Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH PLENO MANAJEMEN KEPERAWATAN

“Konsep Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)”

Dosen Pengampu :

Erwin, SKp., M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 (A 2017 1)

M. Arif Munadhil 1711110328 Humairatun Z 1711113780

Muhamad Yunus 1711110995 Indah Afriani 1711110297

Devi Kemalasari 1711110339 Isfahani Safril 1711113293

Ega Afriani 1711113904 Isnaini Rafika 1711113794

Elsi Gusmia 1711113803 Lina Triwahyuni 1711110173

Farah Soraya H 1711113914 Lisna Sari 1711110494

Helpasindah R 1711113832 Mala Sasmita 1711113844

Hermi Julianti 1711110323 Mella Nindia 171111316

Hesti 1711111308 Miranti Ananda 1711110416

Humairah Sari P 1711110475 Mita Handriani 1711110521

Muthia Tasya A 1711111249

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Konsep Model Praktik
Keperawatan Profesional”. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan baik .

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan
pada Semester ganap (semester 8) Fakultas Keperawatan, jurusan Ilmu Keperawatan tahun
ajaran 2020/2021.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pekanbaru, 09 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................5
C. Tujuan..........................................................................................................................5

BAB II SKENARIO KASUS................................................................................................7

A. STEP 1: Terminologi...................................................................................................7
B. STEP 2: Mendefinisikan Masalah...............................................................................8
C. STEP 3: Membuat Hipotesis Dengan Menjawab Pertanyaaan....................................8
D. STEP 4: Skema...........................................................................................................10
E. STEP 5: Menentukan Learning Objective..................................................................11

BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................................12

A. Visi dan Misi...............................................................................................................12


B. Kapasitas Tempat Tidur, BOR, LOS dan Rumus Perhitungan...................................16
C. Tingkat Ketergantungan Pasien..................................................................................18
D. Definisi MPKP............................................................................................................21
E. Tujuan MPKP.............................................................................................................22
F. Langkah Implementasi MPKP....................................................................................22
G. Struktur MPKP...........................................................................................................27
H. Karakteristik MPKP....................................................................................................30
I. Tingkatan MPKP........................................................................................................31
J. Macam-macam Metode Penugasan............................................................................33
K. Kekurangan dan Kelebihan MPKP.............................................................................39

BAB IV PENUTUP...............................................................................................................40

A. Kesimpulan.................................................................................................................40
B. Saran...........................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................41

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen adalah proses kerja sama antara dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Manajemen
mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam
mencapai tujuan. Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota
staf untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Proses manajemen
keperawatan sejalan dengan keperawatan sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan
keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya saling menopang.
Profesi keperawatan dituntut memberikan pelayanan keperawatan dalam bentuk
asuhan keperawatan melalui proses keperawatan yang komprehensif meliputi, bio, psiko,
sosial dan spiritual. Pemberian pelayanan keperawatan tersebut memerlukan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan yang tepat untuk memberikan pelayanan yang optimal
sehingga dapat memberikan arah dalam pemberian asuhan keperawatan, serta
peningkatan ketrampilan dan motivasi kerja keperawatan dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan yang sesuai standar.
Asuhan keperawatan profesional menuntut perawat untuk dapat melaksanakan
perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengevaluasian, sarana dan prasarana
yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien bagi
individu, keluarga dan masyarakat (Susanto,N.D). Asuhan keperawatan harus diberikan
kepada klien secara sistemik dan terorganisasi sehingga dibutuhkan suatu manajemen
yang baik dalam pemberian asuhan keperawatan.Asuhan keperawatan merupakan titik
sentral dalam pelayanan keperawatan, oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan
yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan.  Tujuan asuhan
keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi secara optimal. 
Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan keperawatan yang
profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam manajemen tersebut adalah
bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai pendekatan
model asuhan keperawatan yang diberikan. Penetapan dan keberhasilan model pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan di suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah bagaimana pemahaman perawat tentang model-model asuhan
keperawatan tersebut.

4
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah suatu sistem yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menopang pemberian asuhan tersebut. Sistem MPKP adalah suatu kerangka kerja yang
mendefinisikan empat unsur, yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan,
dan sistem MPKP. Defenisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini, dan
akan menentukan kualitas produksi atau jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak
memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen,
maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan klien tidak
akan dapat terwujud. MAKP terdiri dari empat jenis yaitu metode fungsional, tim, primer
dan kasus (Nursalam,2014). Untuk itu, penulis akan membahas mengenai Model Praktik
Keperawatan Profesional

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana visi dan misi dan pembuatannya?
b. Bagaimana kapasitas tempat tidur, BOR, LOS dan cara perhitungannya?
c. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien?
d. Apa definisi MPKP?
e. Apa saja tujuan MPKP?
f. Bagaimana langkah implementasi MPKP?
g. Bagaimana struktur MPKP?
h. Bagaimana karakteristik MPKP?
i. Bagaimana tingkatan MPKP?
j. Apa saja macam-macam metode penugasan?
k. Apa saja kekurangan dan kelebihan MPKP?

C. Tujuan
a. Mengetahui dan memahami visi misi dan cara pembuatannya.
b. Mengetahui dan memahami kapasitas tempat tidur, BOR, LOS dan cara
perhitungannya
c. Mengetahui dan memahami bagaimana tingkat ketergantungan pasien.
d. Mengetahui dan memahami definisi MPKP
e. Mengetahui dan memahami tujuan MPKP
f. Mengetahui dan memahamibagaimana langkah implementasi MPKP
g. Mengetahui dan memahami struktur MPKP

5
h. Mengetahui dan memahami karakteristik MPKP.
i. Mengetahui dan memahami tingkatan MPKP.
j. Mengetahui dan memahami macam-macam metode penugasan.
k. Mengetahui dan memahami apa saja kekurangan dan kelebihan MPKP.

6
BAB II

SKENARIO KASUS

Perencanaan Metode Penugasan Perawat

Di Ruang Rawat Inap

Ruang Perawatan Dewasa RSUD Tipe B emiliki 40 Kapasitas Tempat Tidur dengan
BOR 70% dan LOS 5 hari. Rata-rata tingkat ketergantngan pasien bervariasi yaitu 4 orang
Total Care , 16 orang Partial Care dan sisanya adalah self care. Jumlah tenaga perawatan
yang dimiliki adalah 32 orang dengan tingkat pendidikan yang juga bervariasi yaitu 5 orang
DIII dengan pengalaman kerja >20 tahun, 22 orang D.III dengan masa kerja < 10 tahun dan 5
orang Ners dengan masa kerja < 2 tahun. Ruangan tersebut dipimpin oleh seorang perawat
dengan tingkat pendidikan Ners yang telah memiliki pengalaman kerja selama 15 tahun.

Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan asuhan


keperawatan semakin tinggi maka ruangan perlu menyusun kembali visi dan misi ruangan
dan meningkatkan metode penugasan keperawatan yang saat ini digunakan adalah metode
TIM menjadi MPKP. Kepala ruangan merasa akan dapat menerapkan metode tersebut jika
mendapat dukungan dari seluruh staf apalagi dalam waktu 2 bulan kedepan, akan lulus 2
orang staf keperawatan yang sedang mengikuti pendidikan nersdengan status izin belajar.
Dalam upaya tersebut maka kepalaruangan mengajak seluruh staf keperawatan membahas
rencana tersebut dan didapatkan informasi bahwa telah ada sebanyak 3 orang staf perawat
yang pernah mengikuti pelatihan MPKP. Saat ini kepala ruangan belum menetapkan siapa
yang akan menjadi CCM, Perawat Primer (PP) maupun Perawat Assosiate (PA).

STEP 1 : TERMINOLOGI
1. RSUD Tipe B : RS yang fasilitasnya paling sedikit terdiri dari 4 spesialis, berada di
ibu kota provinsi serta meneria rujukan dari kabupaten.
2. BOR : parameter hunian rumah sakit. Gambaran tinggi rendahnya pemanfataan
tempat tidur dirumah sakit, idealnya 60-85%. BOR dapat dipengaruhi oleh
penambahan atau pengurangan tempat tidur,
3. CCM:
4. LOS : rata-rata lama rawat inap dengan nilai ideal 3-12 hari.
5. MPKP : model praktik keperawatan yang mengatur perawat dalam emberikan asuhan
keperawatan

7
6. Total Care : klien yang membutuhkan perawatan secara keseluruhan untuk memenuhi
kebutuhan ADLnya, 5-7 jam sehari klien membutuhkan perawatan penuh, seperti
pasien yang tidak sadar dan lemah.
7. Partial Care : klien masih dibantu sebagian oleh perawat, dilakukan selama 3-4 jam
dalam pemberian asuhan keperawatan.
8. Perawat Primer : perawatyang bertanggung jawab 24 jam terhadap pasien dan akan
dibantu oleh perawat assosiate
9. Perawat Assosiate : perawat yang diberi wewenang untuk memberikan asuhan
keperawatan secara langsung, seperti perawatan luka. Mendapatkan delegasi dari
perawat primer.
10. Metode Fungsional : perawat bekerja sesuai pembagian tugas, dan digunakan sebagai
pilihan karena terbatasnya jumlah perawat.

STEP 2 : MENDEFINISIKAN MASALAH


1. Bagaimana cara perhitungan nilai BOR dan LOS?
2. Dari skenario RS tersebut termasuk tipe apa dan menggunakan metode apa?
3. Berapa maksimal perawat yang ada dalam ruangan?
4. Apakah lama waktu bekerja menentukan kualitas asuhan keperawatan yang
diberikan?
5. Berdasarkan tingkat pendidikan bagaimana pembagian tugas perawat?
6. Apa kriteria seorang perawat dapat menjadi ketua tim atau kepala ruangan?
7. Apa perbedaan dari metode TIM dan MPKP?
8. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam penyusunan visi dan misi?
9. Apa yang harus dilakkan para staf dan kepala ruangan untuk dapat
ditetapkannya metode MPKP dalam asuhan keperawatan?
10. Apakah metode asuhan keperawatan memiliki tingkatan dan apa syaratnya
seorang bisa mengubah metode TIM ke MPKP
11. Apa kekurangan dan kelebihan dari MPKP?
12. Apa kunci keberhasilan dari perubahan-perubahan metode yang dilakukan?
13. Apa saja tugas dari kepala ruangan, perawat primer, dan perawat assosiate?
14. Hal yang harus diperhatikan dalam menetapkan CCM, PP, dan PA?
15. Kriteria yang harus dimiliki untuk menjadi CCM, PP, dan PA?

STEP 3 : MEMBUAT HIPOTESIS DENGAN MENJAWAB PERTANYAAAN


1. Rumus BOR
Jumlah hari perawatan rumah sakit/ (jmlh tempat tidur x jumlah hari dalam satu
periode) x 100%
Rumus LOS : Jmlh lama dirawat/jmlh pasien keluar (hidup/mati)
8
2. RSUD Tipe B, Metode belim ditentukan karena masih dalam peralihan metode
TIM ke MPKP
3. Perhari ada 14 org dan dibagi menjadi 3 shift (pagi 7 orang, sore 3 orang, dan
malam 4 orng)
4. Iya, menentukan kualitas yang diberikan karena kemampuan perawat akan
semakin terasah terutama menangani kasus2 yang berat. Selain itu ditentukan
juga dari eksplor pengetahuan yang dimiliki perawat serta pelatihan yang diikuti
perawat.
5. D3 perawat assosiate, D3/S1 perawat primer
6. Minimal pendidikan S1 dan ners, minimal pengalaman 3 tahun serta sertifikat
pelatihan yang sesuai. Memiliki sikap kepemimpinan
7. Metode tim merupakan metode asuhan keperawatan yang dipimpin oleh ketua
tim yang dilakukan secara kolaboratif. Ketua tim akan bertanggungjawab
terhadap kepala ruangan
MPKP merupakan sistem terstruktur yang mengatur pemberian asuhan
keperawatan. di handle oleh perawat primer yang dibantu oleh perwat assosiate
8. Visi harus menjadi panduan dan strategi dalam pemberian asuhan keperawatan.
Misi merupakan perwujudan dari visi, misi harus menggambarkan bagaimana
visi tersebut, bagaimana cara untuk mencapai visi.
9. Yang harus dipersiapkan staf atau jumlah tenaga yang diperlukan
10. Tingkatannya tergantung kebutuhan dari masing-masing ruangan. jika dibagi
tingkatannya menjadi metode fungsional, metode tim, dan primer
11. Kekurangan beban kerja tinggi, komunikasi sulit terjadi karna jam kerja yang
sibuk, kelanjutan perawatan klien yang hanya terjalankan sebagian.
kelebihan :
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
12. Tim : peningkatan efektifitas pemberian asuhan keperawatan, semangat dari
staf, programnya jelas, komitment dari seluruh anggota tim, semangat
kerjasama antar kelompok dalam sebuah tim
13. Kepala ruangan: menyusun rencana kerja, menyusun falsafah keperawatan.
14. primer: Bertanggungjawab dalam pemberian asuhan keperawatan dan
pendokumentasian, menerima dan mengkaji secara komprehensif, melakukan
evaluasi, membuat jadwal klinik, melakukan kunjungan rumah jika perlu
assosiate: bertanggungjawab terhadap pasiennya

9
15. Tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, pelatihan serta ilmu terupdate

STEP 4 : SKEMA

Memiliki 40 kapasitas tempat tidur,


BOR; 70% & LOS; 5 hari.
RS Tipe B
Memiliki jumlah tenaga kesehatan 32
orang, dengan variasi pendidikan dan
-Tuntutan masyararakan pengalaman kerja

-peningkatan kualitas

Perencanan kembali

Metode fungsional  Metode Tim


-penyusunan visi-misi Metode Tim  MPKP
-pemilihan model asuhan praktik
-PP (Perawat Primer)
-pembagian tugas
-PA (Perawat Assosiate
-CCM (Clinik Critical Manager)

Model Praktik Keperawaatan Profesional


(MPKP)

10
Topik : KONSEP MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL
STEP 5 : MENENTUKAN LEARNING OBJECTIVE
1. Visi Misi dan Cara Pembuatannya
2. Kapasitas Tempat Tidur, BOR, LOS dan rumus perhitungannya
3. Tingkat Ketergantungan Pasien
4. Definisi MPKP
5. Tujuan MPKP
6. Langkah Implementasi MPKP
7. Struktur MPKP
8. Karakteristik MPKP
9. Tingkatan MPKP
10. Macam2 metode penugasan
11. Kekurangan dan Kelebihan MPKP

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. Visi Misi (Cara Pembuatan)


1. Definisi Visi dan Misi
 Visi
Menurut KBBI visi diartikan sebagai kemampuan untuk melihat pada inti
persoalan, kemampuan untuk merasakan sesuatu yang tidak tampak melalui
kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan, apa yang tampak dalam khayalan,
penglihatan dan pengamatan. Menurut arman (2008) visi merupakan
pernyataan yang mendefinsikan sesuatu yang ingin dicapai
perusahaan/organisasi di waktu yang akan datang.
 Misi
Menurut arman (2008) misi adalah pernyataan-pernyataan yang
mendefinsikan apa yang sedang/akan dilakukan atau ingin dicapai dalam
waktu (sangat) dekat atau saat ini.
2. Cara Penyusunan Visi dan Misi
Jansen Sinamo (2005) memberikan 7 kriteria mengenai kriteria visi dan misi
yang hidup dan efektif yaitu:
 Visi-misi harus sesuai dengan roh zaman dan semangat perjuangan organisasi.
 Visi-misi harus mampu menggambarkan sosok organisasi idaman yang
mampu memikat hati orang.
 Visi-misi harus mampu menjelaskan arah dan tujuan organisasi.
 Visi-misi harus mudah dipahami karena diungkapkan dengan elegan sehingga
mampu menjadi panduan taktis dan strategis.
 Visi-misi harus memiliki daya persuasi yang mampu mengungkapkan
harapan, aspirasi, sentimen, penderitaan para stakeholder organisasi.
 Visi-misi harus mampu mengungkapkan keunikan organisasi dan menyarikan
kompetensi khas organisasi tersebut yang menjelaskan jati dirinya dan apa
yang mampu dilakukannya.
 Visi-misi harus ambisius, artinya ia harus mampu mengkiristalkan keindahan,
ideal kemajuan, dan sosok organisasi dambaan masa depan, 22 sehingga

12
mampu meminta pengorbanan dan investasi emosional dari segenap
stakeholder organisasi.

4. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menulis visi antara lain sebagai berikut:

a. Penulisan visi sebaiknya menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, dan mudah
dipahami. Elemen kunci suatu visi adalah kenyataan bahwa visi mampu
menterjemahkan keadaan masa depan yang kompleks menjadi pernyataan yang
mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh semua orang.

b. Penyusunan visi sebaiknya memperhitungkan jangkauan waktu. Dalam hal ini visi
disusun dengan jangkauan waktu yang cukup lama untuk dapat mengadakan
perubahan dramatis, tetapi cukup cepat untuk mendapatkan komitmen dari
anggota organisasi.

c. Penulisan visi itu haruslah realistis, dapat dipercaya, serta mempunyai nalar.
Penetapan visi sebaiknya memenuhi syarat sebab-akibat yang hipotetis. Sebagai
contoh, keadaan keuangan rumah sakit yang membaik akan dapat tercapai apabila
mutu pelayanan semakin bertambah tinggi.

d. Visi tersebut harus pula menciptakan suasana mendesak untuk dilaksanakan.


Penulisan visi sebaiknya tidak berdasarkan pada formalitas dokumen, tetapi
berdasarkan kebutuhan lembaga.

e. Visi yang ditulis dengan baik dapat digunakan oleh pihak manajemen untuk
mendapatkan konsensus yang solid bahwa visi tersebut merupakan hal yang
dikehendaki dan dapat dicapai. Oleh karena itu, pemimpin tertinggi harus dapat
mengembangkan visi dan menggunakannya secara dinamis.

Ciri-ciri sebuah visi:

a. Visi haruslah memberi ilham, tidak hanya berupa sasaransasaran kuantitatif untuk
dicapai tahun depan. Oleh karena itu, visi biasanya tidak ditulis dalam angka
kuantitatif.

b. Visi harus jelas, menantang, dan mengarah ke pelayanan yang prima.

c. Visi harus bermakna untuk pihak yang terkait, luwes, dan berlaku untuk suatu
periode waktu.

d. Visi dapat mengalami perubahan dan harus selalu ditantang terus.

e. Visi merupakan lampu pengarah yang harus dicapai oleh seluruh anggota rumah
sakit.

13
f. Visi harus dapat memberi kekuatan dan pemberdayaan bagi semua pihak.

g. Visi bersifat mempersiapkan masa depan tanpa meninggalkan pengalaman masa


lalu.

Visi haruslah dapat terukur secara detail, bukan sesuatu yang abstrak. Dengan
syarat ini maka pencapaian visi merupakan sesuatu yang nyata dan teruk

5. Rancangan Visi Dan Misi

a. Perencanaan
Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah
diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa depan
dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Kegiatan perencanaan dalam praktik keperawatan
profesional merupakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme dalam
pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan bukan saja dapat dipertahankan
tetapi juga dapat terus meningkat sampai tercapai derajat tertinggi bagi penerima
jasa pelayanan itu sendiri.
Jenis perencanaan dalam model praktik keperawatan profesional terdiri dari
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka pendek. Rencana jangka
panjang adalah perencanaan strategis yang disusun untuk 5 hingga 10 tahun
kedepan. Rencana jangka menengah disusun untuk kurun waktu 1 hingga 5 tahun
kedepan sedangkan rencana jangka pendek disusun untuk kurun waktu 1 jam hingga
1 tahun. Kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam ruangan MPKP meliputi
perumusan visi, misi, filosofi dan kebijakan. Selain itu, untuk jenis perencanaan
yang diterapkan adalah rencana jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan
harian, bulanan dan tahunan.
1) Rencana Jangka Pendek
Rencana jangka pendek yang diterapkan dalam ruangan MPKP meliputi
rencana harian, bulanan dan tahunan. Rencana harian adalah kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat (kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana)
sesuai dengan perannya dan dibuat untuk setiap jadwal dinas. Isi dari kegiatan
tersebut disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat
sebelum operan jaga dilakukan dan dilengkapi lagi saat dilakukan operan dan
preconference.

14
Rencana harian kepala ruangan meliputi asuhan keperawatan, supervisi ketua
tim dan perawat pelaksana serta melakukan supervisi terhadap tenaga selain
perawat dan melakukan kerjasama dengan unit lain yang terkait. Sedangkan
rencana harian ketua tim meliputi penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien
oleh tim yang menjadi tanggung jawabnya, melakukan supervisi perawat
pelaksana, berkolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain serta alokasi
pasien sesuai dengan perawat yang berdinas. Rencana harian perawat pelaksana
berisi tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat pada jadwal
dinasnya.
2) Rencana Jangka Menengah

Rencana bulanan merupakan rencana tindak lanjut yang dibuat oleh kepala
ruangan dan ketua tim. Rencana bulanan yang dibuat oleh kepala ruangan
adalah melakukan evaluasi hasil keempat pilar MPKP pada akhir bulan dan
berdasarkan evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana tindak
lanjut untuk meningkatkan kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana
bulanan kepala ruangan adalah membuat jadwal dan memimpin case
conference, membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan untuk
kelompok keluarga, membuat jadwal dinas, membuat jadwal petugas untuk
terapi aktivitas kelompok (TAK), membuat jadwal dan memimpin rapat tim
kesehatan, membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim serta
perawat pelaksana, melakukan audit dokumentasi dan membuat laporan
bulanan. Sedangkan rencana bulanan yang dilakukan ketua tim adalah
melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh tim nya.
Kegiatan rencana bulanan ketua tim meliputi mempresentasikan kasus dalam
case conference, memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga serta
melakukan supervisi perawat pelaksana.
3) Rencana Jangka Panjang
Rencana tahunan hanya dilakukan oleh kepala ruangan yaitu dengan melakukan
evaluasi kegiatan di dalam ruangan MPKP selama satu tahun dan
menjadikannya acuan rencana tindak lanjut dan penyusunan rencana tahunan
berikutnya. Rencana kegiatan tahunan yang dilakukan oleh kepala ruangan
MPKP adalah membuat laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP baik
proses kegiatan empat pilar MPKP serta evaluasi mutu pelayanan,

15
melaksanakan rotasi tim, melakukan pembinaan terkait dengan materi MPKP
khusus kegiatan yang memiliki pencapaian rendah dan hal ini bertujuan untuk
mempertahankan kinerja yang telah dicapai MPKP bahkan meningkatkan
dimasa mendatang. Hal lain yang dilakukan adalah kepala ruangan melakukan
pengembangan sumber daya manusia dalam bentuk rekomendasi peningkatan
jenjang karier perawat, rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan
membuat jadwal perawat untuk mengikuti pelatihan. Perencanaan jangka
panjang juga membahas ketenagaan yang dibutuhkan di ruang MPKP.
Perencanaan yang baik mempertimbangkan klasifikasi pasien berdasarkan
tingkat ketergantungan, metode pemberian asuhan keperawatan, jumlah dan
kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah tenaga keperawatan.
Untuk itu diperlukan kontribusi dari manajer keperawatan dalam menganalisis
dan merencanakan.Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah
menetapkan standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan
standar praktik yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA
(PPNI, 2012).

B. Kapasitas Tempat Tidur, BOR, LOS dan Cara Perhitungannya


1. Bed Occupancy Rate (BOR)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to
inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut
Depkes RI (2005), BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya
pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang
tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi
sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. Nilai
indikator BOR yang ideal adalah antara 60-85% (DepKes RI, 2005), sedangkan
menurut Barber Johnson nilai BOR yang ideal adalah 75-85%.
Rumus:

16
2. Length Of Stay (LOS)
LOS menurut Huffman (1994) adalah “the average hospitalization stay of
inpatient dischargedduring the period under consideration”. LOS menurut DepKes
RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini digunakan untuk
mengukur efisiensi pelayanan rawat inap yang tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi
harus bersama dengan interpretasi BOR dan TOI. Disamping memberikan gambaran
tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang memerlukan pengamatan
lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang ideal adalah antara 6-9 hari (DepKes,
2005). Sedangkan menurut Baber Johnson adalah 3-12 hari.
Rumus:

Jumlah Lama dirawat


LOS =
Jumlah Pasien Keluar ( Hidup+ mati)

CONTOH:
1. Dalam suatu Rumah Sakit Y, setelah dilakukan perhitungan selama 30 hari
didapatkan jumlah hari perawatan sebanyak 4000 dan ada 200 tempat tidur. Jumlah
pasien keluar 500 orang. Berapa BOR dan LOS di rumah sakit tersebut.
Jawaban :
Jumlah hari perawatan
a. BOR= × 100 %
JumlahTT ×Jumlah hari persatuan waktu

4000
¿ ×100 %
200× 30

17
4000
¿ × 100 %
6000

¿ 0,66 ×100 %
¿ 66 %
jumlah hari perawatan pasien keluar
b. LO S=
Jumlah pasienkeluar (hidup +mati)
4000
¿
500
¿8
2. Dalam suatu ruangan rawat inap di Rumah Sakit Y, setelah dilakukan perhitungan
selama 1 tahun didapatkan jumlah hari perawatan sebanyak 5.260, terdapat 20
tempat tidur dan jumlah pasien keluar dalam keadaan sehat ataupun meninggal
berjumlah 1225. Hitung BOR dan LOS.
Diketahui:
- Jumlah hari perawatan : 5.260 hari
- TT : 20 buah
- Jumlah pasien keluar (H+M) = 1225 orang
- Jumlah hari persatuan waktu : 365 hari

Ditanya : BOR dan LOS?

Jawab :

Jumlah hari perawatan


a. BOR= × 100 %
JumlahTT ×Jumlah hari persatuan waktu
5.260
¿ ×100 %
20× 365
5.260
¿ ×100 %
7.300
¿ 0.72 ×100 %
¿ 72 %
jumlah hari perawatan pasienkeluar
c. LOS=
Jumlah pasien keluar( hidup+ mati)
5.260
¿
1225
¿ 4,2 hari

18
C. Tingkat Ketergantungan Pasien
Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori Dorothea Orem yaitu:
a. Minimal Care :

 Mampu naik sebagian  Mampu BAK


turun tempat dengan bantuan dan BAB
tidur  Mampu dengan sedikit
 Mampu membersihkan bantuan
ambulasi dan mulut (sikat  Status psikologi
berjalan sendiri gigi sendiri) stabil
 Mampu makan  Mampu  Pasien dirawat
dan minum berpakaian dan untuk prosedur
sendiri berdandan diagnostik
 Mampu mandi dengan sedikit  Operasi ringan
sendiri/mandi bantuan

b. Partial Care :

 Membutuhkan bantuan satu  Membutuhkan bantuan untuk


orang untuk naik turun tempat berpakaian dan berdandan
tidur  Membutuhkan bantuan untuk
 Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat
ambulasi atau berjalan tidur/kamar mandi)
 Membutuhkan bantuan dalam  Pasca operasi minor (24 jam)
menyiapkan makanan  Melewati fase akut dari pasca
 Membutuhkan bantuan untuk operasi mayor
makan atau disuap  Fase awal dari penyembuhan
 Membutuhkan bantuan untuk  Observasi tanda-tanda vital
kebersihan mulut setiap 4 jam
 Gangguan emosional ringan

c. Total Care

 Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur

19
 Membutuhkan latihan pasif
 Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena/NGT
 Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
 Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
 Dimandikan perawat
 Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
 Keadaan pasien tidak stabil
 Perawatan kolostomi
 Menggunakan WSD
 Menggunakan alat traksi
 Irigasi kandung kemih secara terus menerus
 Menggunakan alat bantu respirator
 Pasien tidak sadar

20
Menurut Douglas, mengklasifikasikan ketergantungan pasien berdasarkan standar waktu
pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :
a. Keperawatan Mandiri (Self care) : 1-2 jam/hari dimana pasien masih mampu melakukan
pergerakan atau berjalan, makan, mandi maupun eleminasi tanpa bantuan. Bantuan hanya
diberikan terhadap tindakan khusus.
b. Keperawatan Sebagian (Partial Care) : 3-4 jam/hari dimana pasien masih punya
kemampuan sebagian tetapi untuk melakukan pergerakan secara penuh seperti berjalan,
bangun, makan, mandi dan eleminasi perlu dibantu oleh seorang perawat.
c. Keperawatan Total (Total Care) : 5-7 jam/hari dimana pasien memerlukan bantuan secara
penuh, atau tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat sangat tinggi, seperti pasien
yang tidak sadar, atau yang sangat lemah dan tidak mampu melakukan pergerakan, mandi
dan eleminasi perlu dibantu dan pada umumnya memerlukan dua perawat.

Berdasarkan metode triage yakni START (Simple Triage And Rapid Treatment) untuk
pengelompokkan pasien sesuai berat ringannya masalah pada pasien. Pengklasifikasian
pasien, antara lain:

1. Merah pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan


memerlukan penanganan segera.
a) Gagal napas
b) Cedera thoracoabdominal
c) Syok atau perdarahan berat
d) Luka bakarderajat III (Full Thickness)
2. Kuning pasien cedera yang dipastikan tidak
mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat ditunda hingga beberapa jam.
a) Cedera abdomen tanpa syok
b) Cedera region thorac tanpa gangguan respirasi
c) Fraktur mayor tanpa syok
d) Cedera kepala atau servikal tanpa gangguan kesadaran
e) Lukar bakar derajat I (Superficial)
3. Hijau pasien cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi
segera, tidak mengancam jiwa dan tidak menimbulkan kecacatan.

21
a) Cedera jaringan lunak
b) Fraktur dan dislokasi ekstremitas
c) Cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
d) Gawat darurat psikologis
4. Hitam pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memunginkan untuk
resusitasi.
a) Kebutuhan Tenaga Perawat
Nursalam (2014) memaparkan ada berbagai cara perhitungan kebutuhan tenaga
perawat untuk suatu ruangan. Namun dalam kajian teori ini akan dipaparkan
cara perhitungan kebutuhan tenaga menurut Douglas. Douglas menetapkan
jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan
klasifikasi pasien (tingkat ketergantungan).

D. Definisi MPKP
MPKP adalah salah satu metode pelayanan keperawatan dari sistem, struktur,
proses dan nilai-nilai profesional, yang memfasilitasi perawat profesional yang
mempunyai kemampuan dan tanggung jawab dalam mengatasi masalah keperawatan dan
telah menghasilkan berbagai jenjang produk keperawatan untuk pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan tempat asuhan keperawatan tersebut diberikan (Sitorus
& Yulia, 2005).
Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu (struktur,
proses, nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut.
(Hoffart & Woods, 1996 dalam Huber, 2010)
Model praktek keperawatan professional (MPKP) sebagai suatu sistem yang
meliputi struktur, proses dan nilai profesional sangat menekankan pada kualitas kinerja
tenaga keperawatan yang berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui
penetapan dan fungsi setiap jenjang tenaga keperawatan, sistem pengambilan keputusan,
sistem penugasan dan sistem penghargaan yang memadai (Islamy dkk, 2019).

22
E. Tujuan MPKP
Adapun tujuan MPKP atau model praktik keperawatan professional ialah sebagai berikut:
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan keperawatan
oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim
keperawatan

F. Langkah Implementasi MPKP

a. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:

1) Pembentukan Tim

Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai


tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini
melibatkan staf dari institusi yang berkaitan sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim
ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala
ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2011).

2) Rancangan Penilaian Mutu

Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan


perawat terhadap standar yang dinilai dari dokumentasi keperawatan, lama hari
rawat dan angka infeksi noksomial (Sitorus, 2011).

3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen, staf keperawatan, dan staf lain
yang terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan (Sitorus, 2011).

23
a) Penentuan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tempat
implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2011):
 Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini
diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat
pembinaan tentang kerangka kerja MPKP
 Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1
swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat
pelatihan bagi perawat dari ruang rawat lain.
b) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari
klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan
jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan
menghitung jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2011).
c) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang
rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
 Kepala ruang rawat
 Clinical care manager
 Perawat primer
 Perawat asosiate
d) Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Pengembangan standar rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk
mengurangi waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya
standar rencana asuhan keperawatan menunjukan asuhan keperawatan yang
diberikan berdasarkan konsep dan teori keperawatan yang kukuh, yang
merupakan salah satu karakteristik pelayanan profesional. Format standar
rencana asuhan keperawatan yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-

24
bagian tindakan keperawatan: diagnosa keperawatan dan data penunjang,
tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan (Sitorus, 2011).

e) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan

Selain standar rencana asuhan keperawatan, format dokumentasi keperawatan


lain yang diperlukan adalah (Sitorus, 2011):
 Format pengkajian awal keperawatan
 Format implementasi tindakan keperawatan
 Format kardex
 Format catatan perkembangan
 Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
 Format laporan pergantian shif
 Resume perawatan
f) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan
fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan
yang di perlukan adalah (Sitorus, 2011) :
 Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi nama
PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali saat
melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
 Papan MPKP
Papan MPKP berisi daftar nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta
dokter yang merawat klien

b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,
2011):
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang

25
sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi

Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi


dilakukan setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan
jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga
dapat mengurangi gangguan dari luar (Sitorus, 2011).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiate (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari.
Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk
memperoleh tambahan data tentang kondisi klien (Sitorus, 2011).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar rencana asuhan
keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang
direncenakan mengacu pada standar tersebut (Sitorus, 2011).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat
dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini
diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina.
Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya (Sitorus,
2011).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang
dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2011).
7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing
PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP
dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan

26
bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat
diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia
yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila
sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak
diperlukan lagi (Sitorus, 2011).
8) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan. Dokumentasi
keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada klien. Oleh karena
itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi MPKP
oleh CCM. Evaluasi proses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi
ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah- masalah yang ditemukan
dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evaluasi hasil (outcome) dapat
dilakukan dengan (Sitorus, 2011) :
1) Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien
pulang.
2) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan
dokumentasi.

3) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).


4) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
d. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal,
perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang
tepat untuk menerapkannya (Sitorus, 2011).
1) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKep/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula) Sitorus, 2011).
2) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP

27
adalah SKep/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners spesialis yang
akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKep/Ners
ditingkatkan menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
3) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor
keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan
eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperawatan sekaligus
mengembangkan ilmu keperawatan (Sitorus, 2011).

G. Struktur MPKP
Struktus MPKP terdiri dari:

1. Kepala Ruangan
Tugas pokok:
a. mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan diruang
rawat yang menjadi daerah tanggung jawabnya
b. melaksanakan fungsi perencanaan, pergerakan dan pelaksanaan

Kriterianya:

 Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan D3


Keperawatan pada MPKP Pemula.
 Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja
pada area keperawatan medik minimal 2 tahun.
 Sehat jasmani dan rohani.
 Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
- Asuhan keperawatan
- Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
- Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK)
- Komunikasi keperawatan
- Manajemen keperawatan
- Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
- Lulus tes tulis
- Lulus wawancara
- Lulus tes presentasi

28
2. Perawat Primer
Tugas pokok:
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktek bila diperlukan.
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin ilmu lain maupun perawat lain.
e. Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.
f. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di
masyarakat
g. Membuat jadwal perjanjian klinik
h. Mengadakan kunjungan rumah bila perlu

Kriteriany:

 Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum ada, D3


Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula
 Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan
minimal 2 tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
 Sehat jasmani rohani
 Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
- Asuhan keperawatan
- Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan
- Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK)
- Komunikasi keperawatan
- Manajemen keperawatan
- Lulus tes tulis
- Lulus tes wawancara

3. Perawat Asosiet
Tugas pokok:
a. Memberikan perawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan
dengan sentuhan kasih sayang.
b. Melaksanakan program medik dengan penuh tanggung jawab

29
c. Mempersiapkan klien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan
perawatan dan pengobatan serta diagnostic
d. Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai kemampuannnya
e. Membantu kepala ruangan dalam ketatalaksaaan uangan secara
administratif.

Kriterianya:

 Pendidikan minimal D3 Keperawatan


 Pengalaman kerja di bagian kesehatan umum minimal 1 tahun
 Sehat jasmani dan rohani
 Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan
 Lulus tes tulis
 Lulus tes wawancara

4. CCM
Tugas pokok:
Berekerjasama dengan kepala ruangan dalam hal melakukan evaluasi tentang
mutu asuhan keperawatan, mengkoordinasi, mengarahkan dan mengevaluasi
mahasiswa praktik serta membahas dan mengevaluasi tentang implementasi
MPKP.

Proses Seleksi Tenaga Perawat di Ruang MPKP


Tenaga perawat yang akan bekerja di ruang MPKP dituntut untuk mengikuti proses
seleksi. Berikut ini adalah proses seleksi:

 Proses seleksi dimulai dari peninjauan dokumen untuk menetapkan


perawat yang memenuhi syarat menjadi Kepala Ruangan maupun
Perawat Primer/Ketua Tim dan Perawat Pelaksana (Asosiate).

 Semua perawat yang memenuhi kriteria, dipanggil untuk tes tulis.


Hasil tes tulis menetapkan perawat pelaksana yang memenuhi
kriteria dan calon ketua tim dan kepala ruangan.

 Perawat yang lulus tes tulis mengikuti tes wawancara.

30
 Tahap selanjutnya adalah presentasi yang diikuti oleh perawat yang
memenuhi kriteria Karu dan Katim untuk memilih kepala ruangan
dan ketua tim.

H. Karakteristik MPKP

a. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan

Penetapan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien.

b. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan


Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang
memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM),
Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga
tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung
jawab terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat
tersebut. Peran dan fungsi masing- masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan Standar Rencana Asuhan Keperawatan

Standar rencana asuhan keperawatan perlu ditetapkan, karena


berdasarkan hasil observasi, penulisan rencana asuhan keperawatan
sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14
kebutuhan dasar manusia. Pada MPKP digunakan metode modifikasi
keperawatan primer, sehingga terdapat satu orang perawat profesional
yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan.
Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager (CCM) yang
mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan asuhan
keperawatan CCM diharapkan akan menjadi peran Ners spesialis pada
masa yang akan datang.

31
I. Tingkatan MPKP
Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari berbagai pihak
perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model Praktek
Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam
keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para
perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan
yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada
area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset
dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu
orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I

Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional


tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan. Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada model
ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim
primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal
untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
asuhan keperawatan.

32
Tingkatan MPKP juga bisa dilihat dari tabel berikut ini :
Tingkat Praktik Metode Ketenagaan Dokumen Aspek
Keperawatan Pemberian tasi Penelitian
Askep
MPKP I Mampu Modifikasi 1. Jumlah sesuai Standar Penelitian
memberikan keperawatan kebutuhan renpra deskriptif oleh
asuhan primer 2. Ners spesialis (masalah PN (primary
keperawatan (1:25-30 aktual dan nurse), meliputi:
profesional klien) sebagai masalah 1. Identifikasi
tingkat I CCM resiko) masalah
3. Skp/Ners penelitian
sebagai PP 2. Pemanfaatan
4. D-III hasil
Keperawatan penelitian
sebagai PA
MPKP II Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai Clinical Penelitian
memberikan kasus dan kebutuhan pathway eksperi men
modifikasi keperawatan 2. Spesialis Ners standar oleh Ners
keperawatan (1:1 PP) renpra spesialis,
primer/asuhan sebagai CCM meliputi:
keperawatan 3. Skp/Ners 1. Identifi kasi
profesional sebagai PP masalah
tingkat II 4. D III penelitian
Keperawatan 2. Pemanfaatan
sebagai PA hasil
MPKP III Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai Clinical Penelitian
memberikan kasus kebutuhan pathway/ eksperi men
modifikasi 2. Doktor standar lebih banyak,
tingkat keperawatan renpra meliputi:
primer/asuhan klinik 1. Identifikasi
keperawatan (konsultan) masalah
profesional 3. Ners spesialis 2. Pemanfaatan

33
tingkat III (1:1 PP) hasil
sebagai CCM
4. Skp/Ners
sebagai PP
5. D III
Keperawatan
sebagai PA

J. Macam-macam metode penugasan


a. Metode kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali digunakan.
Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian asuhan
keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada
kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien.
Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis program
meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga
yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan
dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional.

Kelebihan metode kasus:


1) Kebutuhan pasien terpenuhi.
2) Pasien merasa puas.
3) Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
4) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

Kekurangan metode kasus:

1) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
2) Membutuhkan banyak tenaga.
3) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas.

34
b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan.
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien.
Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah
perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.

Kelebihan dari metode fungsional adalah:


1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurangberpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.

Namun, Metode ini kurang efektif karena :


1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat


pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut
dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950
metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).

c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan

35
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang
prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung
jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.

Kelebihan metode ini adalah:

a. Saling memberi pengalaman antar sesama tim.


b. Pasien dilayani secara komfrehesif
c. Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
d. Tercipta kerja sama yang baik .
e. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
f. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman
dan efektif.

Kekurangan metode ini:

36
Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar
mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus, 2006). Selain itu:

a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan
atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi
antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas terhambat.
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d. Akontabilitas dalam tim kabur.

d. Metode Perawat Primer


Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan,
dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan seorang
perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian, dan koordinasi
asuha keperawatan klien, selama klien dirawat. Pada metode keperawatan primer perawat
yang bertanggung jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer
(primary nurse) disingkat dengan PP.
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan
bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di
suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan
merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan klien.
Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain
(associated nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff keperawatan.
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian
klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya kewenangan,
dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat,
dokter, dan rumah sakit.
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan,
proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena:

37
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk


pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien.
Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa mendapat
informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif. Informasi dapat
diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan klien. Keuntungan
yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu
banyak tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu tinggi. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah seorang spesialis
perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan kualifikasi master keperawatan. Seorang
PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang terkait dengan asuhan
keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah sarjana
keperawatan/Ners.

Kelebihan metode perawat primer:


1) Mendorong kemandirian perawat.
2) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
3) Berkomunikasi langsung dengan Dokter
4) Perawatan adalah perawatan komfrehensif
5) Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
6) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
7) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.

Kelemahan metode perawat primer:

1) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat


2) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
3) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

e. Differentiated practice

38
Differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu
asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua
model yaitu model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat
terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran
yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas
keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan
ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan
antar tenaga tersebut diatur.
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode
manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien,
koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber
dan kolaborasi. Manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang
bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi
pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi
klien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode
manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien,
koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber
dan kolaborasi.

K. Kekurangan dan Kelebihan MPKP


a. Kelebihan model praktek keperawatan professional :
 Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
 Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
 Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberikan
kepuasan pada anggota tim bila diimplementasikan di RS dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan ruang
 MPKP merupakan lahan praktek yang baik untuk proses belajar ruang rawat MPKP
sangat menunjang program pendidikan Nursing
b. Kekurangan model praktek keperawatan professional :
 Komunikasi antar anggota tim terutama dalam bentuk konferensi tim, membutuhkan
waktu dimana sulit melaksanakannya pada waktu-waktu sibuk.
 Akuntabilitas pada tim

39
 Konsep beban kerja tinggi
 Pendelegasian tugas terbatas
 Kelanjutan keperawatan klien hanya sebagian selama perawat penanggung jawab klien
tugas

40
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Profesi keperawatan dituntut memberikan pelayanan keperawatan dalam bentuk
asuhan keperawatan melalui proses keperawatan yang komprehensif meliputi, bio, psiko,
sosial dan spiritual. Pemberian pelayanan keperawatan tersebut memerlukan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan yang tepat untuk memberikan pelayanan yang optimal
sehingga dapat memberikan arah dalam pemberian asuhan keperawatan, serta peningkatan
ketrampilan dan motivasi kerja keperawatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan yang sesuai standar.
Model praktek keperawatan professional (MPKP) sebagai suatu sistem yang meliputi
struktur, proses dan nilai profesional sangat menekankan pada kualitas kinerja tenaga
keperawatan yang berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui penetapan
dan fungsi setiap jenjang tenaga keperawatan, sistem pengambilan keputusan, sistem
penugasan dan sistem penghargaan yang memadai.
Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai
dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien
menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang
dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan. Selain
jumlah, perlu ditetapkan pula jenis tenaga yaitu PP dan PA, sehingga peran dan fungsi
masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuan dan terdapat tanggung jawab yang jelas.
Pada aspek strukltur ditetapkan juga standar renpra, artinya pada setiap ruang rawat sudah
tersedia standar renpra berdasarkan diagnosa medik dan atau berdasarkan sistem tubuh

B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang akan menjadi
seorang perawat diharapkan mampu menerapkan model praktil keperawatan profesional
dan dapat menjadi perawat yang mampu meningkatkan kualitas kerjanya dan mampu
menjadi seseorang yang profesional dalam bidangnya.

41
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Andriani, R., & Arisanti, H. (2019). Implementasi Model Praktik Keperawatan
Profesional Di RSUD Kota Baubau. DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL
KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN, 10(1), 171-186.
Arman, S., (2008), Visi Dan Misi Perusahaan, The Global Source for Summaries &Reviews.
Huber, D. (2010). Leadership and Nursing Care Management (4rd ed). USA: Saunders elsevier
Keliat, B.A. (2012). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Krisnawati, K.M.S, 2017. Literatur Review: Empat Pilar Metode Keperawatan Profesional.
Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas Udayana.
Krisnawati, K.M.S, 2017. Literatur Review: Metode Asuhan Keperawatan Profesional. Program
Studi Ilmu Keperawatan. Universitas Udayana.
Marguis, B.L. (2010). Kepemimpina dan manajemen Keperawatan teori dan aplikasi. Jakarta)
EGC
Mugianti, Sri. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan:Manajemen dan Kepemimpinan
Dalam Praktek Keperawatan: Kementrian Kesehatam RI Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan
Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Rohman, H., Mardiyoko, I., & Ayuningtyas, N. P. (2018). Analisis efisiensi BOR, LOS, TOI,
dan BTO berdasarkan grafik barber johnson. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Setya
Medika, 3, 11–21
Siagian, Sondang P. (2007). Manajemen sumber daya manusia. Jakata: Bumi aksara
Sinamo, Jansen. 2005. 8 Etos kerja profesional navigator anda menuju sukses. Jakarta: Grafika
Mardi Yuana.
Sitorus & Yulia. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: penataan
struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat: panduan
implementasi. Jakarta: EGC

Sitorus, R. & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: Manajemen keperawatan di ruang


rawat. Jakarta: Sagung Seto

42

Anda mungkin juga menyukai