Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

MODEL ASUHAN KEPERAWATAN


PROFESIONAL (MAKP) KASUS

DI SUSUN OLEH :
Aznan Manurung
Erni Rita Sibuea
Fajar Buana
Kiki Fatmala
Miftahul Abrar
Milisa Isma
Nurwani
Perdinan
Sukma Agustian
Surya Nova

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT HAJI
MEDAN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
berkat, rahmat dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun
dalam pembuatanya makalah ini tidak sepenuhnya selalu sempurna dan masih ada beberapa
kekurangannya. Dalam makalah ini tentang “model asuhan keperawatan profsional” yang
bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah manajemen dan kepemimpinan
Kami menyadari bahwa penulisan makalah kami ini masih terdapat beberapa kekurangan
serta kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang dapat
membangun dalam kesempurnaannya
Akhir kata semoga makalah kami ini mampu memberikan informasi kepada teman-teman
sekalian.

Medan 02 Oktober 2020


Penyusun

(Kelompok 4)

i
DAFTAR ISI

Halaman Depan
Kata pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.1 Rumusan Masalah........................................................................................................3
1.2 Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Pengertian MAKP........................................................................................................4
2.2 Faktor- faktor yang berhubungan dengan MAKP.......................................................4
2.3 Metode pengelolahan sistem pemberian asuhan keperawatan profesional.................7
BAB III
Pembahasan
3.1 Model asuhan keperawatan profesional kasus.............................................................28
3.2 Kekurangan metode kasus...........................................................................................29
3.3 Kelebihan metode kasus..............................................................................................29
3.4 Bagan MAKP...............................................................................................................29
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................30
4.2 Saran............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum mutu pelayanan kesehatan di Indonesia masih relatif belum profesional.Hal
ini bisa dilihat dengan adanya kemampuan profesional terbatas, pengaturan tugas yang kurang
efektif, dan fasilitas maupun alat yang kurang memadai.Kondisi seperti ini terjadi akibat relatif
masih kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan maupun adanya krisis moral para perilaku
pelayan kesehatan akibat krisis di berbagai bidang yang berkepanjangan. Di sisi lain, era
globalisasi dengan berbagai konsekuensinya seperti tuntutan pelayanan rumah sakit yang
semakin kompetitif menuntut petugas kesehatan untuk bertindak profesional. Situasi ini
menuntut para pembaharu di bidang keperawatan untuk mengembangkan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan untuk dapat diimplementasikan dalam pengorganisasian ruang
keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan melalui pemberian
asuhan keperawatan.Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan dengan berbagai
keuntungan dan kerugiannya.Pada akhirnya, diharapkan pimpinan keperawatan dapat memilih
metode pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan falsafah organisasi, struktur, pola
ketenagaan, dan keadaan pasien yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di rumah
sakit.
Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan, oleh karena
itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat
berfungsi secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan
keperawatan yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam manajemen
tersebut adalah bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai
pendekatan model asuhan keperawatan yang diberikan.Penetapan dan keberhasilan model
pemberian asuhan keperawatan yang digunakan di suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya adalah bagaimana pemahaman perawat tentang model-model asuhan
keperawatan tersebut.
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Defenisi tersebut

1
berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini, dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu
pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam
memenuhi kepuasan klien tidak akan dapat terwujud.
Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat yaitu: standar,
proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu
model, maka keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan, karena merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis
dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan
koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan. Manajemen
keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf untuk memberikan asuhan
keperawatan secara profesional. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan keperawatan
sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga
diharapkan keduanya saling menopang.
Adanya tuntutan pengembangan pelayanan kesehatan oleh masyarakat umum, termasuk
di dalamnya keperawatan, merupakan salah satu faktor yang harus dicermati dan diperhatikan
oleh tenaga perawat, sehingga perawat mampu berkiprah secara nyata dan diterima dalam
memberikan sumbangsih bagi kemanusiaan sesuai ilmu dan kiat serta kewenangan yang dimiliki.
Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan kesehatan merupakan tempat
yang memungkinkan bagi perawat untuk menerapkan ilmu dan perannya secara optimal. Namun
perlu disadari, tanpa tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan yang
kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan profesional hanyalah akan
menjadi teori semata. Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam
pelayanan keperawatan adalah melakukan manajemen keperawatan dengan harapan adanya
faktor kelola yang optimal mampu meningkatkan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan
sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.( Ratna Sitorus &
Yuli. 2006)
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses
dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut. Untuk itu,
penulis tertarik untuk membahas Salah satu Model Asuhan Keparawatan yaitu, Model Asuhan
Keperawatan Profesional Kasus.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian MAKP?
2. Bagaimana Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP)?
3. Apa Pengertian MAKP Model Kasus?
4. Apa Kekurangan Metode Kasus?
5. Apa Kelebihan Metode Kasus ?
6. Bagaimana Bagan MAKP Kasus?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum :
Mahasiswa mampu memahami Model Praktik Keperawatan Profesional Kasus.
2. Tujuan khusus :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Model Praktik Keperawatan Professional.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP)
c. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Model Praktik Keperawatan Professional Kasus
d. Mahsiswa mampu menjelaskan Kekurangan Model Praktik Keperawatan Professional Kasus
e. Mahasiswa mampu menjelaskan Kelebihan Model Praktik Keperawatan Professional Kasus
f. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagan Model Praktik Keperawatan Profesional Kasus
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN MODEL ASUHAN KEPERAWATAN


Definisi Hoffart dan Woods (1996), mendefinisikan Model Praktik
KeperawatanProfesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur, proses, dan nilai
professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan
keperawatan dan mengatur lingkungan untukmenunjang asuhan keperawatan.Sebagai suatu
model berarti sebuahruang rawat dapat menjadi contoh dalam praktik
keperawatanprofessional di Rumah Sakit.
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model pemberian
asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan
Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu
stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998; 143) yaitu:
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi
2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
3. Efisien dan efektif penggunaan biaya.
4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.
5. Kepuasan kinerja perawat.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN MAKP
a) Kualitas pelayanan keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, selalu bicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen
2. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi
3. Mempertahankan eksistensi institusi
4. Meningkatkan kepuasan kerja
5. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
6. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar
b) Standar praktik keperawatan
Standar praktik keperawatan di indonesia disusun oleh Depkes RI (1995) yang terdiri atas
beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commission on Accreditation of Health Care
Organisation terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan yang meliputi:
1. Menghargai hak-hak pasien
2. Penerimaan sewaktu pasien Masuk Rumah Sakit (MRS)
3. Observasi keadaan pasien
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif
6. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif
7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8. Pemberian asuhan secara terus menerus dan berkesinambungan
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam
Supaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari Henderson).
1. Oksigen
2. Cairan dan elektrolit
3. Eliminasi
4. Keamanan
5. Kebersihan dan kenyamanan fisik
6. Istirahat dan tidur
7. Gerak dan jasmani
8. Spiritual
9. Emosional
10. Komunikasi
11. Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
13. Penyuluhan
c) Model praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit
Perawat profesional (ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu,
perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan untuk rumah sakit dan lingkup
cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan
prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan
keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit.Kegiatan ini dilakukan
oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat
profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok
Dalam pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan
rumah sakit dan rumah, beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan
selama 24 jam, kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan, untuk
mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat.
Bentuk praktik keperawatan ini dipandang perlu di masa depan, karena adanya
pendapat bahwa rawat rumah sakit perlu dipersingkat, mengingat biaya perawatan di
rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
4. Praktik keperawatan individual
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk
praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman
secara sendiri/perorangan membuka praktek keperawatan dalam jam praktik tertentu
untuk memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh
kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan
kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
d) Managerial grid
Fokus metode manajemen ini menitikberatkan pada perilaku manajer yang menekankan
pada produksi dan manusia. Adanya komitmen yang tinggi pada anggota kelompok
dalam mencapai tujuan organisasi dapat mengurangi kompetisi antara anggota kelompok;
dan komunikasi serta kebersamaan dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat dicapai
tujuan organisasi yang optimal.
2.3 METODE PENGELOLAAN SISTEM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN
PROFESIONAL
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien.Dari
beberapa metode yang ada, maka institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian
metode tersebut untuk diterapkan. Sehingga perlu diantisipasi “ ...jangan mengubah suatu
sistem ...justru menambah permasalahan...” (Kurt Lewin, 1951 dikutip oleh Marquis &
Huston, 1998). Dasar pertimbangan penerapan metode sistem pemberian asuhan keperawatan
adalah:
a. Filosofi institusi (visi dan misi institusi)
b. Ekonomis (cost effective)
c. Menambah kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat
d. Menambah kepuasan kerja perawat karena dapat melaksanakan perannya dengan
baik
e. Dapat diterapkannya proses keperawatan
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan
metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode
sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
a) Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan (MAKP)
Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi 8 model pemberian
asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan
keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Tetapi, setiap unit keperawatan
mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan
kesesuaian antara ketenagaan, sarana, dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Karena
setiap perubahan akan berakibat suatu stres, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama
dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan.
1. Sesuai visi dan misi institusi
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada
visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan
keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat
ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif penggunaan biaya
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam
kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang
oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap
asuhan yang diberikan oleh perawat.Oleh karena itu, model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
5. Kepuasan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja
perawat.Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan
justru menambah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaanya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan
dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan
dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dengan tenaga
kesehatan lainnya.
b) Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Berikut tabel jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis
& Huston (1998).
Model Deskripsi Penanggung Jawab
Fungsional Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan Perawat yang bertugas pada
Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu tindakan tertentu
berdasarkan jadwal kegiatan yang ada
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam
pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama
pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap
perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya,
merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di
bangsal.
Kasus Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan Manager keperawatan
Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu
Rasio 1:1 pasien-perawat.
Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang
melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan
dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat,
umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk
perawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.
Tim Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan Ketua tim
Enam – tujuh orang perawat profesional dan perawat
associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua
tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota
yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi
menjadi 2 – 3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional,
teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling
membantu.
Primer Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi Perawat primer (PP)
keperawatan
Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
keperawatan, dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk
mengkoordinasi asuhan keperawatan
Rasio 1:4 / 1:5 (perawat:pasien) dan penugasan metode
kasus.
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan
pasien, mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan
antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode
primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan
terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.

Di bawah ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian asuhan
keperawatan profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah
ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan
keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP profesional)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.Pada saat itu, karena masih terbatasnya
jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi
(misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Metode ini diterapkan dalam penugasan pekerja di dunia industri ketika setiap pekerja
dipusatkan pada satu tugas atau aktivitas.Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan menggunakan metode fungsional, setiap perawat memperoleh satu tugas (kemungkinan
bisa lebih) untuk semua pasien di unit/ruang tempat perawat tersebut bekerja.Di satu unit/ruang,
seorang perawat diberikan tugas untuk menyuntik maka perawat tersebut bertanggung jawab
untuk memberikan program pengobatan melalui suntikan kepada semua pasien di unit/ruang
tersebut. Contoh penugasan yang lain adalah membagi obat per oral, mengganti balut,
pendidikan kesehatan pada pasien yang akan pulang, dan sebagainya.
Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat memberikan
kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan keperawatan secara menyeluruh
tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada perawat.Di samping itu, asuhan
keperawatan yang diberikan tidak profesional yang berdasarkan pada masalah pasien.Perawat
senior cenderung sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan
kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior.
Kelebihannya:
 Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan
pengawasan yang baik
 Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang biasa menjadi
tanggung jawabnya
 Pekerjaan menjadi lebih efisien
 Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan
 Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
 Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan pada perawat junior dan/atau belum berpengalaman
Kelemahannya:
 Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
 Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan rasa bosan
 Kesempatan untuk melakukan komunikasi antar petugas menjadi lebih sedikit
 Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien secara holistik dan
tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak profesional
 Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan
 Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja Peran perawat kepala ruang:
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruang (nurse unit
manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan,
bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari
terjadinya kebosanan perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar
kesalahan.Sekalipun diakui bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek
dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk
pelayanan biasa dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak
komprehensif dan memperlakukan pasien kurang manusiawi.
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi
2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok
kecil yang saling membantu.
Kelebihannya:
 Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
 Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
 Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim
Kelemahannya:
 Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk
Konsep metode tim:
 Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan
 Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin
 Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
 Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil bila didukung
oleh kepala ruang.
Tanggung jawab anggota tim:
 Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggung jawabnya
 Kerjasama dengan anggota tim dan antartim
 Memberikan laporan
Tanggung jawab ketua tim:
 Membuat perencanaan
 Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
 Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien
 Mengembangkan kemampuan anggota
 Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab kepala ruang:
a) Perencanaan
 Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing
 Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya
 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan pulang,
bersama ketua tim
 Megidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan
klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan
 Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
 Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang
dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien
 Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan:
 Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
 Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan
 Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
 Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
 Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
 Membantu membimbing peserta didik keperawatan
 Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
b) Pengorganisasian
 Merumuskan metode penugasan yang digunakan
 Merumuskan tujuan metode penugasan
 Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
 Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahkan 2 ketua tim, dan ketua tim
membawahkan 2-3 perawat
 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur
tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain
 Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
 Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
 Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua tim
 Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
 Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
 Identifikasi masalah dan cara penanganannya
c) Pengarahan
 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
 Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
 Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan Askep
pasien
 Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
 Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
 Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
d) Pengawasan
 Melalui komunikasi
 Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana
mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
 Melalui supervisi
 Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri, atau
melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-
kelemahan yang ada saat itu juga
 Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim. Membaca
dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan
sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar
laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
 Evaluasi
Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun bersama ketua tim
 Audit keperawatan
3. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong
praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan
pelaksana.Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara
pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.

 Bersifat kontinuitas dan komprehensif


 Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri
 Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989)
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya
kebutuhan secara individu.Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan:
 Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai displin
ilmu.
Konsep dasar metode primer:
 Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
 Ada otonomi
 Ketertiban pasien dan
keluarga Tugas perawat primer:
 Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
 Membuat tujuan dan rencana keperawatan
 Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
 Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh displin lain
maupun perawat lain
 Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
 Menerima dan menyesuaikan rencana
 Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
 Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat
 Membuat jadwal perjanjian klinis
 Mengadakan kunjungan rumah
Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:
 Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
 Orientasi dan merencanakan kerjawan baru
 Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
 Evaluasi kerja
 Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
 Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang
terjadi Ketenangan metode primer:
 Setiap perawat primer adalah perawat “bed side”
 Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
 Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
 Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonprofessional
sebagai perawat asisten
Tabel. Peran masing-masing komponen kepala ruangan; perawat primer; dan perawat associate

Kepala Ruang (KARU) Perawat Primer (PP) Perawat Associate (PA)


Menerima pasien baru Menerima pasien dan mengkaji Memberikan ASKEP
Memimpin rapat kebutuhan pasien secara Mengikuti timbang terima
Mengevaluasi kinerja komprehensif. Melaksanakan tugas yang
perawat Membuat perencanaan ASKEP didelegasikan
Membuat daftar dinas Mengadakan tindakan kolaborasi Mendokumentasikan
Menyediakan material Memimpin timbang terima tindakan keperawatan
Perencanaan, Mendelegasikan tugas Membuat laporan harian.
pengorganisasian, Memimpin ronde keperawatan Mengikuti timbang terima.
pengarahan dan Mengevaluasi pemberian Mengikuti kegiatan ronde
pengawasan ASKEP keperawatan.
Bertanggung jawab terhadap pasien
Melaksanakan program Memberi petunjuk jika pasien akan Melaksanakan rencana
orientasi kepada tenaga pulang keperawatan yang dibuat oleh
perawatan baru atau Mengisi resume keperawatan perawat primer
tenaga lain yang akan Mendampingi visite. Melaporkan segala
bekerja diruang rawat. Melaksanakan ronde keperawatan perubahan yang terjadi atas
Meningkatkan bersama dengan kepala ruangan dan pasien kepada perawat
pengetahuan dan perawat associate. primer.
ketrampilan di bidang Melaporkan perkembangan pasien
perawatan antara lain kepada kepala ruangan.
melalui pertemuan ilmiah.
Menyusun permintaan
rutin meliputi kebutuhan
alat, obat dan bahan lain
yang diperlukan diruang
rawat.
Melaksanakan program
orientasi kepada pasien
dan keluarganya, meliputi
penjelasan tentang
peraturan rumah sakit, tata
tertib ruangan, fasilitas
yang ada cara
penggunaannya serta
kegiatan rutin sehari-hari
di ruangan.
Mendampingi dokter
selama kunjungan keliling
(visite dokter) untuk
pemeriksaan pasien dan
mencatat program
pengobatan, serta
menyampikan kepada staf
untuk melaksanakannya
Mengelompokan pasien
dan mengatur
penempatannya di ruang
rawat menurut tingkat
kegawatannya, infeksi dan
non infeksi untuk
memudahkan pemberian
asuhan keperawatan.
Mengawasi pelaksanaan
sistem pencatatan dan
pelaporan kegiatan asuhan
keperawatan serta
mencatat kegiatan lain di
ruang rawat.

4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat
atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.
Kelebihannya:
 Perawat lebih memahami kasus per kasus
 Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih
mudah Kekurangannya:
 Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
 Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
5. Modifikasi MAKP Tim-Primer
Pada metode MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Ratna S.
Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau setara
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan
akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer. Di samping itu, karena saat ini
perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat
bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.
Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002):
Untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat.Dengan menggunakan model modifikasi
keperawatan primer ini diperlukan 4 orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di
samping seorang kepala ruang rawat, juga Ners.Perawat associate (PA) 21 orang, kualifikasi
pendidikan perawat asosiasi terdiri atas lulusan D3 keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang).
Pengelompokkan tim pada setiap shift juga terlihat pada gambar di bawah ini.
Rusdi (2008) mengatakan terdapat 6 model asuhan keperawatan yang telah dikenal dan sering
digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu sebagai berikut:
a) Model kasus
Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai
Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang
paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh
satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan
pemenuhan kebutuhan pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup
seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa
yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan
merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya.
Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas profesional dan
membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.
b) Model fungsional
Model Fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah pendidikan
keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai jenis
program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi tenaga keperawatan
tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan ide untuk mengembangkan model
fungsional dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin
bertanggung jaawb dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya.
Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan
pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga
dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan
yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu
perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin Kepala
Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat
tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya
dengan perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi. Komunikasi
antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah pasien. Perawat terkadang tidak
mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang
diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan.
Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat
dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada
Kepala Ruangan. Dan Kepala Ruangan lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan
pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali
pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang
datang kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap kebutuhan pasien secara
komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena
tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan
keperawatan.
Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk
membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien
atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi
perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas,
bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf
sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang
diberikan.
c) Model tim
Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional, beberapa pimpinan
keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam
pemberian asuhan keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga dalam
keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950
dikembangkan Model Tim dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas,
1984).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga keperawatan
bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi
secara menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien.
Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul
motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim
merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling
komplementer menjadi satu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan
serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga
dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi.

Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua
konsep utama yang harus ada, yaitu:
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered
Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap
sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan
penugasan kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan
keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara
individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus
dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau
pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan
asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang merupakan
bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. Dalam model
ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat setiap pasien.
Dengan cara ini Ketua Tim membantu semua anggota tim untuk belajar apa yang
terbaik untuk pasien yang dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang
dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman praktek
melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina
anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan antar
manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang
dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama. Untuk mencapai
kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip dasar
administrasi, supervisi, bimbingan dan teknik mengajar agar dapat dilakukannya
dalam bekerjasama dengan anggota tim. Ketua Tim juga harus mampu
mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim:


1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan, yang
berperan sebagai manager di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam:
a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
b. Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan.
c. Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
d. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim
dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
e. Menjadi narasumber bagi ketua tim
f. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
g. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
2. Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.
b) Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melaui pre atau post conference.
d) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan
serta mendokumentasikannya.
3. Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun.
b) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon pasien.
c) Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan.
d) Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat
diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim tergantung
pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga keperawatan. Umumnya satu tim
terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk 10-20 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984),
menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan
keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim
dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara menyeluruh/
total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam sistem pemberian asuhan keperawatan
untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan
pasien.
d) Model primer
Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang kesehatan,
serta meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang bermutu tinggi,
dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan keperawatan model tim masih mempunyai beberapa
kekurangan, maka berdasarkan studi, para pakar keperawatan mengembangkan model
pemberian asuhan keperawatan yang terbaru yaitu Model Primer (Primary Nursing). Dan
perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai “Primary Nurse”.
Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan
secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang diberikan kepada
Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang
didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan
kemampuan Primary Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung
jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse akanmelakukan pengkajian secara
komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan melakukan
berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa
pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia bertanggung jawab untuk
mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga
akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan kepada
perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan tentang keadaan pasien kepada Kepala
Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu
persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang
diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja
sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan
kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary Nurse berperan
sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse
adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan supervisi.
Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena senantiasa informasi
tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif, sedangkan pada model
Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat.Untuk pihak rumah sakit
keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi.
Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena memerlukan
beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu
berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat
yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai
kualifikasi Master.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena:
1. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam perencanaan
dan koordinasi asuhan keperawatan.
2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-20
orang pada setiap tim.
3. Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.
4. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.
5. Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
e) Model modular
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing yang
digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional dan non
profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan
arahan kepemimpinan perawat profesional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat bertanggung
jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak pasien masuk, pulang
dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit. Agar model ini efektif maka
Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga profesional dan non profesional serta
bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian,
terutama kepemimpinan. Dalam menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa
bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8-12 kasus. Seperti
pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-
malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat
profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat
non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat
profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat primer. Model
modular merupakan gabungan dari model tim dan primary model.
Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) diarahkan dalam hal membuat jadwal
dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerjasama, dan berperan sebagai
fasilitator, pembimbing serta motivasi.
f) Model manajemen kasus
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing. Dalam
model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk penyelesaian
kasus keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.Pengembangan
metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus dapat mengurangi pelayanan
yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain, metode kasus keperawatan ini akan memberikan
kesempatan untuk komunikasi di antara perawat, dokter, dan tim kesehatan lain, efisien dalam
manajemen perawatan melalui monitoring, koordinasi dan intervensi. Metode manajemen kasus
keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan dan manajemen sumber-sumber
terkait yang memungkinkan adanya manajemen yang strategis dari cost dan quality oleh seorang
perawat untuk suatu episode penyakit hingga perawatan lanjut. Menurut American Nurses
Association (1988), manajemen kasus adalah suatu sistem pemberian pelayanan kesehatan yang
didesain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pasien yang diharapkan dalam kurun waktu
perawatan di rumah sakit.
Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case
manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke rumah sakit hingga pasien
tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager, perawat memiliki
tanggung jawab dan kebebasan untuk perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan evaluasi. Untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode
manajemen kasus, case manager senantiasa mempertimbangkan dua rangkaian dari quality-cost-
access dan consumers-providers-funders.
Tujuan dari manajemen kasus adalah:
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar.
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin.
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
4. Efisiensi biaya
5. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya.
6. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
7. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan
Kerangka kerja dari model Manajemen Kasus adalah:
1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu tanpa
membedakan pasien itu berasal dari unit mana.
2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:
a) Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari masing-
masing profesi kesehatan
b) Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada target
waktunya.
3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu pada tujuan
asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari manajemen kasus ini
tergantung dari karakteristik tatanan asuhan keperawatan.
.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus


Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat
atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan
pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2007).
Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai
Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang
paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh
satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan
pemenuhan kebutuhan pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup
seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus
dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman
karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini menuntut
seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas profesional dan membutuhkan jumlah tenaga
keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya. (Somantri, I. 2011. )
3.2 Kekurangan metode kasus :
· Kemampuan tenaga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
· Membutuhkan banyak tenaga.
· Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
· Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas.(Kelliat, Budi Anna dan Akemat. 2009. )

3.3 Kelebihan metode kasus:


· Kebutuhan pasien terpenuhi.
· Pasien merasa puas.
· Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
· Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.(Kelliat, Budi Anna dan Akemat. 2009. )

3.4 Bagan Model Praktik Keperawatan Profesional Kasus

Penjelasannya:
Maksud dari bagan tersebut adalah peran perawat sebagai tenaga ahli profesional yaitu
memegang peran penting dalam kesehatan setiap klien. Jadi MAKP kasus yang dimaksud
adalah setiap perawat atau satu perawat memberi peranan penting pada satu pasien. Pada bagan
tersebut juga memiliki kelebihan dan kekurangan terendiri seperti yang dijelaskan diatas.
Metode MAKP kasus pada bagan di atas ini lebih tepat digunakan di ruangan rawat khusus
seperti ruang perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan
sebagainya
BAB 4

KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN
Model Praktik KeperawatanProfesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur,
proses, dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian
asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untukmenunjang asuhan keperawatan.
Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat dapat menjadi contoh dalam praktik
keperawatan professional di Rumah Sakit.
Manfaat MPKP terdiri dari :
• Dapat meningkatkan mutu askep
• Untuk menata tenaga keperawatan dlm upaya menuju layanan yg professionaL
• Untuk proses belajar bagi mahasiswa keperawatan
• Untuk menunjang program pendidikan ners spesialis keperawatan.
• Untuk tempat penelitian keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di suatu ruangan sakit, dapat
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan salah satunya metode asuhan
keperawatan Kasus. Pada metode kasus seorang perawat akan memberikan perawatan konstan
dalam jangka waktu tertentu .

4.2 SARAN

Di dalam era globalisasi ini menuntut para pembaharu di bidang keperawatan untuk
mengembangkan suatu metode pemberian asuhan keperawatan untuk dapat diimplementasikan
dalam pengorganisasian ruang keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu
pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan. Sehinggga dalam pemberian asuhan
keperawatan pada setiap pasien haruslah memperhatikan dan menerapkan sesuai model asuhan
keperawatan professional.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika


Somantri, I. 2011. Konsep Model Asuhan Keperawatan Profesional, FIK:UNPAD
Ratna Sitorus & Yuli. 2006. Model Pemberian Asuhan Keperawatan (nursing care delivery
models), Jakarta: EGC
Kelliat, Budi Anna dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai