mengatasi masalah kesehatan
secara tepat dan benar. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan benar-benar
sesuai dengan masalah yang ditemukan. Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan
kesehatan. Peningkatan efisiensi yang dimaksud berhubungan erat dengan
kemampuan mencegah tindakan/penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
dan/atau yang di bawah standar. Biaya tambahan yang disebabkan pelayanan
yang berlebihan atau karena efek samping akibat pelayanan yang di bawah
standar akan dapat dicegah. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan. Peningkatan penerimaan berhubungan erat dengan
kesesuaian antara pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan tuntutan
pemakai jasa pelayanan kesehatan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat
diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam peningkatan derajat
kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dapat melindungi pelaksana
pelayanan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum. Pada saat ini, sebagai
akibat dari meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
penduduk, kesadaran hukum masyarakat juga tampak semakin meningkat. Untuk
melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak

24
puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan
kecuali berupa menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.

3.2 Saran
Adapun saran yang diberikan yaitu agar mutu pelayanan kesehatan di
Indonesia harus lebih ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan disiplin
kepada karyawan yang sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga dapat
menumbuhkan kehandalan dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga ada
kepuasan tersendiri bagi konsumen dan akhirnya meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan baik di rumah sakit maupun di puskesmas dan mencapai masyarakat
yang sehat dan terbebas dari berbagai macam penyakit.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Herlambang Susatyo. (2016). Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.
2. Pohan. 2006. Jaminan Mutu Layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan
penerapan .Jakarta: Buku Kedokteran EGC
3. Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan. Diakses dari
http://staff.gunadarma.ac.id pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul 19.00 WIB

4. Mayangpuspa, AT. 2009. Pengertian mutu. Diakses dari http://e-


journal.uajy.ac.id/2721/3/2EA14772.pdf pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul
19.00 WIB
5. Sriyanti, Cut. 2016. Mutu Layanan Kebidanan & Kebijakan Kesehatan.
Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id pada tanggal 20 Agustus 2018
pukul 19.00 WIB

6. Mutu Pelayanan Kesehatan. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id pada tanggal


20 Agustus 2018 pukul 19.30 WIB
7. Fandy, Tjiptono. 1998. Peranan Desain Kemasan Dalam Dunia Pemasaran.
Yogyakarta: Andi :69)
8. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, strategi dan
aplikasi. Diklat kuliah – Universitas Airlangga Surabaya
9. Bitner, Mary Jo, Zeithaml, Valarie A, (1996). Services Marketing. Edisi1.
Boston. MCGraw-Hill : 118)
10. Jacobus, Rico. 2012 Model Kualitas Pelayanan (SERVQUAL) Parasuraman
11. https://www.infoperawatindonesia.com/2016/11/tujuan-manfaat-jaminan-
mutu-pelayanan.html diakses pada pukul 21:23

26
12. Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
13. Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan (Jakarta:pustaka
sinar harapan)
14. Supriyanto & Ernawaty. (2010). Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.
Yogyakarta: Penerbit Andi
15. Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
16. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 3
diakses dari https://www.ibi.or.id/id/article_view/A20171120001/permenkes-
no-28-2017-tentang-izin-dan-penyelenggaraan-praktik-bidan.html pada
tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.00
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 3
diakses dari https://www.ibi.or.id/id/article_view/A20171120001/permenkes-
no-28-2017-tentang-izin-dan-penyelenggaraan-praktik-bidan.html pada
tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.00
18. A.F. Al-Assaf, MD, CQA.2009.Mutu Pelayanan Perspektif
Internasional.Jakarta: EGC

27

Anda mungkin juga menyukai