Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN KEPERAWATAN :

KLASIFIKASI PASIEN DAN MENGHITUNG TINGKAT


KETERGANTUNGAN PASIEN

Dosen Pengampu :

Nurul Miftahul Jannah, S.Kep., Ners

Disusun Oleh Kelompok 2 Tingkat 3 :

Akhdan Naufal P17120119001

Aulia Rahma P17120119006

Fatimah Wanda P17120119014

Laila Rahmadani P17120119023

Mallika Kharisma C P17120119024

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

DAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKKES KEMENKES JAKARTA 1

JAKARTA 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dan terimakasih
kepada Ibu Nurul Miftahul Jannah, S.Kep., Ners selaku dosen pembimbing sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa pertolongan-Nya
kita semua tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Pada
kesempatan kali ini penulis membahas makalah yang berjudul “ Makalah Manajemen
dan Kepemimpin Keperawatan : Klasifikasi Pasien dan Menghitung Tingkat
Ketergantungan Pasien ” dalam menyelesaikan karya tulis ini kami mengalami
beberapa kesulitan, namun dengan usaha dan kerja keras kami dalam mengerjakan,
akhirnya kami dapat menyajikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah yang kami buat. Kelompok kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat serta dapat memberikan pemahaman “ Makalah Manajemen dan
Kepemimpin Keperawatan : Klasifikasi Pasien dan Menghitung Tingkat
Ketergantungan Pasien ”

Jakarta, 15 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................4

B. Tujuan Penulisan..............................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................6

A. Pengertian klasifikasi pasien...........................................................................6

B. Manfaat klasifikasi pasien...............................................................................6

C. Klasifikasi Pasien..............................................................................................7

D. Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan............................9

BAB III NASKAH ROLE PLAY.............................................................................14

BAB IV PENUTUP....................................................................................................19

A. Kesimpulan......................................................................................................19

B. Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit sehingga mutu pelayanan kesehatan juga ditentukan oleh mutu
pelayanan keperawatan. Kualitas pelayanan keperawatan di ruang rawat inap
juga dapat dipengaruhi oleh Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP) yang diberlakukan (Kurnia et al., 2011).

MAKP memiliki empat komponen utama yang perlu diperhatikan yaitu:


kebutuhan pasien, demografi populasi pasien, jumlah perawat, rasio perawat
dengan berbagai peran dan tingkat tanggung jawab. MAKP yang ada saat ini
antara lain tim, primer, modular dan manajemen kasus. Jumlah perawat
sesuai rasio yang sesuai dengan mempertimbangkan tingkat tanggung jawab
sesuai MAKP yang digunakan memerlukan metode penghitungan kebutuhan
yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Formula penghitungan kebutuhan
tenaga yang ada antara lain metode Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Gillies, Formulasi Nina, Douglas, dan Full Time Equivalent (FTE)
(Kurnia et al., 2011).

Dalam jurnal Kusumawati & Fradinata, (2015) Fenomena yang terjadi di


Indonesia setelah ada kebijakan BPJS & Kebijakan Kartu Jakarta Sehat (KJS)
yang diluncurkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada waktu itu
membuat sejumlah rumah sakit di Jakarta kekurangan fasilitas dan tenaga
medis. Sejak KJS diluncurkan, jumlah pasien melonjak 70% atau sekitar
500.000 pasien. Akibatnya, antrian pasien panjang bahkan ada yang tidak
tertampung.
Berdasarkan data diatas sudah sangat jelas bahwa jumlah pasien sangat
mempengaruhi beban kerja perawat, hal tersebut diungkapkan oleh Gillies
(1994) dalam Gian (2012) yang mengatakan bahwa bahwa “faktor- faktor
yang mempengaruhi beban kerja adalah jumlah pasien yang
dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit, kondisi penyakit atau tingkat
ketergantungan pasien, rata-rata hari perawatan pasien”. Selain mempunyai
penyebab, beban kerja perawat juga mempunyai dampak ketika tuntutan
melebihi kapasitas dari atasan untuk memenuhi tuntutan tersebut secara
memadai. Beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres
kerja. Karena beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi
karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton.
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang
terlalu sedikit, mengakibatkan kurangnya perhatian dan konsentrasi pada
pekerjaan sehingga potensial dapat membahayakan pasien (Kusumawati &
Fradinata, 2015).
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami Klasifikasi Pasien dan Menghitung
Tingkat Ketergantungan Pasien
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan:
a. Pengertian Klasifikasi Pasien
b. Tujuan Klasifikasi Pasien
c. Menghitung Ketergantungan Pasien
d. Menghitung Jumlah Tenaga Perawat
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian klasifikasi pasien


Sistem klasifikasi pasien merupakan metode dalam memperkirakan dan
mengkaji jumlah kebutuhan pasien terhadap pelayanan keperawatan. Sistem
ini membantu dalam menentukan jumlah dan jenis pelayanan keperawatan,
dan penting bagi perwujudan pelayanan keperawatan sesuai standar. Sistem
klasifikasi pasien baik di rumah sakit maupun di Puskesmas perawatan harus
dikembangkan untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang efektif dan
efisien. Targetnya adalah agar pasien mendapatkan pelayanan secara
komprehensif dan bermutu berdasarkan standar pelayanan dan kode etik
profesi keperawatan yang konsisten dan handal (Kamalia, 2022).

Klasifikasi pasien adalah pengelompokan pasien menurut karakteristik


khusus yang mengukur keparahan penyakit, karena dengan menggunakan
jumlah pasien saja telah terbukti bahwa metode tidak akurat untuk
menentukan penugasan asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 2017).
B. Manfaat klasifikasi pasien
Sistem klasifikasi pasien mempunyai manfaat, yakni (Kamalia, 2022):
1. Mengukur tingkat ekuitas pasien (beban kerja dan kebutuhan tenaga)
2. Membantu dalam menentukan alokasi dan jadwal perawat
3. Membantu dalam menentukan anggaran
4. Membantu dalam manajemen planing, yakni mendesain care delivery
system.
5. Program peningkatan mutu.
C. Model pemberian asuhan keperawatan
Menurut (Marquis & Huston, 2017) memilih model pengelolaan pemberian
asuhan pasien yang paling tepat untuk setiap unit atau organisasi bergantung
pada keterampilan dan keahlian staf, ketersediaan perawat profesional yang
terdaftar, sumber daya ekonomi dari organisasi tersebut, keakutan pasien, dan
kerumitan tugas yang harus diselesaikan.
1. Keperawatan Fungsional
Menurut (Marquis & Huston, 2017) keuntungan keperawatan
fungsional adalah efisiensinya, dan tugas diselesaikan dengan cepat,.
Keperawatan fungsional memungkinkan pemberian asuhan dengan
jumlah perawat terdaftar yang minimal. Di banyak tempat, misalnya
di ruang operasi, struktur fungsional tersebut dapat berjalan dengan
baik. Keperawatan fungsional cenderung mengarah ke asuhan yang
terpecah dan kemungkinan mengabaikan kebutuhan prioritas pasien.
Keperawatan fungsional juga dapat menimbulkan kepuasan kerja
yang rendah karena sebagian petugas merasa kurang tertantang dan
kurang dirangsang dalam melakukan peran mereka. Petugas sering
hanya berfokus pada pekerjaan mereka sendiri. Struktur keperawatan
fungsional diperlihatkan pada gambar.

Contoh tugas keperawatan fungsional adalah mengukur tekanan


darah, memberikan obat, mengganti seprai, dan memandikan
pasien(Marquis & Huston, 2017). Perawat penanggung jawab
bertanggung jawab untuk menetapkan shift, mengawasi tugas,
berinteraksi dengan dokter, dan menulis laporan shift (Murray, 2017).
2. Keperawatan tim
Sebuah tim harus terdiri dari kurang lebih lima orang. Keperawatan
tim juga biasanya dikaitkan dengan kepemimpinan yang demokratis.
Anggota kelompok diberikan otonomi sebanyak mungkin ketika
melakukan tugas yang diberikan, meskipun tim berbagi tanggung
jawab dan akuntabilitas secara kolektif. Kebutuhan akan keterampilan
komunikasi dan koordinasi yang baik membuat pelaksanaan tim
menjadi sulit dan membutuhkan disiplin diri yang tinggi dari anggota
tim. Keperawatan tim juga memungkinkan untuk menyumbangkan
keahlian atau keterampilan khusus mereka sendiri. Pemimpin tim,
harus menggunakan pengetahuan mereka tentang kemampuan
masing-masing anggota ketika membuat tugas pasien. Mengakui nilai
individu dari semua karyawan dan memberikan otonomi kepada
anggota tim. Kerugian keperawatan tim terutama dengan
penerapannya yang kurang tepat. Sering kali, tidak tersedia waktu
yang adekuat untuk merencanakan asuhan dan melakukan komunikasi
tim. Hal ini dapat menimbulkan batas yang tidak jelas mengenai
tanggung jawab, kesalahan, dan asuhan pasien yang terpecah. Agar
keperawatan tim dapat efektif, pimpinan harus mempunyai
keterampilan komunikasi, organisasi, manajemen, dan kepemimpinan
yang baik dan harus menjadi seorang praktisi yang sempurna
(Marquis & Huston, 2017).
pemimpin tim bertanggung jawab untuk hal berikut: menetapkan
tugas kepada anggota tim, berdasarkan lisensi, pendidikan,
kemampuan, dan kompetensi; mengawasi perawatan yang diberikan;
dan memberikan perawatan yang lebih kompleks. Dalam model ini,
pemimpin tim harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif
dan pengalaman yang diperlukan untuk memberikan kepemimpinan
untuk timnya. Biasanya, pemimpin tim bertanggung jawab untuk
berinteraksi dengan dokter dan memberikan laporan shift kepada
pemimpin tim yang akan datang (Murray, 2017).
3. Keperawatan primer
Model ini dikembangkan untuk unit rawat inap di mana RN
mengelola perawatan untuk kelompok pasien selama 24 jam sehari, 7
hari seminggu selama mereka tinggal di rumah sakit. Ketika perawat
utama tidak tersedia, perawat asosiasi akan merawatnya. Model
keperawatan primer memupuk hubungan yang kuat antara perawat
dan pasien dan keluarganya karena banyak pengambilan keputusan
terjadi disamping tempat tidur. Keperawatan primer populer dalam
situasi di mana satu perawat mengelola perawatan untuk beberapa jam
atau jangka panjang, seperti di unit perawatan rawat jalan dan
pengaturan perawatan kesehatan di rumah. Dalam model ini,
komunikasi bersifat lateral, dengan perawat utama bertanggung jawab
untuk perawatan langsung, berinteraksi dengan dokter dan anggota
tim perawatan kesehatan lainnya, dan memberikan laporan shift
(Murray, 2017).

Meskipun kepuasaan kerja tinggi dalam keperawatan primer, metode


ini sulit diterapkan karena tingkat tanggung jawab dan otonomi yang
dibutuhkan oleh perawat primer. Namun, untuk alasan yang sama,
perawat merasa tertantang dan dihargai saat mengembangkan
keterampilan dalam asuhan keperawatan primer (Marquis & Huston,
2017).
Kerugian metode ini, seperti pada keperawatan tim, terutama terletak
pada pelaksanaannya yang tidak tepat. Seorang perawat primer yang
kurang siap dan kurang kompeten mungkin tidak mampu
mengoordinasikan tim multidisiplin atau mengidentifikasi kebutuhan
pasien yang rumit dan perubahan kondisi. Banyak perawat mungkin
tidak nyaman menjalankan peran ini atau awalnya kurang memiliki
pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan
peran tersebut (Marquis & Huston, 2017).
D. Klasifikasi Pasien
Klasifikasi derajat ketergantungan menurut Douglas (1984) dalam Damanik
& Saragih (2021) dapat dikategorikan menjadi:
1. Perawatan minimal 1-2 jam/24 jam yaitu kebutuhan pasien akan
pelayanan keperawatan langsung. Kategori perawatan minimal yaitu:
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift jaga
e. Pengobatan minimal dengan status psikologis stabil
f. Perawatan luka sederhana
2. Perawatan intermediate 3-4 jam/24 jam yaitu kebutuhan pasien akan
perawatan langsung selama 3-4 jam per 24 jam dengan kategori yaitu:
a. Kebersihan diri, makan dan minum dibantu
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d. Klien dengan kateter urin, pengeluaran dan pemasukan dicatat
e. Klien dengan infus, persiapan pengobatan memerlukan
prosedur
3. Perawatan maksimal/total 5 6 jam/24 jam yaitu pasien membutuhkan
pelayanan perawatan total dari perawat selama 24 jam dengan
kategori:
a. Segala keperluan klien dibantu
b. Perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan
c. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
d. Makan melalui selang lambung (NGT)
e. Terapi intravena
f. Dilakukan suctioning
g. Gelisah / disorientasi (GCS menurun)
h. Perawatan luka kompleks

Petunjuk penetapan jumlah berdasarkan derajat ketergantungan


a. Dilakukan 1 kali sehari pada waktu yang sama dan sebaliknya
dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari
b. Setiap pasien dinilai berdasarkan kriteria klasifikasi pasien
(minimal memenuhi 3 kriteria)
c. Kelompok pasien sesuai dengan klasifikasi tersebut dengan
memberi tanda ceklis pada kolom yang tersedia sehingga
dalam waktu satu hari dapat diketahui berapa jumlah pasien
yang ada dalam klasifikasi minimal parsial total.

Klasifikasi Pasien menurut Brown (1999) dalam Marquis & Huston (2017)

1. Kategori 1
a. Kesehatan umum : baik
b. Makan sendiri
c. Hamper dapat melakukan semuanya sendiri
d. Buang air kecil/besar sendiri
e. Perawatan sederhana
f. Ambulasi dengan pengawasan
g. Obat diberikan tidak lebih dari 1 kali/dinas jaga
h. Tanda tanda vital diukur sekali/dinas jaga
2. Kategori 2
a. Kesehatan umum : gejala ringan
b. Perlu bantuan dalam persiapan ( seperti dorongan )
c. Perlu sedikit bantuan saat mandi, buang air kecil/besar
d. Perlu sedikit bantuan untuk penyesuain posisi
e. Cek tanda tanda vital tiap 4 jam
f. Obat yang diberikan lebih dari satu kali/ dinas jaga
3. Kategori 3
a. Kesehatan umum : gejala akut
b. Tidak dapat makan sendiri tetapi dapat mengunyah dan
menelan
c. Kebutuhan toilet di tempat tidur
d. Tidak dapat mengubah posisi tanpa bantuan
e. Penyakit yang diderita lebih dari satu penyakit akut
f. Tanda vital diukur lebih dari setiap 4 jam
g. Obat dipantau lebih dari setiap 4 jam
h. Pasien disorientasi
4. Kategori 4
a. Kesehatan umum : sakit kritis
b. Tidak dapat makan sendiri dan mugkin mempunyai kesulitan
menelan/ pemberian makan lewat selang (NGT)
c. Segala keperluan dibantu
d. Tanda vital diukur tiap 2 jam
e. Obat lewat IV dengan pengamatan dan pengaturan yang sering
dan ketat

E. Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan


Berikut beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga
keperawatan di ruang rawat inap
1. Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979)
Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat
tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan.
Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.
Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat
secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di
rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap
unit di rumah sakit (Nursalam, 2014).
2. Hudgins
Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan
menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu
pelayanan pasien rawat jalan.

