Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH RESUME

MATERI PEMBELAJARAN TEORI 8 – TEORI 14

MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan

Dosen Pengampu : Dr. Asep Setiawan, S.Kp. M.Kes

Disusun Oleh :

Fanny Rachmawati
P17320119412

TINGKAT 3 ST

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Materi Pembelajaran Teori 8 –
Teori 14 Manajemen Keperawatan” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak dan referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan lapang dada penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandung, 27 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang masalah........................................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................................1
1.2.1. Umum..............................................................................................................1
1.2.2. Khusus.............................................................................................................1

BAB II SUPERVISI KEPERAWATAN


2.1 Pengertian Supervisi ............................................................................................................2
2.2 Tujuan Supervisi ..................................................................................................................2
2.3 Langkah-Langkah Supervisi ................................................................................................2

BAB III TIMBANG TERIMA


3.1 Pengertian Timbang Terima .................................................................................................3
3.2 Tujuan Timbang Terima ......................................................................................................3
3.3 Langkah-Langkah Timbang Terima ....................................................................................3
3.4 Timbang Terima Dengan Menggunakan SBAR ..................................................................5

BAB IV PERGERAKAN KELOMPOK


4.1 Dinamika Kelompok ............................................................................................................7
4.2 Bekerjasama Dalam Tim (Teamwork) .................................................................................7
4.3 Monitoring Dan Evaluasi Kerja Kelompok (Tim) ...............................................................8

BAB V PENYELESAIAN MASALAH (PROBLEM SOLVING)


5.1 Teori Penyelesaian Masalah ...............................................................................................12
5.2 Manajemen konflik.............................................................................................................12

BAB VI KEBUTUHAN KONSULTASI, KOLABORASI, DAN NEGOSIASI


6.1 Konsultasi ...........................................................................................................................15
6.2 Kolaborasi ..........................................................................................................................15
6.3 Negosiasi ............................................................................................................................16

BAB VII CONTINUITING PELAYANAN (MENERIMA – PULANG) .........................19

BAB VIII KONSEP MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN


8.1 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan .........................................................................22
8.2 Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan .............................................................................22
8.3 Persepsi Mutu pelayanan ...................................................................................................23

BAB IX KONSEP PENJAMINAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN


9.1 Pengertian Penjaminan Mutu .............................................................................................24
9.2 Tujuan Penjaminan Mutu ...................................................................................................24
9.3 Manfaat Program Penjaminan Mutu ..................................................................................24
9.4 Strategi/Langkah-Langkah Penjaminan Mutu ...................................................................24

BAB X PENUTUP

10.1 Kesimpulan ......................................................................................................................25


10.2 Saran .................................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................26


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini akan terus berubah
seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-menerus berkembang dan mengalami
perubahan, demikian pula dengan keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai
aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada masyarakat,
keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan
kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari
berbagai faktor yang memengaruhi keperawatan, maka akan berdampak pada perubahan
dalam pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan iptekkep, maupun perubahan dalam
masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat
profesional.
Seperti telah dipahami bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada
Milenium III, termasuk asuhan keperawatan akan terus berubah karena masalah kesehatan
yang dihadapi masyarakat terus-menerus mengalami perubahan. Masalah keperawatan
sebagai bagian masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat juga terus-menerus berubah,
karena berbagai faktor-faktor yang mendasarinya juga terus mengalami perubahan. Alasan
mengapa perawat mempelajari kepemimpinan dan manajemen adalah untuk belajar
bagaimana bekerja dengan baik, atau efektif, dengan orang lain.
1.2 Tujuan
1.2.1. Umum
Untuk memahami manajemen dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
1.2.2. Khusus
 Untuk memahami konsep supervisi keperawatan
 Untuk memahami konsep timbang terima
 Untuk memahami konsep pergerakan kelompok
 Untuk memahami konsep penyelesaian masalah
 Untuk memahami kebutuhan konsultasi, kolaborasi, dan negosiasi
 Untuk memahami konsep continuiting pelayanan (menerima – pulang)
 Untuk memahami konsep mutu pelayanan keperawatan
 Untuk memahami konsep penjaminan mutu asuhan keperawatan
BAB II
SUPERVISI KEPERAWATAN

2.1 Pengertian Supervisi


Swansburg dan Swansburg (1999) mengatakan bahwa supervisi adalah suatu proses
kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas keperawatan. Sedangkan Thora Korn (1987)
menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar,
mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus
pada setiap perawat dengan sabar, adil, serta bijaksana. Supervisi keperawatan adalah suatu
proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas
dalam rangka mencapai tujuan (Nursalam, 2007).
Dari beragam pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah pengamatan atau
pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya rutin.
2.2 Tujuan Supervisi
Supervisi berfungsi untuk mengatur dan mengorganisasir kegiatan yang terjadwal yang
menjamin bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan standar kerja
(Ilyas, 1995). Selain itu supervisi juga berfungsi untuk membimbing, memberikan contoh,
mengarahkan dan menilai atau mengevaluasi.
2.3 Langkah-Langkah Supervisi
a. Tahap I di nurse station (Pra supervisi)
Di tahap ini supervisor (kepala ruangan) memberitahu perawat primer bahwa akan
dilakukan supervisi suatu prosedur tindakan. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengevaluasi dan menilai pengetahuan, kinerja, sikap perawat dalam melaksanakan
tindakan sehingga dapat meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan.
b. Tahap II di ruang perawat (Pra supervisi)
Perawat primer dan asosiet menyiapkan alat kemudian mengonfirmasikan kepada
kepala ruangan.
c. Tahap III di bed pasien (Supervisi)
Perawat primer bersama perawat asosiet melakukan tindakan. Karu menilai kinerja
berdasarkan instrumen yang telah disiapkan, menilai kognitif, afektif dan psikomotor
saat melakukan tindakan di depan pasien.
d. Tahap IV di ruang karu (Pos supervisi)
Supervisor (karu) mengklarifikasi permasalahan yang ada.
“Fair” karu menyampaikan kepada perawat primer tentang hal-hal yang belum sesuai
dengan prosedur tindakan.
“Feedback” karu mengklarifikasi dan validasi data sekunder kepada perawat primer.
“Follow Up” karu bersama perawat primer merencanakan tindakan untuk melakukan
perbaikan.
“Reinforcement” karu memberikan reward dan dukungan kepada perawat primer dan
perawat asosiet.
BAB III
TIMBANG TERIMA

3.1 Pengertian Timbang Terima


Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan)
yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus
dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift dapat juga disampaikan
informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau belum
dilaksanakan (Nursalam, 2007).
Timbang terima (operan) merupakan teknik/cara menyampaikan laporan yang berhubungan
dengan keadaan pasien. Timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan
kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan pasien saat itu. Timbang
terima dilakukan oleh perawat primer kepada perawat primer shif selanjutnya secara tertulis
dan lisan.
3.2 Tujuan Timbang Terima
1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan
kepada klien.
3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas
berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi
tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan
dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja.
Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama yaitu:
a. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan perasaan
perawat.
b. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan
tindakan keperawatan.
3.3 Langkah-Langkah Timbang Terima
a. Teknik pengelolaan timbang teriam dimulai dari perawat kedua shif dan karu
berkumpul di nurse station, karu mengecek kesiapan timbang terima tiap perawat
primer dan perawat asosiet. Persiapan yang harus dibawa adalah status pasien, buku
timbang terima, worksheet, nursing kits.
b. Karu membuka acara timbang terima. Hal yang perlu disampaikan saat timbang
terima adalah identitas klien dan jumlah pasien, jumlah pasien baru, jumlah pasien
lama, jumlah pasien pulang, diagnosa medis, masalah keperawatan, data yang
mendukung, tindakan keperawatan yang sudah/belum dilaksanakan, rencana umum
yang perlu dilakukan.
c. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi dan validasi
tentang hal yang telah ditimbang terimakan
d. Laporan timbang terima ditanda tangani
e. Reward terhadap perawat yang akan dan selesai bertugas
f. Karu menutup timbang terima
3.4 Timbang Terima Dengan Menggunakan SBAR
Untuk mengatasi hambatan komunikasi dibutuhkan strategi yang membutuhkan sedikit waktu
dan usaha untuk menyampaikan informasi yang komprehensif secara efisien, mendorong
kolaborasi interprofessional dan membatasi kemungkinan kesalahan. Instrumen SBAR
(situasi, latar belakang, penilaian, rekomendasi).
Alat SBAR dianggap sebagai teknik komunikasi yang meningkatkan keselamatan pasien dan
merupakan 'praktik terbaik' saat ini untuk menyampaikan informasi dalam situasi kritis.
Komponen SBAR adalah :
Komponen Pertanyaan Keterangan Contoh
S Situation Apa yang Pertama, pembicara menyajikan ‘Pasien Tuan
terjadi dengan situasi, dengan mengidentifikasi Lakewood di
pasien? dirinya, menyebutkan nama kamar 11,
pasien dan situasi apa yang mengalami
menggambarkan secara singkat kesulitan
masalah yang sedang dihadapi bernapas'
B Background Apakah yang Pembicara kemudian memberikan 'Dia seorang
menjadi latar latar belakang, seperti diagnosis pria berusia 54
belakang? pasien atau alasan masuk, status tahun dengan
medis dan riwayat yang relevan. penyakit paru-
Bagan pasien ditinjau dan paru kronis
pertanyaan yang mungkin yang telah
diajukan oleh penyedia perawatan meluncur
lainnya menuruni bukit,
dan sekarang
dia sangat
parah'
A Assessment Apakah yang Kemudian informasi spesifik 'Saya tidak
menjadi tentang tanda-tanda vital, mendengar
masalah? laboratorium terbaru dan data suara nafas di
kuantitatif atau kualitatif lainnya sebelah
yang terkait dengan keadaan kanannya dada.
pasien saat ini disediakan. Bagian Saya pikir dia
ini dapat mencakup diagnosis memiliki
sementara atau kesan klinis pneumotoraks '
R Recomendation Apakah yang Sebuah saran informasi untuk ‘Saya ingin
langkah perawatan lanjutan pasien harus dokter
selanjutnya dibuat oleh pembicara. menemuinya
dalam Kebutuhan mendesak dijelaskan sekarang. Saya
pengelolaan? dengan jelas dan spesifik, pikir dia
termasuk apa yang diperlukan membutuhkan
untuk mengatasi masalah tabung dada '
BAB IV
PERGERAKAN KELOMPOK

4.1 Dinamika Kelompok


Dinamika Kelompok secara harfiyah merupakan sebuah kata majemuk, terdiri dari dinamika
dan kelompok, yang menggambarkan adanya gerakan bersama dari sekumpulan orang atau
kelompok dalam melakukan aktivitas organisasi.
Dinamika Kelompok adalah suatu metoda dan proses yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai
kerjasama kelompok. Artinya metoda dan proses dinamika kelompok ini berusaha
menumbuhkan dan membangun kelompok, yang semula terdiri dari kumpulan individu-
individu yang belum saling mengenal satu sama lain, menjadi satu kesatuan kelompok
dengan satu tujuan, satu norma dan satu cara pencapaian berusaha yang disepakati bersama.
Berdasarkan pada Force-Field Theory, pada tahap implementasi Lewin ada tiga tahap
pembaharuan perilaku kelompok, yaitu: 1) tahap unfreezing; 2) moving, dan 3) refreezing.
Pada tahap pertama, merupakan tahap menyiapkan perilaku yang dititikberatkan pada upaya
meminimalkan kekuatan perlawanan dari setiap anggota kelompok. Pada tahap kedua,
merupakan tahap pergerakan, dengan mengubah orang, individu maupun kelompok, tugas-
tugas, struktur organisasi, dan teknologi. Pada tahap terahir, merupakan tahap penstabilan
perilaku dengan upaya penguatan dampak dari perubahan, evaluasi hasil perubahan dan
modifikasi-modifikasi yang bersifat konstruktif.
4.2 Bekerjasama Dalam Tim (Teamwork)
Definisi Collins English Dictionary (2010) dari kata 'team', sebagai 'sekelompok orang yang
bekerja bersama', dan 'kerja tim', sebagai 'kerja kooperatif oleh tim'. Tim dalam pelayanan
kesehatan bersifat multidimensi dan selalu berubah. Suatu hari tim mungkin hanya terdiri dari
staf perawat dan di hari berikutnya mungkin berbagi beban kerja dengan rekan kerja dari
berbagai profesi di seluruh perawatan kesehatan dan sosial.
Memiliki tujuan bersama atau tujuan bersama adalah salah satu atribut terpenting dari kerja
tim (WHO 1988). Ketika anggota tim bekerja untuk agenda mereka sendiri atau memiliki
nilai yang berbeda satu sama lain, itu merugikan kerja tim (Moore et al 2015). Sebuah
fenomena yang dikenal sebagai 'model mental bersama', di mana sebuah tim berbagi ide yang
sama tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana hal itu harus dilakukan, sangat penting
untuk kerja tim (Kalisch dan Lee 2011). Faktor yang menentukan kerjasama tim diantaranya :
a. Kepemimpinan : Dalam kaitannya dengan kerja tim, pemimpin yang baik harus mampu
berpikir kritis, memecahkan masalah, menghormati orang, berkomunikasi dengan terampil,
menetapkan tujuan, berbagi visi dan mengembangkan diri sendiri dan orang lain (Tappen et
al 2004). Mereka juga harus menghargai keterampilan dan kemampuan setiap anggota tim,
melibatkan anggota dan mengenali situasi ketika orang lain mungkin lebih mampu
memimpin tim (Dow et al 2013).
b. Komunikasi : Komunikasi yang baik dalam konteks kerja tim yang efektif memastikan
bahwa semua anggota tim menyadari peran mereka sendiri dan peran anggota lain (Rowlands
dan Callen 2013). Kesalahpahaman tentang peran, tanggung jawab, dan beban kerja anggota
dapat menjadi penghalang komunikasi (Thomson et al 2015). Hambatan lain untuk
komunikasi dalam kerja tim termasuk staf yang memiliki persepsi yang berbeda tentang
tujuan, peran dan tanggung jawab mereka sendiri dan orang lain, berasal dari budaya atau
latar belakang yang berbeda, memiliki tingkat pemahaman dan pemahaman yang berbeda.
c. Meningkatkan motivasi
Kerja tim yang efektif dalam suatu unit dapat meningkatkan motivasi anggota tim
(Montgomery et al 2015) sedangkan semakin banyak pengalaman kerja tim seseorang
semakin positif mereka tentang pengalaman masa depan (Hood et al 2013). Oleh karena itu,
untuk meningkatkan kerja tim membutuhkan pengalaman positif sebelumnya, yang pada
gilirannya mendorong individu untuk menjadi pemain tim yang lebih rela. Dalam kaitannya
dengan rasa hormat, tim membutuhkan kepercayaan antar anggota. Ini dapat dikembangkan
melalui individu yang saling mengenal dan memenuhi janji yang mereka buat (Tiffan 2014).
Pemimpin harus mendorong interaksi antar anggota (Moore et al 2015) karena tim yang tidak
memiliki kepercayaan tidak dapat memiliki debat yang sehat dan komunikasi terbuka (Tiffan
2014).
Setiap perawat memiliki peran penting dalam kerja tim. Penting untuk mengembangkan tim
yang memahami dan menghargai keterampilan dan aset individu dan yang akan bersatu untuk
mendukung setiap anggota. Memprioritaskan kerja tim dapat meningkatkan efektivitasnya
untuk kepentingan pasien dan staf.
4.3 Monitoring Dan Evaluasi Kerja Kelompok (Tim)
Monev adalah kegiatan monitoring dan evaluasi yang ditujukan pada suatu program yang
sedang atau sudah berlangsung. Monitoring sendiri merupakan aktivitas yang dilakukan
pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi selama kegiatan berlangsung, dan
menilai ketercapaian tujuan, melihat factor pendukung dan penghambat pelaksanaan
program. Dalam monitoring (pemantauan) dikumpulkan data dan dianalisis, hasil analisis
diinterpretasikan dan dimaknakan sebagai masukan bagi pimpinan untuk mengadakan
perbaikan.
Evaluasi adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data dan
menganalisis data, menyimpulkan hasil yang telah dicapai, menginterpretasikan hasil menjadi
rumusan kebijakan, dan menyajikan informasi (rekomendasi) untuk pembuatan keputusan
berdasarkan pada aspek kebenaran hasil evaluasi. Terkait dengan evaluasi, Scriven (1967)
menyatakan “Evaluation as the assessment of worth and merit”. Sementara itu, Stuflebeam
(1971) mengatakan "Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing
usefull information for decision making". Sedangkan Cronbach mengatakan bahwa
"Evaluation as methods for quality improvement in education".

Perbedaan antara monitoring dan evaluasi adalah monitoring dilakukan pada saat program
masih berjalan sedangkan evaluasi dapat dilakukan baik sewaktu program itu masih berjalan
ataupun program itu sudah selesai. Atau dapat juga bila dilihat dari pelakunya, monitoring
biasanya dilakukan oleh pihak internal sedangkan evaluasi dilakukan oleh pihak internal
maupun eksternal. Evaluasi dilaksanakan untuk memperoleh fakta atau kebenaran dari suatu
program beserta dampaknya, sedangkan monitoring hanya melihat keterlaksanaan program,
faktor pendukung, penghambatnya. Bila dilihat secara keseluruhan, kegiatan monitoring dan
evaluasi ditujukan untuk pembinaan suatu program. Pada pelaksanaannya, monev haruslah
dilakukan dengan prinsip-prinsip seperti berikut ini :

a. Berorientasi pada tujuan.

Monev hendaknya dilaksanakan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai. Hasil monev
dipergunakan sebagai bahan untuk perbaikan atau peningkatan program pada evaluasi
formatif dan membuat jastifikasi dan akuntabilitas pada evaluasi sumatif.

b. Mengacu pada kriteria keberhasilan

Monev seharusnya dilaksanakan mengacu pada kriteria keberhasilan program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan dilakukan bersama antara para
evaluator, para sponsor, pelaksana program (pimpinan dan staf), para pemakai lulusan
(konsumen), lembaga terkait (dimana peserta kegiatan bekerja).

c. Mengacu pada asas manfaat


Monev sudah seharusnya dilaksanakan dengan manfaat yang jelas. Manfaat tersebut adalah
berupa saran, masukan atau rekomendasi untuk perbaikan program program yang dimonev
atau program sejenis di masa mendatang.

d. Dilakukan secara obyektif

Monev harus dilaksanakan secara objektif. Petugas monev dari pihak eksternal seharusnya
bersifat independen, yaitu bebas dari pengaruh pihak pelaksana program. Petugas monev
internal harus bertindak objektif, yaitu melaporkan temuannya apa adanya.

Kaufman dan Thomas (1998) telah mengemukakan adanya 8 Model monitoring dan Evaluasi
Program seperti berikut ini :

1. Goal-oriented Evaluation Model (Model Evaluasi berorientasi Tujuan), oleh Tyler adalah
model evaluasi yang paling awal, dikembangkan mulai tahun 1961, memfokuskan pada
pencapaian tujuan "sejauh mana tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai”.

2. Goal-free Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas Tujuan), oleh Scriven adalah evaluasi
yang tidak didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari program kegiatan. Evaluasi bebas
tujuan (goal free evaluation) berorientasi pada pihak eksternal, pihak konsumen, stake holder,
dan masyarakat. Scriven mengatakan bahwa bagi konsumen, stake holder, atau masyarakat
"tujuan suatu program tidak penting". Yang penting bagi konsumen adalah perilaku bagus
yang dapat ditampilkan oleh setiap personal yang mengikuti program kegiatan atau setiap
barang yang dihasilkan.

3. Formatif-summatif Evaluation Model oleh Michael Scriven, dengan membedakan evaluasi


menjadi dua jenis: evaluasi formatif dan evaluasi summatif.

a. Evaluasi formatif, bersifat internal berfungsi untuk meningkatkan kinerja lembaga,


mengembangkan program/personal, bertujuan untuk mengetahui perkembangan
program yang sedang berjalan (in-progress). Monitoring dan supervisi, termasuk
dalam kategori evaluasi formatif, dilakukan selama kegiatan program sedang
berlangsung, dan akan menjawab berbagai pertanyaan:
1) Apakah program berjalan sesuai rencana?
2) Apakah semua komponen berfungsi sesuai dengan tugas masing-masing?
3) Jika tidak apakah perlu revisi, modifikasi?
b. Evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program, bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan pertanggung-jawaban
atas tugasnya, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan atau menghentikan
program pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab pertanyaan :
1) Sejauh mana tujuan program tercapai?
2) Perubahan apa yang terjadi setelah program selesai?
3) Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?
4) Perubahan perilaku apa yang dapat ditampilkan, dilihat dan dirasakan setelah
selesai mengikuti pelatihan?

4. Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi) oleh Stake evaluasi memfokuskan pada
program, untuk mengidentifikasi tahapan proses dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Stake ada 3 tahapan program: Antecedent phase, Transaction phase, dan Outcomes
phase.

5. Responsive Evaluation Model (Model Evaluasi Responsif) oleh Stake. Setelah beberapa
tahun melakukan dan mengembangkan evaluasi Model Countenance, Stake memunculkan ide
Responsive Evaluation Model. Evaluasi ini dikembangkan sejalan dengan perkembangan
manajemen personel, perubahan perilaku (behavior change). Evaluasi model ini sesuai untuk
program-program sosial, seni, humaniora, dan masalah-masalah yang perlu penanganan
dengan aspek humaniora. Evaluasi focus pada reaksi berbagai fihak atas program yang
diimplementasikan, dan mengamati dampak akibat dari hasil pelaksanaan program.

6. CIPP Evaluation Model (Model Evaluation CIPP) oleh Stufflebeam. CIPP singkatan dari
Context, Input, Process, Product, adalah model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan
keputusan. Menurut Stufflebeam, “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing usefull information for judging alternative decission making".

7. CSE-UCLA Evaluation Model (Center for the Study of Evaluation, University of


California at Los Angeles). Evaluasi model CSE-UCLA hampir sama dengan model CIPP,
termasuk kategori evaluasi yang komprehensif. Evaluasi CSE-UCLA melibatkan 5 tahapan
evaluasi: Perencanaan, Pengembangan, Pelasksanaan, Hasil, dan Dampak.
BAB V
PENYELESAIAN MASALAH (PROBLEM SOLVING)

5.1 Teori Penyelesaian Masalah


Ada tiga macam teoritis yang digunakan dalam kajian pemecahan masalah :
1) Teori stimulus respon
Teori ini menekankan dalam situasi pemecahan masalah, kebiasaan yang sudah ada keluar
sesuai dengan urutan kekuatan kecenderungannya sampai menemui respon yang efektif dan
berhasil dalam pemecahan masalah.
2) Teori gestalt.
Dalam teori ini berfikir dianggap sebagai masalah pengorganisasian persepsi, yaitu sebagai
proses melihat stimulus lingkungan dengan cara yang berbeda dari yang sebelumnya. Ahli
psikologi aliran gestalt, menyimpulkan bahwa kegiatan pemecahan masalah, merupakan
kemampuan mengorganisasikan persepsinya tentang dunia, atau penerapan insight terhadap
masalah. Gestalt juga melihat bahwa berfikir merupakan sebagai proses dan aktifitas yang
terselubung, namun dalam berfikir tidak di konseptualisasikan sebagai penggunaan kebiasaan
yang ada dan tersedia.
3) Teori information prosesing approach (pedekatan pengolahan informasi)
Pendekatan ini memformulasikan tentang urutan peristiwa, yang menggunakan suatu
program computer yang berisi aturan sehingga mampu memerintahkan untuk melakukan
sesuatu. Namun walaupun canggih format program computer, sesungguhnya manusia adalah
jauh lebih kompleks dari sebuah computer. Dengan pendekat pendekatan information
processing mampu sebagai model yang abstrak harus dapat melakukan proses berfikir dan
pemecahan masalah.
5.2 Manajemen Konflik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan :
a. Konflik laten : tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu
organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat.
Kondisi tersebut memicu ketidakstabilan pada organisasi dan kualitas produksi,
meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah
terjadi.
b. Konflik yang dirasakan (felt conflict) : konflik yang terjadi karena adanya sesuatu
yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya dan marah. Konflik ini
juga disebut sebagai konflik “affectiveness”. Hal ini penting bagi seseorang untuk
menerima konflik dan tidak merasakannya sebagai suatu ancaman terhadap
keberadaannya.
c. Konflik yang nampak/sengaja dimunculkan : konflik yang sengaja dimunculkan untuk
dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat
atau mencari penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik dalam suatu organisasi
memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan.
d. Resolusi konflik : suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang
yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution”.
e. Konflik aftermath : konflik yang terjadi akibat tidak terselesaikannya konflik yang
pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar jika tidak segera diatasi atau
dikurangi bisa menjadi penyebab konflik yang utama.
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi :
a. Pengkajian
1. Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah
dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi perkiraan, tentukan siapa saja
yang akan terlibat dan peran masing-masing.
2. Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah
utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah
tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
3. Menyusun tujuan
b. Identifikasi : mengelola perasaan. Hindari respon emosional.
c. Intervensi : masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik,
menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik.
Strategi dalam menyelesaikan konflik dapat dikelompokkan menjadi 6 yaitu :
a. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik di mana semua yang terlibat saling menyadari dan
sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai
“lose-lose situation”. Kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat.
b. Kompetisi
Strategi ini bisa diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini
menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan,
putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang.
c. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang. Masalah
utama pada strategi ini sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan
dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
d. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen
emosional dalam konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik
berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan
introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk
konflik yang besar tidak dapat dipergunakan.
e. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik menyadari tentang masalah yang dihadapi, tetapi
memilih untuk mrnghindar atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya
dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua belah pihak, biaya penyelesaian
lebih besar, masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya, atau perlu orang ketiga
dalam penyelesaiannya.
f. Kolaborasi
Strategi ini merupakan “win-win solution”. Dalam kolaborasi, kedua unsur yang
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan.
Karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan,
masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan jika
kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak
mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan tidak ada kepercayaan
dari kedua kelompok/seseorang (Bowditch and Buono, 1994).
BAB VI
KEBUTUHAN KONSULTASI, KOLABORASI, DAN NEGOSIASI

6.1 Konsultasi
Layanan konsultasi merupakan proses dalam suasana kerja sama dan hubungan antar pribadi
dengan tujuan memecahkan suatu masalah dalam lingkup professional dari orang yang
meminta konsultasi. Layanan konsulti (KSI) bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya
sendiri dapat menangani kondisi dan /atau permasalahan yang dialami pihak ketiga.Dalam hal
ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga
permasalahan yang dialami oleh pihsk ketiga itu (setidak-tidaknya sebagian) menjadi
tanggung jawab konsulti. Kemampuan konsulti yang dihasilkan melalui layanan konsultasi
dimaksudkan di atas dapat berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait
langsung dengan suasana dan/atau permasalahan pihak ketiga itu (fungsi Pemahaman).
Dengan kemampuan yang dimilikinya itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk
langsung dari hasil konsultasi) terhadap pihak ketiga. Dalam kaitan ini, proses konsultasi
yang dilakukan konselor disisi yang pertama adalah pemberian bantuan kepada konsulti agar
dapat melakukan tindakan tertentu terhadap pihak ketiga, dan pada sisi yang kedua,
bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi Pengentaan).
Proses layanan konsultasi melibatkan tiga person, yaitu: konselor, konsulti, dan pihak ketiga.
a. Konselor
Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan pelayanan
konseling pada bidang tugas pekerjaan profesionalnya.Sesuai dengan keahliannya, konselor
melakukan berbagai jenis layanan konseling.
b. Konsulti
Konsulti adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu
menangani kondisi dan/ atau permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebagian)
menjadi tanggung jawabnya.Bantuan itu diminta dari konselor karena konsulti belum mampu
menangani sendiri situasi dan/atau permasalahn pihak ketiga itu.
c. Pihak ketiga
Pihak ketiga adalah individu yang kondisi dan/ atau permasalahnnya dipersoalkan oleh
konsulti.
6.2 Kolaborasi
Kolaborasi adalah suatu hubungan yang kolegial dengan pemberi perawatan kesehatan lain
dalam pemberian perawatan pasien. Praktik kolaboratif membutuhkan atau dapat mencakup
diskusi diagnosis pasien dan kerjasama dalam penatalaksanaan dan pemberian perawatan
(Blais, 2006).
Kolaborasi menurut Asosiasi Perawat Amerika (ANA, 1992), adalah hubungan kerja diantara
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada klien. Kegiatan yang dilakukan
meliputi diskusi tentang diagnosa, kerjasama dalam asuhan kesehatan saling berkonsultasi
atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada kepercayaannya (Sumijatun,
2010).
Defenisi kolaborasi dapat disimpulkan yaitu hubungan kerja sama antara perawat dan dokter
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien yang didasarkan pada pendidikan dan
kemampuan praktisi yang memiliki tanggung jawab dalam pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan.
Kolaborasi dilakukan dengan beberapa alasan sebagai manfaat dari kolaborasi yaitu antara
lain:
a. Sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien, dengan tujuan
memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi pasien.
b. Sebagai penyelesaian konflik untuk menemukan penyelesaian masalah atau isu.
c. Memberikan model yang baik riset kesehatan.
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi yang efektif, saling
menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan balik, pengambilan keputusan, dan
manajemen konflik (Blais, 2006).
Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat dengan dokter menentukan kualitas
praktik kolaborasi. (ANA, 1998 dalam Siegler & Whitney 2000). Menjabarkan kolaborasi
sebagai hubungan rekan yang sejati, dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan
pihak lain dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-
masing dan adanya tujuan bersama. Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator
yaitu kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama.
6.3 Negosiasi
Pada organisasi, negosiasi juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis
dan Huston, 1998). Negosiasi sering dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan konflik
dengan pendekatan kompromi. Smeltzer (1991) dalam Nursalam (2012) mengidentifikasi dua
tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif (setiap orang menang), dan kompetitif (hanya satu
orang yang menang). Jika kedua pihak menghendaki adanya perbaikan hubungan, maka akan
muncul tipe kooperatif. Namun, jika hanya salah satu pihak yang menghendaki perbaikan
hubungan, maka yang muncul adalah tipe kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak
yang menang dan kalah, sebagai negosiator penting untuk memaksimalkan kemenangan
kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama, meminimalkan kekalahan dengan membuat
pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama, dan membuat kedua belah pihak merasa puas
terhadap hasil negosiasi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah sebagai
berikut. (Nursalam. 2015)
1) Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena pengetahuan
adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka semakin besar
kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
2) Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah melakukan
kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama. Tujuan tersebut sebagai
masukan dari tingkat bawah.
3) Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi dan efektivitas
penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu juga diperhatikan oleh
manajer.
4) Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda negosiasi
alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan kondisi yang
persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan.
1) Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2) Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3) Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif informasi yang
disampaikan.
4) Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara Anda.
Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
5) Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah pribadi pada
saat negosiasi.
6) Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7) Jujur.
8) Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
9) Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan mintalah waktu
untuk menjawabnya.
10) Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi berlangsung,
istirahatlah sebentar.
11) Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda pahami.
12) Bersabarlah dalam melakukan negosiasi. (Smeltzer, 1991).
BAB VII

CONTINUITING PELAYANAN (MENERIMA – PULANG)

IDEAL (Include, Discuss, Educate, Asses, Listen) discharge planning merupakan suatu
program yang menjadi salah satu bagian dari bukti holistik untuk pasien di rumah sakit,
bahwa pasien dan keluarga berhak untuk dilibatkan dalam proses perawatan, meningkatkan
kualitas rumah sakit dan keselamatan (Ford MP, 2015).
Manfaat IDEAL Discharge Planning adalah dapat meningkatkan outcomes pasien,
mengurangi kembali rawat ulang (readmission) yang tidak direncanakan, dan meningkatkan
kepuasan pasien, karena IDEAL discharge planning melibatkan pasien dan keluarga
(Manning, K., & HM., 2015). Manfaat positif dari pelaksanaan IDEAL Discharge Planning
yaitu peningkatan skor nilai survei kepuasan pelanggan rumah sakit menggunakan HCAHPS
(Hospital Consumer Assessment Healthcare Providers and System) (Nurfataro, 2013).
Adapun proses IDEAL discharge planning yaitu :

Waktu Proses Discharge ke Petugas RS Proses IDEAL Discharge


Planning yang Melibatkan Pasien
dan Keluarga, Petugas RS
Saat pasien  Menuliskan pemesanan masuk ke  Mengidentifikasi siapa
masuk dalam catatan rumah sakit dan pengasuh yang akan merawat
menindaklanjuti dengan penyedia pasien di rumah
layanan komunitas untuk  Memperoleh tujuan pasien dan
mendapatkan informasi atau keluarga untuk dirawat di
pencatatan yang tidak ada rumah sakit
(pengkajian awal masuk)  Memberikan informasi kepada
 Memberikan informasi terkait pasien dan keluarga tentang
rekonsiliasi daftar pengobatan langkah-langkah discharge
planning
 Menjelaskan kepada pasien
dan keluarga bahwa mereka
dapat menggunakan booklet
untuk bertanya dan menuliskan
pertanyaan masalah atau
keluhan yang dialami
Setiap hari  Mengelola kondisi pasien  Mendidik pasien dan keluarga
selama  Menetapkan manajer kasus atau tentang kondisi pasien di setiap
pasien perencanaan pemulangan kepada kesempatan dan mengajarkan
dirawat di pasien kembali
rumah sakit  Menjelaskan obat kepada
pasien dan keluarga dengan
mudah dan mengajarkan
kembali
 Mendiskusikan kemajuan
perawatan pasien dalam
mencapai tujuan dan
pemulangan
 Melibatkan pasien dan
keluarga dalam praktek
perawatan untuk
mempersiapkan perawatan di
rumah
 Perawat menggunakan
checklist harian IDEAL
discharge planning
Sebelum Mengkoordinasikan perawatan di rumah  Menyiapkan pasien dan
pemulangan dan kebutuhan peralatan khusus keluarga untuk peralihan atau
transisi ke rumah
 Menjadwalkan pertemuan
perencanaan pulang dengan
pasien dan keluarga
 Menawarkan untuk membuat
tindak lanjut (follow up) janji
bertemu dengan pasien.
Hari  Menuliskan ringkasan pemulangan  Menggunakan teknik
pemulangan (dari dokter saja) mengajarkan kembali untuk
 Informasi terkait rekonsiliasi daftar menilai seberapa baik pemberi
pengobatan pelayanan telah menjelaskan
 Memberikan instruksi pemulangan diagnosis, kondisi, dan
yang instruksi pemulangan kepada
 tertuli kepada pasien dan keluarga pasien dan keluarga
 Meninjau daftar obat
dicocokkan dengan pasien dan
keluarga
 Menuliskan waktu janji
bertemu follow up kepada
pasien dan keluarga
 Menuliskan nama, alamat dan
telepon rumah sakit untuk
menghubungi jika ada masalah
setelah dipulangkan
BAB VIII
KONSEP MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

8.1 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan


Beberapa pengertian tentang mutu diantaranya adalah :
d. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati
(Winston dictonary, 1956).
e. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980).
f. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang di dalamnya
terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO
8402, 1986).
8.2 Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan
1. Dimensi kompetensi teknis (keterampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja
pemberi layanan kesehatan).
2. Keterjangkauan atau akses (layanan kesewhatan harus dapat dicapai oleh masyarakat
tanpa terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa).
3. Efektifitas (bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten,
dan sesuai siyuasi setempat) dan sangat berkaitan dengan keterampilan dalam mengikutti
prosedur yang terdapat dalam layanan kesehatan.
4. Efesiensi (dapat melayani lebih banyak pasien atau masyarakat).
5. Kesinambungan (pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhan).
6. Keamanan ( aman dari resiko cedera, infeksi dan efek samping atau bahaya yang
ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri).
7. Kenyamanan (kenyamanan dapat menimbulkan kepercayaan pasien kepada organisasi
layanan kesehatan).
8. Informasi ( mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana,
dan bagaimana layanan kesehatan akan dan telah dilaksanakan. Hal ini penting untuk
tingkat puskesmas dan rumah sakit).
9. Ketepatan waktu ( agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu
dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan
obat yang tepat, serta biaya yang efisien).
10. Hubungan antar manusia ( merupakan interaksi antar pemberi pelayanan kesehatan
dengan pasien, antar sesama pemberi layanan kesehatan. HAM ini akan memberi
kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati,
responsif memberi perhatian.
8.3 Persepsi Mutu pelayanan
Persepesi tentang mutu suatu organisasi pelayanan sangat berbeda-beda karena sangat
bersifat subjektif, disamping itu selera dan harapan pengguna pelayanan kesehatan selalu
berubah-ubah. Menurut Azwar (2006) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukan
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap
pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan.
Konsep kualitas pelayanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan diatas,
ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberikan suatu persepsi yang jelas
dari harapan pelanggan dalam mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut adalah :
a. Komonikasi dari mulut ke mulut (Word of mouth communication), faktor ini sangat
menentukan dalam harapan pelanggan atas suatu jasa/pelayanan. Pemilihan untuk
mengkonsumsi suatu jasa atau pelayanan yang bermutu dalam banyak kasus dipengruhi
oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang telah
mengkonsumsi jasa tersebut sebelumnya. Promosi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan suatu program pemasaran.
b. Kebutuhan pribadi (personal need), yaitu harapan pelanggan bervariasi tergantung pada
karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi kebutuhan pribandinya.
c. Pengalaman masa lalu (post experience), yaitu pengalaman pelanggan merasakan suatu
pelayanan jasa tertentu di masa lalu yang memengaruhi tingkat harapannya untuk
memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini dan yang akan datang.
d. Komunikasi eksternal (company’s external communication) yaitu komunikasi eksternal
yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan melalui berbagai bentuk
upaya promosi juga memegang peran dalam pembentukan harapan pelanggan.
BAB IX
KONSEP PENJAMINAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

9.1 Pengertian Penjaminan Mutu


Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus pelayanan Kesehatan Jaminan mutu
pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan (Suryadi, 2009).
Penjaminan mutu asuhan keperawatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh sebuah institusi
secara berkelanjutan, sistematis, objektif, dan terpadu untuk merumuskan masalah mutu dan
penyebabnya berdasarkan stamdar yang telah ditetapkan untuk menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan institusi untuk menilai
hasil yang telah dicapai dan untuk menyusun rencana tindak lanjut dan meningkatkan mutu
asuhan keperawatan (Bakri,2007).
9.2 Tujuan Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu pelayanan bertujuan untuk memberikan pelayanan secara efisien dan
efektif sesuai standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai
dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam
pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal. Penjaminan mutu juga dilakukan untuk mengendalikan input dan proses pelayanan
agar menghasilkan output yang berkualitas dan dapat mempertanggungjawabkan kepada
masyarakat.
9.3 Manfaat Program Penjaminan Mutu
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan secara berkelanjutan
2. Mempertahankan eksistensi
3. Meningkatkan kinerja perawat
4. Meningkatkan kepercayaan / Kepuasan konsumen
5. Terlaksanannya kegiatan sesuai aturan /standar
9.4 Strategi/Langkah-Langkah Penjaminan Mutu
1. Persiapan
a. Menumbuhkan komitmen pimpinan institusi
b. Membentuk tim dan gugus kendali mutu (GKM)
c. Menyelenggarakan pelatihan bagi staf GKM
d. Menetapkan batas wewenang, tanggung jawab, dan mekanisme kerja GKM
e. Menetapkan jenis dan ruang lingkup program (masalah) prioritas
f. Merumuskan dan menyosialisasikan standar dan indikator Program Jaminan Mutu
(PJM)
2. Pelaksanaan
a. Menetapkan masalah mutu pelayanan institusi
b. Menetapkan penyebab masalah mutu
c. Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu
d. Melaksanakan cara-cara untuk menyelesaikan masalah mutu
e. Menilai hasil yang telah dicapai
f. Menyusun rekomendasi untuk tindak lanjut pengembangan mutu
BAB X

PENUTUP

10.1 Kesimpulan

Sebagai sebuah profesi yang memberikan pelayanan kepada pasien, keluarga atau
masyarakat, perawat terus menerus berinteraksi baik antara sesama perawat, ataupun dengan
tim kesehatan lainnya. Inovasi dalam pendidikan, praktik, ilmu dan kehidupan keprofesian
merupakan fokus utama keperawatan. Implikasinya manajemen keperawatan harus dapat
diaplikasikan dalam tatanan pelayanan baik di rumah sakit maupun di lingkungan
masyarakat. Oleh karena itu agar pelayanan dapat berjalan dengan baik, diperlukan
penguasaan ilmu kepemimpinan dan manajemen keperawatan

10.2 Saran

Manajemen keperawatan perlu mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di masa


mendatang. Kondisi global seperti saat ini menuntut setiap perkembangan dan perubahan
dikelola secara profesional sehingga menimbulkan suatu tantangan bagi profesi keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta Gosyen Publishing


Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI. 2009. Modul Sistem pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Erita. 2019. Buku Materi Pembelajaran Manajemen Keperawatan. Jakarta : Universitas


Kristen Indonesia.

Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A Systems Approach Third Edition.
Philadelphia : W.B Saunders Company.

Indah Mardiyanthi, Elly Lilianty Sjattar, Andi Masyitha Irwan. 2019. Literature Review:
Konflik dan Manajemen Konflik di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah.
Diakses pada : http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Jones, Rebecca. 2007. Nursing Leadership and Management. Philadelphia : F. A. Davis


Company.

Juwanto, Zumkasri. 2017. Konsep Berfikir Dalam Pemecahan Masalah Mahasiswa Program
Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH. Bengkulu. Jurnal
Psikodidaktika Vol: 2, No: 2 Desember 2017.

Moerdiyanto. Teknik Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Dalam Rangka Memperoleh


Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Manajemen. Yogyakarta : Universitas negeri
Yogyakarta.

Mugianti, Sri. 2016. Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Praktek Keperawatan. Jakarta :
Pusdik SDM Kesehatan.

Müller M, Jürgens J, Redaèlli M, et al. 2018. Impact of the communication and patient hand-
off tool SBAR on patient safety: a systematic review. doi:10.1136/bmjopen-2018-
022202.

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta : Salemba Medika.

Rofi’i, Muhamad. Discharge Planning Pada Pasien di Rumah Sakit. Semarang : Undip Press.
Rosengarten, Leah. 2019. Teamwork in nursing: essential elements for practice. Nursing
Management. doi: 10.7748/nm.2019.e1850.

Rosyidi, Kholid. 2013. Manajemen Kepemimpinan Dalam Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media.

Rudy, Benny. 2020. Bahan Pembelajaran Dinamika Kelompok. Kementerian Pertahanan RI


Badan Pendidikan dan Pelatihan Nomor : KEP/ 725 /VIII/2020.

Weiss, Sally. Whitebead, Diane. Tappen, Ruth. 2010. Essentials of Nursing Leadership and
Management. Philadelphia : F. A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai