Anda di halaman 1dari 17

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN KEPERAWATAN

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM

Nama Mata Kuliah Keperawatan Bencana Berbasis Klinik


Prodi/Tingkat/Semester Sarjana Terapan/IV/VI
Hari,Tanggal & Waktu Rabu, 2 Februari 2021
Judul Praktikum Sistem Informasi dan Komunikasi Dalam Kondisi Bencana di
Rumah Sakit
Praktikum ke- 5
Nama Kelompok & Kelompok 2
Anggota 1. Demelia Khalisa N (P17320119408)
2. Dwi Nugraha P (P17320119409)
3. Eka Fadilah K (P17320119410)
4. Fania Nur A (P17320119411)
5. Fanny Rachmawati (P17320119412)
6. Gustya Tamansyah (P17320119413)
Nama Pembimbing Bapak H. Ali Hamzah,S.Kp.,MNS

A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menganalisa sistem informasi dan komunikasi dalam kondisi bencana di
rumah sakit.
B. Alat dan Bahan
- Laptop
- Buku referensi/jurnal
- Internet
C. Prosedur Kerja
1. Mahasiswa membaca modul praktikum/petunjuk praktikum yang telah tersedia
2. Mahasiswa menanyakan hal yang tidak dimengerti kepada pembimbing
3. Mahasiswa mulai membaca dan mengerjakan tugas sesuai petunjuk dan arahan
D. Hasil Praktikum dan Pembahasan
1. Demelia Khalisa N (P17320119408)
Dari jurnal ” Analisis Sistem Tanggap Darurat Bencana Rumah Sakit X di Jakarta Selatan
Tahun 2018” Sistem komunikasi yang ada di salah satu Rumah Sakit di Jakarta apabila
terjadi keadaan darurat kebakaran atau bencana, komando yang bertanggung jawab akan
melaporkan kepada bagian posko security dan berkoordinasi dengan bagian terkait untuk
penanganan keadaan darurat tersebut. Posko security merupakan pusat laporan pertama
apabila terjadi keadaan darurat, serta menginformasikan ke seluruh unit kerja untuk
mempermudah proses evakuasi, serta sistem komunikasi darurat yang ada di Rumah Sakit
tersebut dengan menggunakan kode darurat yang terdiri dari :
a. Blue code : ada korban berhenti jantung atau berhenti nafas.
b. Red code : tanda ada kebakaran
c. Black code : ada bom
d. Purple code : pengumuman pengaktifan akan dimulai evakuasi pasien, pengunjung dan
personel rumah sakit.
e. Green code : ada gempa atau guncangan di rumah sakit.
f. Grey code : ada gangguan keamanan di rumah sakit.
g. Pink code : ada penculikan atau kehilangan bayi atau anak
h. Brown code : pengumuman adanya krisis internal rumah sakit (radioaktif, tumpahan
cairan berbahaya, sampah (B3), bakteri dan lain-lain
Berdasarkan “Pedoman Tenis Penanggulangan Krisi Kesehatan Akibat Bencan” Pos
Komando merupakan unit kontrol multisektoral yang dibentuk dengan tujuan:
1. Mengoordinasikan berbagai sektor yang terlibat dalam penatalaksanaan di lapangan.
2. Menciptakan hubungan dengan sistem pendukung dalam proses penyediaan informasi
dan mobilasi sumber daya yang diperlukan.
3. Mengawasi penatalaksanaan korban.

Semua hal di atas hanya dapat terwujud jika Pos Komando tersebut mempunyai jaringan
komunikasi radio yang baik. Efisiensi aktivitas pra-rumah sakit ini bergantung pada tercipta-
nya koordinasi yang baik antara sektor-sektor tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan
koordinasi ini Pos komando harus dibentuk pada awal operasi pertolongan bencana massal.
Kriteria utama bagi efektifnya Pos Komando adalah tersedianya sistem komunikasi radio.
Sistem ini dapat bervariasi antara peralatan yang sederhana seperti radiokomunikasi di mobil
polisi hingga yang kompleks pos komando bergerak khusus, bertempat di tenda hingga yang
ditempatkan dalam bangunan permanen. Pos Komando ditempatkan diluar daerah pusat
bencana, berdekatan dengan pos medis lanjutan dan lokasi evakuasi korban. Pos ini harus
mudah dikenali dan dijangkau, dapat mengakomodasi semua metode komunikasi baik
komunikasi radio maupun visual. Tenaga pelaksana dalam Pos Komando berasal dari
petugas-petugas dengan pangkat tertinggi dari Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran,
petugas kesehatan dan Angkatan Bersenjata.

2. Dwi Nugraha P (P17320119409)


Hasil analisis 2 jurnal:
Strategi Komunikasi Rumah Sakit Dalam Penanganan Bencana.
Berdasarkan Depkes RI (2009). Dalam keadaan bencana diperlukan sistem komunikasi
terpadu, yang terdiri dari:
a. Komunikasi penyampaian informasi
Informasi kejadian pertama dilakukan oleh petugas yang mengetahui kejadian kepada
operator, satpam atau petugas yang yang ditetapkan dalam prosedur tetap dalam penanganan
bencana tanpa mengurangi fungsi sebagai tugas utamanya
b. Komunikasi koordinasi
Adalah sistem komunikasi menggunakan jejaring yang disepakati dalam pelayanan
administrasi dan logistik. Koordinasi dapat melalui internal antar unit rumah sakit dan
instansi (eksternal)
c. Komunikasi Pengendalian
Adalah sistem komunikasi untuk mengendalikan kegiatan operasional di lapangan selama
keadaaan darurat bencana berlangsung, diperlukan komunikasi yang baik guna menjamin
kelancaran upaya penanggulangan. Komunikasi dalam manajemen bencana. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan tempat pusat komando yang diketahui oleh semua
orang dengan ruangan yang respresentatif serta fasilitas yang memadai seperti alat
komunikasi, HT, komputer, printer, akses Internet serta fasilitas lainnya. harus ada koordinasi
yang terus menerus antar penanggung jawab.
 Hasil analisis RSUD X di Kabupaten Magelang

Pada masa bencana, peralatan komunikasi sangat vital perannya. Peralatan komunikasi yang
harus disiapkan adalah peralatan komunikasi sehari-hari baik yang dimiliki oleh rumah sakit
maupun yang dimiliki oleh tiap-tiap karyawan. Semua aplikasi komunikasi pada telepon
bergerak harus aktif(WA, pasca bayar, pra bayar).
Rumah sakit menyediakan system informasi dan komunikasi berbentuk satu arah yaitu HT
disejumlah kepala bidang dan coordinator pada tim BSB. Alat komunikasi HT menjadi
pilihan utama dibanyak kondisi bencana Ketika salah satu dampak bencana adalah
terputusnya sinyal gelombang yang biasa digunakan pada telepon-telepon seluler maupun
terputusnya sinyal internet.
AKTIVASI TIM BSB
Setiap kejadian bencana di luar RSUD Muntilan yang berakibat dikirimkannya sejumlah
korban bencana tersebut secara sporadis ke RSUD Muntilan dalam jumlah lebih atau
sama dengan 15 (lima belas) orang, maka Ketua Tim BSB dengan diketahui oleh Direktur
RSUD menyatakan bahwa Tim BSB RSUD Muntilan Diaktivasi.
Sporadis adalah kondisi datangnya korban bencana ke RSUD Muntilan sejumlah paling
sedikit lima belas orang dalam satu kali kedatangan atau berpotensi datang dalam jumlah
paling sedikit lima belas orang secara bertahap dalam rentang waktu yang singkat.
 Ketua Tim BSB menginstruksikan kepada salah satu dokter jaga IGD untuk menjadi
pemegang komando

sementara, sebelum Ketua Tim BSB hadir di IGD.


 Ketua Tim BSB mendelegasikan kewenangannya kepada dokter jaga IGD yang
menjadi pemegang

komando sementara, untuk melakukan setiap apa saja yang sekiranya diperlukan
dalam rangka melakukan pengelolaan pertolongan korban bencana (mobilisasi dokter
dan perawat triase, mobilisasi tenaga dan fasilitas penunjang, mengirim tim TRC dan
lain-lain).
 Ketua Tim BSB bersegera menuju IGD. Apabila Ketua Tim BSB karena sesuatu hal
benar-benar berhalangan hadir di IGD (misalnya berada di luar kota yang jauh), maka
Ketua Tim BSB mewakilkan dirinya kepada Sekretaris Tim BSB.
 Ketua Tim BSB menginstruksikan kepada para koordinator utama agar hadir ke
Rumah Sakit/IGD dan memobilisasi struktur di bawah masing-masing koordinator
utama tersebut dalam rangka pengelolaan pertolongan korban bencana sesuai dengan
kondisi dan situasi terbaru.

A. Prosedur untuk Semua Ancaman Bencana (All Hazard)


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Bencana Eksternal Respon Internal :
1. Melaporkan kejadian bencana ke Ketua Tim Penanggulangan bencana di rumah sakit
2. Ketua Tim Penanggulangan Bencana bencana melapor ke direktur rumah sakit
3. Direktur mengaktifkan Tim Penanggulangan Bencana
4. Tim Penanggulangan Bencana bekerja sesuai dengan jenis bencana
5. Tim Penanggulangan Bencana bertugas sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi yang telah
disusun sebelumnya sampai masa tanggap darurat dinyatakan selesai
6. Masa tanggap darurat dinyatakan selesai
7. Ketua Tim Penanggulangan Bencana melapor ke direktur rumah sakit bahwa tanggap
darurat selesai
8. Direktur menghentikan operasi Tim Penanggulangan Bencana
9. Tim Bencana kembali ke posisi tugas sehari-hari
Bencana Eksternal respon Eksternal :
1. Pastikan jenis bencana yang terjadi
2. Melaporkan kejadian bencana ke Ketua Tim Penanggulangan bencana di rumah sakit
3. Ketua Tim Penanggulangan Bencana bencana melapor ke direktur rumah sakit
4. Direktur mengaktifkan Tim Penanggulangan Bencana (EMT)
5. Tim EMT bertugas menuju ke tempat bencana
6. Tim Penanggulangan Bencana bertugas sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi yang telah
disusun sebelumnya sesuai dengan waktu yang sudah direncanakan sebelumnya
7. Kembali ke tempat
8. Ketua Tim Penanggulangan Bencana melapor ke direktur rumah sakit bahwa tugas telah
dilaksanakan dan tim sudah kembali
9. Direktur menghentikan operasi Tim EMT
10. Tim EMT kembali ke posisi tugas sehari-hari
Hasil analisis system komunikasi di RS X Aceh
Sistem Komunikasi yang disediakan oleh RS X Aceh sebagai berikut:
Pemasangan Sistem komunikasi dan Peralatan yang efektif
1. Pengaturan sistem komunikasi dan penyebarluasan sesuai dengan kebutuhan setiap
masyarakat (misalnya: radio atau televisi bagi mereka yang memiliki akses dan sirene,
bendera peringatan, atau penyampaian pesan bagi masyarakat yang ada di sekitar rumah
sakit).
2. Teknologi komunikasi terjangkau ke seluruh populasi termasuk semua bagian.
3. Penggunaan berbagai media komunikasi untuk menyebarluasan peringatan (misalnya:
media massa dan komunikasi informal).
4. Penyebarluasan peringatan penggunaan sistem komunikasi konsisten untuk semua bahaya.
5. Sistem komunikasi bersifat dua arah dan interaktif, sehingga dapat dilakukan verifikasi
bahwa peringatan telah diterima.
Dalam hal ini peneliti memastikan jika alat komunikasi yang disediakan rumah sakit sangat
kurang, pada saat bencana, alat komunikasi yang ada akan terputus untuk beberapa waktu.
Maka di butuhkan alat komunikasi seperti HT.
Pada dasarnya petugas di ruang alat komunikasi yang sering digunakan adalah Airphone
(telepon internal Rumah sakit), hand phone, dan HT. bila alat komunikasi lain tidak berfungsi
maka hanya HT yang bisa digunakan tetapi hanya ada pada petugas keamanan (Satpam)
Kesimpulan :
Pada kedua ruamh sakit ini, keduanya memiliki system informasi yang sama. Dimana pada
setiap karyawannya pasti memiliki alat komunikasi pribadi, seperti WA, tetapi Ketika
bencana, rumah sakit memanfaatkan HT disaat sinyal terputus dan tidak ada gelombang.
Walaupun tidak semua diberi HT tetapi masing masing rumah sakit ini memiliki koordinasi
yang baik. Alat komunikasi HT menjadi pilihan utama dibanyak kondisi bencana Ketika
salah satu dampak bencana adalah terputusnya sinyal gelombang yang biasa digunakan pada
telepon-telepon seluler maupun terputusnya sinyal internet. Tiap rumah sakit memiliki alur
nya Ketika bencana datang. Yang pastinya HT harus disediakan diberbagai divisi, tidak
hanya di satpam atau ketua komando.

3. Eka Fadilah K (P17320119410)


Dari Jurnal “Hospital Disaster Plan Dalam Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana”
yang dipublikasi oleh Universitas Perintis Indonesia 2021. Rumah Sakit meyiapkan sarana
komunikasi yang harus ada ialah telepon, radio HT. Masing-masing tim bencana, kabid, dan
beberapa kasie dibekali dengan radio HT, supaya jika terjadi bencana maka saling
berkoordinasi.
Agar tim penanggulangan bencana dikenal oleh unit internal maupun eksternal, maka
semua yang terlibat langsung memakai identitas berupa name tag. Personalnya adalah:
Direktur, Ka. Bidang Pelayanan Medis, Ka. Bidang Keperawatan, Ka. Bagian Umum, SDM
dan Perencanaan, Ka. Bagian Keuangan, Ka. Bidang Penunjang Medis, Koordinator Tim Pra
RS.
Pos Informasi yang berfungsi sebagai tempat tersedianya informasi untuk data
korban, data kebutuhan relawan, data perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis,
barang habis pakai medis/non medis, perbaikan gedung, data donatur. Informasi yang
disiapkan dll biasanya diinformasikan melalui papan tulis. Untuk media komunikasi yang
digunakan, yaitu radio komunikasi, telepon seluler, dan atau operator rumah sakit.

Sedangkan menurut Modul Sistem Informasi dan Komuinikasi dari bencana-


kesehatan,net. Komunikasi saat bencana merupakan hal yang utama dalam “risk
management” public perlu tahu tentang bahaya dan resiko yang akan mereka hadapi,
sehingga mereka bisa melakukan persiapan bila terjadi suatu masalah.
Sarana komunikasi yang harus ada:
1. Radio
2. Telephone
3. Sistem operasi Darurat
4. Komunikasi internal
Koordinasi:
Dalam suatu bencana berskala besar dibutuhkan suatu koordinasi ke sumber daya
yang dibutuhkan. Segera hubungi kepala dari pemadam kebakaran, kepolisian, dan tenaga
kesehatan. Bila diperlukan evakuasi warga, maka koordinasi dengan pihak penyedia
transportasi lokal. Selain itu kita juga harus mendata kebutuhan lain apa yang kita perlukan
untuk menjamin keamanan misal: kantong pasir, truk besar, tim SWAT, atau tim penjinak
bom. dan koordinasi kepada SDM yang dapat menjamin keselamatan dan melindungi
keamanan warga
seperti pemadam kebakaran, polisi, dan tenaga kesehatan yang menggunakan sistem
koordinasi berjenjang, maka kita harus melakukan pendekatan ke semua pihak-pihak
tersebut.
4. Fania Nur A (P17320119411)
A. Analisis Sistem Informasi melalui Modul RSJD Dr. Amino Gondohutomo: “Hospital
Disaster Plan (HDP)”
Membahas tentang sistem informasi dan komunikasi di RSJD Dr Amino
Gondohutomo, yaitu informasi kebencanaan yang diterima oleh komandan RS akan diberikan
atau dilanjutkan kepada komandan bencana. Komandan bencana yang telah mendapatkan
informasi dan instruksi dari Komandan RS akan mengaktifkan tim penanggulangan bencana
untuk menilai tempat kejadian, apakah perlu diaktifkannya sistem penanggulangan atau
bahkan tidak perlu diaktifkan sistem penanggulangan. Apabila perlu diaktifkannya sistem
penanggulangan, nantinya akan sejalan dengan diaktifkannya posko penanggulangan.
Komandan bencana akan menginformasikan dan juga berkoordinasi dengan ketua
medical support guna penanganan bencana berbasis medis yaitu penyaluran tim
penanggulangan bencana yang tanggap dibidang medis. Komandan bencna juga akan
menginformasikan kepada ketua manajemen support yang selanjutnya akan berkoordinasi
kepada ketua logistik dan juga informasi guna penyampaian informasi. Informasi yang telah
diterima akan diolah di bagian pos pengolahan data yang apabila sudah diolah akan di
berikan kepada bagian pos informasi dan juga komandan RS untuk diinformasikan kepada
pihak eksternal. Pos informasi memiliki fungsi sebagai tempat penyediaan informasi tentang
data korban dan kebutuhan relawan.
Dalam penyampaian informasi dan juga komunikasi di RSJD Dr Amino
Gondohutomo memiliki fasilitas yaitu telepon, komputer, internet, dan juga papan informasi
yang memiliki fungsi sebagai media menginformasikan terkait kebencanaan di lingkungan
internal RSJD Dr amino gondohutomo ataupun kepada pihak eksternal yang membutuhkan.
Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo ini juga memiliki kode komunikasi darurat dari
mulai kode warna, kode darurat, dan panggilan darurat dengan nomor singkat yang dapat
mempercepat proses komunikasi.

B. Analisis Sistem Informasi melalui Jurnal: “Komunikasi Kebencanaan Radio Bunut


sebagai Radio Komunikasi di Sukabumi”
Sistem komunikasi kebencanaan di RSUD R. Syamsudin menggunakan media
komunikasi berupa radio, yang dinamai sebagai radio Bunut. Dalam menjalankan radio bunut
ini rumah sakit menyiapkan kru radio yang tidak semuanya merupakan orang yang
berpengalaman di bidang penyiaran radio akan tetapi terdapat juga kru yang merupakan staf
rumah sakit seperti perawat,dokter, dan lain-lain yang merupakan relawan dalam usaha
penyampaian informasi melalui radio ini.
Penyiaran radio Bunut di RSUDR. Syamsudin berkoordinasi dengan BPBD Sukabumi
dengan menargetkan masyarakat, pasien, dan staf RS sebagai pendengar dari radio Bunut ini.
Informasi yang disampaikan oleh radio butut ini beragam, dari mulai informasi terkait pra
bencana, intra bencana, dan juga pasca bencana.
Dalam penginformasian terkait prabencana, radio Bunut ini menitikberatkan kepada
penginformasian tentang pencegahan, mitigasi, dan juga kesiapsiagaan. Radio Bunut
memberikan edukasi berupa pengenalan potensi bencana yang dapat terjadi di lingkungan
rumah sakit, sosialisasi yaitu mengenai info pra bencana, dan simulasi-simulasi bencana yang
dilaksanakan juga secara offline.
Dalam penginformasian terhadap intra bencana,Radio Bunut ini melakukan
pengkajian darurat bencana dan juga tanggap darurat yang isinya dapat berupa
penginformasian mengenai korban bencana entah itu dari segi jumlah, jenis kelamin, korban
hilang, korban meninggal, korban luka-luka, nama-nama korban atau identitas korban, dan
lain-lain. Lalu disiapkan juga tentang penginformasian mengenai SOP pasien dalam
menghadapi bencana.
Sedangkan dalam penginformasian melalui Radio Bunut terkait pasca bencana, di
dalamnya terdiri dari rehabilitasi, rekonstruksi dan juga dilakukan evaluasi terhadap proses
yang dilakukan selama penanggulangan bencana.

C. Analisis Sistem Informasi melalui Jurnal: “Analisis Kesiapsiagaan Manajemen Bencana


Rumah Sakit Di Kota Cilegon Tahun 2018”
Dalam penyaluran informasi terkait bencana yang terjadi di Rumah Sakit Z, staf yang
mengetahui tentang bencana yang terjadi harus menghubungi bagian keselamatan. Bagian
keselamatan ini juga nantinya akan mengaktifkan tim kebencanaan yang sudah disiapkan
pada saat pra bencana. Bagian keselamatan ini nantinya akan berkoordinasi dengan pusat
informasi untuk menyalurkan informasi kepada seluruh bagian rumah sakit terkait terjadinya
bencana. Selanjutnya bagian pusat informasi berkoordinasi juga kepada koordinator
manajemen bencana untuk melakukan tahap penanggulangan bencana dan berkoordinasi
kembali dengan bagian keselamatan untuk menyalurkan tim kebencanaan yang tadi sudah
diaktifkan.

D. Analisis Sistem Informasi melalui Jurnal: “Analisis Kesiapsiagaan Bencana Kebakaran


di Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Wonosobo”
Untuk sistem rumah sakit PKU Muhammadiyah Woonosobo menggunakan sistem
komunikasi yaitu pada saat keadaan darurat kebencanaan komando akan melaporkan ke pos
security dan berkoordinasi dengan bagian kebencanaan untuk penanganannya.

5. Fanny Rachmawati (P17320119412)


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2002
koordinasi adalah upaya menyatupadukan berbagai sumber daya dan kegiatan organisasi
menjadi suatu kekuatan sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat akibat kedaruratan dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat
tercapai sasaran yang direncanakan secara efektif serta harmonis.
Koordinasi memerlukan :
a. Manajemen penanggulangan masalah kesehatan yang baik.
b. Adanya tujuan, peran dan tanggung jawab yang jelas dari organisasi.
c. Sumber daya dan waktu yang akan membuat koordinasi berjalan.
d. Jalannya koordinasi berdasarkan adanya informasi dari berbagai tingkatan sumber
informasi yang berbeda.

Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari
organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan penempatan struktur organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat
penanggulanganbencana yang berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung jawab dan
otoritas dari masing-masing komponen/ organisasi yang terus menerus dilakukan secara lintas
program dan lintas sektor mulai saat persiapan, saat terjadinya bencana dan pasca bencana.
Kendala koordinasi :
a. Gangguan aksesibilitas
b. Gangguan keamanan
c. Pertimbangan politik
d. Keengganan untuk mengamati tujuan
Masalah khusus koordinasi :
a. penundaan inisiatif
b. keikutsertaan pemerinah sangat minim dengan pertimbangan :
1) tidak prioritas
2) adanya konflik pemerintah dengan pihak lain
3) badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah
4) perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sektor pemerintah
c. pembagian tugas tidak berjalan
d. kerangka waktu tidak disepakati
e. pengalihan tugas

Menurut Modul Peningkatan Kapasitas SDM dalam Penyusunan Rencana Rumah Sakit
dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, komunikasi dalam koordinasi
bencana dilakukan oleh EOC Manager dengan alur sebagai berikut :
• Segera memberitahukan kepada CEO tentang situasi darurat yang mungkin secara
berpengaruh signifikan
• Ketika diarahkan oleh CEO, atau ketika keadaan mendesak, maka CEO menugaskan
untuk memberikan informasi dan mengarahkan mereka untuk mengambil tindakan yang
sesuai dengan SOP

• Aktifkan EOC ketika diarahkan oleh CEO atau keadaan mendesak

• Mengelola sumber daya dan langsung beroperasi.


 Tugasnya adalah menjamin bahwa semuanya berjalan sesuai rencana dan
pengolahan informasi (mengumpulkan, mengevaluasi, menampilkan, dan
menyebarluaskan informasi tentang situasi. Tugas khusus meliputi:
• Mendokumentasi peristiwa-peristiwa penting

• Menggabungkan informasi yang salah dari semua sumber yang tersedia

• Mengidentifikasi kebutuhan sumber daya


 Menyiapkan Laporan tentang kerusakan yang terjadi
• Mempersiapkan briefing pejabat manajemen senior
• Menampilkan informasi yang tepat dalam EOC
• Menyiapkan dan menyampaikan laporan penting ketika diperlukan (laporan
situasi, status sumber daya kritis, dan lain-lain)
• Mengkoordinasikan dukungan logistik untuk personil tanggap bencana
• Ketika diarahkan oleh CEO, atau ketika kondisi mendesak, perlu merelokasi staf
untuk EOC alternatif yang akan melanjutkan operasi tanggap bencana

Berdasarkan Depkes RI (2009). Dalam keadaan bencana diperlukan sistem komunikasi


terpadu, yang terdiri dari:
a. Komunikasi penyampaian informasi
Informasi kejadian pertama dilakukan oleh petugas yang mengetahui kejadian kepada
operator, satpam atau petugas yang yang ditetapkan dalam prosedur tetap dalam penanganan
bencana tanpa mengurangi fungsi sebagai tugas utamanya
b. Komunikasi koordinasi
Adalah sistem komunikasi menggunakan jejaring yang disepakati dalam pelayanan
administrasi dan logistik. Koordinasi dapat melalui internal antar unit rumah sakit dan
instansi (eksternal)
c. Komunikasi Pengendalian
Adalah sistem komunikasi untuk mengendalikan kegiatan operasional di lapangan selama
keadaaan darurat bencana berlangsung, diperlukan komunikasi yang baik guna menjamin
kelancaran upaya penanggulangan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan
tempat pusat komando yang diketahui oleh semua orang dengan ruangan yang respresentatif
serta fasilitas yang memadai seperti alat komunikasi, HT, komputer, printer, akses Internet
serta fasilitas lainnya. harus ada koordinasi yang terus menerus antar penanggung jawab

Penyampaian informasi keadaan bencana dalam rumah sakit biasanya disampaikan dengan
menggunakan kode tertentu seperti berikut :
1. Kode Biru (Code Blue) : Kedaruratan Medik / resusitasi
Kode Biru (Code Blue) adalah kode yang mengumumkan adanya pasien,keluarga pasien,
pengunjung, dan karyawan yang mengalami kegawatan medis atau henti jantung atau henti
nafas dan membutuhkan tindakan bantuan hidup dasar / resusitasi segera. Pengumuman ini
utamanya adalah untuk memanggil tim medis reaksi cepat atau tim code blue yang bertugas
pada saat tersebut, untuk segera berlari secepat mungkin (Respon time < 10 menit) menuju ke
tempat lokasi/ ruangan yang diumumkan dan melakukan resusitasi jantung dan paru pada
pasien.
2. Kode Merah (Code Red) : Kebakaran
Kode Merah (Code Red) adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di
lingkungan Rumah Sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana
Rumah Sakit untuk khusus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel Rumah
Sakit, yang masing-masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai dengan
panduan kebakaran/tanggap darurat bencana/Disaster plan Rumah Sakit.
3. Kode Merah Muda (Code Pink) : Penculikan bayi
Kode Merah Muda (Code Pink) adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi/
anak atau kehilangan bayi/ anak di lingkungan Rumah Sakit.Secara universal, pengumuman
ini seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses keluar-masuk) Rumah Sakit secara
serentak oleh petugas keamanan.
4. Kode Hijau (Code Green) : Kejadian Gempa Bumi
Kode Hijau (Code Green) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian gempa bumi
yang terjadi di Rumah Sakit yang diumumkan setelah kejadian gempa dengan maksud agar
segera dilakukan penilaian awal dan mencegah kepanikan yang tidak terkendali.
5. Kode Hitam (Code Black) : Ancaman bom
Kode Hitam (Code black) adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman bom atau
ditemukan benda yang dicurigai bom di lingkungan Rumah Sakit.
6. Kode Abu-abu (Code Grey) : Kedaruratan keamanan
Kode Abu-abu (Code Grey) adalah kode yang mengumumkan adanya kedaruratan keamanan
seperti huru-hara, ancaman orang yang membahayakan (ancaman orang bersenjata atau tidak
bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri), kekerasan
terhadap karyawan, pengunjung dan ancaman lain.
7. Kode Kuning (Code Yellow) : Kedaruratan massal / emergensi
internal Kode Kuning (Code Yellow) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian
kedaruratan masal / emergensi baik itu yang terjadinya berasal dari luar maupun dari dalam
Rumah Sakit, diantaranya adanya kejadian kecelakaan massal, keracunan masal,
wabah/epidemic, KLB dari suatu penyakit baik menular/tidak menular.
8. Kode Coklat (Code Brown) : Kehilangan/Pencurian
Kode Coklat (Code Brown) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian kehilangan
barang atau adanya kejadian pencurian di dalam / diluar gedung pada area Rumah Sakit.
9. Kode Oranye (Code Orange) : Ancaman akibat bahan kimia, zat biologis, radioaktif /
nuklir
Kode Oranye (Code Orange) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian tumpahan
bahan kimia yang kritikal (berpotensi massif) / Zat biologis / kemoterapi/ Radioaktif / Nuklir
yang terjadi pada ruangan atau gedung di area lingkungan Rumah Sakit.
10. Kode Ungu ( Code Purple ) : Evakuasi
Kode Ungu (Code Purple) adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi pasien,
pengunjung dan karyawan Rumah Sakit pada titik-titik kumpul / aman yang telah ditentukan
setelah ada komando akibat adanya kegawat daruratan kebakaran ataupun bencana. Pada
intinya, menginisiasi tim evakuasi untuk melaksanakan tugasnya.
Untuk kode bencana lainnya yang berupa tambahan selain yang ada pada kode bencana
tersebut diatas dapat ditambahkan sesuai dengan kesepakatan, pemahaman dan kebijakaan
dari Rumah Sakit tersebut.
6. Gustya Tamansyah (P17320119413)
Geographic Information System Technology: Review of the Challenges for Its
Establishment as a Major Asset for Disaster and Emergency Management in Poland
Teknologi Sistem Informasi Geografis: Tinjauan Tantangan Pendiriannya sebagai Aset
Utama untuk Penanggulangan Bencana dan Darurat di Polandia
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sistem
informasi pemetaan berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis
atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan
pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota,
dan pelayanan umum lainnya. Teknologi Sistem Informasi Geografis juga dapat digunakan
untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi
dan perencanaan rute. Hasil akhir dari proses GIS diwujudkan dalam peta atau grafik. Peta
sangatlah efektif untuk menyimpan, memvisualisasikan dan memberikan informasi
geografis.
Bernhardsen: Pada tahun 2002 Bernhardsen berpendapat Sistem Informasi Geografis (SIG)
menjadi sistem komputer yang kemudian digunakan untuk memanipulasi data geografi.
Sistem ini kemudian diimplementasikan juga dengan hardware atau perangkat keras dan
software atau perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk verifikasi data, kompilasi,
penyimpanan, akusisi, perubahan hingga  pembaharuan data. Tak hanya itu ia juga berfungsi
sebagai pemanggilan dan presentasi data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data,
hingga analisa data.
 Gistut: Tahun 1994 Gistut berpendapat bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan
sistem yang kemudian dapat membantu suatu pengambilan keputusan spasial dan mampu
mengintegrasikan karakteristik-karakteristik fenomena dan deskripsi-deskripsi lokasi yang
ditemukan di lokasi tersebut. Sistem Informasi Geografis (SIG) mencakup teknologi dan
metodologi yang kemudian diperlukan, diantaranya data spasial pada perangkat keras atau
hardware, juga perangkat lunak (software) dan struktur organisasi.

Tujuan

1. Nya untuk mendukung pengambilan keputusan dalam 4 fase manajemen kritis


pencegahan persiapan respon dan pemulihan.
2. Untuk menetukan lokasi investasi dalam konteks analisis dalam persiapan
pengurangan resiko bencana.
3. Untuk membuat jalur evakusi dan pelindung bangunan pada saat pra bencana.
4. SIG juga bisa mengetahui tentang peta kemacetan hal ini untuk memudahkan rumah
sakit dalam mentransfer pasien dengan cepat dengan mencari jalan alternatif.
5. SIG mendukung layanan ambukans.
6. SIG juga terhubung langsung dengan satelit sehingga sangat mudah dalam
menemukan lokasi bencana,kebakaran dan yang lainnya.

Hasilnya: Teknologi Sistem Informasi Geografis: Tinjauan Tantangan Pendiriannya sebagai


Aset Utama untuk Penanggulangan Bencana dan Darurat di Polandia sangat bermanfaat bagi
rumah sakit dengan system ini salah satu aspek terpenting bagi rumah sakit adalah bisa
menstransfer pasien secara cepat selain itu menjadi panduan dalam proses pembangunan
Gedung dalam menentukan jalur evakuasi dilengkapi dengan komponen untuk menngambil
keputusan dalam manajemen kritis bencana sangat di rekomendasikan apabila ingin
menerapkan di rumah sakit Indonesia namun tantangannya apakah kita mampu dalam
menyediakan teknologi tersebut yang nota bene membutuhkan alokasi dana yang lumayan.

A Conceptual Design of Smart Management System for Flooding Disaster


Desain Konseptual Sistem Manajemen Cerdas untuk Bencana Banjir

Smart Disaster Management System (SDMS) merupakan DMS yang dimodifikasi dengan
penambahan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) . Sistem ini memanfaatkan fasilitas
yang disediakan TIK untuk mempercepat penyampaian informasi dan mengurangi tingkat
kesalahan dalam pengambilan keputusan saat terjadi bencana
Sistem berasal dari kemampuannya untuk mengumpulkan informasi terkait bencana dan
membuat keputusan secara real time . Motivasi di balik desain SDMS adalah untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat untuk menggunakan TIK secara benar dan efisien. Selain
itu, bertujuan untuk meningkatkan kehandalan warga pada aplikasi E-government dengan
meningkatkan utilitas aplikasi ini. Tujuan penting lainnya adalah meningkatkan
kesiapsiagaan warga dalam penanggulangan bencana melalui fasilitasi komunikasi antara
masyarakat dengan SDMS.

Tujuan

1. Upaya ini dilakukan untuk mengatasi kurangnya kesiapan staf rumah sakit terhadap
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi serta meningkatkan kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana banjir.
2. Mempredisksi kisaran curah hujan pada suatu daerah tertentu.
3. Sebagai deteksi peringatan dini bagi rumah sakit,peringatan tersebut diteruskan ke
daerah secara otomatis melalui aplikasi pesan instan dan atau surat elektronik kepada
pemangku kepentingan di daerah, terutama Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD). Tujuannya agar daerah secara intensif memantau perkembangan cuaca
menggunakan data satelit yang update per 10 menit plus data radar BMKG yang
nyaris real time. 

Hasilnya: Desain Konseptual Sistem Manajemen Cerdas untuk Bencana Banjir jika di
terapkan di rumah sakit akan memiliki kelebihan yang sangat signifikan dalam model ini
selain berisi tentang pendeteksian dini secara dini dilengkapi dengan tahapan-tahapan pada
saat pra bencana dan sesudah bencana dilenggkapi juga dengan konsep mengevakuasi korban
bencana sangat di rekomendasikan jika bisa di terapkan rumah sakit Indonesia.

E. Referensi
Putra, Aldo Yuliano dan Delima, Mera. 2021. Hospital Disaster Plan Dalam Perencanaan
Kesiapsiagaan Bencana. Padang : jurnal.upertis.ac.id. Diakses pada 01 Februari
2022.
Anonim. Sistem Informasi dan Komunikasi. bencana-kesehatan.net. Diakses pada 01 Februari
2022.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan.
Yennizar, Hermansyah, Dirhamsyah, Syahrul. 2015. Desain Sistem Komando Dan
Komunikasi Dalam Menghadapi Bencana Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Aceh : Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala.
Rustandi, Kartini. 2020. Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan Kondisi Darurat dan/atau Bencana
di Rumah Sakit. Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementrian Kesehatan
RI.
Tim Brigade Siaga Bencana(BSB). 2018. Hospital Disaster Plan (Rencana Penanganan
Bencana Di Rumah Sakit). Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten
Magelang
Goniewicz, K., Magiera, M., Rucińska, D., Pawłowski, W., Burkle, F. M., Hertelendy, A. J.,
& Goniewicz, M K. M. (2020). Geographic Information System Technology: Review
of the Challenges for Its Establishment as a Major Asset for Disaster and Emergency
Management in Poland Disaster Medicine and Public Health Preparedness. 1-6.
doi:10.1017/dmp.2020.74

Ibrahim, Thaer, and Alok Mishra . (2021, Agustus 16). A Conceptual Design of Smart
Management System for Flooding Disaster. International journal of environmental
research and public health.Vol 18,168632 doi:10.3390/ijerph18168632
RSJD Dr. Amino Gondohutomo. 2020. Hospital Disaster Plan (HDP). Diakses pada tanggal
01 Februari 2022 melalui http://ppid.rs-amino.jatengprov.go.id
Sjuhro, DW. 2019. Komunikasi Kebencanaan Radio Bunut sebagai Radio Komunikasi di
Sukabumi. Diakses pada tanggal 01 Februari 2022 melalui http://jurnal.unpad.ac.id
Choirrini, S. 2019. Analisis Kesiapsiagaan Manajemen Bencana Rumah Sakit Di Kota
Cilegon Tahun 2018. Diakses pada tanggal 01 Februari 2022 melalui
https://perpustakaan.bnpb.go.id
Yulianto, F. 2019. Analisis Kesiapsiagaan Bencana Kebakaran di Rumah Sakit (RS) PKU
Muhammadiyah Wonosobo. Diakses pada tanggal 01 Februari 2022 melalui
http://eprints.uad.ac.id

Anda mungkin juga menyukai