MANAJEMEN KEPERAWATAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan
Disusun Oleh :
Fanny Rachmawati
P17320119412
TINGKAT 3 ST
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Materi Pembelajaran Teori 8 –
Teori 14 Manajemen Keperawatan” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak dan referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan lapang dada penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang masalah........................................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................................1
1.2.1. Umum..............................................................................................................1
1.2.2. Khusus.............................................................................................................1
BAB X PENUTUP
Perbedaan antara monitoring dan evaluasi adalah monitoring dilakukan pada saat program
masih berjalan sedangkan evaluasi dapat dilakukan baik sewaktu program itu masih berjalan
ataupun program itu sudah selesai. Atau dapat juga bila dilihat dari pelakunya, monitoring
biasanya dilakukan oleh pihak internal sedangkan evaluasi dilakukan oleh pihak internal
maupun eksternal. Evaluasi dilaksanakan untuk memperoleh fakta atau kebenaran dari suatu
program beserta dampaknya, sedangkan monitoring hanya melihat keterlaksanaan program,
faktor pendukung, penghambatnya. Bila dilihat secara keseluruhan, kegiatan monitoring dan
evaluasi ditujukan untuk pembinaan suatu program. Pada pelaksanaannya, monev haruslah
dilakukan dengan prinsip-prinsip seperti berikut ini :
Monev hendaknya dilaksanakan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai. Hasil monev
dipergunakan sebagai bahan untuk perbaikan atau peningkatan program pada evaluasi
formatif dan membuat jastifikasi dan akuntabilitas pada evaluasi sumatif.
Monev seharusnya dilaksanakan mengacu pada kriteria keberhasilan program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan dilakukan bersama antara para
evaluator, para sponsor, pelaksana program (pimpinan dan staf), para pemakai lulusan
(konsumen), lembaga terkait (dimana peserta kegiatan bekerja).
Monev harus dilaksanakan secara objektif. Petugas monev dari pihak eksternal seharusnya
bersifat independen, yaitu bebas dari pengaruh pihak pelaksana program. Petugas monev
internal harus bertindak objektif, yaitu melaporkan temuannya apa adanya.
Kaufman dan Thomas (1998) telah mengemukakan adanya 8 Model monitoring dan Evaluasi
Program seperti berikut ini :
1. Goal-oriented Evaluation Model (Model Evaluasi berorientasi Tujuan), oleh Tyler adalah
model evaluasi yang paling awal, dikembangkan mulai tahun 1961, memfokuskan pada
pencapaian tujuan "sejauh mana tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai”.
2. Goal-free Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas Tujuan), oleh Scriven adalah evaluasi
yang tidak didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari program kegiatan. Evaluasi bebas
tujuan (goal free evaluation) berorientasi pada pihak eksternal, pihak konsumen, stake holder,
dan masyarakat. Scriven mengatakan bahwa bagi konsumen, stake holder, atau masyarakat
"tujuan suatu program tidak penting". Yang penting bagi konsumen adalah perilaku bagus
yang dapat ditampilkan oleh setiap personal yang mengikuti program kegiatan atau setiap
barang yang dihasilkan.
4. Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi) oleh Stake evaluasi memfokuskan pada
program, untuk mengidentifikasi tahapan proses dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Stake ada 3 tahapan program: Antecedent phase, Transaction phase, dan Outcomes
phase.
5. Responsive Evaluation Model (Model Evaluasi Responsif) oleh Stake. Setelah beberapa
tahun melakukan dan mengembangkan evaluasi Model Countenance, Stake memunculkan ide
Responsive Evaluation Model. Evaluasi ini dikembangkan sejalan dengan perkembangan
manajemen personel, perubahan perilaku (behavior change). Evaluasi model ini sesuai untuk
program-program sosial, seni, humaniora, dan masalah-masalah yang perlu penanganan
dengan aspek humaniora. Evaluasi focus pada reaksi berbagai fihak atas program yang
diimplementasikan, dan mengamati dampak akibat dari hasil pelaksanaan program.
6. CIPP Evaluation Model (Model Evaluation CIPP) oleh Stufflebeam. CIPP singkatan dari
Context, Input, Process, Product, adalah model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan
keputusan. Menurut Stufflebeam, “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing usefull information for judging alternative decission making".
6.1 Konsultasi
Layanan konsultasi merupakan proses dalam suasana kerja sama dan hubungan antar pribadi
dengan tujuan memecahkan suatu masalah dalam lingkup professional dari orang yang
meminta konsultasi. Layanan konsulti (KSI) bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya
sendiri dapat menangani kondisi dan /atau permasalahan yang dialami pihak ketiga.Dalam hal
ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga
permasalahan yang dialami oleh pihsk ketiga itu (setidak-tidaknya sebagian) menjadi
tanggung jawab konsulti. Kemampuan konsulti yang dihasilkan melalui layanan konsultasi
dimaksudkan di atas dapat berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait
langsung dengan suasana dan/atau permasalahan pihak ketiga itu (fungsi Pemahaman).
Dengan kemampuan yang dimilikinya itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk
langsung dari hasil konsultasi) terhadap pihak ketiga. Dalam kaitan ini, proses konsultasi
yang dilakukan konselor disisi yang pertama adalah pemberian bantuan kepada konsulti agar
dapat melakukan tindakan tertentu terhadap pihak ketiga, dan pada sisi yang kedua,
bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi Pengentaan).
Proses layanan konsultasi melibatkan tiga person, yaitu: konselor, konsulti, dan pihak ketiga.
a. Konselor
Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan pelayanan
konseling pada bidang tugas pekerjaan profesionalnya.Sesuai dengan keahliannya, konselor
melakukan berbagai jenis layanan konseling.
b. Konsulti
Konsulti adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu
menangani kondisi dan/ atau permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebagian)
menjadi tanggung jawabnya.Bantuan itu diminta dari konselor karena konsulti belum mampu
menangani sendiri situasi dan/atau permasalahn pihak ketiga itu.
c. Pihak ketiga
Pihak ketiga adalah individu yang kondisi dan/ atau permasalahnnya dipersoalkan oleh
konsulti.
6.2 Kolaborasi
Kolaborasi adalah suatu hubungan yang kolegial dengan pemberi perawatan kesehatan lain
dalam pemberian perawatan pasien. Praktik kolaboratif membutuhkan atau dapat mencakup
diskusi diagnosis pasien dan kerjasama dalam penatalaksanaan dan pemberian perawatan
(Blais, 2006).
Kolaborasi menurut Asosiasi Perawat Amerika (ANA, 1992), adalah hubungan kerja diantara
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada klien. Kegiatan yang dilakukan
meliputi diskusi tentang diagnosa, kerjasama dalam asuhan kesehatan saling berkonsultasi
atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada kepercayaannya (Sumijatun,
2010).
Defenisi kolaborasi dapat disimpulkan yaitu hubungan kerja sama antara perawat dan dokter
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien yang didasarkan pada pendidikan dan
kemampuan praktisi yang memiliki tanggung jawab dalam pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan.
Kolaborasi dilakukan dengan beberapa alasan sebagai manfaat dari kolaborasi yaitu antara
lain:
a. Sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien, dengan tujuan
memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi pasien.
b. Sebagai penyelesaian konflik untuk menemukan penyelesaian masalah atau isu.
c. Memberikan model yang baik riset kesehatan.
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi yang efektif, saling
menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan balik, pengambilan keputusan, dan
manajemen konflik (Blais, 2006).
Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat dengan dokter menentukan kualitas
praktik kolaborasi. (ANA, 1998 dalam Siegler & Whitney 2000). Menjabarkan kolaborasi
sebagai hubungan rekan yang sejati, dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan
pihak lain dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-
masing dan adanya tujuan bersama. Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator
yaitu kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama.
6.3 Negosiasi
Pada organisasi, negosiasi juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis
dan Huston, 1998). Negosiasi sering dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan konflik
dengan pendekatan kompromi. Smeltzer (1991) dalam Nursalam (2012) mengidentifikasi dua
tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif (setiap orang menang), dan kompetitif (hanya satu
orang yang menang). Jika kedua pihak menghendaki adanya perbaikan hubungan, maka akan
muncul tipe kooperatif. Namun, jika hanya salah satu pihak yang menghendaki perbaikan
hubungan, maka yang muncul adalah tipe kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak
yang menang dan kalah, sebagai negosiator penting untuk memaksimalkan kemenangan
kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama, meminimalkan kekalahan dengan membuat
pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama, dan membuat kedua belah pihak merasa puas
terhadap hasil negosiasi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah sebagai
berikut. (Nursalam. 2015)
1) Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena pengetahuan
adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka semakin besar
kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
2) Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah melakukan
kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama. Tujuan tersebut sebagai
masukan dari tingkat bawah.
3) Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi dan efektivitas
penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu juga diperhatikan oleh
manajer.
4) Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda negosiasi
alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan kondisi yang
persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan.
1) Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2) Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3) Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif informasi yang
disampaikan.
4) Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara Anda.
Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
5) Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah pribadi pada
saat negosiasi.
6) Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7) Jujur.
8) Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
9) Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan mintalah waktu
untuk menjawabnya.
10) Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi berlangsung,
istirahatlah sebentar.
11) Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda pahami.
12) Bersabarlah dalam melakukan negosiasi. (Smeltzer, 1991).
BAB VII
IDEAL (Include, Discuss, Educate, Asses, Listen) discharge planning merupakan suatu
program yang menjadi salah satu bagian dari bukti holistik untuk pasien di rumah sakit,
bahwa pasien dan keluarga berhak untuk dilibatkan dalam proses perawatan, meningkatkan
kualitas rumah sakit dan keselamatan (Ford MP, 2015).
Manfaat IDEAL Discharge Planning adalah dapat meningkatkan outcomes pasien,
mengurangi kembali rawat ulang (readmission) yang tidak direncanakan, dan meningkatkan
kepuasan pasien, karena IDEAL discharge planning melibatkan pasien dan keluarga
(Manning, K., & HM., 2015). Manfaat positif dari pelaksanaan IDEAL Discharge Planning
yaitu peningkatan skor nilai survei kepuasan pelanggan rumah sakit menggunakan HCAHPS
(Hospital Consumer Assessment Healthcare Providers and System) (Nurfataro, 2013).
Adapun proses IDEAL discharge planning yaitu :
PENUTUP
10.1 Kesimpulan
Sebagai sebuah profesi yang memberikan pelayanan kepada pasien, keluarga atau
masyarakat, perawat terus menerus berinteraksi baik antara sesama perawat, ataupun dengan
tim kesehatan lainnya. Inovasi dalam pendidikan, praktik, ilmu dan kehidupan keprofesian
merupakan fokus utama keperawatan. Implikasinya manajemen keperawatan harus dapat
diaplikasikan dalam tatanan pelayanan baik di rumah sakit maupun di lingkungan
masyarakat. Oleh karena itu agar pelayanan dapat berjalan dengan baik, diperlukan
penguasaan ilmu kepemimpinan dan manajemen keperawatan
10.2 Saran
Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A Systems Approach Third Edition.
Philadelphia : W.B Saunders Company.
Indah Mardiyanthi, Elly Lilianty Sjattar, Andi Masyitha Irwan. 2019. Literature Review:
Konflik dan Manajemen Konflik di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah.
Diakses pada : http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM
Juwanto, Zumkasri. 2017. Konsep Berfikir Dalam Pemecahan Masalah Mahasiswa Program
Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH. Bengkulu. Jurnal
Psikodidaktika Vol: 2, No: 2 Desember 2017.
Mugianti, Sri. 2016. Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Praktek Keperawatan. Jakarta :
Pusdik SDM Kesehatan.
Müller M, Jürgens J, Redaèlli M, et al. 2018. Impact of the communication and patient hand-
off tool SBAR on patient safety: a systematic review. doi:10.1136/bmjopen-2018-
022202.
Rofi’i, Muhamad. Discharge Planning Pada Pasien di Rumah Sakit. Semarang : Undip Press.
Rosengarten, Leah. 2019. Teamwork in nursing: essential elements for practice. Nursing
Management. doi: 10.7748/nm.2019.e1850.
Rosyidi, Kholid. 2013. Manajemen Kepemimpinan Dalam Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media.
Weiss, Sally. Whitebead, Diane. Tappen, Ruth. 2010. Essentials of Nursing Leadership and
Management. Philadelphia : F. A. Davis Company.