3. Douglas
Menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit
perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing
kategori mempunyai nilai standar per shif, yaitu (Nursalam, 2014) :
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut perlu diperhatikan : Hari
libur/cuti/hari besar (loss day)

4. Metode Gilles
Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah
(Nursalam, 2014) :

Keterangan:
A : rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B : rata-rata jumlah pasien/hari
C : jumlah hari/tahun
D : jumlah hari libur masing-masing perawat
E : jumlah jam kerja masing-masing perawat
F : jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G : jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H : jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies: Dalam memberikan pelayanan


keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai berikut.

a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan


dengan pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien
pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok,
yaitu:
1) Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
2) Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
3) Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
4) Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat
rencana perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi
dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan,
melaporkan kondisi pasien. Waktu yang dibutuhkan 40-60
menit/pasien/hari.
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi:
aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Waktu
yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/
pasien/ hari.
5. Model Demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan
yang memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang
masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a. Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit.
c. Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit.

6. Metode Persatuan Perawat Indonesia (PPNI)


Model PPNI adalah metode penentuan kebutuhan tenaga perawat
dengan mengubah satuan hari menjadi minggu. Selanjutnya jumlah
hari kerja efektif dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu dan
jumlah kerja per hari selama 40 jam per minggu, PPNI berusaha
menyesuaikan lama kerja dan libur yang berlaku di Indonesia (R. K.
Damanik, 2020).

Keterangan :
(A) merupakan jumlah jam perawatan/24 jam (6 jam per hari). Angka
(52) adalah jumlah minggu dalam 1 tahun (365 hari: 7 = 52). Angka
(7) merupakan jumlah hari dalam I minggu. Angka (41) merupakan
hari kerja efektif dihitung dalam minggu. Angka (40) merupakan
jumlah jam kerja per hari selama satu minggu, TT adalah tempat tidur
yang tersedia. Persentase (125%) adalah hasil penambahan persentase
asuhan keperawatan yang dilakukan perawat di Indonesia.
BAB III

NASKAH ROLE PLAY

“KLASIFIKASI PASIEN DAN MENGHITUNG TINGKAT


KETERGANTUNGAN PASIEN”

Pembagian Peran

1. Kepala Ruangan Teratai : Akhdan


2. Ketua Tim : Aulia
3. Perawat Pelaksana 1 : Fatimah
4. Perawat Pelaksana 2 : Laila
5. Pasien 1 : Malika
6. Keluarga 1 : Fatimah
7. Narator : Akhdan

Suatu hari di Rumah Sakit Wijaya Ruang Teratai, masuk seorang pasien dari ruang
OK pukul 09.00 WIB, berinisial Nn. F umur 21 tahun, Post Op Appendictomi 3 jam
yang lalu, dengan kesadaran Compos mentis, keluhan sakit dibagian luka operasi
hilang timbul, luka bentuk simetris, post appendictomi dengan jahitan rapi,luka
bersih, tidak ada pus atau tanda infeksi lain, panjang luka ±5cm dengan 5 jahitan
luka. Infus RL 500cc 20tpm/8 jam, Cefotaxim 1gr/12 jam, Ranitidine 25mg/12jam,
dan Ketorolax 1gr/12jam. Telah dilakukan serah terima pasien antar perawat OK
dengan perawat ruang Teratai. Setelah penerimaan pasien, dilakukan pemeriksaan
TTV dengan hasil TD : 118/87. S : 36,7 C, N 72x/menit, RR : 20x/menit. Selanjutnya
akan dilakukan pengkajian klasifikasi pasien oleh perawat ruangan.
Di ruang kepala ruangan

Kepala ruangan : “Okee, untuk shift pagi ini ada berapa perawat yang jaga?”

Ketua tim : “Ada tiga perawat pelaksana pak”

Kepala ruangan : “Untuk jumlah pasiennya?”

Perawat 2 : “Ada 17 orang pak, 6 orang self care, 8 orang parsial, dan 3 orang total
care. Dengan 2 orang parsial rencana pulang pagi ini dan 2 orang pasien rencana
masuk pagi ini .”

Kepala Ruangan : “Baik, jadi total perawat yang dibutuhkan ada 9 tenaga perawat,
dimana pada shift pagi terdapat 4 orang perawat, shift siang terdapat 3 orang perawat,
dan shift malam terdapat 2 orang perawat”

Kepala ruangan : “Baik terimakasih ners, bagaimana perawat pelaksana apakah ada
yang ingin ditanyakan lagi?”

Perawat pelaksana : “Tidak pak”

Kepala ruangan : “Baik kalau begitu, untuk ners tolong segera diatur jadwalnya
kembali ya”

Ketua tim : “Baik pak”

Kepala ruangan : “Baik jika sudah tidak ada yang ingin ditanyakan, silahkan kembali
ke tugas nya masing masing ya.”

Ketua tim dan perawat pelaksana : “Baik pak, permisi yaa pak.”

Ketua tim dan perawat pelaksana meninggalkan ruangan kepala ruangan.


Perawat pelaksana melakukan klasifikasi kepada pasien.
Di nurse station perawat 1 menemui perawat 2

Perawat 1 : “Ners untuk pasien Nn. F yang baru masuk dari ruang OK sudah saya
lakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TD : 118/87. S : 36,7 C, N 72x/menit, RR :
20x/menit. Saya akan dokumentasikan mohon selanjutnya ners Laila bisa melakukan
pengkajian klasifikasi pasien agar dapat dilakukan perawatans sesuai kebutuhannya.

Perawat 2 : “Baik ners”

Sebelum menuju pasien, perawat mencuci tangan terlebih dahulu. Setelah itu
menyiapkan lembar klasifikasi.

Perawat 1 : Selamat Pagi,

Pasien dan keluarga : Pagi ners

Perawat 2 : “Perkenalkan saya ners Laila Pada pagi ini saya akan memberi sedikit
pertanyaan, nantinya ini berguna untuk menentukan tingkat kemandirian dan
kebutuhan mba. Kurang lebih waktu yang saya butuhkan untuk mengkaji 5 menit dan
dilakukan di ruang ini saja. Apa mba bersedia? Seblum saya bertanya, apakah ada
yang ingin mba tanyakan?

Pasien : Owhh boleh ners

Perawat 2 : Nanti untuk jawaban nya bisa dibantu oleh keluarganya. Sebelumnya
mbak siapa nya?

Keluarga : Owhh iya ners saya kakak kandungnya, nanti saya bantu

Perawat : sebelumnya bisa sebutkan nama mba?

Pasien : “Nama saya Nn.F ners”

Perawat 2 : “Baik Nn. F , kita mulai pertanyaanya ya. Mba untuk makan dan
minumnya sudah bisa makan sendiri atau dibantu?”
Pasien : “Masih dibantu ners”

Perawat 2 : “Untuk kebersihan nya, seperi mandi dan gosok gigi bagaimana? Berapa
kali sehari?”

Keluarga : “Karena pasien belum bisa mandi sendiri jadi saya bantu lap badan nya
ners.”

Perawat 2 : “Untuk berpakaian bagaimana mba?”

Pasien : “Kadang dibantu kakak saya ners, apalagi kan saya masih pakai infus jadi
agak susah ners”

Perawat 2 : “ Apakah mba sudah BAB?”

Pasien : “ Belum ners”

Perawat 2 : “Mbanya masih pakai kateter ya, apakah ada keluhan di selang pipisnya?”

Pasien : “Iya masih sus, tapi tidak ada keluhan untuk selang pipisnya”

Perawat 2 : “Untuk ke toilet, apakah mba dibantu atau tidak?”

Pasien : “Dari pindah ruangan saya belum ke toilet ners”

Perawat 2 : “Baik, kemudian untuk aktivitas ibunya sudah bisa apa saja? Contohnya
mungkin sudah bisa duduk, atau berpindah posisi tidur?”

Keluarga : “Belum boleh duduk ners karena belum kentut, paling hanya rebahan
itupun masih dibantu. Untuk memegang makan juga belom kuat, masih lemes terus
katanya”

Perawat 2 : “Untuk pergerakan tubu, apa mba nya sudah bisa miring kiri?”

Pasien : “Masih dibantu ners untuk miring kirinya sama kakak saya”
Perawat 2: “ Karena mba belum bisa duduk, berarti mba juga belum bisa naik turun
tangga ya”

Pasien : “ Iya ners”

Perawat 2 : “Baiklah, untuk pertanyaan nya cukup sampai disini, dari hasil
pengkajian yang saya dapatkan tingkat kemandirian mba harus dibantu. Jadi untuk
kebutuhannya bisa dibantu keluarga atau jika keluarga tidak ada, mba bisa minta
bantuan perawat yang sedang berdinas dengan memencet bel yang ada di sebelah
kanan atas ini. Baik karena sudah selesai pengkajiannya saya akan kembali ke nurse
station, sebelumnya apakah ada yang ingin ditanyakan dulu mba?”

Pasien dan keluarga : “ Tidak ada ners sudah jelas”

Perawat 2 : “ Baik kalau begitu saya kembali ke nurse station ya mba, permisi”

Perawat kembali ke nurse station dan menyampaikan hasil pengkajian yang


didaptkan ke ketua tim

Perawat 2 : “ Permisi ners, saya ingin melaporkan hasil pengkajian klasifikasi pasien
Nn. F”

Ketua Tim : “ Iya silahkan ners”

Perawat 2 : “Hasil pengkajian klasifikasi Nn. F termasuk dalam kelompok parsial


care karena kebutuhan makan dan yang lainnya masih perlu dibantu, keluarga dan
pasien sudah dijelaskan tentang kebutuhan pasien yang perlu dibantu apa saja dan
kapan meminta bantuan perawat. Saat ini pasien terpasang kateter dan Infus RL
500cc 20tpm/8 jam”

Ketua Tim : “Untuk score barthel Index nya berapa?”


Perawat 2 : “score nya 40 dari 100 ners dan ini formnya”

Ketua Tim : “Baik terima kasih ners atas hasil pengkajiannya, saya akan buatkan
terlebih dahulu perencanaan (schedule) untuk Nn.F”

Perawat 2 : “ Baik ners”

Setelah ketua tim selesai membuat schedule, ketua tim menjelaskan schedule
yang telah dibuat kepada perawat yang sedang berdinas hari ini.

Ketua Tim : “Baik ini untuk schedule Nn. F dengan tingkat kemandiriannya yaitu
parsial care (menunjukan schedule), maka perlu kita bantu ya untuk kebutuhannya
apa saja. Untuk saat ini pasien ditunggu oleh kakanya, jadi kita tidak sepenuhnya
membantu pasien. Tolong nanti ners Laila sampaikan ke perawat shift siang untuk
melakukan manajemen nyeri, pencegahan infeksi, dan manajemen hipovolemia ke
Nn. F “

Perawat 2 : “Baik ners”

Ketua tim : “Baik itu saja yang ingin saya sampaikan, silahkan dilanjutkan kembali
pekerjaannya”

Schedule

Waktu Kegiatan Keterangan

10:00 - Pertahankan teknik aseptic pada klien beresiko Perawat pelaksana shift
pagi
tinggi.

-Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.


- Kolaborasi pemberian analgetik

11:00 -Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi

frekuensi, kualitas nyeri, intensitas nyeri, skala nyeri.

- Identifikasi respon nyeri non verbal.

-Identifikasi faktor yang memperberat dan


memperingan nyeri.

-Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi


rasa nyeri.

-Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.

-Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam


pemilihan strategi meredakan nyeri.

- tanyakan kepada pasien apakah sudah flatus

-anjurkan klien dan keluarga untuk bertanya

13:00 -Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

-Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

-Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri. -


Jelaskan strategi meredakan nyeri : teknik nafas
dalam

- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi


rasa nyeri.
- menganjurkan pasien dan keluarga untuk
mempraktikan strategi meredakan nyeri dan teknik
non farmakologis untuk mengurangi nyeri

-ukur tanda-tanda vital


15:00
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
Perawat pelaksana shift
siang
- Monitor intake dan output cairan per shift.

- Berikan asupan cairan oral

- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.

-Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas nyeri, intensitas nyeri, skala nyeri.

- Identifikasi respon nyeri non verbal.

-Identifikasi faktor yang memperberat dan


memperingan nyeri.

-Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi


rasa nyeri.

- monitor tanda gejala infeksi


BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Klasifikasi pasien merupakan pengelompokan pasien menurut karakteristik
khusus yang mengukur keparahan penyakit. Klasifikasi pasien menurut
Douglas (1984) dapat dikategorikan menjadi perawatan minimal, perawatan
intermediet, perawatan total. Sedangkan klasifikasi Pasien menurut Brown
(1999) terbagi menjadi kategori 1 pasien dengan keadaan umum baik,
kategori 2 pasien dengan keadaan umum sedang, kategori 3 pasien dengan
gejala akut, kategori 4 pasien dengan sakit kritis.
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menghitung jumlah tenaga
keperawatan yang dibutuhkan, yaitu terdiri dari metode rasio hitungan
berdasarkan jumlah tempat tidur, hudgins standar waktu pelayanan pasien
rawat jalan, douglas jumlah perawat yang ditentukan, gillies kebutuhan
tenaga perawat, demand perhitungan jumlah tenaga, PPNI kebutuhan tenaga
perawat.

B. Saran
Kelompok mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
kelompok mengaharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca
sehingga makalah ini bisa mendekati sempurna. Opini dari para pembaca
sangat berarti bagi kelompok guna mengevaluasi untuk menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, derma wani, & Saragih, J. (2021). Modul Ajar Praktikum Manajemen
Keperawatan ( muhammad basyrul Muvid (ed.)). Global Aksara Pres.

Damanik, R. K. (2020). Pengembangan Desain System Informasi Manajemen


Keperawatan (N. Pangesti (ed.)). Ahlimedia Press.

Kamalia, L. O. (2022). Manajemen Pelayanan Rumah Sakit dan Puskesmas (R. R.


Rerung (ed.)). Media Sains Indonesia.

Kurnia, E., Damayanti, N. A., Kesehatan, F., Universitas, M., Keperawatan, F., &
Airlangga, U. (2011). Formula Penghitungan Tenaga Keperawatan Modifikasi
Fte.

Kusumawati, D., & Fradinata, D. (2015). Hubungan Beban Kerja Dengan Kinerja
Perawat Di Ruang Igd Rsud Blambangan Banyuwangi Tahun 2015. E-Journal,
3(kinerja perawat), 176–190.

Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2017). Leadership Roles and Management Functions
in Nursing : theory and application (ninth edit).

Murray, E. (2017). Nursing Leadership and Management for Patient Safety and
Quality Care. In F.A Davis Company 1915 Arch Street Philadelphia, PA 19103.
F.A Davis Company.

Nursalam, M. N. (2014). Manajemen keperawatan Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional (A. Suslia (ed.)). Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai