Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“ INDIKATOR MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN


DI RUMAH SAKIT“
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :
Arno Pranata 211115008
Deti Nurlistiawati 211115003
Sherly Pone’ea 211115007
Annisa Sakinah Wijaya 211115009
Sinta Kartika Sari 211115021
Fidia Fauziah 211115024
Regita Agustina Putri 211115025
Farah Fasita Aini 211115026
Peggy Pebriani 211115031
Suryani Switanaini 211115040
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat yang dicurahkan-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu yang berjudul “Indikator Mutu
Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit”.

Terima kasih kepada dosen pembimbing, teman-teman, dan juga orang tua, atas dorongan
yang telah diberikan kepada penulis sehingga makalah ini dapat terbentuk. Makalah ini juga
tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
literatur yang sangat kurang yang ada pada penulis, kepada dosen penulis mohon maaf. Penulis
menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari sempurna, segala sumbang saran, gagasan,
pemikiran dan koreksi dari semua pihak yang dapat memperkaya, menambah kelengkapan
tulisan ini sangat kami harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri, dan
dapat berguna dimasa yang akan datang. Aamiin,,,

Cimahi, 26 Maret 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... iii

BAB 1 ............................................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan .................................................................................................................................. 1

BAB II ............................................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 2

A. Mutu pelayanan ................................................................................................................................ 2

B. Dimensi mutu pelayanan .................................................................................................................. 2

C. Indikator Penilaian Mutu Keperawatan ............................................................................................ 4

D. Kasus ................................................................................................................................................. 9

BAB V........................................................................................................................................................... 15

PENUTUP ..................................................................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 15

B. Saran................................................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini
terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang
membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang
hanya membutuhkan waktu yang 1elative singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara
terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga
seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus
yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya
maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan
efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah
ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian, strategi, indikator,
standar, dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan sehingga dapat
menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mahasiswa Mengetahui mengenai Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pengertian Menejemen Mutu dalam Pelayanan
Keperawatan
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Proses Quality Control ( Kendali Mutu )
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Dimensi Mutu
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mutu pelayanan
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu dilihat
dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)

a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan
keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi,
keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter,
paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai dengan perkembangan
teknologi.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu


hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan
klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan
kode etik dan standard pelayanan yang professional yang telah ditetapkan.
Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan
dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan
kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal
sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu
menerapkan pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

B. Dimensi mutu pelayanan


Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:

2
3

a. Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang
mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM
perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana
kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan
penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang
dibenikan,keakuratan penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa
yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa,
ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam
membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien
dengan cepat.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan
jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan
karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian
atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :

1. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki


oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para
karyawan
3. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.

e. Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen


yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada
konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan,
kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi empati ini merupakan
penggabungan dari dimensi :
1. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
4

2. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi untuk


menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari
pelanggan
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha
perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan

C. Indikator Penilaian Mutu Keperawatan


Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan
outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara
umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam,
2014).

1. Aspek struktur (input)

Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga), M2
(sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya.
Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan
lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.

2. Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan
interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi
tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.

3. Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
5

1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%


2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

1. Biaya per unit untuk rawat jalan


2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat darurat; tingkat
kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
8. Normal tissue removal rate: 10%

c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan
pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan
lainnya.
d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:

1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
6

penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-tahun
sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff lainnya
yang terkait.

e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2. Pasien diberi obat salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada suction (penyedot lendir)
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya

Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
Ʃ ALOS 1-10 hari
Ʃ TOI 1-3 hari
Ʃ BTO 5-45 hari
Ʃ NDR < 2,5%
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
Ʃ NTRR < 10%
Ʃ MDR < 0,25%
Ʃ IDR < 0,2%
Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan
7

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan,
mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus
harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)

Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)

ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan
yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)

TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
8

(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)

BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu
tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

5. NDR (Net Death Rate)

NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

6. GDR (Gross Death Rate)

GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit:
9

1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial, angka
kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien

D. Kasus
Ny. C 45 tahun, dibawa oleh keluarganya untuk berobat di rumah sakit X, menggunakan
kartu JAMKESMAS. Ny.C didiagnosa medis terkena penyakit DHF, mukanya tampak pucat dan
terlihat lemas. Ny. C dirawat di ruang anggrek kelas III dengan jumlah pasien 6 orang. Ruangan
terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar mandi tampak
kotor. Perawat D yang dinas saat itu terlihat tidak ramah dan jutek ketika pasien menanyakaan
tentang perkembangan kesehatannya, perawat D hanya menjawab seperlunya. Tidak
menjabarkan dengan jelas. Pada pasien di kelas I perawat D bersikap sebaliknya. Sikap perawat
D menggambarkan membedakan antara pasien satu dengan yang lain.
a. Permasalahan
Dari kasus diatas didapatkan beberapa permasalahan diantaranya:
1. Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar
mandi tampak kotor
2. Perawat D yang dinas saat itu terlihat tidak ramah dan jutek
3. Perawat tidak memberikan informasi dengan jelas ketika pasien menanyakaan tentang
perkembangan kesehatannya, perawat D hanya menjawab seperlunya dan tidak menjabarkan
dengan jelas
4. Pada pasien di kelas I perawat D bersikap sebaliknya. Sikap perawat D menggambarkan
membedakan antara pasien satu dengan yang lain

b. Pembahasan
10

1. Analisa Kasus
Menutur Megan (1989) ada 5 langkah dalam pemecahan masalah, diantaranya :
a. Mengkaji situasinya
b. Mendiagnosa masalahnya
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan masalah
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil

a. Pengkajian
Dari hasil pengkajian didapatkan 4 masalah yaitu :
1) Perawat terlihat tidak ramah dan jutek.
2) Perawat tidak memebrikan informasi dengan lengkap dan jelas
3) Membedakan antara pasien 1 dengan yang lain (Pada pasien di kelas I perawat bersikap
sebaliknya).
4) Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar
mandi tampak kotor.
Analisa Masalah
Masalah pertama yaitu Perawat D terlihat tidak ramah dan jutek. Dari permasalahan ini
sangat jelas bahwa perawat tidak bersikap baik terhadap pasien. masalah lanjutan yang
desebabkan oleh sikap perawat ada pada permaslahan ketiga dan keempat, yaitu Perawat juga
tidak memberikan informasi yang jelas dan perawat membedakan perawat 1 dengan perawat
yang lainnya. Semua masalah ini jelas menurunkan mutu dalam pelayanan keperawatan.

Masalah kedua adalah kondisi ruangan sangat panas dan pengap, terlihat banyak pasien
yang kegerahan dan menggunakan kipas tangan, tidak hanya privasi antar pasien maupun dengan
orang yang berada di luar ruang rawat. Hal ini disebabkan oleh kondisi ruang rawat yang buruk.

b. Diagnosa
1) Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien
2) Kondisi ruang rawat yang buruk
c. Intervensi
11

1) Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien


Tujuan : Pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat
Rencana : lapor dan diskusi mengenai perawat D yang tidak bersikap baik terhadap
pasien kepada kepala ruangan.
Rasional : Agar mutu dalam pelayanan keperawatan dapat menjadi lebih baik dan
meningkat

2) Kondisi ruang rawat yang buruk


Tujuan : Rasa nyaman pasien di ruangan terpenuhi
Rencana : Diskusi dengan kepala ruangan untuk membicarakan masalah ini kepada
manajemen rumah sakit untuk membenahi ruangan yang panas dan pengap, serta baiknya
mengenai privasi pasien.
Rasional : Agar pasien menjadi lebih nyaman

d. Implementasi
1) Melaporkan dan berdiskusi kepada kepala ruangan mengenai perawat D yang tidak bersikap
baik terhadap pasien.

2) Berdiskusi dengan kepala ruangan untuk membicarakan masalah ini kepada manajemen
rumah sakit untuk membenahi ruangan yang panas dan pengap, serta baiknya mengenai
privasi pasien.

2. Pembahasan
a. Klasifikasi dan Dampak yang di timbulkan permasalahan:
Dari hasil pengkajian di atas didapatkan beberapa masalah yang dapat berdampak buruk
terhadap Kualitas Mutu Pelayanan Keperawatan. Masalah yang pertama di timbulkan karena
perawat tidak bersikap baik terhadap pasien. Digambarkan pada kasus, perawat D terlihat tidak
ramah dan jutek. Pada masalah ini jelas belum memenuhi dimensi mutu Assurance atau
jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para karyawan
rumah sakit untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan kepada rumah sakit, Karena pada
kasus ini digambarkan bahwa perawat terlihat tidak ramah dan jutek. Hal ini jelas menurunkan
12

mutu dari pelayanan keperawatan. Masalah ini juga tidak memenuhi kriteria standar pelayanan
keperawatan 5 yaitu adanya bukti bahwa staff ketentuan standar praktek keperawatan dan
berpedoman pada etika profesi yang berlaku, karena perawat bersikap tidak menyenangkan
terhadap pasien. Dampak yang dapat ditimbulkan dari maslah ini adalah pasien merasa takut dan
tidak nyaman karena sikap perawat yang jutek dan tidak bersahabat.
Pada kasus juga digambarkan, perawat D tidak memberikan informasi dengan lengkap
dan jelas. Pada masalah ini belum memenuhi dimensi mutu Responsiveness. Responsiveness
atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
dan tepat kepada pasien, dengan penyampaian informasi yang jelas. Pada masalh ini
digambarkan perawat tidak memberikan informasi dengan lengkap dan jelas. Masalah ini juga
tidak memenuhi standar pelayanan keperawatan 2, yaitu administrasi dan pengelolaan
pendekatan sistematika yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan berorientasi
pada kebutuhan pasien. dampak yang dapat ditimbulkan pada masalah ini adalah pasien menjadi
tidak mengerti tentang perkembangan penyakitnya dan pasien tidak tahu apa yang harus ia
lakukan agar bisa cepat sembuh dari penyakitnya. Ini dapat menyebabkan proses penyembuhan
penyakit klien menjadi lebih lama dari yang seharusnya.
Selain tidak memberikan informasi, perawat D juga membedakan antara pasien 1 dengan
yang lain. Pada masalah ini belum memenuhi dimensi mutu Emphaty. Empati lebih merupakan
’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu :
memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan
keluarganya; perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-
lain. Pada kasus tergambar jelas bahwa perawat membedakan status social karena bersikap beda
antara pasien satu dengan yang lain, sehingga pelayanan perawat pada dimensi Empati belum
terpenuhi. Masalah ini juga tidak memenuhi kriteria standar pelayanan keperawtan 5 yaitu
adanya bukti bahwa staff ketentuan standar praktek keperawatan dan berpedoman pada etika
profesi yang berlaku, karena perawat bersikap tidak menyenangkan terhadap pasien. Pada
masalah ini dapat menyebabkan pasien menjadi merasa tidak nyaman, dan perawat dapat
kehilangan kepercayaan dari pasien.
Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar
mandi tampak kotor. Pada masalah ini menunjukan bahwa rumah sakit tempat Ny. C dirawat
13

mempunyai fasilitas mutu pelayanan kamar perawatan yang belum memenuhi dimensi mutu
Tangible atau bukti fisik, karena masih belum memenuhi nilai mutu yang seharusnya. Masalah
ini juga tidak memenuhi Standar pelayanan keperawatan 4 yaitu, Fasilitas dan peralatan harus
memadai untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan. Hal ini dapat berdampak pada rasa
nyaman pasien, dapat di gambarkan pada ruang rawat yang pengap atau panas, ini dapat
meneyebabkan pasien tidak bisa tidur atau tidur pasien terganggu, sehingga waktu istirahat
pasien menjadi berkurang. Selain itu digambarkan pula tidak terdapatnya skerem sebagai
pembatas antar pasien, dan tidak terdapat gorden setiap kamar, ini dapat menimbulkan perasaan
malu yang di alami oleh pasien, pasien juga dapat merasa tidak nyaman dalam melakukan
aktivitasnya karena mengaggap tidak adanya privasi terhadap dirinya, baik antar pasien maupun
dengan orang yang ber ada di luar kamar.
b. Penyelesaiian :
Seperti dijelaskan pada sub bab sebelumnya dampak yang dapat di timbulkan dari masalah
perawat tidak bersikap baik terhadap pasien diantaranya, dapat membuat pasien merasa takut dan
tidak nyaman, proses penyembuhan lebih lama, dan kehilangan kepercayaan dari pasien terhadap
perawat.
Selain banyak berdampak pada pasien, masalah ini juga dapat mengabaikan hak-hak
pasien diantaranya,

a. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya
b. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
c. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan medis, standar
profesi dan standar prosedur operasional, dan
d. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik
dan materi.
Agar hak-hak pasien kembali terpenuhi, maka dibutuhkan penyelesaian berupa penindak
lanjutan sikap perawat D tersebut. Alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan diantaranya
pemberian surat peringatan dan dilakukan coaching oleh kepala ruangan terhadap perawat
tersebut, atau dengan alternatif kedua yaitu pemecatan perawat tersebut.
14

Keuntungan yang didapatkan dari alternatif pertama yaitu dapat menyadarkan perawat
akan sikapnya yang tidak baik. Keuntungan dari alternatif kedua yaitu dapat meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan, karena perawat yang bersikap seperti itu sudah tidak ada. Kerugian dari
alternatif pertama yaitu perawat dapat mengulangi tindakannya, sedangkan kerugian dari
alternatif kedua yaitu dapat menyebabkan kurangnya tenaga keperawatan.
Dari keuntungan dan kerugian yang ada, yang lebih efektif dan efisisen untuk dipilih
adalah alternatif yang peratama, yaitu memberikan surat peringatan dan dilakukan coaching oleh
kepala ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar tidak terulang kembali.
Selain perawat bersikap tidak baik terhadap pasien, pada kondisi ruang rawat yang buruk
juga dapat menyebabkan terabaikannya beberapa hak pasien oleh perawat, yaitu hak
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya (isi
rekam medis).
Pada masalah kondisi ruang rawat yang buruk, satu–satunya alternatif yang dapat
dilakukan perawat pelaksana adalah berkoordinasi dengan kepala ruangan agar menyampaikan
keluhan pasien kepada pihak manajemen Rumah Sakit terkait dengan terganggunya kenyamanan
pasien berhubungan dengan fasilitas yang kurang memadai. Penambahan fasilitas yang
dibutuhkan yaitu seperti pemasangan skerm, dan gorden disetiap jendela ruangan. Hal tersebut
dibutuhkan untuk menjaga privasi dan kenyamanan pasien diruangan.
Semua alternatif penyelesaian masalah dilakukan agar masalah dapat teratasi, hak-hak
pasien dapat terpenuhi, dan yang utama dapat meningkatkan manajemen mutu dalam pelayanan
keperawatan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan merupakan suatu pelayanan
keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat
profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat,
dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Secara
sederhana proses kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari menyusun strandar – standar
mutu, selanjutnya mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan standar
yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi. Bila diinginkan
peningkatan kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya.
Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ada beberapa Dimensi mutu
yang mencerminkan segala pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu Dimensi Tangible
atau bukti fisik, Dimensi Reliability atau keandalan, Dimensi Responsiveness atau ketanggapan,
Dimensi Assurance atau jaminan dan kepastian, dan Empati.
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input, Proses (Process),
Hasil (Outcome). Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan terdapat Strategi
Mutu Pelayanan Keperawatan, diantaranya Quality Assurance (Jaminan Mutu), Total quality
manajemen (TQM). Peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan kesehatan adalah menjadi
model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered leadership).
Pada bab sebelumnya kasus menggambarkan bahwa perawat D terlihat tidak ramah dan
jutek, perawat juga tidak memebrikan informasi dengan lengkap dan jelas, serta membedakan
antara pasien 1 dengan yang lain terlihat pada pasien di kelas I perawat bersikap sebaliknya, dan
juga permasalahan ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin
dan kamar mandi tampak kotor.
Dari permasalahan tersebut dapat dirumuskan yang menjadi penyebab dari permasalahan
tersebut adalah Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dan Kondisi ruang rawat yang buruk.
Maka dari itu untuk mengatasi penyebab permaslaahan tersebut harus dilakukan penyelesaian

15
alternatif, diantaranya untuk perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dapat dilakukan
penyelesaian alternatif yaitu memberikan surat peringatan dan dilakukan coaching oleh kepala

16
16

ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar tidak terulang kembali. Sedangkan
untuk Kondisi ruang rawat yang buruk yang dapat dijadikan alternatife penyelesaiaan masalah
adalah adalah berkoordinasi dengan kepala ruangan agar menyampaikan keluhan pasien kepada
pihak manajemen rumah sakit terkait dengan terganggunya kenyamanan pasien berhubungan
dengan fasilitas yang kurang memadai.
Pada kasus dapat disimpulkan bahwa rumah sakit X tempat Ny. C dirawat Manajemen
Mutu dalam pelayanan keperawatan masih buruk karena belum memenuhi, standar pelayanan
keperawatan, belum memenuhi hak-hak pasien dan juga belum memenuhi kelima dimensi Mutu
dalam pelayanan keperawatan tersebut sehingga perlu alternatif penyelesaian masalah untuk
meningkatkan menejemen mutu dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit X.

B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mulai
menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen mutu
dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi
perawat yang professional.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional


Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika

Azwar, A. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta: Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.

Gillies, D.A. 1994. Nursing Management, A System Approach. Third Edition. Philadelphia : WB
Saunders.

Kozier, Erb & Blais. 1997. Profesional Nursing Practice: Concept & Perspectives. Third
Edition. California : Addison Wesley Publishing. Inc

Meisenheimer, C.G. 1989. Quality Assurance for Home Health Care. Maryland: Aspen
Publication.

Rakhmawati, Windy. 2009. Pengawasan Dan Pengendalian Dalam Pelayanan Keperawatan


(Supervisi, Manajemen Mutu & Resiko). http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/03/pengawasan_dan_pengendalian_dlm_pelayanan_keperawatan.pdf,diaks
es 4 November 2015

Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. 1999. Introductory Management and Leadership for
Nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers.

Tappen 1995. Nursing Leadership and Management: Concepts & Practice. Philadelphia : F.A.
Davis Company.

17
18

Anda mungkin juga menyukai