Anda di halaman 1dari 27

Konsep Teoritis Penjaminan Mutu dan

Praktek Keperawatan Berbasis Bukti

Oleh :

Kelompok 10 Tingkat 2.3

1. I Ketut Putra Yasa (P07120017088)


2. Ni Sayu Made Dewik Surya Ningsih (P07120017089)
3. Ni Putu Desi Sukmayati (P07120017093)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN

2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Adapun judul makalah yang akan dibahas adalah “Konsep Teoritis Penjaminan Mutu
dan Praktek Keperawatan Berbasis Bukti”, dan penulis sangat berharap semoga dengan
adanya makalah ini penulis dapat memberikan sedikit gambaran dan memperluas
wawasan ilmu yang penulis miliki.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, terutama kepada yang terhormat:
1.Ibu Suratiah, S.Kep., Ners, M. Biomed selaku dosen pembimbing mata kuliah
Promsi Kesehatanyang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini.
2.Semua teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu.
3.Serta kepada lain-lain seperti perpustakaan dan internet yang membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari
semua pihak demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 14 Februari 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 4
2.1 Konsep Teoritis Mutu ..................................................................... 4
2.2 Peran Komite Keperawatan Dalam Pengawasan Mutu .................... 4
2.3 Kualitas Pelayanan (TQM) .............................................................. 5
2.4 Penilaian Kinerja Perawat ............................................................. 11
2.5 Konsep Teoritis Praktik Keperawatan Berbasis Bukti ...................15
2.6 Evidence Based Practice .................................................................20
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 23
3.1. Simpulan ........................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat akan berdampak
terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan dan
pelayanan kesehatan. Hal tersebut akan mempengaruhi akan tuntutan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Pelayanan
keperawatan sebagai bagian dari mutu pelayanan kesehatan pun harus
senantiasa meningkatkan kualitas agar terhindar dari suatu permasalahan yang
dapat merugikan masyarakat maupun merugikan institusi pelayanan kesehatan
sendiri.Sistem penjaminan mutu pelayanan keperawatan merupakan bagian
dari upaya peningkatan kualitas suatu pelayanan yang banyak memberikan
manfaat.
Penjaminan mutu akan memberikan tolak ukur bagi suatu pelayanan
apakah suatu pelayanan sudah sesuai dengan standar pelayanan berkualitas.
Melaui penjaminan mutu maka proses menuju perbaikan terus diutamakan.
Sistem penjaminan mutu yang baik akan berdampak terhadap
peningkatan daya saing antar institusi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu
perawat harus benar-benar berkontribusi dalam upaya penjaminan mutu
pelayanan. Ukuran keberhasilan upaya penerapan penjaminan mutu dalam
suatu pelayanan sangat bergantung terhadap evaluasi yang dilakukan. Audit
klinis merupakan suatu cara untuk mengukur kepatuhan pelaksana pelayanan
kesehatan dalam mencapai indikator mutu yang dicapai. Melalui audit dalan
pelayanan keperawatan maka akan menilai kelayakan dan keefektifan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Dimana tujuan
akhir yang harus dicapai adalah upaya peningkatan akuntabilitas perawat
terhadap kualitas pelayanan kesehatan

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam paper kami, yaitu:
1. Bagaimana konsep teoritis penjaminan mutu?
2. Bagaimana peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu?
3. Bagaimana kualitas pelayanan (TQM)?
4. Bagaimana penilaian kinerja perawat?
5. Bagaimana konsep teoritis praktek keperawatan berbasis bukti
(EVIDENCE BASED PRATICE)?
6. Bagaimana konsep POA?
7. Bagaimana konsep Evidence Based Pratice?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dalam paper kami, yaitu:
1. Untuk mengetahui Konsep teoritis penjaminan mutu
2. Untuk mengetahui peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan
Mutu
3. Untuk mengetahui Kualitas pelayanan (TQM)
4. Untuk mengetahui Penilaian kinerja perawat
5. Untuk mengetahui Konsep teoritis praktek keperawatan berbasis
bukti (Evidence Based)
6. Untuk mengetahui Konsep POA
7. Untuk mengetahui Konsep Evidence Based Pratice

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
dijadikan sebagai sumber informasi dalam menjawab permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran terutama
dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Selain itu makalah ini dapat
bermanfaat sebagai bahan referensi dalam merancang desain pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran.

2
2. Manfaat Praktis
 Bagi Dosen
Manfaat makalah ini dapat mengembangkan kualitas pembelajaran
menjadi lebih menarik, dapat menjalankan tugas sebagai pendidik dengan
baik yaitu dengan merencanakan pembelajaran secara matang, dapat
mengidentifikasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh mahasiswa
pada pembelajaran juga dapat menciptakan kreativitas dan inovasi-inovasi
dalam pembelajaran salah satunya dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran.
 Bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi siswa dapat meningkatkan semangat dan
motivasi dalam mengikuti pembelajaran. Penggunaan pendekatan
pembelajaran yang inovatif diharapkan dapat memberikan pengalaman
belajar yang bermakna dan tidak membuat mahasiswa jenuh. Selain itu
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam memahami materi
khususnya materi-materi yang terdapat dalam pembelajaran.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teoritis Penjamin Mutu


Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen,
produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus
Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses
penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan kesehatan
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan. (Suryadi,2009)
Mempertahankan mutu bagian dari tanggung jawab manajemen,
pendekatan ini mengakui bahwa mutu yang baik tidak dengan tiba-tiba atau
suatu kebetulan dan bukan hasil dari angan-angan belaka. Melainkan melalui
kerjasama tim yang baik sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Ada sepuluh indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu:
angka infeksi nosokomial, angka kejadian klien jatuh/kecelakaan, tingkat
kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap
pengelolaan nyeri dan kenyamanan, tingkat kepuasan klien terhadap
informasi/pendidikan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap asuhan
keprawatan, upaya mempertahankan integritas kulit, tingkat kepuasan perawat,
kombinasi kerja antara perawat profesional dan non profesional, dan total jam
asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis & Huston, 1998).

2.2 Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu


Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan
profesionalisme dalam pelayanan keperawatan, memberikan masukan
kepada pimpinan rumah sakit berkaitan dengan profesionalisme perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan, menyelesaikan masalah –

4
masalah terkait dengan penerapan disiplin dan etik keperawatan serta
meningkatakan mutu pelayanan keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut:
1. Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui
kegitan terorganisasi.
2. Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien.
3. Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya.
4. Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan
moral perawat.
5. Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan.
6. Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur
keperawatan.
7. Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
8. Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide – ide
baru.
9. Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil
kinerja perawat untuk pengembangan karir.

2.3 Kualitas Pelayanan (TQM)


1. Definisi TQM
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang
menjadi titik fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk
meningkatkan kualitas yang diterapkan pada produk, pelayanan dan
manajemen perusahaan. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, lahirlah suatu inovasi yang dikenal dengan TQM. Menurut
Tjiptono & Anastasia (2003) TQM merupakan suatu pendekatan dalam
5
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungannya.”
Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis
kriteria pelayanan, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk
menunggu selama transaksi maupun proses pembayaran.
b. Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan
maupun transaksi.
c. Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan.
d. Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber
daya manusia untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas
pendukung seperti komputer untuk mencari ketersediaan suatu produk.
e. Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu
yang nyaman, aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan lain
sebagainya

2. Dimensi Kualitas Pelayanan


a. Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk
menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan
bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi pendukung, hingga penampilan
karyawan.
b. Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan,
ketepatan waktu, tidak ada kesalahan, sikap simpatik, dan lain sebagainya.
c. Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat
atau responsif serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah
dimengerti.

6
d. Assurance
Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap
sopan santun karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang
dimiliki, sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
e. Empati
Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi
kepada pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen
secara akurat dan spesifik.

3. Prinsip - Prinsip TQM


Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar
sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan
Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c.,
A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu,
mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya,
melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan
perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat
prinsip utama dalam TQM, yaitu :
a. Kepuasan Pelanggan Dalam Total Quality Management, konsep
mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna
kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan
oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam
segala aspek, termasuk dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu.
b. Respek terhadap setiap orang.
Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandang sebagai individu
yang memiliki talenta dan kreatifitas yang khas. Dengan demikian,
karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh
7
karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan
diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil
keputusan.
c. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta, maksudnya bahwa
setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan.
Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini:
(1) prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan
tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya yang ada;
(2) variasi atau variabilitas kinerja manusia, variasi/variabilitas
(keragaman) kinerja/kemampuan dari setiap anggota merupakan bagian
yang wajar dari setiap sistem organisasi. Maksudnya, setiap perbedaan
yang terjadi dikaji, kemudian ditetapkan langkah/kebijakan yang paling
sesuai untuk diterapkan. Dengan demikian, manajemen dapat
memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang
dilakukan.
d. Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang
berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang
terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan koreksi
terhadap hasil yang diperoleh.

4. Metode Total Quality Management


TQM difokuskan pada tiga pakar utama yang merupakan pelopor
dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W. Edwards Deming, Joseph
M. Juran, dan Philip B. Crosby.
Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2004), sebagai berikut :
a. Metode W. Edwards Deming

8
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming
mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu
dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan
pengendalian proses statistic (statistical process control = SPC). Deming
menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat membedakan
penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia
berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang
tidak dapat dihindari dalam kehidupan industri.
Siklus Deming (Deming Cycle), Siklus ini dikembangkan untuk
menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan
memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan (riset,
desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994: 237). Siklus Deming
adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh
W. Edward Deming yang terdiri atas empat komponen utama secara
berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)

b. Metode Joseph M. Juran


Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk
digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu
barang atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para
pemakainya. Satu kontribusi Juran yang paling terkenal adalah Juran’s
Three Basic Steps to Progress, diantaranya :
a. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
b. Mengadakan program pelatihan secara luas.
c. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen
yang lebih tinggi.
9
c. Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan
pencegahan. Dalil manajemen kualitas menurut Crosby adalah sebagai
berikut :
a) Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau
kebaikan (goodness). Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak
menerangkan secara spesifik baik / bagus itu bagaimana. Definisi kualitas
menurut Corsby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratan
(conformance to requirements). Kurang sedikit saja dari persyaratannya
maka suatu barang atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan
tersebut dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan
organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau
persaingan.
b) Sistem Kualitas adalah pencegahan.
Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian (appraisal). Suatu produk
dinilai pada akhir proses. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa
apabila baik, maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan bila
buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan masalah,
karena yang buruk akan selalu ada. Maka dari itu, sebaiknya dilakukan
pencegahan dari awal sehingga output-nya dijamin bagus serta hemat biaya
dan waktu. Dalam hal ini dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita
menemukan suatu kesalahan di awal proses, biayanya cuma satu rupiah.
Akan tetapi, bila ditemukan di proses kedua, maka biayanya menjadi 10
rupiah. Atas dasar itulah sistem kualitas menurut Corsby merupakan
pencegahan.
c) Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close enough
concept), misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen. Namun, coba
dihitung berapa besarnya inefisiensi 5 persen bila dikalikan dengan

10
penjualan. Bila diukur dalam rupiah, maka baru disadari besar sekali
nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai persentase, sehingga Crosby
mengajukan konsep kerusakan nol, yang menurutnya dapat tercapai bila
perusahaan melakukan sesuatu dengan benar sejak pertama proses dan
setiap proses.

2.4 Penilaian Kinerja Perawat


Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal,
performance evaluation, development review, performance review and
development. Penilaian kinerja merupakan kegiatan untuk menilai
keberhasilan atau kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, penilaian kinerja harus berpedoman pada
ukuran–ukuran yang telah disepakati bersama dalam standar kerja.
Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai
dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian
kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar
praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat
dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia
dan produktivitas (Swanburg,1987). Proses penilaian kinerja dapat
digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam
rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang
tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja
untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing
perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang
berkompeten.
1. Manfaat yang dapat dicapai dalam penilaian kerja yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi
11
kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan
pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya
manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan
umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program
pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga
rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan trampil untuk
pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk
mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang
ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat
mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

2. Standar Intrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan


Keperawatan
Penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien menggunakan
standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Standar adalah pernyataan deskriptif
mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses,
atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan keperawatan adaah
pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk
menevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien
(Gillies,1989). Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI
(2000) yaitu mengacu pada tahapan proses keperawatan yang meliputi

12
pengkajian, diagmosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
1. Standar I: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
b.Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim
kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
1. Status kesehatan klien masa lalu
2. Status kesehatan klien saat ini
3. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
4. Respon terhadap terapi
5. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
6. Resiko-resiko tinggi masalah
d.Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat,
relevan, dan baru )

2. Standar II: Diagnosa Keperawatan


Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa
keperawatan. Adapun kriteria proses:
a. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi
masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan
tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

13
c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan
data terbaru.

3. Standar III: Perencanaan Keperawatan


Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,
meliputi:
a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
d. Mendokumentasi rencana keperawatan.

4. Standar IV: Implementasi


Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
a. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan
klien.
d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.

14
5. Standar V: Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan
keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
d. Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.5 Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based


Practice)
2.5.1 Konsep POA (Plan Of Action)
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak
akan dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan
merupakan jembatan antara dimana kita sekarang dengan dimana kita saat
yang akan datang. Perencanaan merupakan proses intelektual yang
didasarkan pada fakta dan informasi, bukan emosi dan harapan (Douglas,
1992; Gillies, 1994).
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan
untuk mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu
perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah suatu organisasi melakukan
analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah,
mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode
fishbone, baru setelah itu melakukan plan of action.
15
Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai
sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki beberapa bentuk, antara
lain:
1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif
pemecahan masalah
3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan
sumber daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang
dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan
memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen
masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi
atau cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
1) Tujuan planning of action
1. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
2. Menguji dan membuktikan bahwa:
a. Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
b. Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
c. Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
d. Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat
diperoleh
e. Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan
3. Berperan sebagai media komunikasi
a. Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi
memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian
b. Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian
sasaran.

16
2) Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik
Dalam penerapannya, Plan of Action (POA) harus baik dan
efektif agar kegiatan program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai
dengan tujuan. Berikut ini beberapa kriteria Plan of Acton (POA)
dikatakan baik, antara lain:
1. Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan
yang ingin dirubah. Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti
berapa Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan, siapa saja
mereka, bagaimana dan kapan mengkomunikasikannya.
2. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang
sesungguhnya telah dicapai.
3. Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk
akal. Ini berarti bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif,
tidak harus membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu teknik dan
metode yang digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.
4. Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu
organisasi atau di suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai
dengan pegawai atau masyarakat di wilayah tersebut.
5. Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan
sekarang atau sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai
sangat diperlukan dalam rencana kegiatan agar kegiatan dapat berjalan
efektif.

17
3) Langkah Planning of Action (POA)
1. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata:
What, Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:
a. Masalah apa yang terjadi?
b. Dimana masalah tersebut terjadi?
c. Kapan masalah tersebut terjadi?
d. Siapa yang mengalami masalah tersebut?
e. Mengapa msalah tersebut terjadi?
f. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
2. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa
dilakukan.
3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan
Kegiatan (RUK), antara lain:
a. Pembahasan Ulang Masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah,
dapat dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba
menggambarkan keadaan tersebut nantinya sesuai dengan yang diharapkan.
b. Perumusan Tujuan Umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang
diharapkan nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan
kesehatan, maka dapat dirumuskan tujuan umum program atau kegiatan
yang akan dilaksanakan.
Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang
menggambarkan hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.
c. Perumusan Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur
(kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan umum.
Bentuk pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya positif, merupakan
keadaan yang diinginkan. Penentuan indikator tujuan khusus program dapat

18
menggunakan kriteria SMARTS (Smart, Measurable, Attainable, Realistic,
Time-bound, Sustainable)
d. Penentuan Kriteria Keberhasilan
Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan
dari suatu rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa
jauh program atau kegiatan yang direncanakan tersebut berhasil atau
tercapai. Menentukan kriteria atau indikator keberhasilan disesuaikan
dengan tujuan khusus yang telah ditentukan.

Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H,


yaitu:
a. Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana
kegiatan?
b. What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan
c. How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang
spesifik?
d. Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?
e. Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program
dilaksanakan?
f. When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks


(Gantt Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu,
besaran kegiatan (volume), dan hasil yang diharapkan.
4. Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan
menguji dan melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan
kesepakatan dan dukungan.
(Yuan,2016)
19
2.6 Konsep Evidence Based Practice
Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti
terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan
klinik dalam merawat individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi
tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya
keahlian dari praktisi.
1) Model Evidence Based Practice
a. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki
tahun 1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam
menerapkan Evidence Base Practice Nursing.
- Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian
menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
- Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti
empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap
bukti menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini
apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
- Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti
yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan
penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
- Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian
(individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian,
menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai
melakukan pilot projek.
- Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas
evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya

20
b. Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger
bisa berupa knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada
menjadi prioritas organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas
dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam
penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji
coba dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.
c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang
terdiri dari 6 langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing
ke lahan paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada,
kevalidan dan kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan
nomenklatur yang standar.

2) Pentingnya Evidence Based Practice


Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
21
e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi
penelitian terbaru
f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk
meningkatkan kualitas perawatan pada pasien.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh
kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu pelayanan
kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan,
sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009)
Ada sepuluh indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu:
angka infeksi nosokomial, angka kejadian klien jatuh/kecelakaan, tingkat
kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan, tingkat kepuasan klien
terhadap pengelolaan nyeri dan kenyamanan, tingkat kepuasan klien
terhadap informasi/pendidikan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap
asuhan keprawatan, upaya mempertahankan integritas kulit, tingkat
kepuasan perawat, kombinasi kerja antara perawat profesional dan non
profesional, dan total jam asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis
& Huston, 1998).
Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai
sasaran kegiatan. Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan
bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna
pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nasution, M. 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Manajemen ). Jakarta


: Ghalia Indonesia.

Suryadi, T. 2009. Pengertian dan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pelayanan


Kesehatan.

Tjiptono, F & Anastasia, D. 2003. Total Quality Manajemen Edisi kedua. Jakarta :
Andi Offset

Yuan, H. 2016. Planning Of Actions (POA) dan Implementasi Manjemen Dalam


Keperawatan

24

Anda mungkin juga menyukai