Oleh:
Alfi Alfina 1113103000008
Amaryllis Anandini 1113103000030
Pembimbing:
dr. Elizabeth Yasmine, SpPD
Bismillahirahmanirahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya dan tak lupa shalawat dan salam Kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Refrat ini dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para pengajar, fasilitator,
dan narasumber SMF Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, khususnya dr Elizabeth
Yasmine, SpPD selaku pembimbing.
Kami menyadari bahwa penyusunan Makalah Refrat ini masih jauh dari
sempurna, serta banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
Makalah Refrat ini. Semoga Makalah Refrat ini bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) adalah penurunan
fungsi ginjal yang progresif yang onsetnya ≥3 bulan. CKD dibagi menjadi lima
stage sesuai dengan laju filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate (GFR)
pasien. 1
CKD mempunyai angka prevalensi global yang tinggi. Sebuah review
sistematik dan metaanalisis yang dilakukan oleh Nathan dkk menemukan bahwa
prevalensi CKD stage V adalah 13,4% (11,2-15,1%) dan stage III-1V adalah 10,6%
(9,2-12,2%). 2
CKD umumnya tidak mempunyai gejala. Gejala baru dirasakan oleh pasien
jika sudah timbul komplikasi. Asidosis metabolic merupakan komplikasi yang
umum terjadi pada pasien CKD.3 Pasien juga dapat datang ke unit gawat darurat
dengan keluhan sesak nafas, perut dan kaki bengkak. Hal tersebut menandakan
adanya kondisi fluid overload. Selain itu juga terdapat beberapa kondisi gawat
darurat lainnya yang dapat menyebabkan kematian pada pasien CKD yakni
hiperkalemi dan ensefalopati uremikum.
Untuk itu, makalah ini dibuat untuk lebih memahami mengenai penyakit
ginjal kronis dan beberapa kondisi gawat daruratnya yaitu asidosis metabolik,
hyperkalemia, fluid overload, ensefalopati uremikum, beserta tatalaksananya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi ini didasarkan pada derajat penyakit dan dasar diagnosis
etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan LFGnya,
dengan menggunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut:1
(140 −umur) x berat badan
LFG (ml/menit/1,73m2) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
5
Uremia adalah sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pasa semua organ
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Tanda dan gejala
uremia adalah sebagai berikut2:
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi1
2.1.3 Epidemiologi
Angka kejadian penyakit ginjal kronik secara global sebesar 11-13%.
Di Malaysia dengan populasi 18 juta penduduk diperkirakan terdapat 1800
6
kasus baru penyakit ginjal kronik pertahunnya dan di negara-negara
berkembang lainnya sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. The
National Health and Nutrition Examination Survei (NHANES) menyatakan
penyakit ini distribusinya sama pada wanita dan pria. Namun United State
Renal Data System (USRDS) pada tahun 2011 mengatakan insidensi
hemodialisa pada tahun 2009 lebih tinggi pada laki-laki yaitu dengan angka
415.1 per 1 juta orang dan 256.6 pada perempuan.3
Lalu di Amerika Serikat, the National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Disease (NIDDK) melaporkan 1 dari 10 orang dewasa
di Amerika terkena Chronic Kidney Disease (CKD) dengan staging berbeda-
beda dan tejadi peningkatan 8% dalam setiap tahunnya. Penyakit ginjal
kronik ini menjadi menyebab kematian ke-9 di Amerika. Angka kejadian
penyakit ini meningkat seiring dengan penambahan umur yaitu 4% pada
pasien umur 29-39 tahun, 47% pada pasien >70 tahun. Peningkatan tercepat
pada pasien umur 60 atau lebih. Pada penelitian yang di lakukan oleh
NHANES tahun 1999-2004 didapatkan data stage 1 (5.7%), stage 2 (5,4%),
stage 3 (5.4%), stage 4 (0,4%), dan stage 5 (0,4%). Untuk insidensi kejadian
End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu sebesar 350 per 1 juta orang dan
kejadian tertinggi pada pasien umur > 65 tahun.3
2.1.4 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi di antar negara.
Penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat ada
pada tabel dibawah ini:1
Tabel Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
Penyebab Insiden
Diabetes mellitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis Interstitialis 4%
7
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Tabel Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2000
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
Sumber: Suwitra, 2009
2.1.5 Patofisiologi
Proses awalnya bergantung dari penyakit dasar, tetapi selanjutnya
hampir sama. Terjadi pengurangan massa ginjal akibatnya terjadi hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron)
sebagai kompensasi, hal ini diperantai oleh vasoaktifi seperti sitokin dan
growth factors. Akibatnya terjadi hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Adaptasi ini berlangsung terjadi
sangat singkat, akhinya akan terjadi maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif.1
Stadium paling dini CKD dimana LFG masih normal atau meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti terjadi kerusakan nefron yang progresif
ditandai dengan peningkatan ureum dan kreatinin serum. LFG sampai 60%
masih asimtomatik tetapi ureum dan kreatinin sudah meningkat. Sampai
LFG 30% baru muncul gejala seperti nokturia, badan lemas, nafsu makan
menurun dan berat badan turun, mual. LFG dibawah 30% menunjukkan
8
gejala dan tanda uremi nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual dan muntah, dan
laiinya. LFG dibawah 15% sudah komplikasi lanjut, pasien memerlukan
terapi pengganti ginjal antara dialisis atau tarnspalntasi ginjal.1
9
Gambar 2.2 Mekanisme dan manifestasi dalam CKD.5
2.1.6 Diagnosis
Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:1
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, seperti yang sudah dijelaskan diatas
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida). Berikut gejala yang dapat muncul: lesu, lemah, sesak nafas, bengkak
akibat retensi cairan, berdebar-debar, penurunan kesadaran, nokturnia, gatal,
memar, perdarahan, pucat, sakit kepala, neuropati perifer, nyeri pericarditis,
nyeri tulang, dan disfungsi ereksi.
10
Gambaran Laboratoris1
a. Penurunan fungsi injal berupa peningkatan ureum dan kreatinin dan penurunan
LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault
b. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan asam urat, hiper atau hipokalemi, hiponatremi, hipo atau
hiperkloremia, hiperfosfatemia, dan lainnya
c. Kelainan urinalisis meliputi proteinuri, hematuri, dan lainnya.
Gambaran Radiologi1
Pemeriksaan radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
f. CT-scan / MRI: untuk melihat massa ginjal dan kista. IV kontras sebaiknya
dihindarkan dari orang dengan gangguan fungsi ginjal. MRI sebagai
pemeriksaan pengganti CT scan yang tanpa kontras
g. Venography renal dan arteriogrefi ginjal untuk melihat stenosis ginjal
Penegakkan Diagnosis
Untuk menegakkan CKD perlu dilakukan pemeriksaan GFR dan urinalisa
untuk menilai albumiuria. Berikut adalah algoritma untuk menegakkan CKD.4
13
Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltasi
glomerulus ini adalah :1
14
Batasan asupan protein dan fosfat untuk pasien CKD:
Terapi farmakologi
Terapi farmakologis ditujukan untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat
untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi
membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang
sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil
hipertensi intraglomemlus dan hipertrofi glomerulus.1
Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan
derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria
merupakan faktor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata
lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik.1
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Ensim Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui
berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan
antiproteinuria.1
16
Terapi Komplikasi
Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia
pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin.
Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi
besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa
hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam
folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi
akut maupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin <=10 g% atau
hematokrit <=30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum,
serum iron, kapasitas ikat besi total/Total Iron Binding Capacity, feritin
serum),mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan
adanya hemolisis dan lain sebagainya.1
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di
samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO)
mempakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi
harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam
mekanisme kerjanya. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus
dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan
yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan
fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin adalah 10 g/dL, keadaan lebih buruk jika
target Hb terlalu tinggi. Monitoring anemia selama 1-3 kali dalam satu
bulan.2
Tabel Penatalaksanaan Anemia pada penyakit Ginjal Kronik
Menejemen koreksi anemia pada CKD
Erythropoietin
Dosis awal : 80-120 unit/kg perminggu IV/SC (1-3x/minggu)
Darbepoetin alfa
Dosis awal :
17
0,45g/kg diberikan IV tunggal/SC 1x/minggu
Zat besi
1. Monitor simpanan besi melalui persentase saturasi transferin dan serum
ferritin
Osteodistrofi Renal
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang
sering terjadi. Patofisiologinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:1
19
Pencegahan Komplikasi
Pembatasan Cairan dan Elektrolit
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat
seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible
water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible
water loss antara 500 -800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh),
maka air yang masuk dianjurkan 500¬800 ml ditambah jumlah urin.1
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan jika hiperkalemia dan oliguria.
hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh
karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan
yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar
kalium darah dianjurkan 3,5¬5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium
dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan
derajat edema yang terjadi.1
2.1.8 Prognosis
Pasien dengan GFR yang lebih rendah, proteinuria, usia muda, dan
seks laki-laki memiliki progressifitas yang lebih tinggi. Serum albumin yang
rendah, kalsium bikarbonat dan fosfat serum yang lebih tinggi memprediksi
20
peningkatan resiko gagal ginjal. Pasien ERSD yang menjalani transplantasi
ginjal bertahan lebih lama dibandingkan dialisis kronis.
21
2.2 KEGAWATDARURATAN PADA CKD
2.2.1 Asidosis Metabolik
Prevalensi
Definisi
Asidosis metabolic diartikan sebagai suatu keadaan status asam basa tubuh bergeser
kea rah asam akibat kehilangan basaatau retensi asam non bikarbonat, atau asam
non volatile.8
Patofisiologi
22
Peningkatan kadar ammonia mengaktivasi jalur komplemen sehingga
terjadi fibrosis interstitial ginjal. Asidosis juga menginduksi hormone aldosterone
dan angiotensin II untuk meningkatkan ekskresi asam. Namun hormone tersebut
dapat memicu fibrosis ginjal sehingga menjadi target tatalaksana CKD.
Asidosis pada CKD biasanya relative stabil. Pada asidosis tanpa komplikasi,
kadar serum bikarbonat biasanya >12 mEq/L dan pH darah >7,2. Terdapat 2
kemungkinan penyebab kadar serum bikarbonat tetap stabil. Pertama adalah awal
setelah terjadi retensi asam, ekskresi dan produksi asam seimbang. Kemungkinan
lainnya adalah asidosis memicu mekanisme ekstrarenal yang mengeluarkan asam
endogen
Manifestasi klinis
23
Suplementasi bikarbonat oral diberikan pada pasien CKD dengan serum
bikarbonat <22 mmol/L untuk mempertahan serum bikarbonat pada range normal
(23-29 mmol/L). Tablet natrium bikarbonat mudah diberikan dan tidak mahal.
Namun dapat menimbulkan produksi gas pada lambung sehingga tidak nyaman
pada beberapa pasien.
Selain itu, perlu dibatasi asupan protein hewani untuk mengatur jumlah
asam yang diproduksi tubuh. Protein nabawi menghasilkan lebih sedikit asam.
Buah dan sayur efektif untuk menyediakan kalori dan sumber kalium bagi tubuh.
2.2.2 Hiperkalemia
Definisi
Hiperkalemia adalah suatu keadaan gawat yang dapat menyebabkan aritmia jantung
hingga kematian mendadak. Hyperkalemia didefinisikan sebagai kadar serum
kalsium melebihi batas normal yang dibagi menjadi beberapa derajat keparahan
yakni >5, >5,5, dan >6 mmol/L.10
Prevalensi
Homeostasis Kalium
24
Kadar serum kalium juga dapat dipertahankan oleh ekskresi saluran
pencernaan. Kapasitas kolon untuk mengekskresi kalium meningkat tiga kali lebih
besar seiring dengan menurunnya fungsi ginjal.
Anemia yang membutuhkan transfusi. Muatan kalium tinggi yang akut pada
transfusi dalam jumlah banyak, atau transfusi dengan darah yang tidak
segar.
Acute kidney injury. Penurunan GFR dan aliran tubular secara cepat
menyebabkan hiperkatabolik, kerusakan jaringan, dan muatan kalium tinggi
secara akut
25
Tatalaksana
Penggunaan obat thiazide atau loop diuretic pada GFR < 30 ml/menit
26
(a) EKG awal masuk pasien dengan kadar kalium 9,3 mmol/L dan kelemahan
generalisata , (b) EKG setelah pemberian 20 ml kalsium glukonas 10% 11
27
Natrium bikarbonat tidak rutin diberikan pada hyperkalemia akut.
Komplikasi
(a) Bradikardi dengan QRS lebar, (b) gelombang sinus dengan pause, (c)
gelombang sinus tanpa pause, (d) ventricular takikardi11
Fluid overload (FO) adalah ketidakseimbangan antara input dan output cairan yang
menyebabkan presentase berat badan naik ≥10 %. FO sering ditemukan pada pasien
CKD yang menjalani renal replacement theraphy dan juga pasien CKD
predialisis.12
28
Patofisiologi
Pada pasien CKD terjadi penurunan ekskresi dari cairan karena terjadi penurunan
filtrasi natrium pada glomerulus. Sehingga pada saat input cairan lebih banyak dari
output maka akan terjadi gejala overload. Gejala overload yakni sesak, bengkak
pada kaki, penumpukan cairan pada perut. Sesak diakibatkan karena penumpukan
cairan sehingga menyebabkan edema paru sehingga mengganggu perfusi oksigen
dan menyebabkan sesak.12
Tatalaksana
Loop diuretic dapat digunakan pada CKD stage 1-5. Pada CKD stage 4-5, dosis
furosemide dimulai dari dosis 40-80 mg sehari dengan titrasi tiap minggu sampai
25-50% sesuai respon dan volume ekstraseluler.6
Diuretic hemat kalium digunakan pada pasien CKD dengan risiko hyperkalemia,
yakni pasien dengan GFR < 30 ml/menit/1.73m2 mendapat terapi inhibitor ACE dan
ARB.6
Kali ini akan sedikit dibahas mengenai ensefalopati karena uremik. Beberap
afaktor yang terlibbat dalam patogenesis ensefalopati uremik14
Gangguan hormon
Pada gagal ginjal kronik seiring dengan berjalannya waktu kadar hormon
PTH akan meningkat karena kadar kalsium yang tinggi. Jadi hormon PTH
bersifat toksik pada sistim saraf pusat.
Stress oksidatif
Kondisi kerusakan sel dan organel ginjal mengakibatkan peningkatan
peroksidase lipid. Produk beracun ini menyebabkan inflamasi
berkepanjangan pada gagal ginjal kronis melalui ketidakseimbangan
peningkatan produksi ROS dan kapasitas antioksidan yang menurun.
Akumulasi metabolik
Akumulasi kynurenin akibat metabolisme triptofan juga menjadi penyebab
ensefalopati urmik. Kynurenin akan diubah menjadi 3- hydroksikynurenin
yang akan menghasilkan ROS. Kynurenin dan 3- hydroksikynurenin
menyebabkan disfungsi neurologis.
2. Sabatine MS. Pocket medicine 4th ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins and Wolters Kluwer; 2011
3. United States Renal Data System. Chapter 1: CKD in General population.
2015 USRDS annual data report: Epidemiology of Kidney Disease in the
United States. Bethesda: National institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease. 2015
4. The Australian Kidney Fondation. Chronic Kidney Disease in General
Practice. Kidney Health 2015
31
12. Yusra HK, Azmi S, Azreen SA, Amer HK, Tauqeer HM. Chronic kidney
disease, fluid overload and diuretics: a complicated triangle. PLoS ONE
11(7): e0159335. doi:10.1371/journal.pone.0159335
13. Felicya Rosari Hasianna Sirait1, Merry Indah Sari2. Ensefalopati Uremikum pada
Gagal Ginjal Kronis. J Medula Unila. Vol (7). nomor: Januari 2017.
14. Ria Arnold, Tushar Issar, etc. Neurological complications in chronic kidney
disease. Journal of the Royal Society of Medicine Cardiovascular Disease. 2016.
5: 1–13
15. Giselli Scaini1, Gabriela Kozuchovski Ferreira, Emilio Luiz Streck. Mechanisms
underlying uremic encephalopathy. Mecanismos básicos da encefalopatia
urêmica. Rev Bras Ter Intensiva. 2010; 22(2):206-211.
32