Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN TINDAKAN PASIEN PAC STANDBY PCI NY.

K
DI KAMAR CATHLAB I RUANG KATETERISASI JANTUNG RSUP
DR.KARIADI SEMARANG

OLEH :
TEGUH NUGROHO

PELATIHAN ASUHAN KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR LANJUT I


BIDANG DIAGNOSTIK INVASIF LABORATORIUM KATETERISASI
(CATHLAB) BAGI PERAWAT RSUP DR.KARIADI SEMARANG
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Syukur alhamdulillah kehadirat Allah Subhanahu
wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya berupa nikmat iman,
nikmat Islam, dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Pelatihan
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien PAC Standby PCI pada Ny. K di
Kamar I Ruang Kateterisasi Jantung (Cathlab) RSUP Kariadi Semarang” dengan
baik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satusyarat Pelatihan Asuhan
Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Lanjut I Diagnostik Invasif (Cath Lab)
RSUP dr. Kariadi Semarang. Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dipergunakan sebagai bahan referensi bagi pembaca mengenai
pengetahuan tentang peran sebagai perawat scrubs dalam Tindakan PAC di Arteri
Femoralis.
Penyusunan tugas ini atas bimbingan, pengarahan, dan peran serta dari
berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Purwaka, S.Kep., Ns selaku Kepala Ruang Cathlab RSUP Dr Kariadi
Semarang sekaligus sebagai pembimbing praktik.
2. Bapak Ari Kusumantoro, S.Kep.,Ns selaku MOT PKKvTL Angkatan I tahun
2024 yang telah memberikan materi, pengarahan dan bimbingan.
3. Bapak Amin Zuhri, S.Kep., Ns selaku pembimbing kordinator pelatihan
diagnostik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama praktik
di Cathlab RSUP Dr. Kariadi Semarang.
4. Perawat dan staff yang ada di Ruang Kateterisasi Jantung RSUP Dr. Kariadi
Semarang yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan tulus hati
dan teladan yang baik.
5. Bapak Ibu teman- teman Pelatihan Kardiovasuler Tingkat Lanjut I angkatan I
tahun 2024.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tugas ini.


Karena itu penulis menerima saran dan kritik demi kesempurnaan laporan tugas
ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Semarang, 15 Maret 2024
Penulis

Teguh Nugroho
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
CHF (Chronic Heart Failure) Gagal Jantung Kronis adalah Sindrom
kronis di tandai gejala dan tanda abnormalitas struktur dan fungsi jantung
yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
metabolisme tubuh. (PERKI, 2018)
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan,
penyebab diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan
suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai
kebutuhan jantung meningkat. Angina biasanya diakibatkan oleh penyakit
aterosklerotik dan hampir selalu berhubungan dengan sumbatan arteri
koroner utama (Barbara, 2012).
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyebab kematian tertinggi
di dunia, pada tahun 2015 sebesar 7,4 juta dan diperkirakan akan mencapai
23,3 juta kematian pada tahun 2030 (WHO). SKA merupakan penyakit tidak
menular dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding
arteri koroner yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium,
Unstable Angina Pectoris (UAP) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti
NSTEMI dan STEMI. Terjadinya penyakit ini berhubungan dengan faktor
risiko seperti umur, jenis kelamin, keturunan, merokok, hipertensi, diabetes
mellitus, dislipidemia, dan obesitas.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam memberikan
asuhan keperawatan sebagai perawat scrubs dalam tindakan PAC
Standby PCI trans femoral pada pasien dengan Chronic Heart Failure
(CHF)
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tujuan dari prosedur pemeriksaan kateterisasi jantung
pada pasien dengan diagnosa Chronic Heart Failure (CHF)
b. Mengetahui Langkah-langkah prosedur pemeriksaan Angiografi
Coronary (PAC)
c. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Heart
Failure (CHF) yang dilakukan tindakan Angiografi Coronary (PAC)
d. Memahami hasil tindakan Angiografi Coronary (PAC) pada pasien
dengan Chronic Heart Failure sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan lebih lanjut.

C. MANFAAT
Manfaat disusun studi kasus ini yaitu untuk :
1. Sebagai salah satu sarana menambah ilmu pengetahuan
2. Laporan peran perawat scrubs pada asuhan
keperawatan pasien N y . K dengan Chronic Heart
Failure di ruang kateterisasi jantung ini diharapkan
bermanfaat bagi penyusun dan juga sebagai peserta
pelatihan agar dapat mengerti, memahami dan mampu
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
dilakukan tindakan diagnostik invasif di Ruang
Kateterisasi Jantung Cathlab.
3. Mempunyai kompetensi klinik dalam bidang
perawatan kardiovaskular khusus (Cathlab), sehingga
dapat meningkatkan pelayanan pasien Kardiovaskuler
khususnya Chronic Heart Failure (CHF) Sehingga
diharapkan dapat mengurangi angka kematian akibat CHF
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR ANGINA PECTORIS


1. Pengertian
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari
struktur jantung atau fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung
untuk mendistribusikan oksigen keseluruh tubuh. Secara klinis, gagal
jantung jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana
sesorang memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung; tanda khas gagal
jantung dan adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istirahat (PERKI, 2020).
Gagal Jantung didefenisikan sebagai ketidakmampuan jantung
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke
jaringan tubuh. Sering disebut juga dengan Congestive Heart Failure (CHF)
karena umumnya pasien mengalami kongesti pulmonal dan perifer
(Smeltzer et al., 2010). Menurut American Heart Association (AHA),
Gagal jantung juga dapat disebut gagal jantung kongestif, gagal jantung
adalah ketika jantung tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh.
Jantung masih dapat bekerja, namun tidak baik sebagaimana mestinya.
Gagal Jantung adalah sindrom klinis yang kompleks yang di
karakteristikkan sebagai disfungsi ventrikel kanan, ventrikel kiri atau
keduanya, yang menyebabkan perubahan pengaturan neuro hormonal.
Sindrom ini biasanya diikuti dengan intoleransi aktivitas, retensi cairan dan
upaya untuk bernafas normal. Umumnya terjadi pada penyakit jantung
stadium akhir setelah miokard dan sirkulasi perifer mengalami kekurangan
cadangan oksigen dan nutrisi serta sebagai akibat mekanisme kompensasi
(Crawford, 2009).

2. Etiologi

Pada gagal jantung, curah jantung tidak cukup untuk memenuhi


kebutuhan tubuh atau dapat memenuhi kebutuhan hanya dengan
peningkatan tekanan pengisian (preload), mekanisme kompensasi mungkin
mampu untuk mempertahankan curah jantung saat istiharahat, namun tidak
cukup selama menjalani aktifitas fisik. Fungsi jantung akhirnya menurun,
dan gagal jantung akhirnya menjadi berat (dekompensata). Hal tersebut
dapat dicetuskan oleh penyakit akut, stress, dan obat-obatan. Obat-obat
anti-inflamasi non steroid (OAINS) dapat mencetuskan dan memperberat
gagal jantung melalui beberapa aksi.
Gagal jantung terjadi pada sektar 2% pasien berusia dibawah 50
tahun. Namun lebih dari 10% pasien berusia diatas 65 tahun. Prevalensi
gagal jantung semakin meningkat seiring dengan bertambanya usia.
Penyakit jantung iskemik dan hipertensi merupakan faktor utama. Sekitar
70% kasus disebabkan oleh gagal sistolik, dengan gangguin fungsi
ventrikel dan fraksi ejeksi <50%. Kontraktilitas mokardium menurun, dan
kurva fungsi ventrikel mengalami depresi (Aaronson and Ward, 2010).

Gangguan Primer Contoh


Disfungsi miokard  Penyakit jantung
iskemik, diabetes mellitus,
kehamilan kardiomiopati
kongenital, penyakit miokard
(misal : amyloidosis)
Overload Volume  Regurgitasi
katup Aorta atau Mitral
Overload Tekanan  Stenosis Aorta
atau Mitral, Hipertensi
Gangguan  Pericarditis
Pengisian konstriktif : penyakit jantung
reumatik Tamponade jantung :
tekanan cairan berlebihan dalam
rongga perikard
Aritmia  Fibrilasi Atrium
Curah Jantung  Tirotoksikosis,
pintas arteriovenosa, anemia
Tabel 2.1 Etiologi Gagal Jantung
(Aaronson and Ward, 2010)
a. Disfungsi Miokard dan kelainan Otot Jantung.
Disfungsi Miokard merupakan ketidakmampuan otot
jantung untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan ini
sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output)
menurun (Tao and Kendall,2013).
b. Overload Volume
Regurgitasi katup aorta dapat disebabkan oleh
penyakit jantung Reumatik, diseksi aorta, dan Hipertensi.
Regurgitasi terjadi selama diastole meningkat jumlah darah
yang dipompa oleh ventrikel kiri pada siklus berikutnya
(Tao and Kendall, 2013).

c. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan penyakit pada arteri yang lebih
besar, yaitu merupakan akumulasi lipid yang teralokalisasi dalam
inti arteri dan kemudian berkembang menjadi plak. Arteri yang
aterosklerosis menujukkan spasme atau pengurangan vasodilatasi
sehingga hal tersebut memperburuk aliran darah dan oksigen dan
memacu pembentukan thrombus (Aaronson and Ward, 2010).
d. Aritmia
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang terjadi
akibat perubahan kondisi impuls, pembentukan impuls maupun
keduanya (Tao and Kendall, 2013). Takiaritmia mengurangi
metode waktu yang tersedia untuk pengisian ventrikel.
Bradiaritmia juga dapat menurunkan curah jantung, kinerja
jantung semakin rusak karena hilangnya kontraksi ventrikel pada
aritmia yang disebabkan oleh konduksi tidak normal dalam
ventrikel (Syamsudin, 2011).
e. Overload Tekanan
Peningkatan tekanan darah secara cepat (mislanya
hipertensi atau karena penghentian obat antihipertensi) dapat
menimbulkan hilangnya kemampuan kompensasi jantung
(Syamsudin, 2011) ataupu obstruksi stenotik pada stenosis mitral
akan menghalangi pengosongan atrium kiri menimbulkan suatu
gradient tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri selama
diastole (Tao and Kendall,2013)
f. Tirotoksikosis
Tirotoksikosis juga ditandai dengan kondisi curah jantung
yang tinggi. Perkembangan atau intesifikasi gagal jantung pada
seorang pasien dengan penyakit yang terkompensasi
sesungguhnya merupakan salah satu manifestasi klinik utama
untuk hipertiroidisme (Syamsudin, 2011).
g. Infeksi
Pasien dengan kangesti valvular paru akibat gagal
ventrikel kiri lebih rentan terhadap infeksi paru dan seriap infeksi
dapat memicu gagal jantung (Syamsudin, 2011).

h. Anemia
Dengan adanya anemia, kebutuhan oksigen untuk jaringan
metabolisasi hanya bias dipenuhi dengan kenaikan curah jantung.
Pada jantung yang sakit dan kelebihan beban mungkin tidak
mampu menambah volume darah yang dikirim kesekitarnya.
Dalam hal ini, kombinasi antara anemia dengan penyakit jantung
dapat memicu dan memperburuk gagal jantung (Syamsudin,
2011).

3. Klasifikasi Gagal Jantung (Chronic Heart Failure).

American Heart Association(AHA) menetapkan metode pertama


klasifikasi berdasarkan jumlah aktivitas yang diperlukan untuk
memunculkan gejala. Berikut tabel klasifikasi gagal jantung menurut
AHA :
Tabel 2.2 Klasifikasi gagal jantung menurut gejala (NYHA)
Kelas I  Tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
 Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan
yang tidak semestinya, palpitasi, dyspnea (sesak
napas)
Kelas II  Keterbatasan aktivitas fisik yang ringan
 Aktivitas biasanya dapat menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dyspnea.
Kelas III  Keterbatasan aktivitas yang berat
 Aktivitas berat biasanya dapat menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dyspnea
Kelas IV  Tidak dapat melakukan aktivitas fisik dengan
nyaman
 Melakukan aktivitas ketidaknyamanan meningkat
(American Heart Association, 2015)

The American Collage of Cardiology (ACC)-American Heart


Association (AHA) juga menetapkan tingkatan (stage) pada penderita
gagal jantung. Berikut tabel tingkatan pada gagl jantung menurut
ACC/AHA.
Tabel 2.3 Tingkatan (Stage) pada gagal jantung menurut ACC/AHA
Kelas A  Orang yang beresiko tinggi, tidak ada identifikasi
ketidaknormalan struktur maupun fungsi, tidak ada
tanda dan gejala
Kelas B  Struktur jantung tidak normal tanpa perkembangan
tanda maupun gejala
Kelas C  Gejala gagal ajntung dirasakan dengan fraksi ejeksi
(blood output) normal atau menurun
Kelas D  Gagal jantung pada fase akhir atau telah sulit
disembuhkan (fase reftraktori) walaupun dengan
istirahat dan terapi pengobatan yang maksimal

4. Macam macam gagal jantung (CHF)


a. Gagal Jantung kiri

Gagal Jantung kiri adalah kegagalan ventrikel kiri untuk


mengisi atau mengosongkan dengar benar. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam ventrikel dan kongesti pada sistem
vaskular paru. Gagal Jantung kiri dapat lebih lanjut di
klasifikasikan menjadi disfungsi sistolik dan diatolik. Disfungsi
sistolik didefinisikan sebagai fraksi ejeksi kurang dari 40% dan
disebabkan oleh penurunan kontraktilitas. Ventrikel tidak
dikosongkan secara adekuat karena pemompaan yang buruk, dan
hasil akhirnya adalah penurunan curah jantung. Sedangkan
disfungsi diastolik sering disebut dengan Gagal Jantung dengan
fungsi ventrikel kiri yang dipertahankan. Pemompaan normal atau
bahkan meningkat, dengan fraksi ejeksi kadang-kadang setinggi
80%. Disfungsi diastolik disebabkan oleh gangguan relaksasi dan
pengisian (Hudak & Gallo, 2011).

b. Gagal Jantung Kanan

Gagal Jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan


untuk memompa secara adekuat (Hudak & Gallo, 2011).
Kegagalan jantung kanan sering kali mengikuti kegagalan jantung
kiri tetapi bisa juga disebabkan oleh karena gangguan lain seperti
atrial septal defek cor pulmonal (Lilly, 2011 didalam Crawford,
2009). Pada kondisi kegagalan jantung kanan terjadi afterload
yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan tekanan
vaskular pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri.
Ketika ventrikel kanan mengalami kegagalan, peningkatan
tekanan diastolik akan berbalik arah ke atrium kanan yang
kemudian menyebabkan terjadinya kongesti vena sistemik (Lilly,
2011).

5. Faktor Resiko Gagal Jantung

Faktor resiko merupakan kondisi yang meningkatkan probabilitas


bahwa morbiditas (Illnes) dan kematian akibat penyakit kardivaskular
akan terjadi dalam waktu yang tidak lama. Faktor resiko biasanya
bertindak sebagai penyebab atau promotor dari CVD. Walaupun
beberapa faktor resiko seperti usia, jenis kelamin pria, dan riwayat CVD
dia keluarga bersifat mutlak, namun faktor lain seperti merokok,
displidemia, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas dan inaktivitas fisik,
berisfat dapat dimodifikasi (dinamis) untuk memperbaiki progresivitas
CVD. Pendekatan ini telah terbukti dapat menurunkan kejadian dan
keparahan CVD, dan secara khusus disetujui karena CVD yang nyata
bersifat irreversible dan mematikan (Aaronson and Ward, 2010).

Tabel 2.4 Faktor Resiko Gagal Jantung


Tidak Dapat Diubah Dapat Diubah
 Usia  Hipertensi
 Jenis  Obesitas
Kelamin Pria  Inaktifasi Fisik
 Riwayat  Diabetes Melitus
CVD Keluarga  Displidemia
 Ras  Merokok
 Penyakit
Kardiovaskular lainnya
(Aaronson and Ward, 2010)

a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah.


i. Usia.

Gagal jantung merupakan penyakit usia lanjut. Gagal


jantung terjadi pada sekitar 2% pasien berusia dibawah 50
tahun. Namun lebih dari 10% pasien berusia diatas 65
tahun (Aaronson and Ward, 2010).
Berdasarkan laporan dan data statistic dari The
National Health and Nutrition Examination Survey, 2003-
2006 Prevalensi gagal jantung di USA, semakin meningkat
jumlahnya seiring dengan bertambhanya usia (Bui et al,
2001)
ii. Jenis Kelamin

Waktu paruh baya mungkin jauh lebih jarang


mengalami CVD dibandingkan dengan pria. Perbedaan ini
berkurang secara progresif setelah menopause, dan ini
terjadi diseebabkan oleh peran estrogen. Kerja estrogen
yang berpotensi menguntungkan adalah sebagai
antioksidan, menurut LDL, dan meningkatkan HDL,
menstimulasi ekspresi dan aktivitas oksida nitrat sintase
serta menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan
produksi plasminogen (Aaronson and Ward, 2010)

iii. Riwayat Cardiovascular Disease (CVD) keluarga

Berbagai survey epidemiologi telah meninjukkan


adanya predisposisi familial terhadap CVD. Hal ini
sebagian besar disebabkan karena banyak faktor resiko,
misalnya hipertensi (Aaronson and Ward, 2010).

b. Faktor resiko yang dapat diubah.


i. Hipertensi

Hipertensi didefiniskan sebagai keadaan tekanan


darah diatas140/190mmHg. Hipertensi mamcu terjadinya
aterogenesis dengan merusak endotel dan menyebabkan
efek berbahaya lain pada dinding arteri besar. Semakin
tinggi beban kerja jantung, yang ditambah dengan arteri
yang meningkat juga menyebabkan penebalan dinding
ventrikel kiri (Hipertrofi ventrikel kiri) yang merupakan
penanda kerusakan kardiovaskular yang lebih serius
(Aaronson and Ward, 2010)
ii. Obesitas / Dislipidemia

Displidemia merupakan suatu kelompok kondisi


hetetrogen yang ditandai dengan kadar abnormal pada satu
atau lebih lipoprotein. Displidemia mencakup kadar LDL
yang tinggi dalam plasma. LDL memiliki peran utama
dalam menyebbakan ateroskelorosis karena LDL dapat
dikonversi menjadi bentuk terkoksidasi, yang bersifat
merusak dinding vascular (Aaronson and Ward, 2010).

iii. Aktivitas Fisik

Tingkat kebugaran yang rendah dapat menyebabkan


HDL plasma yang menurun, tekanan darah yang lebih
tinggi dan resistensi insulin serta obesitas. Studi
menunjukkan bahwa tingkat kebugaran yang sedang
hingga tinggi berkaitan dengan penurunan mortalitas CVD
setengah kalinya (Aaronson and Ward, 2010).

iv. Diabetes Militus

Beberapa studi epidemiologi menyatakan bahwa


diabebetes merupakan faktor resiko utama untuk
pengembangan semua manifestasi CVD, termasuk infark
miokard, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, dan
gagal jantung. Individu dengan diabetes sering memiliki
pengelompokan faktor resiko kardiovaskular tambahan
terkait erat dengan resistensi insulin, termasuk hipertensi
dan obesitas sentral. Upaya untuk menurunkan resiko
kardiovaskular pada pasien telah memasukkan strategi
yang mengatasi beberapa kelainan patofisiologi. Strategi
ini termasuk intervensi gaya hidup untuk mencegah
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik, kontrol tekanan
darah yang memadai, pengobatan displidemia aterogenik,
dan pengobatan yang tepat dengan terapi antiplatetet
(Addison and Aguilar, 2011).

v. Merokok

Merokok merupakan tembakau yang dapat


menyebabkan CVD dengan menurunkan kadar HDL,
meningkatkan koagulabilitas darah dan merusak endotel
sehingga memacu terjadinya aterosklerosis. Selain itu,
terjadi pada stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta
menurunkan kapasitas darah pengangkut oksigen yang
dimediasi oleh karbon monoksida. Efek ini bersama
dengan peningkatan kejadian spasme coroner, menentukan
tingkat terjadinya iskemik jantung dan infark miokard
(Aaronson and Ward, 2010).

6. Patofisiologis Gagal Jantung (CHF).


Cedera jantung atau otot jantung adala langkah pertama dalam
perkembangan gagal jantung.curah jantung akan turun sebagai akibat dari
ini. Jantung dapat terhadap mekanisme kompensasi untuk menjaga fungsi
jantung dan memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuan
metabolik.
Gagal jantung disebabkan oleh disfungsi kontraktil. Kontraktilitas
miokard berkurang dan kurva fungsi ventrikel diturunkan. Fungsi
kontraktil terganggu oleh hilangna kardiomiosit karena iskemia atau infark,
kardiomiopati atau peradangan. Gagal jantung menyebabkan curah jantung
menurun, kelelahan dan kurangnya toleransi latihan.
Disfungsi diastolik dengan gangguan pengisian ventrikel yang
disebabkan oleh penurunan komplians ventrikel dan gangguan relaksasi
miokardium oleh penurunan komplians ventrikel dan gangguan relaksasi
miokardium akibat hipertrofi dan perubahan seluler. Tanda-tanda ini terjadi
sebagai akibat dari peningkatan tekanan dan kongesti pada ventrikel
posterior, menyebabkan sesak nafas, takipnea, dan mengi apabila
melibatkan ventrikel kanan dan pelebaran vena jugularis, pembesaran hati
dan mual. Kontraktilitas mungkin normal atau bahkan lebih tinggi pada
waktu-waktu tertentu. Disfungsi sistolik dan diastolik sering terjadi
bersamaan.dalam kedua kasus,kinerja istirahat hanya dapat dicapai dengan
meningkatkan tekanan diastolik akhir.
Ada kemungkinan bahwa gagal jantung dekompensasi parah tidak
akan cukup untuk mendorong kinerja istirahat yang normal. Ventrikel kiri
sering dipengaruhi oleh gagal jantung kiri atau penyakit jantung iskemik.
Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan vena
pulmonal, yang akan menyebabkan obtruksi paru dan akhirnya edema
alveolus, yang akan mengakibatkan hemoptisis, batuk dan sesak nafas.
Saat darah kembali ke sirkulasi paru sebagai akibat dari kinerja di
bawah standar, ventrikel kiri (preload) dan tekanan vena pulmonal
meningkat (kongesti paru). Gangguan ini menyebabkan pembesaran
jantung dan tekanan kapiler paru yang lebih tinggi, yang keduanya
mendorong penumpukan cairan di jaringan interstitial paru-paru. Sulit
untuk bernafas karena peningkatan dara dan cairan di paru-paru, yang
memaksa paru-paru bekerja lebih keras. Ketika pasien berbaring dan cairan
di distribusikan kembali ke paru-paru, kesulitan bernafas dapat terjadi
(ortopnea).dispnea nokturnal paroksismal adalah dispnea sementara yang
membangunkan pasien di malam hari. Peningkatan tekanan kapiler ketika
penyakitnya parah mendorong cairan ke alveoli (edema paru).
7. Pathways.
8. Manifestasi Klinis Gagal Jantung.

Gagal jantung memiliki banyak manifestasi dengan berbagai


tanda dan gejala. Terdapat beberapa gejala dan tanda yang relatif spesifik
terhadap gagal jantung, seperti ortopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND). Meskipun keduanya relative spesifik pada gejala gagal
jantung, namun, keduanya bisa jadi tidak selalu bisa dijadikan untuk dasar
diagnosa pada pasien gagal jantung. Pemeriksaan klinis dapat membantu
untuk menentukan penyebab kelainan jantung, seperti penyakit katup yang
signifikan, namun hal ini juga tidak dapat digunakan 100% untuk
membedakan antara kelainan katup diastolik atau sistolik (Fuster et al, 2011)
Pada gagal jantung umunya mengalami dispneu (sesak nafas),
meskipun pada awalnya hanya terjadi saat mengalami latihan fisik, keluhan
disertai dengan kelemahan, kelelahan, dan edema perifer (retensi cairan
dalam jaringan), yang sering dilihat sebagai pembengkakan tungkai.
Jantung dan hati membesar, CVP yang tinggi menyebabkan distensi vena
jugularis. Suatu irama gallop dapat terdengar akibat tekanan pengisian
jantung yang tinggi. Curah jantung dan tekanan darah mungkin normal saat
istirahat pada gagal jantung moderat (Aaronson and Ward, 2010).
Manifestasi gagal jantung dapat berbeda, tergantung pada
ventrikel mana yang terjadi, seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.5 Manifestasi Klinis Pada Gagal Jantung


Gagal Jantung Gagal Jantung
Kiri Kanan
 Kongesti Paru 1. Kongesti
menonjol akibat Ventrikel kiri jaringan perifer dan viseral
tidak mampu memompa darah 2. Edema
yang datang dari paru paru. ekstremitas bawah
Gejala dan tanda yang terjadi : 3. Acites
1. Dispneu 4. Hepatomegal
Gawat pernapasan i Pembesaran pada hepar
akibat meningkatnya usaha yang selanjtunya bisa terjadi
pernapasan splenomegali
2. Ortopneu 5. Anoreksia
Sesak nafas yang dan mual Nyeri abdomen
sangat berat akibat redistribusi dan rasa penuh berkaitan
cairan dari abdomen dan dengan kongesti hepar dan
ekstremitas bawah ke dalam sistem vena porta.
dada menyebabkan 6. Nokturi
peningkatan diagfragma (Dispneu paroksismal)
3. Batuk Serangan sesak nafas berat
4. Mudah lelah disertai dengan batuk yang
Terjadi karena biasa terjadi pada malam
meningkatnya energi yang hari.
digunakan untuk bernafas dan 7. Kelemahan
insomnia yang terjadi karena
distress pernafasan dan batuk
5. Kegelisahan
dan kecemasan
Terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan
dan stress akibat kesaktan
bernafas (Kasron, 2012).

9. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram.
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada
semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering
dijumpai pada gagal jantung abnormalitas EKG memiliki nilai
prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi
sistolik sangat kecil (< 10%). (Siswanto, 2015)
Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disastria, takikardia, fibrilasi atrial.

b. Uji Stress
Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi
sebelummnya.
c. Echocardiografi

Echocardiography (ECHO) adalah salah satu prosedur


terbaik untuk mengevaluasi fungsi jantung, termasuk kemampuan
memompa jantung dan fungsi katup jantung. Echocardiography
dapat membantu menentukan apakah gagal jantung yang
disebbakan karena disfungsi sistolik atau diastolik dengan
memungkinkan dokter untuk memperkirakan ketebalan dan
kekakuan dari dinding jantung dan fraksi ejeksi. Scan lain dapat
dilakukan dengan menggunakan suntikan pelacak radioaktif untuk
mencari penyebab gagal jantung (Anonim, 2014).
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua yehnik
pencitraan ultrasonografi jantung termasuk Pulsed and
Continuous Wave Doppler, Colour Doppler, and Tissue Doppler
Imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah
keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan
gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan
antara dengan HFREF dan HFPEF. Diagnosis gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/heart failure with preserved
ejection fraction).
Menurut panduan penatalaksanaan Gagal jantung oleh
PERKI 2020, Ekokardiografi mempunyai peranan penting dalam
mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.
Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung.
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau sedikit
terganggu (fraksi ejeksi > 45 -50%).
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel
kiri abnormal / kekakuan diastolik).
4. Peningkatan kadar peptide natriuretik
Tabel 2.7 Abnormalitas Ekokardiografi yang sering di jumpai pada
gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelinesfor the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008

PENGUKURAN ABNORMALITAS IMPLIKASI KLINIS


Fraksi Ejeksi Menurun ( <40% ) Disfungsi Sistolik
Ventrikel Kiri
Fungsi Ventrikel Akinesis, Infark/iskemia miokard,
Kiri Global dan Hipokinesis, kardiomiopati,
Fokal Diskinesis miokarditis

Diameter akhir Meningkat (> 55 Volume berlebih,sangat


diastolik (End- mm) mungkin gagal jantung
diastolik diameter =
EDD)
Diameter akhir Meningkat (> 45 Volume berlebih,
sistolik (End- mm) sangat mungkin
systolic diameter = disfungsi sistolik
ESD)
Fractional Menurun (< 25%) Disfungsi Sistolik
Shortening
Ukuran Atrium Kiri Meningkat (> 40 Peningkatan tekanan
mm) pengisian, disfungsi
Katup Mitral, fibrilasi
atrial

Ketebalan Ventrikel Hipertrofi(> 11-12 Hipertensi, stenosis


Kiri mm) aorta,
Kardiomiopati Hipertrofi

Struktur dan fungsi Stenosis atau Mungkin penyebab


Katup regurgitasi katup primer atau sebagai
(terutama stenosis komplikasi gagal
aorta dan jantung, nilai gradien
regurgitasi mitral) dan fraksi regurgitasi,
nilai konsekuensi
hemodinamik,
pertimbangan operasi

Profil Aliran Abnormalitas pola Menunjukkan


Diastolik Mitral pengisian diastolik disfungsi diastolik
dini dan lanjut dan kemungkinan
mekanisme
Kecepatan Puncak Meningkat Peningkatan tekanan
Regurgitasi (> 3 m/detik) sistolik ventrikel
Trikuspid kanan, curiga
hipertensi pulmonal

Perikardium Efusi, Pertimbangkan


hemoperikardium, tamponade jantung,
penebalan uremia, keganasan,
perikardium penyakit sistemik,
perikarditis akut atau
kronik, pericarditis
konstriktif

Aortic Outlow Menurun (< 15 cm) Isi sekuncup rendah


Velocity Time atau berkurang
Integral
Vena Cava Inferior Dilatasi, Retrograde Peningkatan tekanan
Flow atrium kanan,
disfungsi ventrikel
kanan
Kongesti hepar

d. Kateterisasi Jantung
Katetrisasi merupakan proses medis yang dilakukan
dengan tujuan untuk memeriksa kondisi jantung secara
menyeluruh, sehingga jika ada kelainan bisa teridentifikasi
dengan lebih mudah, seperti jika muncul sumbatan atau terdapat
plak pada pembuluh darah koroner. Selain itu juga bisa untuk
mengetahui Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi

e. Rontgen Thorax.
Foto thoraks merupakan komponen penting dalam
diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat
sesak nafas. (Siswanto, 2015).
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan terjadinya hipertrofi atau dilatasi, atau perubahan
dalam pembuluh darah abnormal.

f. Elektrolit.
Hiponatremi umum ditemukan 25-30% pasien memiliki
kandungan natrium < 135 mEq/L, hiponatremi berat (<130 mEq/L)
jarang (5%). Kalium umumnya normal pada gagal jantung (sekitar
4.3-4.6 mEq/L), hypokalemia (3%<3.6 mEq/L) dan hyperkalemia
(8%>5.5% mEq/L) jarang (Anonim, 2014). Mungkin berubah
karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik.

g. Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal
jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner
akut Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal
jantung berat atau selama dekompensasi gagal jantung pada
penderita tanpa iskemia miokard (Siswanto, 2015).

h. Oksimetrinadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.

i. Analisa gas darah


Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan
PCO2 (akhir)
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi
ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi.
BUN lebih berhubungan langsung dengan beratnya gagal jantung
dibandingkan kreatinin dan biasanya ditemukan meningkat pada
saat masuk. Nilainya meningkat pada gagal jantung karena
penurunan pada Glomerular Filtration Rate dan meningkatnya
reabsorpsi natrium. Konsentrasi serum BUN meningkat seiring
dengan meningkatnya vasokonstriksi perifer akibat gangguan
hemodinamik dan altivasi neurohormonal pada gagal jantung.
Nilanya meningkat dari sedang (30 mg/dl) hingga berat (81
mg/dl), tergantung pada populasi pasien yang dipelajari.
Peningkatan ini biasanya disertai dengan meningkatnya kreatinin,
yang merupakan akibat langsung dari penurunan GFR. Nilai
kreatinin saat masuk pada kebanyakan kasus sekitar 1.7 mg/dl dan
pada 20% pasien nilainya meningkat >2.0 mg/dl. Estimasi GFR
dilakukan karena peningkatan serum kreatini tidak mencerminkan
bertanya disfungsi renal (Anonim, 2014).

k. Pemeriksaan BNP atau NT-pro BNP


Tes ini mengukur konsentrasi B-type natriuretic
peptide (BNP) atau N terminal pro B-Type Natriuretic Peptide
(NT-proBNP) dalam darah untuk mendeteksi dan mengevaluasi
gagal jantng. BNP awalnya disebut Brain Natriuretuc Peptide
karena pertama kali ditemukan dalam jarigan otak (dan untuk
membedakannya dari protein serupa yang dibuat atrium oleh
ventrikel kiri jantung, disebut ANP). BNP sebenarnya diproduksi
tertama oleh ventrikel kiri jantung (ruang pompa utama jantung).
Hal ini terkait dengan volume darah dan tekanan serta pekerjaan
yang jantung lakukan untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Sejumlah kecil protein precursor, pro-BNP, yang terus diproduksi
oleh jantung. Pro-BNP kemudian dibelah untuk melepaskan
hormone aktif BNP dan fragmen tidak aktif,NT- pro BNP
kedalam darah (Anonim, 2012).
Ketika ventrikel kiri jantung di tarik, konsentrasi BNP
dan NT-proBNP dihasilkan dapat meningkat tajam. Situasi ini
menunjukkan bahwa jantung bekerja lebih keras dan memiliki
lebih banyak kesulitan memenuhi tuntutan tubuh. Hal ini dapat
terjadi dengan gagal jantung serta penyakit lain yang
mempengaruhi jantung dan sistem peredaran darah. Kegagalan
jantung ini tidak berarti bahwa jantung telah berhenti bekerja, itu
hanya berarti bahwa tidak memompa darah secara efektif
sebagaimana mestinya. Konstentrasi BNP atau NT-proBNP akan
mencerminkan berkurangnya kapasistas tersebut (Anonim, 2012).

10. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu
sebagai berikut :
a. Terapi Farmakologi.
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan
diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta
bloker, angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung ,
antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien
dengan keluhan konstip

b. Terapi Non Farmakologi.


Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring,
perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit,
prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring
dan kontrol faktor resiko.
B. KONSEP DASAR KATETERISASI JANTUNG
1. Pengertian
Kateterisasi jantung merupakan prosedur diagnostik dengan
memasukkan kateter dengan radiopak melalui pembuluh darah perifer
menuju jantung dan menggunakan zat warna untuk mengambil gambar
(Wong, et al, 2009). Tujuan dari tindakan kateterisasi jantung adalah untuk
mendiagnosis ataupun memperbaiki defek padampenyakit jantung bawaan
(PJB). Kateterisasi jantung meliputi kateterisasi jantung kanan dan
kateterisasi jantung kiri. kateterisasi jantung kanan lebih sering di lakukan
pada klien dengan penyakit jantung bawaan. Tindakan ini menggunakan
akses vena femoral. Kateter masuk ke jantung secara antegrade kemudian
dilakukan pengukuran saturasi, tekanan setiap ruang- ruang jantung serta
dilakukan pengambilan gambar dengan zat warna untuk melihat anatomi
dari jantung klien.
Tehnik memasukkan kateter secara perkutan melalui arteri dan
vena, ditemukan pertama kali oleh Seldinger pada tahun 1953.

2. Macam Kateterisasi Jantung


Menurut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) Pemeriksaan
kateterisasi Jantung terbagi atas :
a. Kateterisasi jantung kanan (untuk kelainan pada jantung kanan),
misalnya Stenosis Pulmonal.
b. Kateterisasi jantung kiri (untuk kelainan pada jantung kiri),
misalnya penyakit jantung koroner, koartasio aorta.
c. Kateterisasi jantung kanan dan kiri (untuk kelainan jantung kanan
dan kiri), misalnya Tetralogi Of Fallot, transposisi arteri besar.

Lebih lanjut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) menyebutkan


bahwa pemeriksaan kateterisasi menurut pada intinya terbagi atas 2
tindakan yaitu angiogram dan penyadapan.

a. Angiogram/angiography
Yaitu memasuki media/zat kontras ke dalam suatu rongga (ruang
jantung/pembuluh darah), untuk meyakinkan suatu anatomi/aliran
darah, kemudian merekam/mendokumentasikannya ke dalam
film/CD/video sebagai data.

b. Penyadapan
Yaitu tindakan menyadap/merekam/mendokumentasikan tekanan,
kandungan oksigen, sistem listrik jantung, tanpa menggunakan
media kontras.

C. INDIKASI KATETERISASI JANTUNG


Berikut adalah beberapa indikasi untuk dilakukannya kateterisasi
jantung menurut Trisnohadi (2014), antara lain :
a. Untuk menentukan perubahan anatomi jantung pada penyakit
jantung bawaan.
b. Untuk memastikan dan menentukan beratnya penyempitan, lokasi
penyempitan dan banyaknnya penyempitan pada pembuluh darah
koroner.
c. Untuk menentukan beratnya kelainan katup jantung baik stenosis
katup maupun regurgitasi katup jantung.
d. Untuk menentukan faal ventrikel kiri.

D. KONTRA INDIKASI KATETERISASI JANTUNG

Adapun kontra indikasi dalam pemeriksaan kateterisasi jantung


menurut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) tidak ada yang mutlak,
hanya bergantung pada kondisi saat itu, yaitu ibu hamil dengan usia
kehamilan kurang dari 3 bulan, infeksi, gagal jantung yang tidak terkontrol
dan alergi berat terhadap zat kontras (mungkin menjadi mutlak).
E. KOMPLIKASI
Berdasarkan Turkish Society of Cardiology (2007), komplikasi yang
ditemukan dibagi menjadi komplikasi mayor dan komplikasi minor.
a. Komplikasi mayor/utama
Komplikasi utama meliputi reoklusi akut, miokard infark baru,
pendarahan hebat di selangkangan kaki, tamponade jantung akibat
pecah atau robeknya dinding arteri koroner atau jantung ruang dan
kematian.
b. Komplikasi minor
Komplikasi minor PCA antara lain oklusi cabang pembuluh
koroner, ventrikel/atrium aritmia, bradikardi, hipotensi, perdarahan,
arteri trombus, emboli koroner. Komplikasi minor lain adalah
kehilangan darah yang parah dan membutuhkan transfusi, iskemia
pada ekstremitas tempat penusukan femoral sheath, penurunan fungsi
ginjal karena media kontras, emboli sistemik dan hematoma di
selangkangan, hematoma retroperitoneal, pseudoaneurisma, fistula
AV.
Komplikasi yang timbul pasca angiografi koroner melalui arteri
femoral dipengaruhi oleh strategi untuk mengurangi komplikasi
vaskuler yang terkait dengan kateterisasi jantung melalui identifikasi
faktor risiko yang terkait dan pelaksanaan strategi pengurangan risiko.
Antara ahli jantung dan perawat memainkan peran penting dalam
pengenalan dini dan pengelolaan komplikasi ini.
Mengidentifikasi faktor-faktor risiko individu pasien merupakan
aspek penting dari perawatan selama kateterisasi jantung. Hal-hal
yang dapat meningkatkan risiko untuk pengembangan komplikasi
vaskular pasca kateterisasi jantung yaitu usia (yakni usia lebih dari 70
tahun), jenis kelamin perempuan, sangat kurus atau gemuk tidak sehat,
adanya penyakit pembuluh darah perifer, hipertensi (PA-PSRS, 2007)
F. LOKASI AKSES
Pemilihan arteri yang akan digunakan sebagai akses masuknya kateter ke
dalam tubuh pasien juga tidak kalah penting. Pemilihan arteri ini bergantung
pada beberapa faktor, seperti keahlian operator, kondisi fisik pasien, status
antikoagulasi dan kondisi pembuluh darah perifer. Beberapa arteri yang dapat
dipilih, antara lain:
1) Arteri femoralis
2) Arteri radialis dan brachialis : dibandingkan dengan arteri brakialis,
arteri radialis lebih sering dipilih karena jika terjadi komplikasi pada
arteri radialis ektremitas tangan masih memiliki suplai darah dari arteri
ulnar, sedangkan arteri brachialis tidak memiliki cabang sehingga
menyulitkan jika terjadi komplikasi. Untuk pemilihan akses melalui
arteri radialis sebelum dilakukan tindakan dilakukan pemeriksaan Allen
test untuk mengetahui kepatenan aliran arteri radialis dan ulnaris.
BAB III
LAPORAN TINDAKAN PASIEN PAC STANDBY PCI NY. K
DI KAMAR CATHLAB I RUANG KATETERISASI JANTUNG RSUP
DR.KARIADI SEMARANG

1. DATA DEMOGRAFI
Nama : Ny. K
Tanggal Lahir : 07 Januari 1962
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB / BB : 160 cm / 60 Kg
Tanggal Masuk : 19 Februari 2024
Tanggal Tindakan : 20 Februari 2024
No CM : D113454
Diagnosa Utama : CHF ec IHD
Alamat : Sendang Mulyo Semarang

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan merasakan nyeri pada dada sebelah kanan, terasa pegel,
kemeng, terkadang tembus ke punggung saat kecapekan, nyeri hilang
timbul, durasi nyeri kurang lebih 1-5 menit, nyeri berkurang ketika
istirahat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah merasakan nyeri seperti sekarang sejak
beberapa tahun yang lalu, tetapi saat itu sembuh ketika periksa, kurang
lebih 1 bulan terakhir nyeri timbul lagi. Pasien mengetahui mempunyai
riwayat Hipertensi
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di keluargannya ada yang menderita Hipertensi /
penyakit darah tinggi yaitu dari ayahnya, tidak ada yang menderita
penyakit gagal jantung , kencing manis.

3. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL


a. Pola Manajemen Kesehatan Dan Pengetahuan Kesehatan
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi. Sejak
pasien merasakan nyeri dada beberapa bulan terakhir, pasien periksa ke
dokter hingga di anjurkan untuk dilakukan tindakan kateterisasi jantung.
Sebelumnya sudah dijalaskan oleh DPJP dan perawat ruangan bagaimana
gambaran secara umum tindakan, baik pengertian, tujuan, tata cara,
persiapan, dan apa saja yg harus, boleh, dan tidak boleh dilakukan setelah
tindakan. Pasien mengatakan mengerti secara umum.

b. Pola Aktifitas Dan Latihan


Pasien ada sedikit keterbatasan dari aktivitas fisik, mudah lelah, dan
terkadang mengeluh nyeri dada, lemes saat aktivitas, merasa nyaman saat
istirahat. Tidak ada perubahan yang berarti pada pola aktifitas pasien
sebelum tindakan berlangsung. Selama dilakukan tindakan kateterisasi
pasien hanya diminta imobilisasi atau bed rest saat tindakan berlangsung
dimana tangan tidak boleh menyentuh area steril dan tidak banyak bergerak
saat tindakan diagnostik saja dan setelah tindakan kaki kanan tidak boleh di
tekuk karena akses saat tindakan di femoral kanan untuk mengurangi resiko
perdarahan. Setelah tindakan pasien diminta untuk bedres ditempat tidur
kaki kanan belum boleh di tekuk dan belum boleh untuk berjalan selama 6
jam

c. Pola Istirahat Dan Tidur


Pasien mengatakan jika malam saat sebelum tindakan sulit untuk tidur
tenang.

d. Pola Nutrisi Dan Metabolik


Pasien mengatak sering mengonsumsi makanan gorengan, dan
santan. Pasien diminta puasa minimal 6 jam sebelum tindakan, dan saat
tindakan sampai tindakan selesai.

e. Pola Eliminasi
Jika pasien ingin BAK maka akan disediakan pispot.

f. Pola Kognitif Dan Perseptual


Tidak ada perbubahan atau gangguan yang berarti.

g. Pola Konsep Diri


Tidak ada perbubahan atau gangguan yang berarti.

h. Pola Toleransi Stress Dan Koping


Pasien mengatakan jika tidak bisa tidur pada malam sebelum
tindakan. Pasien nampak cemas ringan, terkadang bertanya apakah
tindakan akanberjalan lancar atau tidak sebelum tindakan dilakukan, karena
pasien merasa memiliki jantung berada di kanan.

i. Pola Reproduksi-Seksualitas
Tidak ada perbubahan atau gangguan yang berarti.

j. Pola Hubungan Peran


Tidak ada perbubahan atau gangguan yang berarti.

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kulit/kuku : wana kulit sawo matang, tidak sianosis, CRT kurang dari 2
detik, turgor kulit normal
b. Kepala : kulit kepala tampak bersih, tidak terdapat nyeri tekan pada kepala,
tidak terdapat lebam pada muka, warna rambut hitam dan terdapat
beberapa uban,
c. Mata : posisi mata simetris, konjungtiva tidak tampak anemis, mata
tidak ikterik
d. Hidung : hidung tampak bersih, tidak terdapat kelenjar sinus, dan
hidung tampak simetris
e. Telinga : Terlihat tampak simetris, tampak bersih dan normal
f. Bibir dan mulut : Bibir tampak tidak sianosis, tampak bersih, mulut
tampak bersih, tidak berbau
g. Leher : Leher tampak simetris, tidak ada kelenjar tiroid, nadi karotis
teraba, tidak ada peningktan JVP
h. Axila : Tampak bersih dan tidak ada benjolan
i. Dada dan Jantung :
Cor : s1 di dengarkan di ics4 parasternal kiri, S2 reguler terdengar di ICS2
parasternal kanan, murmur negatif, gallop negative
Paru : suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing
j. Abdomen : Supel , bising usus positif 5x/mnt.
k. Ekstremitas : Akral hangat, ektremitas atas kanan kiri dan bawah kanan
kiri normal, tidakada kelemahan
l. Tanda -tanda vital :
TD = 160/80 mmHg, HR = 80 x/mt, RR = 18 x/mt, sPO2 = 99 %

5. TERAPI DAN HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Terapi Obat
 Miniaspi tab 80 mg / 24 jam
 Nitrokaf tab 2.5 mg / 12 jam
 Bisoprolol tab 1.25 mg / 24 jam
 Simvastatin tab 20 mg / 24 jam
 Lansoprazole tab 30 mg / 24 jam

b. Terapi obat sebelum tindakan


 Aspilet tab 160 mg malam sebelum tindakan
 Aspilet tab 160 mg pagi sebelum tindakan
 Copidogrel tab 300 mg malam sebelum tindakan
 Copidogrel tab 150 mg pagi sebelum tindakan
 Ticagrelor tab 180 mg pagi sebelum tindakan di Cathlab

c. EKG tanggal 23 Mei 2023

Irama : Regular
HR : 68 x/menit
Axis : Normo Axis
Gel P : P normal
Interval PR : normal
Komplek QRS : normal
Q patologis : Leads III, AvF
T inverted : V1, V2
ST elevasi : -
ST Depresi : -
Kesimpulan : Sinus rhythm, HR 68 x/menit, dengan Normo Axis.
Pemeriksaan ekg dilakukan seperti pada pasien normal.
d. Echocardiografi 29 Desember 2023
 Dimensi ruang jantung dalam batas normal
 LV Normal Geometry
 IAS dan IVS Intact
 Trombus tidak ada
 Efusi perikardial tidak tampak
 Efusi Pleura tidak tampak
 RWMA Terlihat, Hipokinetik Anteroseptal setinggi basal Mid
 Segmen lain Normokinetik
 Fungsi sistolik LV Global Normal dengan LVEF 65 % Teichz, 67 %
Biplane, GLS 22,4 %
 Fungsi LV diastolik Turun dengan E/A : 0.6, E/e’ : 8.3, EDT : 22 ms
 Fungsi Sistolik RV Normal dengan TAPSE 32 mm
 Katup katup dalam batas normal
 PH : Negatif
e. Hasil Rontgen Thorax PA 19 Februari 2024
f. Laboratorium tanggal 19 Februari 2024
6. MASALAH SAAT / INTRA TINDAKAN
Pasien dilakukan tindakan PAC Stanby PCI dengan akses femoral. Pada saat
tindakan terjadi kesulitan tidak ada, namun setelah tindakan selesai, saat
setelah dilakukan aff Sheath, dilakukan pressure didaerah puncture selama 15
menit, namun setelah 15 menit masih terjadi perdarahan

7. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL


a. Analisa Data
NO Data Fokus Etiologi Masalah
Data Subjektif :
Pasien mengatakan
merasakan nyeri pada dada
sebelah kanan, terasa pegel,
kemeng, terkadang tembus
ke punggung saat
kecapekan, nyeri hilang
timbul, durasi nyeri kurang
lebih 1 - 5 menit, nyeri
berkurang ketika istirahat.
Pada saat tindakan, nyeri
1 Injury fisiologis Nyeri akut
dada tidak muncul. Tetapi
pasien mengatakan jika
terasa nyeri pada luka
puncture.
Data Objektif :
P : Nyeri timbul saat
aktifitas
Q : pegal, kemeng
R : Dada kanan, tembus
ke punggung, terdapat luka
Puncture di lipatan paha,
inguinalis kanan didaerah
arteri femoralis
S :5
T : hilang timbul

Sebelum tindakan :
TD = 160/80 mmHg, HR = 80
x/mt, RR = 18 x/mt, sPO2 =
99 %
Setelah tindakan :
TD : 150 / 80 mmHg
N : 83 x / menit
RR : 18 x / Menit
SpO₂ : 99 %
2 Data Subjektif :
Pasien mengatakan baru
pertama kali dilakukan
tindakan kateterisasi
jantung, dan berharap tidak
Krisis situasional
ada masalah Ansietas
(hospitalisasi )

Data Objektif :
Pasien terlihat cemas
HR: 80x/menit RR: 18
x/menit
3 Data Subjektif:
-
Data Objektif : Prosedur Resiko
Masih terjadi perdarahan Tindakan perdarahan
setelah 15 menit aff Sheath
dan telah dilakukan
pressure.
Terdapat luka puncture di
femoral kanan. Sheath
sudah terlepas, di balut kasa
dengan hypafix. Luka
puncture di tindih dengan
bantal pasir.
Hematom (+), perdarahan (-
)sudah berhenti 25 menit
dari Aff sheath

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisiologis.
2. Ansietas berhubungan dengan krisi situasional (hospitalisasi)
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur perdarahan.

c. Rencana Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Tindakan (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (L.08238)
(D.0077) tindakan keperawatan a. Observasi
selama 1x4jam Lokasi, Karakteristik, frekuensi,
diharapkan tingkat nyeri kualitas, intensitas nyeri.
menurun (L.08066)  Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : secara komprehensif
Kleuhan nyeri menurun (OPQRST).
dari skala 5 ke 1  Identifikasi respon nyeri
nonverbal.
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri

b. Mandiri
 Berikan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri (misal
terapi music, tehnik imajinasi
terbimbing, tehnik relaksasi
nafas dalam).
 Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat tidur

c. Edukasi.
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
 Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

d. Kolaborasi.
 Kolaborasi pemberian
analgetik jika diperlukan.
2 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) tindakan keperawatan a. Observasi
selama 1x12 jam  Identifikasi saat tingkat
diharapkan tingkat kecemasan berubah (mis.
ansietas menurun Kondisi, waktu, stressor).
Kriteria Hasil :  Monitor tanda ansietas
i. Pasien (verbal dan non verbal)
mengatakan tidak b. Mandiri
cemas  Ciptakan suasana terapeutik
ii. Wajah untuk menumbuhkan
tampak rileks kepercayaan.
iii. Frekuensi  Temani pasien untuk
pernafasan 16- mengurangi kecemasan, jika
20x/menit memungkinkan.
iv. Frekuensi  Dengarkan dengan penuh
nafas 60-90x/menit perhatian.
v. Orientasi  Motivasi, mengidentifikasi
membaik situasi yang memicu
kecemasan.
c. Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
anti ansietas, jika perlu.
3 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
Perdarahan tindakan keperawatan a. Observasi
(D.0012) selama 1x4jam,  Monitor tanda gejala
diharapkan tingkat perdarahan.
perdarahan (L.02017)  Monitor tanda gejala
dapat menurut. perdarahan.
Kriteria Hasil :  Monitor nilai
Tidak ada tanda-tanda hematokrit/hemoglogin
perdarahan pada luka sebelum dan sesudah
puncture. kehilangan darah
Tidak ada pengurangan  Monitor koagulasi (mis.
kadar hemoglobin Protombin time, partial
tromboplastin time,
fibrinogen, degradasi fibrin
dan antiplatelet)

b. Mandiri.
 Monitor koagulasi (mis.
Protombin time, partial
tromboplastin time,
fibrinogen, degradasi fibrin
dan antiplatelet)
 Pertahankan bedrest selama
perdarahan

c. Edukasi.
Pertahankan bedrest selama
perdarahan
 Jelaskan faktor faktor yang
bisa memicu perdarahan

d. Kolaboratif.
 Kolaborasi lapor DPJP jika
terjadi perdarahan
d. Implementasi Keperawatan
No
Tanggal/Jam Diagnosa keperawatan Implementasi Hasil Paraf
Dx
1 20/02/2024 Nyeri Akut 1. Mengkaji lokasi nyeri, frekuensi, S:Pasien mengatakan merasakan Teguh
Jam 08:00 karakteristik, kulaitas dan nyeri pada dada sebelah
intensitas nyeri kanan, terasa pegel, kemeng,
terkadang tembus ke
punggung saat kecapekan,
nyeri hilang timbul, durasi
2. Mengkaji skala nyeri nyeri kurang lebih 1 - 5 menit,
nyeri berkurang ketika
istirahat.
3. Memberikan tehnik non O: VAS 3
farmakologis ; tehnik relaksasi
nafas dalam S:pasien mengatakan nyeri Teguh
masih
O: VAS 3

4. Menganjurkan monitor nyeri S: pasien mengatakan nyeri Teguh


secara mandiri dan melaporkan berkurang
jika nyeri bertambah O: pasien tampak mempraktekan
cara nafas dalam, VAS
berkurang 2

S: pasien mengatakan akan Teguh


melaporkan jika nyeri terjadi.
O: -
2 20/2/2024 Ansietas 1. Memonitor tanda-tanda ansietas S: Pasien mengatakan jika sulit Teguh
Jam 08:00 (verbal, non verbal) untuk tidur tenang pada malam
sebelum tindakan, serta
menanyakan proses tindakan
O: Pasien nampak cemas ringan,
terkadang bertanya apakah
tindakan akan berjalan lancar
2. Menjelaskan prosedur, termasuk atau tidak sebelum tindakan
sensasi yang mungkin dialami dilakukan, sakit atau tidak.

S:- Teguh
O: pasien tampak mengerti
3. Menganjurkan pasien untuk penjelasan untuk prosedur
relaksasi tindakan serta menganjurkan
pasien mengutarakan apa saja
yang di rasakan saat tindakan.

S: pasien memahami tehnik Teguh


relaksasi nafas dalam
O:pasien tampak
mempraktekkan tehnik
relaksasi nafas dalam

3 20/2/2024 Resiko Perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala S: - Teguh


Jam 08:25 perdarahan O: terdapat luka puncture di
femoral kanan, ditutup dengan
kasa steril dan hypafix, serta
ditindih dengan bantal pasir.

2. Menganjurkan pasien untuk S: pasien mengatakan mengerti Teguh


tidak menekuk kaki ataupun apa saja yang tidak boleh
duduk kurang lebih 6 - 7 jam. dilakukan saat terpasang bantal
Untuk mengurangi resiko pasir.
perdarahan. O: pasien tampak mengerti
3. Menganjurkan pasien untuk pejelasan apa yang tidak boleh
mengurangi aktifitas pada kaki dilakukan setelah tindakan, serta
kanan kurang lebih 3-4 hari, dapat mengulangi apa yang baru
sehingga tidak terjadi komplikasi saja dijelaskan, pasien bisa geser
pada luka puncture seperti pindah dari bed tindakan ke bed
hematom, ataupun darah rembes. transport dengan menggeser
seluruh badan dengan kaki kanan
4. Menjelaskan tanda dan gejala tetap lurus tanpa menekuk dan
tanda perdarahan kaki kiri sebagai tumpuan

5. Menganjurkan pasien untuk S: pasien mengatakan dan akan Teguh


segera melapor ke petugas jika segera melapor saat terjadi
terjadi perdarahan. perdarahan atau tanda-tanda
perdarahan
O: pasien paham dan mengerti

e. Evaluasi Keperawatan
No
Tanggal/Jam Evaluasi Paraf
Dx
1 20/2/2024 S: pasien mengatakan nyeri di dada tidak timbul selama tindakan, tetapi terasa nyeri pada bagian luka Teguh
Jam 08:30 puncture.
O: TD : 150 / 80 mmHg, N : 83 x / menit, RR : 18 x / Menit, SpO₂ : 99 %
Skala nyeri VAS 4 (luka puncture)
Pasien tampak mentolerir
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Menganjurkan pasien mengulangi tehnik relaksasi nafas dalam saat nyeri muncul
Menganjurkan pasien untuk melapor jika nyeri muncul dan memberat
2 20/2/2024 S: Pasien mengatakan sudah merasa rileks, dan bersyukur tindakan berjalan dengan lancar Teguh
Jam 08:30 O: TD : 150 / 80 mmHg, N : 83 x / menit, RR : 18 x / Menit, SpO₂ : 99 %
Pasien tampak rileks
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Menganjurkan pasien untuk menggunakan tehnik nafas dalam saat cemas muncul
Menganjurkan pasien menanyakan kepada petugas jika ada yang di cemaskan
3 20/2/2024 S: pasien mengatakan mengerti tindakan apa yang dilakukan jika terjadi perdarahan, dengan cara Teguh
Jam 08:30 melapor ke petugas. Serta mengerti untuk tidak boleh menekuk kaki ataupun duduk selama 6 - 7 jam
dengan ditindih bantal pasir.
O: terdapat luka puncture di femoral kanan, luka ditindih dengan bantal pasir, tidak ada perdarahan.
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Menganjurkan pasien untuk melaporkan jika terjadi atau ada tanda-tanda perdarahan
Menganjurkan pasien untuk tidak melakukan pergerakan menekuk kaki kanan 6 - 7 jam
f. Kronologi Tindakan
1. Persiapan Tindakan
a) Persiapan Fisik
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat. Pemeriksaan laboratorium
pra katerisasi sudah dilakukan. Pasien sudah puasa 6 jam sebelum jadwal
tindakan. Akses intravena terpasang iv line di tangan kiri, dan iv line NaCl
0,9% 14 tpm lancar.
b) Persiapan Mental
Pasien mengatakan sudah mendapatkan informasi tindakan yang akan
dilakukan, prosedur, resiko serta manfaat tetapi pasien mengatakan belum
mengetahui tindakannya seperti apa, sehinggga pasien terlihat sedikit cemas
akan hasil tindakan.
c) Persiapan Administrasi
Informed consent sudah ditandatangani oleh pasien. Pasien sudah
mendapatkan penjelasan tentang tindakan dan bersedia menjalani prosedur
kateterisasi jantung. Pasien peserta jaminan kesehatan BPJS non PBI. Hasil
laboratorium, EKG juga dilampirkan dalam rekam medis.
d) Persiapan Alat
1) Linen Steril
 Duk lubang 2 buah ukuran ± 50 x 80cm.
 Duk ukuran ± 80 x 80 cm untuk menutup tabir bawah.
 Duk ukuran ± 100 x 150 cm untuk menutup tubuh bagian atas pasien.
 Duk ukuran ± 120 x 250 cm untuk menutup kaki pasien dan meja
tindakan.
 Gown operasi 3 buah.
 Handuk ukuran ± 30 x 30cm 3 buah.
 Darm gaas ukuran ± 30 x 50cm 1 buah.
2) Instrumen Steril
 Kom ukuran sedang 2 buah.
 Kom kecil 1 buah.
 Bengkok 1 buah.
 Duk klem 2 buah.
 Scalpel 1 buah.
 Korentang 1 buah
3) Alkes dan Bahan Habis Pakai
 Kasa 7,5 x 7,5cm 10 lembar
 Kasa deppres 8 buah
 Sheath 7 F femoral
 Needle puncture
 J wire i buah
 Lidocain 5 ampul
 Syringe 10cc 2 buah, Syringe 20cc 2 buah
 Diagnostic Catheter Judkins Right (JR) 3.5 / 6 Fr 1 buah
 Diagnostic Catheter Judkins Left (JL) 3.5 / 6 F 1 buah
 Three Way Rotator 1 buah
 High Pressure extention (Ekstension panjang) 1 buah
 Handscoen Steril No. 7 (1 buah)
 Handscoen Steril No. 6.5 (2 buah)
 NaCl 0,9% 500 cc + Heparin 2500 iu .
 Betadine 10%
 Alkohol 70%
 Plastik Steril penutup tabir, handle lampu, dan plastik alas ukuran ±
50x100cm.
 Kontras (Iopamiro 370)
2. Prosedur Tindakan
a) Preparasi Alat
 Buka set linen steril di atas meja instrumen, lalu buka paket alat steril di
atasnya dengan tetap menjaga prinsip steril.
 Isi 1 kom besar dengan NaCl 0.9 % 500 cc + Heparin, dan kom kecil dengan
betadine 10 %. 1 kom besar satunya biarkan kosong untuk di isi kontras.
 Buka dan letakkan alkes steril dan bahan habis pakai yg diperlukan di atas
meja Preparasi steril untuk tindakan.
o Sheath femoral 7F (sheath, dilator, wire)
o Needle puncture
o Diagnostic catheter JR dan JL masing masing dengan ukuran sama 3.5 /
6 Fr
o J-wire.
o Three way rotator.
o High pressure extention (Ekstension panjang).
o Syringe 20 cc (2), Syringe 10 cc(2)
o Plastik alas, akrilik penutup tabir, handle lamp.
o Handscoen steril.
b) Preparasi Pasien
Setelah pasien selesai dikondisikan, perawat scrub melakukan preparasi pasien :
 Perawat Sirkuler menyiapkan pasien diatas meja tindakan
 Memasang Elektrode monitor pada pasien
 Mencukur rambut didaerah kemaluan pasien yang akan dilakukan Puncture
yaitu di daerah lipatan paha kanan dan kiri Menutup kemaluan pasien
 Perawat scrub memakai APD Radiasi Lead apron, Tyroid Apron, dan
kacamata Timbal lengkap.
 Cuci tangan.
 Memakai gown bedah dan handschoon steril
 Perawat melakukan preparasi kepada pasien : menutup X ray Shield bawah di
meja tindakan dengan Duk Steril 80 x 80 cm
 Melakukan Desinfektan didaerah lipatan paha kanan dan kiri (inguinalis kanan
dan kiri didaerah arteri Femoral) dengan dengan kasa deppers steril dan
Povidone Iodine 10% diusap memutar dari tengah daerah Puncture di Arteri
femoralis kearah keluar dilakukan dua kali tiap area, 2 kali di arteri femoralis
kanan dan 2 kali di arteri femoralis kiri.
 Melakukan desinfektan didaerah yang sama dilipatan paha (inguinalis) kanan
dan kiri dengan menyemprotkan alkohol 70% didaerah tersebut
 Keringkan dengan mengusap memakai Kassa deppers steril masing masing
area 2 kali dengan tehnik yang sama memutar dimulai dari tengah area
punctur memutar kearah luar
 Menutup area Puncture dengan duk lubang steril 50 x 80 cm dimulai ditutup
dari area lipatan paha (inguinalis)kiri dengan posisi lubang tepat diatas
daerah yang akan di lakukan puncture arteri femoralis kiri lalu tutup derah
area lipatan paha kanan (Inguinalis)kanan dengan posisi lubang tepat diatas
daerah yang akan di lakukan puncture arteri femoralis kanan dimana sisa duk
sebelah kanan menutupi area duk lubang lipatan paha kiri
 Tutup daerah kaki dimulai dari 20 cm dibawah area lipatan paha kanan dan
kiri sampai ujung kaki dengan plastik steril, diatas plastik kita tutup memakai
duk steril berukuran 120 x 250 cm mulai dari 20 cm dibawah lipatan paha
sampai menutupi seluruh kaki dan meja tindakan, kemudian jepit, plastik
dengan duk lubang disebelah kanan dan kiri dengan duk klem
 Tutup daerah leher pasien kebawah sampai diatas daerah Punctur dengan Duk
steril 100 x 150 cm
 Menutup tabir kaca acrylic timbal, handel lampu tindakan, dan pedal dengan
plastik steril
 Perawat scrub akan memflush alkes yg harus di flush dengan NaCl 0.9% 500
cc + Heparin 2500 IU ( sheath 7 Fr dan set lalu dirakit, j-wire, kateter
diagnostik, pucture needle didalam bengkok yang berisi 50 cc NaCl 0.9%
500 cc + Heparin 2500 IU, dan 2 khas 7.5 x 7.5 cm kemudian letakkan di
atas meja tindakan diatas duk steril di tengah meja tindakan ditengah antara
dua kaki pasien
 Perawat scrub memasukkan obat-obatan yg diperlukan saat tindakan ke
dalam spuit dengan tetap memperhatikan prinsip steril antara lain
Lidocaine 2% pada syringe 10cc.
 Letakkan darm kass steril di bawah area pungsi, yaitu di femoral kanan.
Letakkan juga didekatnya puncture needle, syringe lidocaine 2 % 10 cc,
guide wire sheath, sheath 7 Fr yg sudah dirakit dengan dilatornya, dan 1 kasa
kering.
 Sambung high pressure extention dengan threeway rotator, minta tolong
kepada perawat sirkuler untuk memasang extention ke set transduser, laluisi
dengan nacl sampai tidak ada bubble. Isi kom kosong dengan kontras
Lopamiro 370 50cc.

c) Kronologi Prosedur Tindakan


 Dilakukan time out, dengan menyebutkan :
1. Nama pasien
2. Diagnosa
3. Prosedur yang akan dilakukan
4. Nama operator
5. Scrub nurse
6. Sirkuler nurse
7. Monitor
8. Jumlah waktu yang dibutuhkan
9. Jumlah perdarahan
10. Dan dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh operator.
 Operator melakukan anstesi lokal pada area femoral kanan dengan Lidocain
2 % 10 cc.
 Dilakukan pungsi pada area femoral kanan dengan jarum punture.
 Ketika Jarum Puncture sudah masuk Arteri Femoral, guide wire
dimasukkan ke dalam jarum, wire lancar masuk kedalam arteri, masukkan
Guide Wire hingga menyisakan kira kira setengah panjang Wire yang
terlihat
 Dilanjutkan menarik needle puncture keluar dari tubuh
 Wire di lap menggunakan kasa basah, selanjutnya perawat scrub
mengambil sheath 7 Fr. Setelah itu sheath dimasukkan melalui wire yang
sudah berada di dalam arteri dan sheath dimasukkan kedalam arteri dengan
memberi aba-aba kepada pasien agar menarik nafas, mengurangi rasa tidak
nyaman saat memasukkan sheath. Dengan tetap mempertahankan Guide
Wire tetap pada posisinya, tidak tertarik atau tidak masuk kedalam, cukup
Sheath dan dilator yang masuk.
 Setelah sheath masuk operator menarik wire beserta dilator keluar.
 Perawat scrub mengaspirasi sheat dengan syringe 10 cc sebanyak kurang
lebih 3-4cc lalu di flush dengan Cairan NaCl 0.9% 500 cc + heparin 2500 IU
dengan syringe 20cc sebanyak kurang lebih 15 cc atau sampai selang Dilator
Three way terlihat bersih dari darah
 Perawat scrub memasukkan j-wire ke dalam kateter diagnostic (JR 3,5 6F),
sampai ujung J-wire keluar, lalu ditarik lagi sedikit.hingga panjang ujung J-
Wire dan Catheter diagnostik sama panjangnya.
 Kateter diagnostic JR 3.5 / 6 Fr dimasukkan ke dalam sheath,
 Setelah J-Wire dan Catheter diagnostik masuk kedalam sheath kurang lebih
2-3 cm, J-wire didorong mendahului kateter dengan posisi J-Wire ujungnya
didalam arteri lebih dulu masuk disusul catheter diagnostik.
 Dorong wire secara perlahan,sambil dipandu dengan fluoroskop.
 Setelah wire sampai di aorta asenden dengan posisi melengkung keatas,
wire ditahan, dan kateter tetap didorong hingga mencapai aorta asenden, lalu
wire ditarik keluar dengan tetap mempertahankan katheter diagnostik JR
tetep berada di Aorta dan perawat Scrub menggulung J-Wire sambil tangan
kiri perawat memegang kassa steril basah untuk memberisihkan Wire dari
sisa darah
 Ujung Catheter diagnostik JR yang berada di luar disambung ke threeway
rotator, aspirasi sedikit 3 - 4 cc, lalu di flush dengan cairan Nacl 0.9% 500
cc + heparin 2500 IU kurang lebih 10-15 cc. Setelah diflush dilakukan
pengukuran pressure awal tindakan. Pressure AO awal 163 / 80.
 Syringe flush diganti dengan syringe berisi kontras, diaspirasi sedikit, lalu
operator melakukan kanulasi.
 Dilakukan RCA grafi berbagai posisi RAO 30o, LAO 45.
 RCA terihat Normal, RV Branch Normal, Acute Marginal Normal,
Posterior Descending Normal, Posterolateral Branch Normal
 Setelah selesai RCA Graf, perawat scrub mengambil J-Wire dan diserahkan
ke operator, operator melepas Three way rotator dari kateter dan
memasukkan J-Wire, kemudian operator melepas ujung kateter dari Ostial
RCA, mendorong j-wire hingga ujung J-wire keluar dari ujung kateter dan
menarik secara perlahan hingga keluar.
 Setelah itu perawat scrub mengambil kateter diagnostik JL 3,5 6F, di flush
dengan cairan NaCl 0.9 % 500 cc + Heparin 2500 IU sampai cairan flush
keluar dari ujung Katheter JL dan memasukkan J-Wire kedalam hingga
keluar di ujungnya dengan panjang ujung J-Wire dan Katheter sama.
 Setelah itu operator memasukkan kateter diagnostik JL dengan perawat
mendorong J-wire pada posisi j-wire mendahului kateter. Hingga sampai
pada aorta asenden dengan tanda J-wire sudah melengkung keatas. Setelah
itu perawat scrub menarik j-wire secara perlahan dan di gulung sekaligus
membersihkan dengan kasa basah.
 Operator menyambungkan kateter dengan 3-way rotator dan mengaspirasi
hingga tidak ada udara di dalam kateter.
 Setelah aspirasi operator memflush kateter dagnostik dengan cairan Flush
NaCl 0.9 % 500 cc + Heparin 2500 IU kurang lebih 10 - 15 cc
 Dilakukan kanulasi LCA, setelah berhasil kanulasi dilakukan LCA Graf,
LAO 54o CAU 23o, RAO 20o CAU 21o, RAO 4o CRA 31o.
 Left Main Normal, Left Anterior Descending Irreguler di Mid, Diagonal 1
Normal, Diagonal 2 Normal, Left Circumflex Normal, Obtus marginal
Normal, Posterolateral Normal, Intermediate tidak ada.
 Setelah selesei grafi LCA dilakukan identifikasi pada gambar, untuk
menentukan tindak lanjut selanjutnya.
 Setelah itu operator mengeluarkan diagnostic catheter, dengan
menggunakan J-wire yang disiapkan perawat scrub.
 J-wire dimasukkan ke kateter sampai keluar dari kateter, lalu wire ditarik
perlahan bersama dengan kateter sampai keluar darisheath, dipandu dengan
flouroskop.
 Tindakan PAC selesai dan tidak dilanjutkan PCI karena hasil pada koroner
normal.
 Kesimpulan : Non Signifikan Stenosis di LAD
 Anjuran : Penatalaksanaan Medikamentosa
 Setelah merapikan linen yang dipakai, perawat scrub melakukan pelepasan
sheath pada femoral kanan pasien.
 Tangan kiri berada pada 1-2cm puncture dan merasakan adanya denyutan,
tangan kanan menarik sheath hingga keluar dengan menginstruksikan pasien
untuk tarik nafas dalam.
 Setelah sheath keluar dan terlihat ada darah yang keluar, tangan kiri
langsung menekan Ateri femoral kanan hingga tidak ada darah yang keluar
lagi.
 Penekanan pada femoral kanan dilakukan 5 menit pertama tekanan penuh
 Setelah itu mengurangi tekanan pada 5 menit kedua dan mengevaluasi
apakah masih ada darah yang keluar. Masih ada darah yang keluar
 Kemudian tekan lagi dengan kekuatan sama selama 5 menit, setelah 5
menit dilakukan evaluasi dan masih keluar darah.
 Kemudian tekan lagi dengan kekuatan penuh dengan posisi badan perawat
lebih tinggi dari daerah puncture selama 5 menit, setelah 5 menit dilakukan
evaluasi tidak terlihat darah yang keluar, kemudian untuk memastikan darah
tidak keluar, pasien di suruh untuk tarik nafas dalam kemudian disuruh
batuk, dan terlihat darah masih keluar sedikit.
 Kemudian tekan lagi dengan kekuatan penuh lagi dengan posisi yang sama
dengan sebelumnnya selama 5 menit, setelah 5 menit lakukan evaluasi
melihat ada tidaknya perdarahan, tidak terlihat perdarahan lalu pasien
disuruh ambil nafas dalam kemudian batuk, dan tidak terihat darah yang
keluar. Terihat hematom diameter kurang lebih 10 cm dan tidak terlihat
bertambah
 Setelah dilanjutkan dengan memberi balutan kasa dengan betadin di fiksasi
hypafix.
 Transfer pasien dan dokumentasikan tindakan. Dari hasil tindakan PAC
didapatkan hasil sebagai berikut:

RCA : Normal
Acute
: Normal
Marginal
Posterior
: Normal
Descending
Posterolateral
: Normal
Branch
Left Main : Normal
LAD : Irreguler di Mid
D1 : Normal
D2 : Normal
LCx : Normal
Obtus
: Normal
Marginal
Intermediete : Tidak ada
Kesimpulan : Non Signifikan Stenosis di LAD
Anjuran : Medikamentosa
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada makalah ini penulis mengangkat kasus pada pasien Ny. K dengan diagonosa
CHF NYHA II ec IHD, LVEF 67%. Pada pasien ini dilakukan pengkajian didapatkan
keluhan utama yaitu Pasien mengatakan merasakan nyeri pada dada sebelah kanan, terasa
pegel, kemeng, terkadang tembus ke punggung saat kecapekan, nyeri hilang timbul, durasi
nyeri kurang lebih 1-5 menit, nyeri berkurang ketika istirahat.
. Pasien mengatakan pernah merasakan nyeri seperti sekarang sejak beberapa tahun
yang lalu, tetapi saat itu sembuh ketika periksa, kurang lebih 1 bulan terakhir nyeri timbul
lagi. Pasien mengetahui mempunyai riwayat Hipertensi. Akhirnya pasien berobat ke
rumahsakit dan di sarankan untuk melakukan tindakan kateterisasi jantung untuk melihat
kondisi koroner pasien tersebut.
Pada tindakan angiografi ini kesulitan yang dialami pada saat proses tindakan tidak
ada. Namun pada akhir tindakan saat setelah Aff Sheath dan melakukan pressure di daerah
puncture Arteri femoralis kanan, ada sedikit kendala dimana biasanya dilakukan cukup 15
menit, disini ternyata sampai 15 menit masih keluar darah dari daerah puncture. Akibatnya
perawat harus melakukan Pressure post aff sheath lebih dari 15 menit. Hal ini terjadi
kemungkinan besar pemberian obat per oral Ticagrelor 180 mg pagi hari sebelum tindakan.
Pasien di edukasi untuk tidak menekuk kaki kanan ataupun duduk selama kurang lebih 7jam
hingga penutup luka dan bantal pasir diambil oleh perawat, serta pasien dianjurkan untuk
tidak melakukan aktifitas berat atau tumpuan pada kaki kanan kurang lebih 4-5hari.
Hasil dari tindakan kateterisasi jantung pasien ini adalah normokoroner. Dengan
semua koroner normal, dengan begitu kemungkinan nyeri yang dirasakan pasien tidak berasal
dari koroner pasien tersebut. Sehingga dilanjutkan dengan menggunakan obat saja.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien ini diantaranya adalah nyeri, ansietas
dan resiko perdarahan. Diagnosa keperawatan nyeri ini muncul pada awalnya yaitu pasien
merasakan nyeri yang hilang timbul, saat tindakan nyeri tersebut tidak muncul sama sekali.
Akan tetapi nyeri timbul akibat prosedur tindakan yaitu akibat puncture serta saat proses aff
sheath. Masalah keperawat yang muncul kedua adalah ansietas, masalah ini muncul karena
pasien belum mengerti dan paham akan proses tindakan yang beliau jalani serta pasien
mearasa cemas akan apa yang dialami oleh dirinya, pasien mencemaskan hasil yang akan
didapatkan. Pada masalah ansietas ini, pasien mulai rileks dan santai saat dijelaskan kembali
tentang prosedur tindakan serta pasien dihimbau untuk memberitahu petugas saat pasien
merasakan hal yang dirasakan mengganggu. Pasien menjadi lebih rileks dan lega ketika
mengetahui hasil dari tindakan tersebut adalah normokoroner. Masalah keperawatan ketiga
yang muncul adalah resiko keperawatan, masalah ini muncul akibat akses saat tindakan yaitu
luka puncture pada femoral kanan. Setelah selesei tindakan dilakukan aff sheath dengan cara
menekan luka puncture selama lebih dari 15 menit karena proses pembekuan darah yang
memanjang efek samping dari penggunaan obat antiplatelet Ticagrelor 180 mg, tidak ada
aliran darah yang keluar dari luka Puncture setelah dilakukan pressure kurang lebih 25 menit
serta adanya hematom diameter kurang lebih 10 cm. Akan tetapi masih beresiko terjadinya
perdarahan, hingga akhirnya pasien di edukasi untuk tidak menekuk kaki kanan ataupun
duduk selama kurang lebih 7jam hingga penutup luka dan bantal pasir diambil oleh perawat,
serta pasien dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas berat atau tumpuan pada kaki kanan
kurang lebih 4-5hari.
LAMPIRAN
1. Log Prosedur
2. Pressure Awal

3. Pressure Akhir
4. RCA GRAFI
a. RAO 30

b. LAO 45
5. LCA GRAFI
a. LAO 54 CAUD 23

b. CAUD 35
c. RAO 4 CRAN 31

Anda mungkin juga menyukai