DISUSUN OLEH:
NIM: NS1914901149
3. Klasifikasi
Menurut Karson, 2016 Congestive Heart Failure dibagi menjadi beberapa
jenis yaitu:
a. Gagal jantung akut dan kronik
1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba di tandai dengan
penurunan cardiac output atau tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini
dapat mengakibatkan edema paru dan kolap pembuluh darah.
2) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan di tandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung paru kronis, pada gagal
jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga
menyebabkan hypervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan
hipertrofi.
b. Gagal jantung kanan dan kiri
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa
darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,
hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral.
2) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat
gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan
yang terbendung akan terakumulasi secara sistemik di kaki, asites,
hepatomegali, efusi pleura dan lain-lain.
c. Gagal jantung sistolik dan diastolik
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya
kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi.
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibatnya stroke volume cardiac output menurun.
Klasifikasi CHF menurut derajat atau beratnya gejala menurut New York
Heart Association (NYHA).
4. Etiologi
a. Kelainan otot jantung, gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung
mencakup aterosklorosis coroner, hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklorosis coroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jatung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardum (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencangkup gangguan aliran darah yang masuk ke
jantung (stenosis katub semilunar), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditis, konstriktif atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
f. Faktor sistemik, terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung. (Kasron, 2016)
5. Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh
kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat ke seluruh
bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress
fisiologis. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan; yang pertama preload (beban awal) jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang timbul oleh
panjangnya regangan serabut jantung. Yang kedua kontaktilitas yaitu
perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan
serabut jantung. Yang ketiga afterload atau beban akhir yaitu besarnya
tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan gagal jantung,
bila satu/ lebih dari keadaan diatas terganggu, menyebabkan curah jantung
menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan preload meningkat contoh
regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel. Menyebabkan afterload
meningkat yaitu pada keadaan stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kelainan otot jantung.
Gagal jantung sering dipisahkan menjadi dua klasifikasi gagal jantung
kanan atau gagal jantung kiri. Pada gagal jantung kanan, ventrikel kanan
tidak dapat memompa darah ke dalam arteri pulmonalis, sehingga kurang
darah yang beroksigen oleh paru-paru dan meningkatkan tekanan di atrium
kanan dan sirkulasi vena sistemik. Hipertensi vena sistemik menyebabkan
edema pada ekstremitas. Pada gagal sisi kiri, ventrikel kiri tidak stabil untuk
memompa darah ke sirkulasi sistemik, sehingga terjadi peningkatan tekanan
di atrium kiri dan pembuluh darah paru. Paru-paru menjadi sesak dengan
darah, menyebabkan tekanan paru relevated dan edema paru.
Meskipun setiap jenis menghasilkan perubahan arteri yang berbeda
sistemik/paru, secara klinis tidak biasa untuk mengamati kegagalan semata-
mata gagal jantung kanan atau gagal jantung kiri. Sejak kedua sisi jantung
tergantung pada fungsi yang memadai dari sisi lain, kegagalan satu ruang
menyebabkan perubahan timbale balik di ruang berlawanan. Misalnya,
dalam peningkatan kegagalan sisi kiri kemacetan vascular paru akan
menyebabkan tekanan meningkat pada ventrikel kanan, sehingga benar
hipertofi ventrikel, penurunan efisiensi miokard, dan akhirnya
mengumpulkan darah dalam sirkulasi vena sistemik. (Syaifuddin, 2011)
6. Manifestasi klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai
berikut :
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Untuk mengurangi afterload dan preload
1) First line drugs: diuretik untuk mengurangi afterload pada disfungsi
sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolik
2) Second line drugs: ACE inhibitor, membantu meningkatkan COP
dan menurunkan kerja jantung
a) Digoxin: meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolik yang mana di butuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
b) Hidralazin: menurunkan afterload pada disfungsi sistolik
c) Isobarbide dinitrat: mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
d) Calcium channel blocker: untuk kegagalan diastolik
meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel
(jangan dipakai pada CHF kronik). Beta blocker, sering
dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,
mencegah iskemia miocard, menurunkan TD, hipertrofi
ventrikel kiri. (Kasron, 2016)
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istrahat atau pembatasan
aktifitas.
2. Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
3. Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSIDs,
karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium.
4. Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari )
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto thorax : dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
b. EKG: dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemik,
c. Echocardiogram
d. Pemeriksaan Lab meliputi: elektrolit serum yang mengungkapkan
kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari
adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, Gula darah
e. Pemeriksaan enzim jantung.
f. Ultrasonography (USG) : gambaran cairan bebas dalam rongga
abdomen, dan gambaran pembesaran hepar dan lien.
9. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2008) komplikasi CHF adalah :
1. Pengkajian Primer
a. B1 (Breathing)
Pengkajian yang di dapatkan dengan adanya tanda kongesti vascular
pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
Cracles atau ronchi basah halus secara umum terdengar pada dasar
posterior paru. Hal ini dikendali sebagai bukti gagal ventrikel kiri.
Sebelum cracles dianggap sebagai kegagalan pompa, klien harus
diinstruksikan untuk batuk guna membuka alveoli basialis yang
mungkin dikompresi dibawah diafragma.
b. B2 (Blood)
- Inspeksi
pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. gejala ini
merupakan tanda dari penurunan curah jantung. Selain itu sulit
berkonsentrasi, defisit memor, dan penurunan toleransi latihan
tanda dari penurunan curah jantung. Pada inspeksi juga
ditemukan distensi vena jugularis akibat kegagalan ventrikel
kanan dalam memompa darah dan tanda yang terakhir adalah
edema tungkai dan terlihat pitting edema.
- Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang
mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf simpatis.
Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan adanya
vasokontriksi perifer menyebabkan bradikardi. Hipertensi
sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans
(perubahan kekuatan denyut arteri).
- Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkaitan dengan gagal jantung kiri adalah
adanya bunyi jantung ke 3 dan ke empat (S3,S4) serta cracles
pada paru-paru.
- Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya
hipertropi jantung atau kardiomegali.
c. B3 (Brain)
Kesadaran composmentis, di dapatkan soanosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat, wajah meringis, menangis, merintih,
dan meregang.
d. B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya
edema ekstremitas merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah.
e. B5 (Bowel)
Pasien biasanya mual dan mutah, anoreksia akibat pembesaran vena
dan statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat
badan. Selain itu dapat terjadi hepatomegaly akibat pembesaran vena
di hepar dan pada akhirhirnya menyebabkan asites.
f. B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah.
2. Pengkajian Sekunder
Riwayat keperawatan
a. Keluhan
- Dada terasa berat
- Palpitasi atau berdebar-debar
- Sesak napas saat beraktivitas, batuk
- Tidak nafsu makan, mual, muntah
- Letargi (keletihan), fatigue (kelelahan)
- Insomnia
- Jumlah urine menurun
- Kaki bengkak dan berat badan bertambah
- Serangan timbul mendadak / sering kambuh
b. Riwayat penyakit : hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,dan
diabetes mellitus
c. Riwayat diet : gula, garam, lemak, kafein, cairan, alcohol
d. Riwayat pengobatan : toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung,steroid, alergi terhadap obat tertentu.
e. Pola eliminasi urine : oliguria, nocturia
KASUS
Tn P dirawat di ICU hari ke 3 Kondisi pasien semakin menurun, akral teraba dingin
TD: 90/60mmHg, N:120x/mnt, S:35,8°C, pernapasan dalam 38x/mnt terpasang
NRM 12 ltr tampak penggunaan otot bantu napas SPO2 setelah pemberian oksigen
100%, JVP 5+4 cmH2O. Pada pemeriksaan jantung didapatkan batas kanan jantung
ICS II linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS 6 linea aksilaris anterior sinistra.
Hasil foto radiologi di dapatkan efusi pleura dan kardiomegali.
FORMAT LAPORAN ANALISIS KASUS
RUANG INTENSIVE CARE UNIT
Tanggal Pengkajian :
Nama Pasien/Usia : Tn. P/ 65 tahun
Diagnose Medis : Congestive Heart Failure
A. Pengkajian Primer
Breath (B1) Pergerakan dada - Simetris kiri dan kanan dan
tampak pergerakan dada cepat
Pemakaian otot bantu - Ada: retraksi intercostal, dan
napas substernal
- Tidak Ada
Palpasi - Vocal premitus : getaran dinding
paru kiri dan kanan lemah
- Nyeri tekan : -
- Krepitasi : -
Perkusi - Redup √
- Sonor
- Pekak
Suara nafas - Vesikuler
- Wheezing
- Ronchi √
- Rales
- Froction rub
- Lokasi : kedua lapang paru bagian
basal
Batuk - Produktif √
- Non Produktif
Sputum - Coklat
- Kental
- Berdarah
- Encer √
- Warna lain : Putih
Alat bantu napas - Ada
- Jenis : NRM 12 ltr
Lain – lain Pernapasan: 38x/i,
SPO2 sebelum pemberian oksigen: 90%
Setelah pemberian oksigen : 100%
Blood (B2) Suara jantung S1 S2 S3 S4
- Tunggal √ √
- Gallop √
- Murmur
Irama jantung - Ireguler
- Regular √
CRT - < 3 detik
- > 3 detik √ 4 detik
JPV - Normal
- Meningkat √ 5+4cmH2O
CVP - Ada
- Tidak ada
- Nilai :
Edema - Ada
- Tidak ada
- Lokasi : pada kedua kaki
EKG LVH dan sinus takikardi
Lain – lain TTV: TD: 90/60 mmHg, N: 120x/i, S: 35,8°C
Brain (B3) Tingkat kesadaran - Kualitatif : Apatis
- Kuantitatif
E:3
V:5
M:6
Reaksi pupil : - Ada: tampak reflex pupil mengecil
- Kanan saat diberikan cahaya.
- Tidak ada
d) Kerapihan :2
e) Buang air besar :2
f) Buang air kecil :1
g) Mobilisasi di tempat tidur :2
4. Pemeriksaan Penunjang
4. Echo: EF: 28%
5. EKG: LVH dan sinus takikardi
6. Foto Thorax: Efusi pleura + Kardiomegali
7. Laboratorium
Jenis Pemeriksaaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 10.8 12-14 gr/dL
Eritrosit 3.9 4-5 106/uL
Hematokrit 31 37-45%
Trombosit 220 150-400 103/uL
Leukosit 8600 5000-10000 /uL
Neutrofil 64.1 50-70 %
Limfosit 14.3 25-40%
Monosit 13.2 2-8 %
Eosonofil 7.4 2-4 %
Basofil 0.6 0-1 %
KIMIA DARAH
GDS 147 70-110 mg/dL
Albumin 3.0 3.5-5.0 g/dL
Ureum 56 19-44 mg/dL
Creatinin 2.9 0.6-1.3 mg/dL
SGOT 56 0-50 u/L
SGPT 52 0-50 u/L
Kalium 4.1 3,6-5.5 mmol/L
Natrium 153 135-155 mmol/L
Terapi
• Furosemid 20mg/24 jam (IV)
• Digoxin 1 x 0,5 tab (oral)
• Spinorolaktone 1 x 25 mg (oral)
• Asetosal 1 x 80 mg (oral)
• Dobutamin 5mg/kgBB/menit (syinge pump/ IV)
F. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Data: Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
1. Pasien dibantu dalam suplai dan kebutuhan
beraktivitas oksigen
2. Pasien merasa sesak saat
melakukan aktifitas ringan
seperti berjalan dengan jarak
±10 meter dan berkurang saat
beristirahat.
3. TD: 90/60mmHg,
N:120x/mnt, S:35,8°C, P:
38x/mnt
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
I Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketikdakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Noc Nic
Intoleransi aktivitas berhubugan Konservasi energi: Manajemen energi:
dengan ketidak seimbangan 1. Mampu menyeimbangkan aktivitas dan istirahat 1. Tentukan pembatasan fisik pada klien
suplay dan kebutuhan oksigen. 2. Mampu menyadari keterbatasan energi 2. Monitoring tanda-tanda vital
3. Mampu mengatur aktivitas untuk konservasi 3. Monitor respon terapi oksigen klien
energi 4. Batasi jumlah pengunjung
5. Ajarkan klien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala kelelahan
saat beraktivitas
6. Tahapan Rehabilitas I (inpatient / di
dalam rumah sakit)
• Lakukan latihan meliputi aktivitas
sehari-hari dan latihan pada lengan
untuk mempertahankan tonus otot
dan kapasitas sendi
• Pasien dapat mulai dari berbaring
menuju duduk kemudian berdiri
dengan tetap memonitor status
pernapasan, denyut nadi dan tekanan
darah
• Untuk perencanaan pulang pasien di
berikan edukasi memngenai
penanggulangan faktor resiko,
aktivitas fisik yang aman, tanda dan
gejala yang harus dikonsultasikan
ke dokter.
• Saat pemulangan, sebaiknya hal-hal
perawatan mendasar seperti mandi,
mengenakan baju, makan dan
minum sudah dapat dilakukan
secara mandiri.