Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KELOMPOK IV

KONSEP DAN PENILAIAN MUTU ASUHAN


KEPERAWATAN
Dosen : Agustina Nugrahini, Ners.,M.Si

DISUSUN OLEH :

LALA VERONICA 2018.C.10a.0974


LEONARDO 2018.C.10a.0975
OKTAVIONA 2018.C.10a.0980
RIVALDO SETYO 2018.C.10a.0982
SAPTA 2018.C.10a.0984
SUSED 2018.C.10a.0986
WINDY WIDIYA 2018.C.10a.0991

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun ada beberapa
halangan yang mengganggu proses pembuatan makalah ini, namun penulis dapat
mengatasinya tentu atas campur tangan Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini akan berguna bagi pembaca dan mahasiswa terutama
yang berada di STIKes Eka Harap tentang “KONSEP DAN PENILAIAN

MUTU ASUHAN KEPERAWATAN” sehingga diharapkan dengan


mempelajari makalah ini mahasiswa maupun lainnya mendapatkan tambahan
pengetahuan.
Kami menyadari bahwa makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan masukan yang
membangun dari pembaca dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 19 September 2021

Kelompok IV

ii
1

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................
1.4 Manfaat Penulisan………………………………………………..
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1 Pengertian Mutu…………………………………………….…….
2.2 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan......................................
2.3 Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan ………… ……………….
2.4 Ciri Mutu Asuhan Keperawatan…….……………………………..….
2.5 Pengertian Standar Asuhan Keperawatan…………..……….….…
2.6 Tujuan SAK (Standar Asuhan Keperawatan)……………....……..
2.7 Komponen SAK (Standar Asuhan Keperawatan)……….………..
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………....
3.2 Saran………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Depkes RI (2010), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan
kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk kebutuhan dan keinginan
pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat
meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan
kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif, dan menghasilkan
customer responsiveness. Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas
pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan
kesehatan di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan
kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan
penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarganya.
Salah satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan itu adalah apakah pelayanan
keperawatan yang diberikan itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan merupakan
perbadingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan keinginan,
kebutuhan, dan harapan (Tjiptono, 2004). Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan
keperawatan menuntut pelayanan keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni
pelayanan keperawatan yang bermutu dan paripurna. Pasien akan mengeluh bila
perilaku caring yang dirasakan tidak memberikan nilai kepuasan bagi dirinya.
Nursalam, 2008 menyatakan bahwa Standar asuhan keperawatan berguna
sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan dan mutu asuhan keperawatan.
Dalam pemberian asuhan keperawatan yang baik yaitu harus dengan cara memenuhi
standar profesi yang juga telah ditetapkan, pelayanan asuhan keperawatan ini juga
dimanfaatkan secara wajar, efisiensi, dan juga efektif,aman juga bagi pasien dan
perawat sebagai pemberi jasa,memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan, aspek
sosial, ekonomi, budaya, agama, etik dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan
dihormati untuk menilai kualitas pelayanan keperawatan diperlukan adanya standar
praktik keperawatan. Standar asuhan keperawatan adalah penentu untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, standar pelayanan
dan asuhan keperawatan tersebut harus diterapkan secara bertahap. Asuhan
keperawatan adalah kegiatan pada praktik keperawatan yang diimplementasikan
secara langsung kepada pasien atau klien sebagai pelayanan kesehatan, standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien,
memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan
pelayanan kesehatan/ keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal.pelayanan dilaksanakan berdasarkan dengan kaidah keperawatan sebagai
profesi yang berdasarkan kepada ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi
klien ,asuhan keperawatan bermutu tinggi adalah tujuan perawat di semua praktik
3

pelayanan keperawatan atau disebut sebagai“great nursing”. Kualitas rumah sakit


sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan sudah tentu
tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Melihat fenomena di atas, pelayanan keperawatan yang
memiliki kontribusi sangat besar terhadap citra sebuah rumah sakit dipandang perlu
untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah diberikan. Strategi untuk
kegiatan jaminan mutu antara lain dengan baku mutu (benchmarking) dan manajemen
kualitas total (total quality management) (Marquis dan Huston, 1998). Baku mutu
atau penelitian praktik terbaik (best practice research) adalah kegiatan mengkaji
kelemahan tertentu dari suatu institusi dan kemudian mengidentifikasi institusi lain
yang memiliki keunggulan dalam aspek yang sama. Kegiatan dilanjutkan dengan
berkomunikasi dalam menetapkan kesepakatan kerja sama untuk mendukung dan
meningkatkan kelemahan tersebut (Marquis dan Huston, 1998).
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu. Kegiatannya dapat
dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang rawat.
Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan dengan cara mengembangkan tim gugus
kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan penetapan
kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan kriteria,
menetapkan cara mengumpulkan informasi/data. Kemudian melakukan pengumpulan
dan menganalisis informasi/data, membandingkan informasi dengan kriteria yang
telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas, serta memperbaiki situasi
sesuai hasil yang diperoleh, lalu menetapkan kembali cara mengumpulkan informasi
(Marquis dan Huston, 2000). Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pasien
walaupun merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi
oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh
lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan
kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan
hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian
informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan
memperhatikan privacy pasien (Foster, 2005).
Berdasarkan pemaparan materi diatas, kelompok tertarik membahasnya lebih
lanjut dalam bentuk penyusunan makalah dengan judul “Konsep Dan Penilaian Mutu
Asuhan Keperawatan” yang dimana nanti didalam makalah ini akan di jelaskan mulai
dari teori itu sendiri yang berkaitan dengan asuhan keperawatan yang akan di berikan
perawat kepada pasien atau klien.
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah,
yaitu :
Bagaimana Konsep Dan Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan secara teoritis?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami dan
mengetahui materi tentang Konsep Dan Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang Konsep Dan Penilaian
Mutu Asuhan Keperawatan.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang Konsep Dan Penilaian
Mutu Asuhan Keperawatan.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang Konsep Dan Penilaian
Mutu Asuhan Keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan STIKes
Eka Harap Palangka Raya tentang Konsep Dan Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti tentang Konsep Dan Penilaian Mutu Asuhan
Keperawatan.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan tentang Konsep Dan
Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan, khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap.
1.4.4 Bagi IPTEK
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menimbulkan ide-ide dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Konsep Dan Penilaian
Mutu Asuhan Keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mutu

Terdapat banyak pengertian tentang mutu. Dalam Kamus Lengkap Bahasa


Indonesia, mutu adalah suatu nilai atau keadaan.  
Sementara pengertian lain tentang mutu dikemukakan oleh para ahli dilihat
dari sudut pandang yang berbeda. Diantaranya Edward Deming, mengatakan
bahwa mutu adalah : “apredictive degree of uniformity and dependability at a low
cost, suited to the market”. Pendapat lain, seperti yang disampaikan Joseph M.
Juran, mutu adalah : “fitness for use, as judged by the user”. Kemudian Philip B.
Crossby, mengatakan “conformance to requirements” dan Armand V.
Feigenbaum, mengatakan “full customer satisfaction”. 
Pada hakikatnya beberapa pengertian mutu tersebut adalah sama dan
memiliki elemen-elemen sebagai berikut : pertama, meliputi usaha memenuhi
atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, mencakup produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan. Ketiga, merupakan kondisi yang selalu berubah.  Berdasarkan
elemen-elemen tersebut maka mutu dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi bahkan melebihi harapan. 
Dari beberapa pengertian mutu di atas, dapat penyusun simpulkan bahwa
secara garis besar, mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau
jasa dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
Pelanggan yang dimaksud disini bukan pelanggan atau konsumen yang hanya
datang sekali untuk mencoba dan tidak pernah kembali lagi, melainkan mereka
yang datang berulang-ulang untuk membeli dan membeli. Meskipun demikian,
pelanggan yang baru pertama kali datang juga harus dilayani sebaik-baiknya,
karena kepuasan yang pertama inilah yang akan membuat pelanggan datang dan
datang lagi. Secara umum dapat dikatakan bahwa mutu produk atau jasa itu akan
dapat diwujudkan bila orientasi seluruh kegiatan organisasi tersebut berorientasi
pada epuasan pelanggan (customer satisfaction).
Tinjauan mengenai konsep kualitas layanan sangat ditentukan oleh berapa
besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelayanan yang
diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayanan yang harus
diterima. Kelima kesenjangan (gap) tersebut disajikan dalam skema grand theory
Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985) dan diuraikan berikut ini.
Grand teori yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
dalam Muninjaya (2011), penyampaian jasa oleh pihak penyedia jasa bisa
terancam gagal kalau berbagai kesenjangan dibiarkan berkembang tanpa ada
intervensi untuk mencegahnya, atau tidak ada upaya khusus untuk mengurangi
dampak buruknya. Penjelasan mengenai kelima kesenjangan tersebut yaitu
sebagai berikut.
a. Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen.
Manajemen institusi pelayanan kesehatan belum mampu secara tepat
mengidentifikasi dan memahami harapan (ekspektasi) para pengguna jasa
pelayanan kesehatan.
b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.
Kesenjangan akan terjadi jika pemahaman manajemen RS (Puskesmas)
tentang harapan pengguna jasa pelayanan kesehatan tidak diterjemahkan
menjadi aksi nyata yang spesifik. Misalnya, standar prosedur pelayanan atau
pelaksanaan penyampaian jasa belum dikemas sesuai dengan harapan
pengguna jasa yang semakin menuntut pelayanan yang bermutu (cepat,
ramah, tepat, dan biaya terjangkau).
c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya. Standar
pelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun dengan baik, tetapi
muncul kesenjangan karena staf pelaksana pelayanan di garis depan (front line
staff) seperti perawat, bidan dan dokter umum di sebuah rumah sakit belum
mendapat pelatihan khusus tentang teknik penyampaian jasa pelayanan
tersebut. Akibatnya, jasa pelayanan kesehatan yang ditawarkan kepada pasien
tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh komite medik rumah
sakit tersebut.
d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal. Harapan
pengguna jasa sangat dipengaruhi oleh cara staf dan manajemen rumah sakit
berkomunikasi dengan masyarakat calon pengguna jasanya. Cara seperti ini
akan memunculkan kesenjangan. Harapan pengguna jasa pelayanan kesehatan
yang sudah mulai terbentuk melalui pemasaran tidak dapat terpenuhi karena
pelayanan teknis medis dan kelengkapan mutu pelayanan berbeda dengan
ekspektasi mereka.
e. Kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi jika konsumen mengukur kinerja institusi pelayanan
kesehatan dengan cara yang berbeda, termasuk persepsi pengguna yang
berbeda terhadap kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diharapkan.
Menurut Parasuraman (2001: 162) bahwa konsep kualitas layanan yang
diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan
tersebut terdiri atas daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan keandalan.
Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh berbagai persepsi
komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan
komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan yang
diharapkan (Ep = Expectation) dan pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception)
yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih jelasnya dapat
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

Parasuraman (2001: 165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan


adalah suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau
tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan
yang diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu).
Dikatakan konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila pelayanan yang
diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula dikatakan
persepsi tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan lebih besar
daripada pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu).
Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti
dikemukakan di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam
memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam
mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), faktor ini


sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/
pelayanan. Pemilihan untuk mengonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu
dalam banyak kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang
diperoleh dari pelanggan yang telah mengonsumsi jasa tersebut sebelumnya.
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program
pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun jasa, bila
konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk
tersebut dapat berguna, maka konsumen tidak akan pernah membeli produk
tersebut. Salah satu alat promosi yang paling ampuh adalah dengan sistem
WOM (Word of Mouth) (Trarintya, 2011). WOM merupakan sebuah
komunikasi informal di antara seorang pembicara yang tidak komersial
dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah merek, produk,
perusahaan atau jasa. WOM dapat diartikan sebagai aktivitas komunikasi
dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin pelanggan akan
bercerita kepada orang lain tentang pengalamannya dalam proses pembelian
atau mengonsumsi suatu produk atau jasa. Pengalaman pelanggan tersebut
dapat berupa pengalaman positif atau pengalaman negatif.
2. Kebutuhan pribadi (personal need), yaitu harapan pelanggan bervariasi
tergantung pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi
kebutuhan pribadinya.

3. Pengalaman masa lalu (past experience), yaitu pengalaman pelanggan


merasakan suatu pelayanan jasa tertentu di masa lalu yang memengaruhi
tingkat harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini
dan yang akan datang.

4. Komunikasi eksternal (company’s external communication) yaitu komunikasi


eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan
melalui berbagai bentuk upaya promosi juga memegang peranan dalam
pembentukan harapan pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan
yaitu :
a. Bermutu (quality surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima melebihi
pelayanan yang diharapkan pelanggan.
b. Memuaskan (satisfactory quality), bila kenyataan pelayanan yang diterima
sama dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan.
c. Tidak bermutu (unacceptable quality), bila ternyata kenyataan pelayanan yang
diterima lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.
2.2 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan

Mutu pelayanan keperawatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan


kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang menyelenggarakannya
sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan dengan
menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif
serta diberikan secara aman, dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum,
dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen (Morgan, 2017).
Menurut Depkes RI (2010), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan
kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk kebutuhan dan keinginan
pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat
meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan
keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif, dan
menghasilkan customer responsiveness.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pasien walaupun merupakan
nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman
masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan.
Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan
terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan
interpersonal. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian
informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan
memperhatikan privacy pasien (Foster, 2015).
Dari beberapan pengertian di atas kami menyimpulkan bahwa pengertian
dari mutu pelayanan keperawatan adalah yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan keperawatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,
serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi keperawatan.
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu. Kegiatannya
dapat dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang
rawat. Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan dengan cara mengembangkan tim
gugus kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan
penetapan kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan
kriteria, menetapkan cara mengumpulkan informasi/data. Kemudian melakukan
pengumpulan dan menganalisis informasi/data, membandingkan informasi
dengan kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas,
serta memperbaiki situasi sesuai hasil yang diperoleh, lalu menetapkan kembali
cara mengumpulkan informasi (Marquis dan Huston, 2000).
2.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Lebouf (2017), ada lima dimensi mutu pokok yang dapat
digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan tentang mutu pelayanan yang
meliputi :
1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,
yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan
karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/
pasien.
3. Assurance (keyakinan/ jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas:
pengetahuan terhadap produk/ jasa secara tepat, kualitas keramahtamahan,
perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, ketrampilan dalam
memberikan informasi, kemampuan di dalam memberikan keamanan di dalam
memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan di dalam menanamkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi jaminan ini merupakan
gabungan dari dimensi :
a. Kompetensi, artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para
karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
karyawan.
c. Kredibilitas, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya
4. Emphaty (empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan
dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi :
a. Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan.
b. Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan
dari pelanggan.
c. Pemahaman kepada pelanggan, meliputi usaha perusahaan untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
5. Tangibles (Berwujud), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan
ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan
karyawan.
2.4 Ciri Mutu Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan. Proses
keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha
memperbaiki atau memelihara pasien sampai taraf optimum melalui suatu
pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan
khusus pasien. Sementara itu, Yura dan Walsh menyatakan bahwa proses
keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk
memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi: mempertahankan keadaan
kesehatan pasien yang optimal, apabila kondisinya berubah kualitas tindakan
keperawatan ditujukan untuk mengembalikan ke keadaan normal (Nursalam,
2006).

Mutu pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada


penampilan (Performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara umum
disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, makin sempurna pula
mutu/kualitasnya (Bacal, 2007).
Schroder menyatakan bahwa saat mendefinisikan kualitas asuhan
keperawatan, perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para perawat,
serta cara mereka mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut. Intinya, latar
belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin
akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang berlatar belakang
pemberian keperawatan primer. (Marr, 2011).
Menurut Muninjaya (2007), ciri-ciri asuhan keperawatan yang berkualitas
antara lain :
1. Memenuhi standar profesi yang ditetapkan
2. Sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara
wajar, efisien dan efektif
3. Aman bagi pasien dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa pelayanan
4. Memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan
5. Memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika, dan tata nilai
masyarakat
Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan
tiga variabel, yaitu input, proses, dan output/outcome.
1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi,
dan informasi.
2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis/keperawatan harus
selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Setiap tindakan
korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau
ketidakpuasan pada pasien lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan
untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan mutu pelayanan.
Interaksi profesional yang lain adalah pengembangan akreditasi dalam
meningkatkan mutu rumah sakit dengan indikator pemenuhan standar
pelayanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI. ISO 9001:2000 adalah
suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang bertujuan
menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan
persyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit. Keilmuan
selalu diperbarui untuk menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan yang
dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir. Interaksi
profesional selalu memperhatikan asas etika terhadap pasien, yaitu :
a. Berbuat hal hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya
pasien, staf klinis dan nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara umum;
b. Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia;
c. Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi,
martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati;
d. Berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan.
3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan
keperawatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk
kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah
sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik
telah menghasilkan output yang baik pula.
2.5 Pengertian Standar Asuhan Keperawatan

Nursalam, 2008 menyatakan bahwa Standar asuhan keperawatan berguna


sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan dan mutu asuhan keperawatan.
Dalam pemberian asuhan keperawatan yang baik yaitu harus dengan cara
memenuhi standar profesi yang juga telah ditetapkan, pelayanan asuhan
keperawatan ini juga dimanfaatkan secara wajar, efisiensi, dan juga efektif,aman
juga bagi pasien dan perawat sebagai pemberi jasa,memuaskan bagi pasien dan
tenaga keperawatan, aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etik dan tata nilai
masyarakat diperhatikan dan dihormati untuk menilai kualitas pelayanan
keperawatan diperlukan adanya standar praktik keperawatan. Standar asuhan
keperawatan adalah penentu untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan, standar pelayanan dan asuhan keperawatan tersebut harus
diterapkan secara bertahap. Asuhan keperawatan adalah kegiatan pada praktik
keperawatan yang diimplementasikan secara langsung kepada pasien atau klien
sebagai pelayanan kesehatan, standar pelayanan yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna
dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan/ keperawatan
sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.pelayanan dilaksanakan
berdasarkan dengan kaidah keperawatan sebagai profesi yang berdasarkan kepada
ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic dan berdasarkan pada kebutuhan
objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien ,asuhan keperawatan
bermutu tinggi adalah tujuan perawat di semua praktik pelayanan keperawatan
atau disebut sebagai“great nursing”.
Berdasarkan kerangka berpikir seperti tersebut di atas, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, Depkes RI bersama dengan Organisasi Profesi Keperawatan,
telah menyusun Standar Asuhan Keperawatan dan secara resmi Standar Asuhan
Keperawatan diberlakukan untuk diterapkan di seluruh rumah sakit, melalui “SK
Direktur Jenderal Pelayanan Medik, No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang
berlakunya Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit”. Ini berarti bahwa
seluruh tenaga keperawatan di rumah sakit dalam memberikan Asuhan
Keperawatan harus berpedoman kepada Asuhan Keperawatan dimaksud.

UU RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dalam penjelasan tentang


Pasal 53 ayat 2 mendefinisikan standar profesi sebagai “pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik”. Atau
secara singkat dapat dikatakan standar adalah pedoman kerja agar pekerjaan
berhasil dan bermutu. Berdasarkan alasan ini maka kehadiran Standar Asuhan
Keperawatan yang identik dengan standar profesi keperawatan, berguna sebagai
kriteria untuk mengukur keberhasilan dan mutu asuhan keperawatan.
Pemberian asuhan keperawatan ini juga dapat dilakukan oleh perawat
dengan cara memperhatikan keadaan dan juga kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses asuhan keperawatan sehingga dapat ditentukan apa diagnosis keperawatan
agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan
tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari mulai yang
sederhana sampai dengan yang kompleks. Berdasarkan standar asuhan
keperawatan yang diberlakukan melalui SK Dirjen Yan Med
No.YM.00.03.2.6.7637 Tahun 1993
2.6 Tujuan SAK (Standar Asuhan Keperawatan)

Dalam Standar-standar dimaksud mencantumkan kriteria-kriteria yang


harus dipenuhi dalam pemberian asuhan keperawatan. Apabila kriteria-kriteria
tersebut dapat dipenuhi dianggap mutu asuhan keperawatan dapat dipertanggung
jawabkan secara profesional. Dengan memahami dan mematuhi kriteria dalam
Standar Asuhan Keperawatan, yang selanjutnya diterapkan dalam pemberian
asuhan keperawatan, maka bukan hanya keprofesian dijaga dan ditingkatkan,
tetapi juga meliputi aspek-aspek keamanan dan kenyamanan pasien.
Dalam Standar Asuhan Keperawatan aspek keamanan pasien mendapat
perhatian dengan ketentuan tentang pencegahan terjadinya kecelakaan dan hal-hal
lain yang tidak diinginkan seperti :
1. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah di tempat tidur,
2. Mencegah infeksi nosokomial,
3. Mencegah kecelakaan pada penggunaan alat elektronika,
4. Mencegah kecelakaan pada penggunaan alat yang mudah meledak serta,
5. Mencegah kekeliruan pemberian obat.
Aspek kenyamanan dan kepuasan pasien dijaga dengan baik apabila
Falsafah Keperawatan serta kriteria-kriteria dalam Standar Intervensi
Keperawatan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pasien, dipatuhi dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Adapun yang dimaksud dengan Falsafah Keperawatan dalam Standar
Asuhan Keperawatan ini adalah tenaga keperawatan berkeyakinan, bahwa :
1. Manusia adalah individu yang memiliki kebutuhan bio-psikososial spiritual
yang unik. Kebutuhan ini harus selalu dipertimbangkan dalam pemberian
asuhan keperawatan.
2. Keperawatan adalah bantuan bagi umat manusia yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal kepada semua yang
membutuhkan dengan tidak membedakan bangsa, suku, agama/kepercayaan
dan statusnya, di setiap tempat pelayanan kesehatan.
3. Tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai melalui usaha bersama dari
anggota tim kesehatan dan pasien/keluarga.
4. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan proses
keperawatan dengan lima tahapan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
pasien/keluarga.
5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat, memiliki wewenang
melakukan asuhan keperawatan secara utuh berdasarkan Standar Asuhan
Keperawatan.
6. Pendidikan keperawatan berkelanjutan harus dilaksanakan secara terus
menerus untuk pertumbuhan dan perkembangan staf dalam pelayanan
keperawatan.
Tujuan Standar Asuhan Keperawatan, adalah sebagai berikut :
1. Memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada semua orang yang
memerlukan pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
2. Menjamin bahwa semua bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan mengurangi/menghilangkan kesenjangan.
3. Mengembangkan standar asuhan keperawatan yang ada.
4. Memberi kesempatan kepada semua tenaga keperawatan untuk
mengembangkan tingkat kemampuan profesionalnya.
5. Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim
kesehatan.
6. Melibatkan pasien dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7. Menciptakan iklim yang menunjang proses belajar mengajar dalam kegiatan
pendidikan bagi perkembangan tenaga keperawatan.
8. Menunjang program pendidikan berkelanjutan bagi pertumbuhan dan
perkembangan pribadi tenaga keperawatan.

Upaya peningkatan mutu Asuhan Keperawatan, tidak cukup hanya dengan


tersedianya Standar Asuhan Keperawatan tetapi perlu didukung oleh sistem
pemantauan dan penilaian penerapan standar tersebut, yang dilaksanakan secara
sistematis, obyektif dan berkelanjutan. Untuk ini Depkes telah melengkapi
Standar Asuhan keperawatan dengan “ Instrumen Penilaian Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit.
2.6 Komponen SAK (Standar Asuhan Keperawatan)
Standar asuhan keperawatan yang diberlakukan melalui SK Dirjen Yan
Med No.YM.00.03.2.6.7637 Tahun 1993 :
1. STANDAR I : PENGKAJIAN
Untuk melakukan asuhan keperawatan diperuntukan data yang lengkap dan
aktual sesuai dengan keadan pasien, data ini diperoleh melalui pengkajian.
Komponen pengkajian keperawatan meliputi :
b. Pengumpulan data :
1. Menggunakan format yang baku
2. Sistematis
3. Di isi sesuai item yang tersedia
4. Aktual – Absah
c. Pengelompokan data :
1. Data biologis
2. Data psikologis
3. Data sosial
4. Data spiritual
d. Perumusan masalah :
1. Kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan juga pola
fungsi kehidupan
2. Perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah di kumpulkan
2. STANDAR II : DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa dirumuskan berdasarkan status kesehatan pasien, dianalisis, dan
dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien :
a. Diagnosa keperawatan dihubungan dengan penyebab kesenjangan dan
pemenuhan kebutuhan pasien
b. Dibuat sesuai wewenang perawat
c. Komponennya terdiri dari masalah, penyebab, tanda dan gejala atau terdiri
dari masalah dan penyebab
d. Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi.
e. Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien, kemungkinan besar
akan terjadi
f. Dapat ditanggulangi oleh perawat
3. STANDAR III : PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.
Komponen perencaanan keperawatan meliputi :
a. Prioritas masalah
1. Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas
pertama.
2. Masalah- masalah yang mengancam kesehataan seseorang adalah
prioritas kedua
3. Masalah- masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas
ketiga.
b. Tujuan asuhan keperawatan
1. Spesifik
2. Bisa diukur
3. Bisa dicapai
4. Realistik
5. Ada batas waktu
c. Rencana tindakan
1. Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
2. Melibatkan pasien atau keluarga
3. Mempertimbangkan latar belakang budaya pasien atau keluarga
4. Menentukan alternatif tindakan yang tepat
5. Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku,
lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada.
6. Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien
7. Kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasanya mudah dimengerti.
Dalam Standar Asuhan Keperawatan ada yang merupakan aspek keamanan
pasien yang harus mendapat perhatian dengan ketentuan :
a. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah diatas tempat tidur.
b. Mencegah infeksi nosokomial.
c. Mencegah kecelakaan pada penggunaan alat elektronika.
d. Menjaga dari kecelakaan akibat penggunaan alat yang mudah meledak.
e. Mencegah kekeliruan pengguanan obat.
4. STANDAR IV : INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan
dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang
mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan
kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya.
a. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
b. Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio spiritual pasien
c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada
pasien maupun keluarga
d. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
e. Menggunakan sumber daya yang ada
f. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
g. Menerapkan prinsip aman, nyaman, dan ekonomis, privacy dan
mengutamakan keselamatan pasien
h. Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respons pasien
i. Merujuk dengan segera bila ada masalah yang mengancam keselamatan
pasien
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan
k. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
l. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan yang berpedoman pada
prosedur teknis yang telah ditentukan
5. STANDAR V : EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan bisa dilakukan secara periodik, sistematis, dan juga
dengan berencana untuk menilai perkembangan pasien
a. Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi
b. Evaluasi hasil menggunakan indicator yang ada pada rumusan tujuan
c. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
d. Evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan
e. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
6. STANDAR VI : CATATAN ASUHAN KEPERAWATAN
Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual
a. Dilakukan selama pasien selama pasien dirawat nginap dan rawat jalan
b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan
c. Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan
d. Penulisannya harus jelas dan segera dan ringkas serta menggunakan istilah
yang baku
e. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan
f. Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial, paraf, dan juga nama
perawat yang telah melaksanakan tindakan dan juga waktunya
g. Menggunakan formulir yang baku
h. Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan
menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di mata
masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi
dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan,
kesakitan, serta kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarganya. Salah satu
indikator dari mutu pelayanan keperawatan itu adalah apakah pelayanan
keperawatan yang diberikan itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan
merupakan perbadingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan
keinginan, kebutuhan, dan harapan (Tjiptono, 2004).
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu. Kegiatannya
dapat dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang
rawat. Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan dengan cara mengembangkan tim
gugus kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan
penetapan kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan
kriteria, menetapkan cara mengumpulkan informasi/data. Kemudian melakukan
pengumpulan dan menganalisis informasi/data, membandingkan informasi
dengan kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas,
serta memperbaiki situasi sesuai hasil yang diperoleh, lalu menetapkan kembali
cara mengumpulkan informasi (Marquis dan Huston, 2000).
3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami isi makalah kami tentang Konsep
Dan Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan dan memperluas wawasan dari
berbagai sumber lain. Karena makalah ini jauh dari kesempurnaan, Kami
harapkan saran dari pembaca untuk kemajuan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Davidow, Moshe 2003. “Have You Heard The Word? The Effect Of Word
Of Mouth On Perceived Justice, Satisfied and Repurchase Intentions Following
Complain Handling.” Journal of and Complaining Behavior.Vol.16 hlm. 67.
Depkes RI. 2005. Indikator Kinerja Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Nasution. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Manajemen).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nursalam, dan F. Efendi. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Pohan, I. 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian
dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hlm 13−15.
Ramanujam, P.G. 2011. “Service Quality in Health Care Organisations: A
Study of Corporate Hospitals in Hyderabad.” Journal of Health Management, 13,
2 (2011): 177–202.
Trarintya, M. 2011. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan
Word of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di Wing Amerta RSUP Sanglah
Denpasar)”. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.
Zung, W.K. 1971. “Sebuah Instrumen Penilaian Gangguan Kecemasan”.
Psychosomatics. www. Scrib.com.

Anda mungkin juga menyukai