Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL atau <80mg/dL
disertai gejala klinis. Pada umumnya kadar glukosa plasma pada orang normal berkisar
antara 70-110 mg/dL. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh obat yang digunakan
untuk mengobati diabetes melitus atau dengan paparan obat lain, termasuk alkohol. Namun,
sejumlah gangguan lain, termasuk kegagalan organ penting, sepsis dan kelaparan, kekurangan
hormon, tumor non--sel, insulinoma, dan operasi lambung sebelumnya, dapat menyebabkan
hipoglikemia. Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki kadar glukosa
yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran
kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Risiko hipoglikemia timbul akibat
mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin pada malam hari
meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas
penurunan glukosa darah yang aman.1,2,3

BAB II
ISI
A. DEFINISI
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl atau
<80mg/dl disertai gejala klinis. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus
(DM) maupun non-DM.1
B. EPIDEMIOLOGI
Dalam the Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan
pada diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada
kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun
pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang
berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan
pada 28 pasien dengan terapi insulin intensif dan 17 pasien dengan terapi konvensional.3
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya
dianggap sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari.
Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan, karena dapat berpotensi
diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat.3
C. KLASIFIKASI
American Diabetes Association (ADA) menunjukkan bahwa pasien yang
memiliki risiko hipoglikemia (yaitu, mereka yang dirawat dengan sulfonylurea, glinide,
atau insulin) harus waspada terhadap kemungkinan mengalami hipoglikemia dengan
memantau kadar glukosa plasma diri 70 mg / dL ( 3.9mmol / L). ADA
mengklasifikasikan hipoglikemia pada diabetes menjadi 5 yaitu severe Hypoglycemia,
Documented Symptomatic Hypoglycemia, Asymptomatic(Documented)
Hypoglycemia,Probable Symptomatic Hypoglycemia, dan Pseudo-hypoglycemia.4,5

Tabel 1. Klasifikasi Hipoglikemia menurut ADA5

Berdasarkan beratnya gejala, hipoglikemia dapat dibedakan menjadi6:


1. Hipoglikemia ringan : terdapat gejala otonom. Individu masih dapat mengatasinya
sendiri.
2. Hipoglikemia Sedang : terdapat gejala otonom dan neuroglikopenik. Individu masih
dapat mengatasinya sendiri.
3. Hipoglikemia Berat : Individu membutuhkan bantuan dari orang lain. Ketidaksadaran
mungkin terjadi. Glukosa darah plasma biasanya <2,8 mmol / L.
D. ETIOLOGI
Pada pasien diabetes, hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin
yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang
meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu dijumpai saat-saat dan
keadaan tertentu dimana pasien diabetes mungkin akan mengalami kejadian
hipoglikemia. 1
Selain itu terdapat beberapa obat-obat selain Anti Diabetik Oral yang dapat
menyebabkan hipoglikemia. Obat-obat ini dibedakan berdasarkan potensi menurunkan
gula darah menjadi 3 jenis, sesuai dengan terbukti sedang, lemah, atau sangat lemah.
Obat dengan risiko sedang antara lain cibenzoline, gatifloxacin, pentamidin, kuinin,
indometasin. Obat dengan risiko ringan antara lain klorokuineoksalin, sulfonamid,
artesunat/artemisin/artemeter, IGF-I, litium, propoksifen/dekstropropoksifen. Obat
dengan risiko sangat lemah antara lain ACE-I, ARB, penyekat , levofloksasin,
mifepriston, disopramid, kotrimoksasol, heparin, dan 6-merkatopurin.3
Namun, sejumlah gangguan lain, termasuk kegagalan organ penting, sepsis dan
kurang asupan nutrisi, kekurangan hormon, tumor non--sel, insulinoma, dan operasi
lambung sebelumnya, dapat menyebabkan hipoglikemia.2
Tabel 2. Penyebab Hipoglikemia pada Orang Dewasa7

Pasien yang sakit atau dalam pengobatan


1.Obat
3

- Insulin atau obat yang meningkatkan sekresi insulin


- Alkohol
- Obat lain
2. Penyakit Kritis
- Gagal hati, ginjal, atau jantung
- Sepsis
- Inanition (kurang asupan nutrisi)
3. Defisiensi Hormon
- Kortisol
- Glukagon dan epinefrin ( pada DM yang sudah mengalami defisiensi insulin)
4. Tumor non-sel islet
Pasien yang tampak sehat
5. Hiperinsulisme endogen
- Insulinoma
- Gangguan sel- fungsional (nesidioblastosis)
Noninsulinoma pancreatogenous hypoglycemia
Post -gastric bypass hypoglycemia
- Hipoglikemia akibat insulin autoimun
Antibodi terhadap insulin
Antibodi terhadap reseptor insulin
- Insulin sekretagog
- Lainnya
6. Hipoglikemia accidental, surreptitious, malicious.
E. PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia memiliki mekanisme mempertahankan konsentrasi glukosa
darah yang adekuat untuk digunakan organ-organ tubuh terutama otak. Menurunnya
konsentrasi glukosa darah secara fisiologis akan diikuti oleh penurunan sekresi insulin
endogen yang diikuti oleh pelepasan hormon-hormon counterregulatory, seperti
glukagon dan epinefrin. Pada pasien non-DM, respon fisiologis dan gejala klinis pada
hipoglikemia terjadi pada rentang konsentrasi glukosa darah yang relatif konstan. Pada
pasien DM, respon fisiologis ini berbeda-beda.1
Pada pasien DM yang mengalami hipoglikemia, terjadi gangguan ada
mekanisme pertahanan terhadap hipoglikemia, antara lain 1. konsentrasi insulin tidak

menurun, 2. konsentrasi glukagon tidak meningkat, dan 3. terjadi penurunan ambang


batas konsentrasi gula darah untuk memulai sekresi epinefrin.1
Diantara faktor-faktor regulasi, insulin memiliki peran yang dominan. Saat
kadar glukosa plasma menurun ke kisaran normal dalam keadaan puasa, pankreas
penurunan sekresi insulin-sel , sehingga meningkatkan glikogenolisis hati dan
glukoneogenesis hati (dan ginjal). Tingkat insulin rendah juga mengurangi penggunaan
glukosa di jaringan perifer, merangsang Iipolisis dan proteolisis dan akibatnya
melepaskan prekursor gluconeogenik. Dengan demikian,penurunan sekresi insulin
adalah pertahanan pertama melawan hipoglikemia.2
Saat kadar glukosa plasma menurun di bawah kisaran normal, hormon
counterregulatory glukosa (plasma glukosa penggalangan) dilepaskan. Diantaranya,
glukagon-sel pankreas, yang merangsang glikogenolisis hati, memainkan peran utama.
Glukagon adalah pertahanan kedua melawan hipoglikemia. Epinefrin di medula
adrenal ,yang merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis (dan glukoneogenesis
ginjal), biasanya tidak begitu penting. Namun, itu menjadi penting ketika terjadi
kekurangan glukagon . Epinefrin adalah pertahanan ketiga terhadap hipoglikemia. Ketika
hipoglikemia berkepanjangan di luar 4 jam, kortisol dan hormon pertumbuhan juga
mendukung produksi glukosa dan membatasi penggunaan glukosa untuk jumlah yang
terbatas (-20% dibandingkan dengan epinefrin). Jadi kortisol dan hormon pertumbuhan
memainkan peran dalam pertahanan terhadap hipoglikemia akut.2
Tubuh melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan
menaikkan asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan
menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan
berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat
terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).8
Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di
tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena
hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun
penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik
(kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon tidak dapat
mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang
mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan
glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis
terlatih (Nelms et al, 2007).9

Gambar 1. Fisiologi counterregulation glukosa: mekanisme yang normalnya mencegah atau dengan
cepat mengkoreksi hipoglikemia.

Tabel 3. Respon fisiologi pada penurunan konsentrasi glukosa plasma

F. MANIFESTASI KLINIS
Hipoglikemia dapat menyebabkan berbagai gejala yang diklasifikasikan sebagai
neurogenik (otonom) atau neuro-glikopenik. Gejala neurogenik disebabkan oleh respon
fisiologis untuk konsentrasi glukosa rendah; gejala neuroglikopenik, karena kekurangan
glukosa dalam sistem saraf pusat, yang lebih berat dan menyusahkan.10
Tabel 4. Keluhan dan Gejala Hipoglikemia6

Neurogenik (otonomik)
Tremor
Palpitasi
Berkeringat
Kegelisahan
Kelaparan
Mual
Jantung Berdebar

Neuroglikopenik
Kesulitan berkonsentrasi
Kebingungan
Kelemahan
Mengantuk
Gangguan visual
Kesulitan berbicara
Sakit kepala
Pusing

Gambar 2. Respon fisiologis seiring menurunnya konsentrasi glukosa darah

G. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosa hipoglikemia berdasarkan trias Whipple yaitu2 :
Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia.
Kadar glukosa plasma rendah <60 mg/dL
Meredanya gejala ketika konsentrasi glukosa darah plasma meningkat.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Soemadji(2009) :
Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaaan glukosa darah
kapiler, hypoglikemia ringan sampai sedang harus segera di berikan 15 g glukosa
oral dan pada hipoglikemia berat dengan pasien sadar berikan 20 g glukosa. Idealnya
dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa
seperti jus buah segar atau non diet cola. Pasien harus tes ulang glukosa darah dalam
15 menit dan di ulang dengan dosis glukosa yang sama jika glukosa darah plasma <
4,0 mmol/L. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat
dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam
perlu diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami
kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberikan madu atau gel
glukosa lewat mukosa rongga mulut mungkin dapat dicoba.3,6

Glukagon intramuskular

Glukagon 1mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga non profesional yang
terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon
tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar
pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan
dilanjutkan dengan pemberian 40g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia
yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektifitas

glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.3


Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati. Pemberian glukosa dengan
konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasai glukosa 50% dapat

menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.3


Menurut Stanisstreet :
a) Orang dewasa yang sadar, berorientasi dan mampu menelan
1. Berikan 15-20g short acting karbohidrat sesuai pilihan pasien jika
memungkinkan. Beberapa contoh adalah:
o 150-200 ml buah murni jus misalnya jeruk
o 90-120ml asli Lucozade (lebih pada pasien ginjal)
o 5-7 tablet Dextrosol (atau 4-5 Glucotabs)
o 3-4 sendok teh menumpuk air dissolvedin gula
2. Ulangi pengukuran glukosa darah kapiler 10-15 menit kemudian. Jika masih
kurang dari 4.0mmol / L, ulangi langkah 1 sampai 3 kali.
3. Jika glukosa darah tetap kurang dari 4.0mmol / L setelah 45 menit atau 3 siklus,
hubungi dokter. Pertimbangkan 1mg glukagon IM (mungkin kurang efektif pada
pasien yang diresepkan terapi sulfonilurea) atau IV 10% glukosa infus 100ml /
jam. Volume harus ditentukan oleh keadaan klinis.
4. Setelah glukosa darah di atas 4.0mmol / L dan pasien telah pulih, berikan long
acting karbohidrat sesuai pilihan pasien jika memungkinkan, dengan
mempertimbangkan persyaratan diet tertentu. Beberapa contoh adalah:
o Dua biskuit
o Salah satu irisan roti / toast
o 200-300ml susu (bukan kedelai)
o makan normal jika diperlukan (harus berisi karbohidrat)

JANGAN menghilangkan injeksi insulin jika masih diperlukan


(Namun, ulasan dosis mungkin diperlukan)
NB: Pasien yang diberikan glukagon memerlukan porsi karbohidrat long acting
yang lebih besar untuk mengisi kembali cadangan glikogen (dua kali lipat jumlah
yang disarankan di atas).
9

5. Lakukan pencatatan. Pastikan pemantauan glukosa darah kapiler biasa


dilanjutkan selama 24 sampai 48 jam. Meminta pasien untuk melanjutkan ini di
rumah jika mereka harus pulang. Berikan pendidikan hipoglikemia atau merujuk
perawat spesialis rawat inap diabetes (DISN)
b) Orang dewasa yang sadar tapi bingung, disorientasi, dapat bekerja sama,

agresif namun mampu menelan


Jika pasien mampu dan koperasi, ikuti bagian A secara keseluruhan
Jika pasien tidak mampu dan / atau tidak kooperatif, tetapi mampu menelan
berikan 1,5 -2 tabung GlucoGel / Dextrogel diperas ke dalam mulut antara
gigi dan gusi atau (jika ini tidak efektif) berikan glukagon 1 mg IM ( mungkin

kurang efektif pada pasien yang diresepkan terapi sulfonilurea)


Ulangi pengukuran kadar glukosa darah kapiler setelah 10-15 menit. Jika masih

kurang dari 4.0mmol / L ulangi langkah 1 dan / atau 2 (sampai 3 kali)


Jika kadar glukosa darah tetap kurang dari 4.0mmol / L setelah 45 menit (atau 3
siklus A 1), hubungi dokter. Pertimbangkan IV 10% infus glukosa pada 100ml /

jam. Volume harus ditentukan oleh keadaan klinis.


Setelah glukosa darah di atas 4.0mmol / L dan pasien telah pulih, memberikan
karbohidrat long acting sesuai pilihan pasien jika memungkinkan, dengan

mempertimbangkan persyaratan diet tertentu. Beberapa contoh adalah:


o Dua biskuit
o Salah satu irisan roti / toast
o 200-300ml susu (bukan kedelai)
o makan normal jika diperlukan (harus berisi karbohidrat)
JANGAN menghilangkan injeksi insulin jika masih diperlukan
(Namun, ulasan dosis mungkin diperlukan)
NB Pasien diberikan glucagon memerlukan porsi yang lebih besar dari
karbohidrat long acting untuk mengisi kembali cadangan glikogen (dua kali lipat

jumlah yang disarankan di atas)


Lakukan pencatatan. Pastikan pemantauan glukosa darah kapiler biasa
dilanjutkan selama 24 sampai 48 jam. Meminta pasien untuk melanjutkan ini di
rumah jika mereka harus pulang. Berikan pendidikan hipoglikemia atau merujuk

ke DISN
c) Orang dewasa yang tidak sadar dan / atau memiliki kejang dan / atau

sangat agresif
Memeriksa:
o Airway (dan berikan oksigen)
o Breathing
o Circulation
o Dissability (termasuk GCS dan glukosa darah)
o Exposure (termasuk suhu)
10

Jika pasien memiliki infus insulin in situ, segera berhenti, cepat hubungi dokter
Berikut tiga pilihan (i-iii) semua sesuai; kesepakatan lokal harus dicari:
i) Glukagon 1 mg IM (mungkin kurang efektif pada pasien yang diresepkan terapi
sulfonilurea). Glukagon, yang bisa memakan waktu hingga 15 menit untuk
mengambil efek, mobilisasi glikogen dari hati dan akan kurang efektif pada
mereka yang secara kronis kekurangan gizi (misalnya alkohol), atau pada pasien
yang memiliki jangka waktu kelaparan dan telah habis cadangan glikogen atau
pada mereka dengan penyakit hati yang parah. Dalam situasi ini atau jika

pengobatan berkepanjangan diperlukan, IV glukosa lebih baik.


ii) Jika akses IV tersedia, memberikan 75-80ml dari 20% glukosa (lebih dari 1015 menit). (Persiapan adalah siap untuk menggunakan infus volume yang 100ml
kecil yang akan memberikan jumlah yang diperlukan setelah dijalankan melalui
standar pemberian set). Jika pompa infus tersedia digunakan ini, tetapi jika tidak
tersedia infus sebaiknya tidak ditunda. Ulangi pengukuran glukosa darah kapiler

10 menit kemudian. Jika masih kurang dari 4.0mmol / L, ulangi


iii) Jika akses IV tersedia, berikan 150-160ml glukosa 10% (lebih dari 10-15
menit). Jika pompa infus tersedia gunakan ini, tetapi jika tidak tersedia infus tidak
harus ditunda. Ulangi pengukuran glukosa darah kapiler 10 menit kemudian. Jika

masih kurang dari 4.0mmol / L, ulangi


Setelah glukosa darah lebih besar dari 4.0mmol / L dan pasien telah pulih
memberikan karbohidrat panjang bertindak pilihan pasien mana mungkin, dengan

mempertimbangkan persyaratan diet tertentu. Beberapa contoh adalah:


o Dua biskuit
o Salah satu irisan roti / toast
o 200-300 ml segelas susu (bukan kedelai)
o makan Normal jika diperlukan (harus mengandung karbohidrat)
JANGAN menghilangkan injeksi insulin jika masih diperlukan
(Namun, ulasan dosis mungkin diperlukan)
NB : Pasien diberikan glucagon memerlukan porsi yang lebih besar dari
karbohidrat long acting untuk mengisi kembali cadangan glikogen (dua kali lipat
jumlah yang disarankan di atas) Jika pasien mendapat insulin IV, teruskan periksa
glukosa darah setiap 30 menit sampai di atas 3.5mmol / L, kemudian re-start

insulin IV setelah meninjau dosis.


Lakukan pencatatan. Pastikan pemantauan glukosa darah kapiler biasa
dilanjutkan selama 24 sampai 48 jam. Meminta pasien untuk melanjutkan ini di
rumah jika mereka harus dibuang. Berikan pendidikan hipoglikemia atau merujuk
ke DISN
11

NB : Pasien yang mandiri mengelola pompa insulin mereka mungkin tidak

membutuhkan long acting karbohidrat.


d) Dewasa yang tidak bisa menelan
Jika pasien memiliki variabel tingkat infus insulin intravena, sesuaikan sesuai

regimen yang diresepkan, dan mencari nasihat medis


Pilihan ii dan iii (glukosa intravena) seperti di atas pada bagian C (2) keduanya

pilihan pengobatan yang tepat. Sekali lagi kesepakatan lokal harus dicari
Setelah glukosa darah lebih besar dari 4.0mmol / L dan pasien telah pulih
pertimbangkan 10% glukosa pada tingkat 100ml / jam sampai pasien dapat

menelan atau telah diperiksa oleh dokter.


Lakukan pencatatan. Pastikan pemantauan glukosa darah kapiler biasa
dilanjutkan selama 24 sampai 48 jam. Meminta pasien untuk melanjutkan ini di
rumah jika mereka harus pulang. Berikan pendidikan hipoglikemia atau merujuk

ke DISN
I. PROGNOSIS
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan onset.
Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik (dubia et
bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose (dubia
et malam).11

BAB III
KESIMPULAN
12

Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl atau <80mg/dl
disertai gejala klinis. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus (DM) maupun
non-DM. Hipoglikemia dapat menyebabkan berbagai gejala yang diklasifikasikan sebagai
neurogenik (otonom) atau neuro-glikopenik. Gejala neurogenik disebabkan oleh respon
fisiologis untuk konsentrasi glukosa rendah; gejala neuroglikopenik, karena kekurangan
glukosa dalam sistem saraf pusat, yang lebih berat dan menyusahkan. Diagnosa hipoglikemia
dapat ditegakkan dengan trias Whipple. Hipoglikemia dapat diatasi dengan pemberian
glukosa oral, injeksi intramuskular glukagon maupun injeksi intravena glukosa.

DAFTAR PUSTAKA

13

1. Prianto D, Sulistianingsih DP. Hipoglikemia. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta
:Medula aesculapius, 2014. Hal 790-792
2. Kasper D, Fauci A, dkk. Hypoglycemia. Harrisons Principles of Internal Medicine.
Edisi 19. USA : McGrawHill, 2014. Hal 2430-2435
3. Soemadji, Djoko Wahono. 2009. Hipoglikemia iatrogenik.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.Hal 1900-1905
4. Seaquist ER, Anderson J, Childs B, dkk. Hypoglycemia and diabetes: a report of a
workgroup of the American Diabetes Association and the Endocrine Society. Diabetes
Care. 2013;36:1384-1395
5. Morales J, Schenider D. Hypoglycemia. The American Journal of Medicine. Oktober
2014;127(10A):S17-S22
6. Clayton D, Woo V. Hypoglycemia. Canadian Diabetes Association Clinical Practice
Guidelines Expert Committee. Can J Diabetes. 2015;39 :6-8
7. Cryer PE, Axelrod L, Grossman AB,dkk. Evaluation and Management of Adult
Hypoglycemic Disorders: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. The Journal
of Clinical Endocrinology & Metabolism, Maret 2009, 94(3): 709-728
8. Cryer PE. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Tersedia di
<http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680209/Hypoglycemia%20During
%20Therapy%20of%20Diabetes%20> diakses pada 10 Februari 2016 20.50
9. Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.
10. Kenny C. When hypoglycemia is not obvious: Diagnosing and treating under-recognized
and undisclosed hypoglycemia. Primary Care Diabetes, 30 Mei 2013, 8:3-11
11. Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical Schoolavailable at

{http://emedicine.medscape.com/article/122122-overview#aw2aab6b2b6} diakses 10
Februari 2016 pukul 20:52

14

Anda mungkin juga menyukai