Anda di halaman 1dari 28

KONSEP TEORITIS PENJAMINAN MUTU DAN PRAKTEK KEPERAWATAN

BERBASIS BUKTI (EVIDENCE BASED PRACTICE)

A. Konsep Teoritis Penjaminan Mutu


Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain
yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan
standar mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan,
sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009)

Penjaminan mutu asuhan keperawatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh sebuah
instalasi secara berkelanjutan,sistematis,obkjektif dan terpadu untuk merupuskan
masalah mutu dan penyebabnya, berdasarkan standar yang telah ditetapkan untuk
menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan
institusi untuk menilai hasil yang telah dicapai dan untuk menyusun rencana tindak
lanjutnya untuk terus meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
1. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan profesionalisme
dalam pelayanan keperawatan, memberikan masukan kepada pimpinan rumah
sakit berkaitan dengan profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan, menyelesaikan masalah – masalah terkait dengan penerapan disiplin
dan etik keperawatan serta meningkatakan mutu pelayanan keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut
1) Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan
melalui kegitan terorganisasi.
2) Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi
pasien.
3) Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya.
4) Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan
moral perawat.
5) Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan.
6) Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur
keperawatan.
7) Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
8) Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide – ide
baru.
9) Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil
kinerja perawat untuk pengembangan karir.
(Ayun,2014)

2. Kualitas Pelayanan (TQM)


1) Definisi TQM
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang
menjadi titik fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk
meningkatkan kualitas yang diterapkan pada produk, pelayanan dan
manajemen perusahaan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
lahirlah suatu inovasi yang dikenal dengan TQM. Menurut Tjiptono &
Anastasia (2003) TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya.”
Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis kriteria
pelayanan, antara lain adalah sebagai berikut :
 Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk menunggu
selama transaksi maupun proses pembayaran. 
 Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan
maupun transaksi. 
 Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan. 
 Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber
daya manusia untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas
pendukung seperti komputer untuk mencari ketersediaan suatu produk. 
 Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu
yang nyaman, aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan lain
sebagainya
2) Dimensi Kualitas Pelayanan
a. Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk
menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan
bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi pendukung, hingga
penampilan karyawan.
b. Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan,
ketepatan waktu, tidak ada kesalahan, sikap simpatik, dan lain
sebagainya.
c. Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat
atau responsif serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan
mudah dimengerti.
d. Assurance
Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap
sopan santun karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang
dimiliki, sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
e. Empati
Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi
kepada pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan
konsumen secara akurat dan spesifik.
3) Prinsip - Prinsip TQM
Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem
yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing
dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution,
M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu,
mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya,
melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu,
diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu
organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
a. Kepuasan PelangganDalam Total Quality Management, konsep
mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya
bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan diusahakan
untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk dalam harga,
keamanan, dan ketepatan waktu.
b. Respek terhadap setiap orang.
Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreatifitas yang khas. Dengan
demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling
bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan
dengan baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi
dalam tim pengambil keputusan.
c. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta, maksudnya
bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar
pada perasaan. Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini: 
(1) prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan
tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya yang ada; 
(2) variasi atau variabilitas kinerja manusia, variasi/variabilitas
(keragaman) kinerja/kemampuan dari setiap anggota merupakan
bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Maksudnya, setiap
perbedaan yang terjadi dikaji, kemudian ditetapkan langkah/kebijakan
yang paling sesuai untuk diterapkan. Dengan demikian, manajemen
dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang
dilakukan.
d. Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses
sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan.
Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-
analyze), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan
melakukan tindakan koreksi terhadap hasil yang diperoleh.
4) Metode Total Quality Management
Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar utama
yang merupakan pelopor dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W.
Edwards Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.
Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2004), sebagai berikut :
a. Metode W. Edwards Deming
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming
mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang,
yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah
dan pengendalian proses statistic (statistical process control = SPC).
Deming menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat
membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam
menangani kualitas. Ia berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi
merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
industri.
Siklus Deming (Deming Cycle), Siklus ini dikembangkan untuk
menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan
memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan (riset,
desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994: 237). Siklus Deming
adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh
W. Edward Deming yang terdiri atas empat komponen utama secara
berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
b. Metode Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk digunakan
(fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang
atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para
pemakainya. Satu kontribusi Juran yang paling terkenal adalah Juran’s
Three Basic Steps to Progress, diantaranya :
 Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
 Mengadakan program pelatihan secara luas. c.Membentuk komitmen
dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
c. Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan
pencegahan. Dalil manajemen kualitas menurut Crosby adalah sebagai
berikut :
 Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau
kebaikan (goodness). Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak
menerangkan secara spesifik baik / bagus itu bagaimana. Definisi
kualitas menurut Corsby adalah memenuhi atau sama dengan
persyaratan (conformance to requirements). Kurang sedikit saja dari
persyaratannya maka suatu barang atau jasa dikatakan tidak
berkualitas. Persyaratan tersebut dapat berubah sesuai dengan
keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber,
pemerintah, teknologi, serta pasar atau persaingan.
 Sistem Kualitas adalah pencegahan
Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian (appraisal). Suatu
produk dinilai pada akhir proses. Penilaian akhir ini hanya menyatakan
bahwa apabila baik, maka akan diserahkan kepada distributor,
sedangkan bila buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak
menyelesaikan masalah, karena yang buruk akan selalu ada. Maka dari
itu, sebaiknya dilakukan pencegahan dari awal sehingga output-nya
dijamin bagus serta hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini dikenal the
law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu kesalahan di awal
proses, biayanya cuma satu rupiah. Akan tetapi, bila ditemukan di
proses kedua, maka biayanya menjadi 10 rupiah. Atas dasar itulah
sistem kualitas menurut Corsby merupakan pencegahan.
 Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close
enough concept), misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen.
Namun, coba dihitung berapa besarnya inefisiensi 5 persen bila
dikalikan dengan penjualan. Bila diukur dalam rupiah, maka baru
disadari besar sekali nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai
persentase, sehingga Crosby mengajukan konsep kerusakan nol, yang
menurutnya dapat tercapai bila perusahaan melakukan sesuatu dengan
benar sejak pertama proses dan setiap proses.
3. Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal, performance
evaluation, development review, performance review and development.
Penilaian kinerja merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu,
penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran–ukuran yang telah disepakati
bersama dalam standar kerja (Usman,2011)
Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai
dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian
kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar
praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat
dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan
produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan
dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan
proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,
membimbing perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat
yang berkompeten (Nursalam,2008).

Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:


a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan
pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya
manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan
umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program
pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga
rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan trampil untuk
pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk
mengeluarkan perasaannya annya atau hal lain yang ada kaitannya
melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat
hubungan antara atasan dan bawahan.
Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif
mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan
keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan standar keperawatan
adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan
keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan
tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam
menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar
praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek keperawatan telah di
jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesi) (2000) yang
mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian;
(2) Diagnosa keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan


Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian
keperawatan, meliputi:
a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
b) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim
kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
- Status kesehatan klien masa lalu
- Status kesehatan klien saat ini
- Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d) Respon terhadap terapi
e) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f) Resiko-resiko tinggi masalah

b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan


Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa
keperawatan. Adapun kriteria proses:
a) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi
masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.
b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan
tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
c) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan.
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru.

c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan


Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:
a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana tindakan keperawatan.
b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.
d) Mendokumentasi rencana keperawatan.

d. Standar Empat: Implementasi


Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
a) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan
yang digunakan.
e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.

e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan


Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Adapun kriteria prosesnya:
a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
c) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
d) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
e) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

B. Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)


1. Konsep POA (Plan Of Action)
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan
dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan
jembatan antara dimana kita sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang.
Perencanaan merupakan proses intelektual yang didasarkan pada fakta dan
informasi, bukan emosi dan harapan (Douglas, 1992; Gillies, 1994).

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi


masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu
dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan
prioritas masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah dengan salah
satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu melakukan plan of action.

Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan


(RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran
kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki beberapa bentuk, antara lain:
1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan
masalah
3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya
yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang


dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan
memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen masukan
(input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau cara, dan
Sumber Daya Manusia (SDM).
1) Tujuan planning of action
1. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
2. Menguji dan membuktikan bahwa:
a. Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
b. Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
c. Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
d. Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh
e. Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan
3. Berperan sebagai media komunikasi
a. Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi
memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian
b. Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

2) Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik


Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar kegiatan
program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini
beberapa kriteria Plan of Acton (POA) dikatakan baik, antara lain:
1. Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang ingin
dirubah. Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan
mengkomunikasikannya.
2. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah dicapai.
3. Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti
bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan
anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan juga harus
yang sesuai untuk bisa dilakukan.
4. Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di
suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau
masyarakat di wilayah tersebut.
5. Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau
sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat diperlukan dalam
rencana kegiatan agar kegiatan dapat berjalan efektif.

3) Langkah Planning of Action (POA)


1. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata: What,
Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:
a. Masalah apa yang terjadi?
b. Dimana masalah tersebut terjadi?
c. Kapan masalah tersebut terjadi?
d. Siapa yang mengalami masalah tersebut?
e. Mengapa msalah tersebut terjadi?
f. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
2. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.
3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan (RUK), antara
lain:
a. Pembahasan Ulang Masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah, dapat
dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba menggambarkan
keadaan tersebut nantinya sesuai dengan yang diharapkan.
b. Perumusan Tujuan Umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang
diharapkan nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan kesehatan,
maka dapat dirumuskan tujuan umum program atau kegiatan yang akan
dilaksanakan.
Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang
menggambarkan hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.
c. Perumusan Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur
(kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan umum.
Bentuk pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya positif, merupakan keadaan yang
diinginkan. Penentuan indikator tujuan khusus program dapat menggunakan
kriteria SMARTS (Smart, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bound,
Sustainable)
d. Penentuan Kriteria Keberhasilan
Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan dari
suatu rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa jauh
program atau kegiatan yang direncanakan tersebut berhasil atau tercapai.
Menentukan kriteria atau indikator keberhasilan disesuaikan dengan tujuan
khusus yang telah ditentukan.

Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H, yaitu:
a. Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana
kegiatan?
b. What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan
c. How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang spesifik?
d. Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?
e. Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program
dilaksanakan?
f. When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks (Gantt


Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu, besaran
kegiatan (volume), dan hasil yang diharapkan. 

4. Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji


dan melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan kesepakatan dan
dukungan.
(Yuan,2016)

2. Konsep Evidence Based Practice


Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas,
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu
pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris,
sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
1) Model Evidence Based Practice
a. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun
1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan
Evidence Base Practice Nursing.
- Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian
menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
- Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti empiris,
non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti
menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak
ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
- Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa
dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri
apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
- Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian (individu,
kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan strategi untuk
melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.
- Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas evaluasi
formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.

b. Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa
knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas
organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah
minsintesis bukti-bukti yang ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka
segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.

c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri
dari 6 langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan
paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan
kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.

2) Pentingnya Evidence Based Practice


Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.

A. Pengertian Kepuasan Pasien


Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya ketidakpuasan atau
perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya itu tidak sesuai dengan yang diharapannya. Berdasarkan apa yang
disebutkan diatas pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
dari knerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan 2006 : 156).
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam kepmenpan
Nomor : 63 Tahun 2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang
relevan, valid dan reliabel, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar
pengukuran indeks kepuasan pasien adalah sebagai berikut :
1) Prosedur pelayanan , yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya).
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelyanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku.
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyesuaian pelayanan.
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada
pasien.
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan pelayanan.
8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan atau status pasien yang dilayani.
9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopandan ramah serta saling
menghargai dan menghormati.
10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan.
12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi saran dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan
14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehinggamasyarakat
merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang
diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Muninjaya (2004) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi
kepuasan pengguna pelayanan kesehatan, diantaranya adalah:
a. Pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan diterima
b. Sikap peduli petugas kesehatan terhadap pasien
c. Biaya
d. Penampilan fisik petugas kesehatan, kondisi kebersihan dan kenyamanan
ruangan
e. Jaminan keamanan dari petugas kesehatan
f. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan perawatan
g. Kecepatan petugas dalam menanggapi keluhan pasien. (Dian, W.D 2013)
Faktor-faktor yang berpengaruh tehadap kepuasan pelanggan menurut
Simamora (2003) terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal:
a. Faktor Internal
1) Karakteristik Individu:
a) Usia
kebutuhan seseorang terhadap suatu barang atau jasa akan semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Faktanya kebutuhan terhadap pelayanan kuratif
atau pengobatan semakin meningkat saat usia mulai meningkat dibandingkan
dengan kebutuhan terhadap pelayanan preventif (Trisnantoro, 2006);
b) Jenis Kelamin
menurut Trisnantoro (2006), tingginya angka kesakitan pada perempuan
daripada angka kesakitan pada laki-laki menyebabkan perempuan
membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak;
c) Tingkat Pendidikan
pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status
kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan
(Trisnantoro, 2006). Perbedaan tingkat pendidikan akan memiliki
kecenderungan yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan;
d) Pekerjaan
Secara langsung pekerjaan akan mempengaruhi status ekonomi seseorang.
Seseorang yang berpenghasilan di atas rata-rata mempunyai minat yang lebih
tinggi dalam memilih pelayanan kesehatan.
2) Sosial
Interaksi seseorang dengan orang lain akan mempengaruhi seseorang dalam
memilih pelayanan kesehatan, seperti mendapatkan saran dari keluarga atau
teman dalam memilih pelayanan kesehatan yang berkualitas;
3) Faktor Emosional
Seseorang yang telah yakin bahwa orang lain puas pada pelayanan yang ia
pilih maka orang tersebut cenderung memiliki keyakinan yang sama.
Pengalaman dari orang lain terhadap pelayanan kesehatan akan berpengaruh
pada pendapatnya dalam hal yang sama
4) Kebudayaan
Perilaku pasien sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan kebudayaan yang
mereka miliki, sehingga pemberi pelayanan kesehatan harus memahami peran
pasien tersebut

b. Faktor Eksternal:
1) Karakteristik Produk
Karakteristik produk yang dimaksud adalah karakteristik dari pelayanan
kesehatan secara fisik, seperti kebersihan ruang perawatan beserta
perlengkapannya. Pasien akan merasa puas dengan kebersihan ruangan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan;
2) Harga
Faktor harga memiliki peran penting dalam menentukan kepuasan pasien,
karena pasien cenderung memiliki harapan bahwa semakin mahal biaya
pelayanan kesehatan maka semakin tinggi kualitas pelayanan yang ia
terima;
3) Pelayanan
Pelayanan merupakan hal terpenting dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan pasien. Pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan harus kompeten dan memperhatikan kebutuhan
pasien dan menghargai pasien. Pelayanan yang memberikan kesan baik
akan meningkatkan kepuasan pasien;
4) Lokasi
Lokasi pelayanan kesehatan misalnya jarak ke pelayanan kesehatan, letak
kamar, dan lingkungan. Pasien akan mempertimbangkan jarak dari tempat
tinggal pasien ke pelayanan kesehatan, transportasi yang dapat
menjangkau pelayanan kesehatan dan lingkungan pelayanan kesehatan
yang baik;
5) Fasilitas
Suatu pelayanan kesehatan harus memperhatikan sarana prasarana dalam
memberikan fasilitas yang baik pada pasien. Hal tersebut dilakukan untuk
menarik minat pasien dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan;
6) Image
Reputasi suatu pelayanan kesehatan merupakan hasil interpretasi dan
penilaian dari pasien. Pasien akan menerima dan memberikan informasi
tentang pelayanan yang pernah ia terima. Informasi yang bersifat positif
akan memberikan citra positif bagi pelayanan kesehatan tersebut;
7) Desain Visual
Pasien yang menjalani perawatan membutuhkan rasa nyaman saat dalam
ruang perawatan. Ruangan yang memberikan rasa nyaman harus
memperhatikan tata ruang dekorasi yang indah. Pasien merasa puas
apabila mendapat kenyamanan saat menjalani perawatan;
8) Suasana
Suasana pelayanan kesehatan yang nyaman dan aman akan memberikan
kesan positif bagi pasien dan pengunjung. Tidak hanya kenyamanan
suasana secara fisik, namun suasana keakraban antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan akan mempengaruhi kepuasan pasien;
9) Komunikasi
10) Interaksi antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan dapat terjalin
baik dari komunikasi yang baik pula. Setiap keluhan pasien harus cepat
diterima oleh pemberi pelayanan kesehatan agar pasien merasa
dipedulikan. Perasaan dipedulikan oleh pemberi pelayanan kesehatan akan
memunculkan kesan positif bagi pelayanan kesehtan tersebut. (Triwibowo
C, 2012 : 115).
C. Harapan Pelanggan
Harapan atas kinerja produk berlaku sebagai standar perbandingan terhadap
kinerja aktual produk. Beberapa pakar mengidentifikasi konsep harapan pra-
pembelian terdiri dari equitable performance, ideal performance, dan expected
performance dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Equitable performance , yakni penilaian normatif atas kinerja yang seharusnya
diterima pelanggan berbandingan biaya dan usaha yang telah dicurahkan
untuk membeli dan mengkomsumsi produk.
2. Ideal performance, yaitu tingkat kinerja optimum yang diharapkan oleh
seorang konsumen.
3. Expected performance, yaitu tingkat kinerja yang diperkirakan atau yang
paling diharapkan dan disukai oleh konsumen ( what the performance
probably will be). Tipe ini banyak digunakan dalam penelitian
kepuasantidakpuasan pelanggan, terutama yang didasarkan pada expectancy
disconfirmation model (Ali Hasan 2013 : 95).
D. Teori Kepuasan Pelanggan
a. Equity theory
Sejumlah peneliti berpendapat bahwa setiap orang menganalisis
pertukaran antara dirinya (A) dengan pihak lain (B) guna menentukan sejauh
mana pertukaran tersebut adil atau fair. Equity theory beranggapan bahwa
orang menganalisis rasio input dan hasilnya dengan rasio input dan hasil mitra
pertukarannya. Jika orang merasa bahwa rasionya unfavorable dibandingkan
lainnya dalam pertukaran tersebut, orang cenderung akan merasakan adanya
ketidakadilan. Berdasarkan Equity theory, perasaan tidak puas disebabkan
keyakinan bahwa norma sosial telah dilanggar. Dalam teori ini, berlaku norma
yang menegaskan bahwa setiap pihak dalm pertukaran harus mendapatkan
perlakuan adil dan fair oleh karena itu :
1. Kepuasan tejadi bila rasio hasil dan input dalam pertukaran kurang lebih sama.
2. Ketidakpuasan terjadi jika pelanggan meyakini bahwa rasio hasil dan inputnya
lebih jelek dari pada perusahaan/ penyedia jasa.
3. Kepuasaan pelanggan terhadap transaksi tertentu dipengaruhi oleh
perbandingan terhadap rasio hasil dan input pelanggan lain
4. Evaluasi terhadap keadilan keseluruhan (overall equity) dalam transaksi
5. pembelian produk berpengaruh terhadap kepuasan / ketidakpuasan pelanggan.

b. Attribution theory
Attribution theory mengidentifikasikan proses yang dilakukan oleh
seseorang dalam menentukan penyebab tindakannya., orang lain, dan objek
tertentu. Atsribusi yang dilakukan sesorang akan mempengaruhi kepuasan
purnabelinya terhadap produk tertentu karena atribusi memoderasi perasaan
puas atau tidak puas. Atribusi sangat besar pengaruhnya terhadap kepuasan
atau ketidakpuasan pelanggan apabila keterlibatan, pengalaman dan
pengetahuan pelanggan terhadap produk relatif tinggi . ada tiga tipe atribut
pelanggan terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan : causal
atribution, control atribution, stability atribution.
c. Teori ekonomi mikro
Dalam teori ekonomi, dasar yang digunakan oleh seorang konsumen
dalm melakukan alokasi sumber daya yang langka adalah kondisi diman
perbandingan antara kegunaan marginal (marginal utility) dan harga masing
masing produk akan manjadi sama. Dalam pasar yang tidak didiferensiasi,
semua konsumen akan membayar harga yang sama, dan individu yang
sebenarnya bersedia membayar harga lebih tinggi akan meraih manfaat
subjektif (disebut sebagai surplus konsumen).
1. Surplus konsumen pada hakekatnya merupakan perbedaan antara kepuasan
yang diperoleh seseorang dalam mengonsumsi sejumlah barang dengan
pembayaran yang harus dibuat untuk memperoleh barang tersebut.
2. Surplus konsumen mencerminkan kepuasan pelnggan, dimana semakin besar
surplus konsumen, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan dan
sebaliknya.
3. Surplus konsumen dapat dideteksi dari sejumlah pemuasan yang diperoleh
dari penambahan pembelian sebelumnya.
4. Surplus konsumen dengan konsep kepuasan pelanggan, mempertimbangkan
faktor harga dan kuantitas, kualitas, pelaynan, kemasan, dan lain-lain ( Ali
Hasan 2013 : 100)
E. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Untuk dapat mengukur kepuasan pelanggan, kita harus mengetahui
defenisinya secara konseptual, teoretis. Dalam kaitan itu, ada yang mendefiniskan
kepuasan pelanggan sebagai hasil penilaian pelanggan terhadap apa yang
diharapkannya dengan membeli dan mengkomsumsi suatu produk. Harapan itu
lantas dibandingkan dengan persepsinya terhadap kinerja yang diterimanya
dengan mengkomsumsi produk itu. Jika harapan lebih tinggi dari pada kinerja
produk, ia akan merasa tidak puas. Sebaliknya, jika harapannya sama dengan atau
lebih rendah dari pada kinerja produk ia akan merasa puas ( Lerbin dan Aritonang
2005 : 2).
Dalam pengukuran kepuasan pelanggan, setidaknya ada tiga aspek penting
yang saling berkaitan: (1) apa yang diukur; (2) metode dan (3) skala pengukuran.
Mengingat kepuasan pelanggan merupakan ukuran yang relatif, maka pengukuran
tidak boleh hanya bersifat „one time , single-shot studies‟. Justru sebaiknya
pengukuran kepuasan pelanggan harus dilakukan secara reguler agar dapat
menilai setiap perubahan yang terjadi didalam kaitannya dengan jalinan relasi
dengan setiap pelanggan. Selain itu, perusahaan juga dapat melakukan patok duga
(benchmarking) dengan kinerja masa lalu dan kinerja para pesaing.
F. Variabel yang diukur
a. Kepuasan pelanggan secara keseluruhan
Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah
langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk
atau jasa spesifik tertentu. Proses pengukurannya dapat dilakukan dengan dua
cara: Pertama mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa
perusahaan bersangkutan. Kedua, menilai dan membandingkannya dengan tingkat
kepuasan pelnggan keseluruhan terhadap produk dan atau jasa para pesaing.
b. Dimensi kepuasan pelanggan
Berbagai peneliti memilah kepuasan pelanggan kedakam
komponenkomponennya. Umumnya proses semacam itu terdiri atas empat
langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kepuasan pelanggan. Kedua,
meminta pelanggan menilai produk dan jasa perusahaan berdasarkan itemitem
spesifik seprti kecepatan layanan atau keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga,
meminta pelnaggan minali produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item
spesifik yang sama. Dan yang keempat, meminta pelanggan untuk menentukan
dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan
pelanggan kesluruhan.
c. Konfirmasi harapan
Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun dismpulakan
berdasarkan kesesuian/ketidaksesuaian antara harapa pelanggan dengan kinerja
aktual produk perusahaan.
d. Minat pembelian ulang
Kepuasan pelanggan diukur secar behavioral dengan jalan menanyakan
apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi.
e. Kesediaan rekomendasi
Dalam kasus produk yang membelian ulangya relatif lama , kesediann
pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya
menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti
f. Ketidakpuasan pelanggan
Aspek-aspek yang perlu ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan
adalah : (a) komplain; (b) pengembalian produk; (c) biaya garansi; (d) word and
mouth negatif ( rekomendasi negatif).
G. Metode pengukuran
Metode yang dapat digunakan mengukur kepuasan pelanggan adalah
sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis dan survai
kepuasan pelanggan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pelanggan memberikan kesempatan kepada
palanggan untuk menyampaikan secara langsung. Informasi-informasi yang
diperoleh melaui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang
berharga untuk direspons dengan cepat untuk mengatasi keluhan pelanggan.
b. Ghost shopping
Metodi ini efaktif jika para manajer perusahaan bersedia sebagai ghost
shoppers untuk mengetahui secara langgsung bagaimana karyawannya
berinteraksi dan meperlakukan pelanggan.
c. Lost customer analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau
beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa berhenti atau berpindah
pemasok. Hasil ini digunakan untuk mengambil kebijakan perbaikan atau
penyempurnaan selanjutnya. Pemantauan customer loss rate penting, karena
peningkatan customer loss rate berarti ada kegagalan perusahaan dalam
memuaskan pelangganyya.
d. Survei kepuasan pelanggan
Lembaga riset independen melakukan penelitian dengan menggunakan metode
survai kepuasan pelanggan. Melalui survei menggunakan skala yang cenderung
dipakai dalam survau adalah sebagai berikut: tidak puas =1, kurang puas =2, puas
=3, dan sangat puas=4.
H. Supervisi
Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan
secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan
oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan pe-
tunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996).
Wijono (1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau
kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling).
Berdasarkan beberapa pengertian ter-sebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui
aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motiva-si dan evaluasi pada stafnya
dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Sudarsono, 2000).

Adapun manfaat dan tujuan supervisi (Nurrachmah , 2008) :


Supervisi dapat meningkatkan efek-tifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja
ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan sua-sana kerja yang lebih
harmonis antara ata-san dan bawahan.
Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi
kerja ini erat kaitannya dengan makin berku-rangnya kesalahan yang dilakukan
bawa-han, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-
sia akan dapat dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah
tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menja-min
pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat,
dalam arti lebih efektif dan efesien, se-hingga tujuan yang telah ditetapkan organ-
isasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008).
Dokumentasi Asuhan keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupa-kan unsur penting dalam sistem
pelayanan kesehatan. Karena adanya dokumentasi yang baik informasi
mengenai keadaan kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan.
Disamping itu doku-mentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian
asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik dokumentasi berfungsi se-bagi
sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pemberian
asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bukti
pertanggungjawa-ban dan pertanggunggugatan asuhan keperawatan, dan
sarana untuk pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi dibuat
berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan pemecahan
ma-salah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan
keperawatan dan catatan perkembangan pasien.
Pada model PKP juga terdapat for-mat dokumentasi seperti disebutkan
diatas, namun pada model ini dikembangkan standar rencana keperawatan
berdasarkan literatur. Penetapan standar rencana keperawatan ini diharapkan
dapat membu-at efisiensi waktu bagi perawat.
Catatan tindakan keperawatan juga dibuat lebih spesifik untuk
memungkinkan pendokumentasian semua tindakan keperawatan. Catatan
perkembangan pasien juga dilakukan setiap hari yang ber-tujuan menilai
tingkat perkembangan pasien. Rencana keperawatan dan catatan
perkembangan pasien dilakukan oleh PP dan catatan tindakan dilakukan oleh
PP dan PA atau sesuai perannya masing- mas-ing.(Al-Assaf, 2009)

I. Timbang Terima
Suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu ( laporan ) yang berkai-
tan dengan keadaan klien.Tujuannya :
1. Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum klien.
2. Menyampaikan hal penting yang per-lu ditindaklanjuti oleh dinas beri-kutnya.
3. Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Adapun langkah – langkahnya yak-ni :
1. Kedua shif dalam keadaan siap
2. Shif yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal apa yang akan
disampaikan.
3. Perawat primer menaympaikan kepa-da penanggung jawab shif yang se-
lanjutnya meliputi ; kondisi, tindak lanjut, rencana kerja.
4. Dilakukan dengan jelas dan tidak terburu – buru.
5. Secara langsung melihat keadaan klien.
Hal yang bersifat khusus dan memer-lukan perincian yang lengkap dicatat
secara khusus untuk kemudian diserahkan kepada perawat jaga berikutnya. Hal
yang perlu diberitahukan dalam timbang terima: identitas dan diagnosa medis,
masalah keperawatan, tindakan yang sudah dan belum dilakukan, interven-si
DAFTAR PUSTAKA

Ayun, Q., 2014. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu dan Audit
Keperawatan. SlideShare, p.24. Available at: http://www.slideshare.net/ayunannaim/audit-
mutu [Accessed January 12, 2017].

Nasution, M., 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta: Ghalia
Indonesia. Available at: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-quality-
management-tqm.html.

Suryadi, T., 2009. Pengertian dan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Scribd. Available at: https://www.scribd.com/doc/17381263/Pengertian-Dan-Pelaksanaan-
Mutu-Pelayanan-Kesehatan [Accessed January 12, 2017].

Pohan.2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar – dasar pengertian dan penerapan.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Tjiptono, F. & Anastasia, D., 2003. Total Quality Management Edisi Kedu., Yogyakarta:
Andi Offset. Available at: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-quality-
management-tqm.html.

Utami, P., 2012. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dengan
Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
RSUD Kota Semarang. UNIMUS. Available at: http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-pujiutamin-6602.

Yuan, H., 2016. Planning Of Action (POA) & Implementasi Manajemen Keperawatan.
Scribd. Available at: https://id.scribd.com/document/330652316/Makalah-Plan-of-Action-
Manajemen [Accessed January 13, 2017].

Anda mungkin juga menyukai