Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Fanny Rachmawati

P17320119412

Tingkat : 2 C Ners

PROGRAM STUDI S-1 PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

2020/2021
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Konsep Kondisi Patologis
2. Definisi penyakit

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Inflamasi
kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama
malam dan atau dini hari.
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos
bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus
( Huddak & Gallo, 1997 ).

3. Etiologi

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor
lingkungan.

Faktor pejamu tersebut adalah:

a. predisposisi genetik asma


b. alergi
c. hipereaktifitas bronkus
d. jenis kelamin
e. ras/etnik

Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :

a. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan /predisposisi asma untuk


berkembang menjadi asma. Contohnya

1) alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang,
alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga
2) sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
3) asap rokok
4) polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
5) infeksi pernapasan (virus) : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
6) diet
7) status sosio ekonomi
8) besarnya keluarga
9) obesitas

b. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan gejala asma menetap.


Contohnya :

1) alergen di dalam maupun di luar ruangan


2) polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
3) infeksi pernapasan
4) olah raga dan hiperventilasi
5) perubahan cuaca
6) makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
7) obat-obatan, seperti asetil salisilat
8) ekspresi emosi yang berlebihan
9) asap rokok
10) iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
4. Patofisiologi

5. Tanda dan gejala

Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.

Gejala awal berupa :

a. batuk terutama pada malam atau dini hari


b. sesak napas
c. napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
d. rasa berat di dada
e. dahak sulit keluar.

Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah:

a. Serangan batuk yang hebat


b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
e. Kesadaran menurun
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus . Pemeriksaan uji
provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil
negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti
bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis
alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan
fibrosis kistik.

b. Pengukuran Status Alergi

Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis
asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan
kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan
dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi
juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan
alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE
spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain).
Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.

7. Penatalaksanaan medis
a.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Data Fokus Pengkajian
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Diagnostik
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
a. Tujuan dan Kriteria evaluasi
b. Intervensi
c. Rasional
C. Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai