PENDAHULUAN
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL atau <80mg/dL
disertai gejala klinis. Pada umumnya kadar glukosa plasma pada orang normal berkisar
antara 70-110 mg/dL. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh obat yang digunakan
untuk mengobati diabetes melitus atau dengan paparan obat lain, termasuk alkohol. Namun,
sejumlah gangguan lain, termasuk kegagalan organ penting, sepsis dan kelaparan, kekurangan
hormon, tumor non--sel, insulinoma, dan operasi lambung sebelumnya, dapat menyebabkan
hipoglikemia. Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki kadar glukosa
yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran
kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Risiko hipoglikemia timbul akibat
mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin pada malam hari
meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas
penurunan glukosa darah yang aman.1,2,3
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl atau
<80mg/dl disertai gejala klinis. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus
(DM) maupun non-DM.1
B. EPIDEMIOLOGI
Dalam the Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan
pada diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada
kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun
pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang
berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan
pada 28 pasien dengan terapi insulin intensif dan 17 pasien dengan terapi konvensional.3
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya
dianggap sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari.
Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan, karena dapat berpotensi
diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat.3
C. KLASIFIKASI
American Diabetes Association (ADA) menunjukkan bahwa pasien yang
memiliki risiko hipoglikemia (yaitu, mereka yang dirawat dengan sulfonylurea, glinide,
atau insulin) harus waspada terhadap kemungkinan mengalami hipoglikemia dengan
memantau kadar glukosa plasma diri 70 mg / dL ( 3.9mmol / L). ADA
mengklasifikasikan hipoglikemia pada diabetes menjadi 5 yaitu severe Hypoglycemia,
Documented Symptomatic Hypoglycemia, Asymptomatic(Documented)
Hypoglycemia,Probable Symptomatic Hypoglycemia, dan Pseudo-hypoglycemia.4,5
Gambar 1. Fisiologi counterregulation glukosa: mekanisme yang normalnya mencegah atau dengan
cepat mengkoreksi hipoglikemia.
F. MANIFESTASI KLINIS
Hipoglikemia dapat menyebabkan berbagai gejala yang diklasifikasikan sebagai
neurogenik (otonom) atau neuro-glikopenik. Gejala neurogenik disebabkan oleh respon
fisiologis untuk konsentrasi glukosa rendah; gejala neuroglikopenik, karena kekurangan
glukosa dalam sistem saraf pusat, yang lebih berat dan menyusahkan.10
Tabel 4. Keluhan dan Gejala Hipoglikemia6
Neurogenik (otonomik)
Tremor
Palpitasi
Berkeringat
Kegelisahan
Kelaparan
Mual
Jantung Berdebar
Neuroglikopenik
Kesulitan berkonsentrasi
Kebingungan
Kelemahan
Mengantuk
Gangguan visual
Kesulitan berbicara
Sakit kepala
Pusing
G. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosa hipoglikemia berdasarkan trias Whipple yaitu2 :
Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia.
Kadar glukosa plasma rendah <60 mg/dL
Meredanya gejala ketika konsentrasi glukosa darah plasma meningkat.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Soemadji(2009) :
Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaaan glukosa darah
kapiler, hypoglikemia ringan sampai sedang harus segera di berikan 15 g glukosa
oral dan pada hipoglikemia berat dengan pasien sadar berikan 20 g glukosa. Idealnya
dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa
seperti jus buah segar atau non diet cola. Pasien harus tes ulang glukosa darah dalam
15 menit dan di ulang dengan dosis glukosa yang sama jika glukosa darah plasma <
4,0 mmol/L. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat
dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam
perlu diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami
kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberikan madu atau gel
glukosa lewat mukosa rongga mulut mungkin dapat dicoba.3,6
Glukagon intramuskular
Glukagon 1mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga non profesional yang
terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon
tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar
pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan
dilanjutkan dengan pemberian 40g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia
yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektifitas
ke DISN
c) Orang dewasa yang tidak sadar dan / atau memiliki kejang dan / atau
sangat agresif
Memeriksa:
o Airway (dan berikan oksigen)
o Breathing
o Circulation
o Dissability (termasuk GCS dan glukosa darah)
o Exposure (termasuk suhu)
10
Jika pasien memiliki infus insulin in situ, segera berhenti, cepat hubungi dokter
Berikut tiga pilihan (i-iii) semua sesuai; kesepakatan lokal harus dicari:
i) Glukagon 1 mg IM (mungkin kurang efektif pada pasien yang diresepkan terapi
sulfonilurea). Glukagon, yang bisa memakan waktu hingga 15 menit untuk
mengambil efek, mobilisasi glikogen dari hati dan akan kurang efektif pada
mereka yang secara kronis kekurangan gizi (misalnya alkohol), atau pada pasien
yang memiliki jangka waktu kelaparan dan telah habis cadangan glikogen atau
pada mereka dengan penyakit hati yang parah. Dalam situasi ini atau jika
pilihan pengobatan yang tepat. Sekali lagi kesepakatan lokal harus dicari
Setelah glukosa darah lebih besar dari 4.0mmol / L dan pasien telah pulih
pertimbangkan 10% glukosa pada tingkat 100ml / jam sampai pasien dapat
ke DISN
I. PROGNOSIS
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan onset.
Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik (dubia et
bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose (dubia
et malam).11
BAB III
KESIMPULAN
12
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl atau <80mg/dl
disertai gejala klinis. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus (DM) maupun
non-DM. Hipoglikemia dapat menyebabkan berbagai gejala yang diklasifikasikan sebagai
neurogenik (otonom) atau neuro-glikopenik. Gejala neurogenik disebabkan oleh respon
fisiologis untuk konsentrasi glukosa rendah; gejala neuroglikopenik, karena kekurangan
glukosa dalam sistem saraf pusat, yang lebih berat dan menyusahkan. Diagnosa hipoglikemia
dapat ditegakkan dengan trias Whipple. Hipoglikemia dapat diatasi dengan pemberian
glukosa oral, injeksi intramuskular glukagon maupun injeksi intravena glukosa.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Prianto D, Sulistianingsih DP. Hipoglikemia. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta
:Medula aesculapius, 2014. Hal 790-792
2. Kasper D, Fauci A, dkk. Hypoglycemia. Harrisons Principles of Internal Medicine.
Edisi 19. USA : McGrawHill, 2014. Hal 2430-2435
3. Soemadji, Djoko Wahono. 2009. Hipoglikemia iatrogenik.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.Hal 1900-1905
4. Seaquist ER, Anderson J, Childs B, dkk. Hypoglycemia and diabetes: a report of a
workgroup of the American Diabetes Association and the Endocrine Society. Diabetes
Care. 2013;36:1384-1395
5. Morales J, Schenider D. Hypoglycemia. The American Journal of Medicine. Oktober
2014;127(10A):S17-S22
6. Clayton D, Woo V. Hypoglycemia. Canadian Diabetes Association Clinical Practice
Guidelines Expert Committee. Can J Diabetes. 2015;39 :6-8
7. Cryer PE, Axelrod L, Grossman AB,dkk. Evaluation and Management of Adult
Hypoglycemic Disorders: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. The Journal
of Clinical Endocrinology & Metabolism, Maret 2009, 94(3): 709-728
8. Cryer PE. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Tersedia di
<http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680209/Hypoglycemia%20During
%20Therapy%20of%20Diabetes%20> diakses pada 10 Februari 2016 20.50
9. Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.
10. Kenny C. When hypoglycemia is not obvious: Diagnosing and treating under-recognized
and undisclosed hypoglycemia. Primary Care Diabetes, 30 Mei 2013, 8:3-11
11. Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical Schoolavailable at
{http://emedicine.medscape.com/article/122122-overview#aw2aab6b2b6} diakses 10
Februari 2016 pukul 20:52
14