Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS DI RUANG GARUDA


RSU ANUTAPURA PALU

SKRIPSI

HASTUTI
201401015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018
HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN
DIABETES MELITUS DI RUANG GARUDA
RSU ANUTAPURA PALU

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu

HASTUTI
201401015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2018

i
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN


DIABETES MELITUS DI RUANG GARUDA
RSU ANUTAPURA PALU

SKRIPSI

HASTUTI
201401015

Skripsi Ini Telah Disetujui


Untuk Diseminarkan

Pembimbing I Pembimbing II

Afrina Januarista, S.Kep.,Ns.,M.Sc Nelky Suriawanto, S.Si.,M.Si


NIK: 20130901030 NIK: 20170901071

Mengetahui,
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widya Nuasantara Palu

Dr. Tigor H Situmorang, MH, M.Kes


NIDN/NIP. 0906105601

ii
iii

LEMBAR PENGESAHAN

iii
iv

PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Self Care
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura
Palu adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkaan maupun tidak di terbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka
dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta skripsi saya kepada STIKES
Widya Nusantara Palu.

Palu, 09 Agustus 2018

HASTUTI

201401015

iv
v

ABSTRAK

HASTUTI. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus
Diruang Garuda Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Dimbimbing Oleh
AFRINA JANUARISTA dan NELKY SURIAWANTO

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah yang tidak dapat disembuhkan dengan cepat sehingga
memerlukan Perawatan mandiri (self care). Self care merupakan suatu tindakan
individu yang terencana dalam rangka mengendalikan penyakit untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kualitas hidupnya. Tujuan penelitian
ini untuk menganalisis hubungan antara self care dengan kualitas hidup pasien
diabetes melitus di ruang Garuda RSU Anutapura Palu. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif. Desain yang digunakan pada penelitian
ini bersifat Analitik dengan pendekatan cross sectional. Penganbilan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner Summary Of Diabetes Self-Care
(SDSCA) dan Diabetes Quality Of Life (DQOL). Pengambilan sampel
menggunakan tehnik total sampling. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 30
responden. Adapun analisa yang digunakan adalah analisis Univariat dan analisis
Bivariat dengan uji Chi Square. Hasil penelitian diperoleh bahwa lebih banyak
responden yang memiliki self care baik (70%), dengan kualitas hidup yang baik
(73.3%), hasil uji “Chi Square” didapatkan nilai p = 0,003 (p value < 0,05) ini
berarti secara statistik ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup.
Simpulan ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup pasien Diabetes
Melitus ruang Garuda RSU Anutapura Palu. Penderita DM diharapkan dapat
meningkatkan perilaku self care untuk meningkatkan kualitas hidup, status
kesehatan dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

Kata Kunci : Self care, Kualitas Hidup, Diabetes Melitus

v
vi

ABSTRACT

HASTUTI. Corellation Of Self Care With Life Quality Of Diabetic Mellitus


Patient In Garuda Ward Of Anutapura General Hospital Palu. Guided By
AFRINA JANUARISTA And NELKY SURIAWANTO

Diabetic mellitus is the disease signed by increasing of blood sugar level and
could hot be cured instantly whereas need self care. Self care is individual
planning action in controlling the disease to improve the health and life quality.
The aims of this research to analys the corellation between self care and life
quality of diabetic mellitus patient in Garuda Ward of Anutapura General Hospital
Palu. This is quantitative research it used analyses design with cross sectional
approaching. Data taken by using questionniare of summary of self care (SDSCA)
and diabetic quality of life (DQOL) and sample taken by total sampling technique.
Population number was 30 respondents and used univariat and bivariat analyses
with chi-square test. Result found that more respondents have good self care
(70%) with good quality of life (73.3%) and chi-square test result that p value =
0.003 (p value < 0.05) it means statistically having corellation between self care
with quality of life. Conclusion that having corellation between self care with
quality of life diabetic mellitus patient in Garuda Ward of Anutapura General
Hospital Palu. Patient Diabetic mellitus expeeted cold improve the self care
atittude in incerasing quality of life, health state and prevent the further
complication.

Keywords : self care, quality of life. Diabetic mellitus

vi
vii

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingaNya saya dapat menyelesaikan tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Maret 2018 sampai Juli 2018. Skripsi dengan judul
“Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Diruang
Garuda RSU Anutapura Palu”, Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Starata I keperawatan (S-I) pada perogram studi Ilmu
keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu.

Dalam penyusunan Skripsi penelitian mulai dari awal sampai dengan


selesainya, penulis ingin memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada
kedua orang tua Ayahanda (Mansyur) dan ibunda (Hasnawati) serta kakak dan
adik-adikku yang telah banyak memberikan dukungan dan doa serta bantuan yang
begitu besar baik dalam bentuk moril maupun materi selama menempuh
pendidikan sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan

Bersama ini perkenenkanlah saya mengucapkan terimah kasih yang sebesar-


besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Pesta Corry S, Dipl.MW., SKM., M.Kes., selaku Ketua yayasan Widya


Nusantara Palu.
2. Dr. Tigor H Situmorang, MH., M.Kes., selaku Ketua Stikes Widya Nusantara
Palu.
3. Hasnidar, S.Kep., Ns., M.Kep Selaku Ketua Program Studi ilmu Keperawatan
Stikes Widya Nusantara Palu.
4. Afrina Januarista, S.Kep., Ns., M.Sc., selaku pembimbing I yang telah
banyak membantu, membimbing dan memberikan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi.

vii
viii

5. Nelky Suriawanto, S.Si., M.Si,. selaku pembimbing II yang telah banyak


membantu, membimbing dan memberikan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
6. James Walean, SST.,M.Kes Selaku penguji yang memberikan masukan serta
motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
7. dr. Ruslan Ramlan Ramli, Sp.S., selaku Direktur RSU Anutapura Palu.
8. Seluruh dosen pengajar yang telah membagi ilmunya kepada penulis beserta
seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesahatan
Widya Nusantara Palu, yang telah banyak membantu dalam berbagai
pelayanan dan administrasi akademik.
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Reguler Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesahatan Widya Nusantara Palu Angkatan 2014, yang
selalu memberikan motivasi dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kemajuan
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu keperawatan.

Palu, 09 Agustus 2018

HASTUTI

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PERNYATAAN ii
ABSTRAK iii
LEMBAR PENGESHAN iv
HALAMAN JUDUL v
PRAKATA vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 6
2.2 Kerangka Teori 28
2.3 Kerangka Konsep 29
2.4 Hipotesis 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian 30
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian 30
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian 30
3.4 Variabel Penelitian 31
3.5 Definisi Operasional 31
3.6 Instrumen Penelitian 32
3.7 Tehnik Pengumpulan Data 33
3.8 Analisa Data 35

vii
viii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 38


4.2 Hasil Penelitian 38
4.3 Pembahasan 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Interpretasi Kadar Glukosa 21

Tabel 2.2 Kisaran Kalori Tubuh 23

Tabel 2.3 Jadwal Makan Pencegahan DM 24

Tabel 2.4 Jenis Makanan Pencegahan DM 24

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan Usia di ruang Garuda


RSU Anutapura Palu 39

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di ruang


Garuda RSU Anutapura Palu 39

Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di ruang


Garuda RSU Anutapura Palu 40

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di ruang


Garuda RSU Anutapura Palu 40

Tabel 4.5 Karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM di


ruang Garuda RSU Anutapura Palu 41

Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan self care pasiendi ruang


Garuda RSU Anutapura Palu 42

Tabel 4.7 Distribusi responden berdasarkan kualitas hidup pasien di


ruang Garuda RSU Anutapura Palu 42

Tabel 4.8 Hubungan self care dengan kualitas hidup pasien di ruang
Garuda RSU Anutapura Palu 43

ix
x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori 28

Gambar 2.2 Kerangka Konsep 29

x
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian


Lampiran 2 : Karakteristik Responden
Lampiran 3 : Kuesioner SDSCA
Lampiran 4 : Kuesionere DQOL
Lampiran 5 : Surat permohonan pengambilan data awal
Lampiran 6 : Surat Balasan Pengambilan Data Awal
Lampiran 7 : Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 8 : Surat Balasan Penelitian
Lampiran 9 : Surat permohonan menjadi responden
Lampiran 10 : Formulir Persetujuan menjadi responden
Lampirann 11 : Dokumentasi
Lampiran 12 : Hasil pengolahan Data
Lampiran 13 : Master Tabel
Lampiran 14 : Riwayat Hidup
Lampiran 15 : Lembar bimbingan proposal skripsi

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Defisiensi insulin yang efektif di dalam tubuh menyebabkan terjadinya
penyakit Diabetes Melitus. Diabetes ditandai dengan disfungsi metabolisme
lemak, karbohidrat, protein, insulin, fungsi dan struktur pembulu darah dan
saraf. Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan
penanganan medis, edukasi tentang self care serta dukungan secara
berkelanjutan untuk mencegah terjadinya komplikasi akut atau kronis
American Diabetes Association (ADA 2014).
Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai macam dampak dan
kehidupan sosial. Pasien DM akan terganggu apabila luka telah menyebar.
Dampak ini akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup
pasien DM. Kualitas hidup merupakan perasaan puas dan bahagia sehingga
pasien diabetes melitus dapat menjalankan kehidupan sehari-hari dengan
semestinya. Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup. Aspek tersebut adalah adanya kebutuhan khusus yang terus- menerus
berkelanjutan dalam perawatan DM, gejala yang kemungkinan muncul ketika
kadar gula darah tidak stabil, komplikasi yang dapat timbul akibat dari
penyakit diabetes dan disfungsi seksual (Alfiyah 2014).
Penurunan kualitas hidup pada pasien Diabetes Melitus diikuti dengan
ketidak sanggupan pasien tersebut dalam melakukan perawatan diri secara
mandiri yang biasanya disebut dengan self care. Ketidak sanggupan pasien
diabetes melitus dalam melakukan self care dapat mempengaruhi kualitas
hidup dari segi kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial,
dan hubungan dengan lingkungan. Self care yang dilakukan pada penderita
diabetes melitus lebih dititik beratkan pada pencegahan komplikasi dan
pengontrolan gula darah. Apabila self cere dilakukan dengan baik maka
secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes

1
2

melitus sehingga dapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan normal


(Kusniawati 2013).
Self care dapat meningkatkan perkembangan manusia dalam kelompok
sosial yang sejalan dengan potensi manusia, tahu keterbatasan manusia, dan
keinginan manusia untuk menjadi normal. Self care yang dilakukan dengan
baik maka akan meningkatkan kualitas hidup pasien tesebut. Sebaliknya, self
care yang dilakukan dengan kurang baik maka akan memberikan dampak
negatif bagi kulitas hidup pasien diabetes mellitus (Lennon dan Sheila 2013).
Menurut American Diabetes Association ADA (2014), diabetes melitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Gejala umum dari diabetes melitus adalah poliuria, polifagia,
polidipsia. Klasifikasi dari diabetes mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe 1,
Diabetes Mellitus Tipe 2, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes
Mellitus Tipe Lainnya. Jenis diabetes mellitus yang paling banyak diderita
adalah Diabetes Mellitus Tipe 2, dimana sekitar 90- 95% orang mengidap
penyakit ini (ADA 2014).
Menurut International Diabetes Federation (IDF) 2015, Pasien DM di
seluruh dunia mencapai 371 juta orang. Posisi pertama adalah Cina dengan
92,3 juta jiwa, India sebanyak 63 juta jiwa, Amerika Serikat 24,1 juta jiwa,
Brasil 13,4 juta jiwa, Rusia 12,7 juta jiwa, Meksiko 10,6 juta jiwa, dan
Indonesia dengan jumlah pasien diabetes sebanyak 7,6 juta jiwa. IDF (2015)
memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami
peningkatan menjadi 205 juta kasus di antara usia penderita DM 45-60 tahun
(IDF, 2014). Indonesia berada di posisi kedua terbanyak di kawasan Asia
Tenggara. Menurut IDF (2014) angka kejadian diabetes melitus di Indonesia
sebesar 9,116.03 kasus.
Berdasarkan morbiditas Prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2013
adalah 2.1%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007
(1,1%). Sebanyak 31 Provinsi (93.3%) menunjukan kenaikan prevalensi DM
yang cukup berarti. Hasil Riskesdes tahun 2013 menyatakan bahwa

2
3

prevalensi tertinggi penderita DM adalah pada umur ≥ 15 tahun. Di masing-


masing provinsi di Indonesia yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah (3,7%)
kemudian disusul Sulawesi Utara (3,6%) dan Sulawesi Selatan(3,4%).
Sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Lampung (0,8%), kemudian
Bengkulu dan Kalimantan Barat (1,0%). Provinsi dengan kenaikan prevalensi
terbesar adalah Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu 0,8% pada tahun 2007
menjadi 3,4% pada tahun 2013. Sedangkan provinsi dengan penurunan
prevalensi terbanyak adalah provinsi Papua Barat, yakni 1,4% pada tahun
2007 menjadi 1,2% pada tahun 2013 (KEMENKES 2013).
Data morbiditas pasien rawat inap dengan diagnosis DM di RSU
Anutapura Palu, jumlah pasien DM pada tahun 2016 adalah 580 pasien,
dengan jumlah pasien laki-laki 226 dan jumlah pasien perempuan 354,
jumlah pasien keluar hidup adalah 547 sedangkan pasien yang keluar
meninggal adalah 33. Sedangkan pada atahun 2017 pasien rawat inap dengan
diagnosis DM di RSU Anutapura Palu menurun dengan jumlah pasien 564,
dengan jumlah pasien laki-laki 232 dan jumlah pasien perempuan 332,
dengan jumlah pasien keluar hidup 532 sedangkan jumlah pasien keluar
meninggal adalah 32 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sejak
tahun 2016-2017 masih tingginya morbiditas pasien dengan diagnosis DM.
Berdasarkan studi observasi hasil dari dukungan self care untuk
penderita penyakit kronis seperti DM menyatakan bahwa ketika penemuan-
penemuan dari study individual disatukan, keseluruhan bukti memberikan
kesan bahwa dukungan self care dapat berguna bagi perilaku dan kebiasaan
seseorang, kualitas hidup, gejala klinis, dan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan. Pengetahuan pasien tentang self care penyakit DM masih relatif
rendah sehingga ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien DM American
Diabetes Association (ADA 2015).
Hasil survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Februari
2018 terhadap pasien Diabetes melitus ada beberapa pasien yang belum
mengetahui secara pasti cara melakukan self care penyakit diabetes melitus,
dan perawat masih sangat kurang dalam memberikan health education
4

tentang self care sehingga pengetahuan pasien tentang kualitas hidup masih
sangat rendah. Berdasarkan data yang menyatakan bahwa self care adalah
salah satu program yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Self Care
Dengan Kulitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Ruang Garuda RSU
Anutapura Palu”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang
dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Hubungan Self Care
Dengan Kulitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Ruang Garuda RSU
Anutapura Palu?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Dianalisisnya Hubungan Self Care dengan Kulitas hidup pasien
Diabetes Melitus di Ruang Garuda RSU Anutapura Palu.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Diidentifikasinya Self Care pada pasien Diabetes Melitus di
Ruang Garuda RSU Anutapura Palu.
2) Diidentifikasinya Kulitas hidup pasien Diabetes Melitus di Ruang
Garuda RSU Anutapura Palu.
3) Dianalisisnya Hubungan Self Care dengan Kulitas hidup pasien
Diabetes Melitus di Ruang Garuda RSU Anutapura Palu

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan (Pendidikan)
Untuk dijadiakan sebagai sumber pengetahuan bagi mahasiswa
guna menambah wawasan, selain itu juga untuk pengembangan
kurikulum STIKES Widya Nusantara Palu dalam pelaksanaan
5

program pembelajaran mengenai mata kuliah sistem Endokrin


Keperawatan.
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk meningkatkan Self Care
dengan kualitas hidup bagi pasien DM.
1.4.3 Manfaat Bagi Instansi Tempat Meneliti
Dapat memberikan masukan kepada pihak Rumah Sakit Umum
Anutapura Palu agar mengetahui pentinngnya memberikan
pengetahuan kepada pasien tentang self care untuk mencapai kualitas
hidup pasien diabetes melitus yang baik dan panduan untuk proses
perawatan pasien Diabetes Melitus.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Self Care


1) Pengertian
Delaune dan Riyadi (2013), menyatakan self care merupakan
perilaku yang dipelajari dan merupakan suatu tindakan sebagai
respon atas suatu kebutuhan. Menurut Walker (2013) Perawatan
diri (self care) merupakan suatu tindakan individu yang terencana
dalam rangka mengendalikan penyakitnya untuk mempertahankan
dan meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraannya.
Self care merupakan bentuk pelayanan keperawatan
dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan
mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai
dengan keadaan sehat dan sakit klien tentang perawatan diri sendiri
(Rantung 2013).
Self-care sebagai kemampuan individu, keluarga dan
masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
dan menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit dan kecacatan
dengan atau tanpa dukungan dari penyedia layanan kesehatan
(WHO 2013).
2) Tujuan Self Care
Tujuan dari perawatan diri diabetes melitus adalah
mengontrol gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi
melalui tindakan yang dilakukan oleh pasien sendiri untuk
mengelola penyakitnya (Junianty 2013).

6
7

3) Self Care Diabetes Melitus


Beberapa cara untuk memelihara sef care menurut Soewondo
dan Subekti (2013) yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Terapi nutrisi (manajemen diet)
Penatalaksanaan diet pada pasien DM memiliki beberapa
tujuan yaitu mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid
mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan
dalam batas-batas normal atau ± 10% dari berat badan ideal,
mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan
kualitas hidup.
2) Latihan fisik (olahraga)
Penatalaksanaan latihan fisik bertujuan untuk
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin dengan cara menurunkan
kadar glukosa.
3) Monitoring kadar gula darah
Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal
dengan pemantauan kadar gula darah secara mandiri berfungsi
sebagai deteksi dini dan mencegah terjadinya hiperglikemi
serta hipoglikemi.
4) Pengobatan DM /Terapi farmakologi
Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati
normal adalah tujuan dari terapi farmakologi dengan insulin.
Insulin juga merupakan terapi obat jangka panjang untuk
penderita DM tipe 2 karena bertujuan untuk mengendalikan
kadar glukosa darah.
5) Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan aktivitas penting yang harus
dilakukan penderita DM untuk merawat luka yang bertujuan
mengurangi resiko ulkus pada bagian luka.
8

4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Care


Menurut Junianty (2013) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi Self care yang dijelaskan sebagai berikut :
1) Usia
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penderita
DM dengan usia tua memiliki self care yang lebih baik dan
teratur daripada penderita DM usia muda.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan terhadap aktivitas self
care DM. aktivitas self care DM harus dilakukan oleh
penderita DM laki-laki maupun perempuan. Terdapat
penelitian yang menyatakan bahwa penderita DM berjenis
kelamin perempuan memiliki aktivitas self care lebih baik
dibandingkan dengan penderita DM berjenis kelamin pria.
3) Tingkat pendidikan
Dalam mengelola penyakit DM, pengetahuan merupakan
faktor yang penting. Sebuah studi menyatakan bahwa
kurangnya pengetahuan akan menghambat pengelolaan self
care.
4) Tingkat pendapatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pada umumnya
penderita DM dengan penghasilan yang tinggi kurang patuh
terhadap self care DM dibandingkan dengan penderita DM
dengan penghasilan rendah.
5) Lamanya menderita DM
Penderita DM yang memiliki penyakit ini dalam kurun
waktu yang lebih lama memiliki aktivitas self care DM yang
lebih tinggi dibandingkan penderita yang baru menderita DM.
6) Motivasi
Motivasi pada penderita DM merupakan faktor penting
yang mampu memberikan dorongan kuat bagi klien DM untuk
9

melakukan aktivitas self care DM, sehingga gula darah dapat


terkontrol secara optimal dan kejadian komplikasi dapat
dicegah. Penelitian menunjukkan bahwa motivasi merupakan
salah satu faktor utama self care pada DM.
7) Dukungan social
Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat korelasi
antara self care DM dengan dukungan sosial. Semakin banyak
dukungan sosial yang didapatkan makan semakin banyak
kegiatan self care yang dilakukan.
8) Aspek emosional
Aspek emosional yang dialami penderita DM merupakan
hal yang akan mempengaruhi aktivitas self care DM.
9) Keyakinan terhadap efektivitas penatalaksanaan DM
Terdapat kontribusi antara keyakinan terhadap efektifitas
penatalaksanaan DM terhadap self care. Semakin tinggi
keyakinan terhadap efektifitas penatalaksanaan DM maka
aktivitas self care DM semakin meningkat.
10) Komunikasi petugas kesehatan
Komunikasi merupakan poin penting dalam perawatan
diri penderita DM. Pemberian informasi dan pendidikan
kesehatan tentang self care yang diberikan akan berpengaruh
terhadap tingkat self care klien.

2.1.2 Kualitas Hidup (Quality of Life)


1) Pengertian
Kualitas hidup menurut Harris (2013), didefinisikan sebagai
persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam
konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan
hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan
perhatian seseorang.
10

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu


terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam
kehidupan sehari-hari yang dialaminya (Isa dan Baiyewu 2014).
Harris (2013) menyatakan kualitas hidup merupakan suatu
terminology yang menunjukkan tentang kesehatan fisik, sosial dan
emosi seseorang serta kemampuannya untuk melaksanakan tugas
sehari-hari.
Menurut Muhammad et. al (2013) kualitas hidup adalah
tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang individu
yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu
tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya,
hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan
kondisi materi.
Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
(health-related quality of life) mengemukakan bahwa Kualitas
hidup merupakan seperangkat bagian-bagian yang berhubungan
dengan fisik, fungsional, psikologis, dan kesehatan sosial dari
individu. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
mencakup lima dimensi yaitu kesempatan, persepsi kesehatan,
status fungsional, penyakit, dan kematian (Isa dan Baiyewu 2014).
Definisi ini merefleksikan pandangan bahwa Kualitas hidup
tidak dapat disederhanakan dan disamakan dengan status
kesehatan, gaya hidup, kenyamanan hidup, status mental dan rasa
aman (Harris 2013) .
2) Kualitas hidup terkait kesehatan
Kualitas hidup seringkali diartikan sebagai komponen
kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan. Akan tetapi
pengertian kualitas hidup tersebut seringkali bermakna berbeda
pada setiap orang karena mempunyai banyak sekali faktor yang
mempengaruhi seperti keuangan, keamanan, atau kesehatan. Untuk
11

itulah digunakan sebuah istilah kualitas hidup terkait kesehatan


dalam bidang kesehatan (Nurkhalim 2012).
Pengertian kualitas hidup terkait kesehatan juga sangat
bervariasi antar banyak peneliti. Definisi menurut WHO (2013),
sehat bukan hanya terbebas dari penyakit, akan tetapi juga berarti
sehat secara fisik, mental, maupun sosial.
Menurut Inge et. al (2013) kualitas hidup terkait kesehatan
harus mencakup 3 dimensi yang diantaranya :
a) Dimensi fisik
Dimensi merujuk pada gejala-gejala yang terkait penyakit
dan pengobatan yang dijalani.
b) Dimensi psikologis
Meliputi fungsi kognitif, status emosi, serta persepsi
terhadap kesehatan, kepuasan hidup, serta kebahagiaan.
c) Dimensi sosial
Meliputi penilaian aspek kontak dan interaksi sosial secara
kualitatif maupun kuantitatif.
d) Hubungan dengan lingkungan,
Diantaranya sumber keuangan, kebebasan, keamanan fisik
dan keamanan Kesehatan dan perawatan sosial

3) Ruang Lingkup Kualitas Hidup


Kualitas hidup dikatakan baik Pasien mampu melakukan
aktivitas fisik dengan baik, Kondisi emosional terjaga dan gula
darah terkontrol. Pasien tidak mengalami isolasi sosial akibat luka
DM dan mampu berinteraksi terhadap lingkungan dan orang lain
dengan baik.
Secara umum terdapat 6 bidang (domain) yang dipakai untuk
mengukur kualitas hidup menurut WHO (2013) domain penilaian
kualitas hidup tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kesehatan fisik (physical health): Keadaan umum, Nyeri,
aktivitas seksual, tidur dan istirahat.
12

2) Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir,


belajar, memori dan konsentrasi.
3) Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas
sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja.
4) Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan personal,
dukungan sosial, aktivitas seksual.
5) Lingkungan (environment): kebebasan, keamanan, lingkungan
rumah, kepuasan kerja.
6) Kepercayaan rohani atau religious (spirituality/religion beliefs):
spiritual, agama dan keyakinan personal.
4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
menurut Rantung (2013) dijelaskan sebagai berikut:
1) Usia
Pada masa tua, seseorang akan mengalami perubahan baik
secara fisik maupun psikososial. Meningkatnya umur, dapat
mempengaruhi kualitas fisik seseorang sehingga kualitas
hidupnya menurun.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin wanita memiliki kualitas hidup yang paling
rendah dibandingkan dengan laki-laki secara bermakna. Hal ini
dikarenakan pada wanita usia tua (46-55 tahun) perkiraan
kesehatan buruk lebih tinggi dibandingkan laki-laki usia tua.
3) Tingkat Pendidikan
Seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dan juga
memungkinkan seseorang untuk dapat mengontrol dirinya
dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa
percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai
perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi penyakitnya.
4) Sosial Ekonomi
13

Seseorang dengan status sosial ekonomi yang rendah


memiliki kualitas hidup yang rendah. Dukungan sosial dari
keluarga, lingkungan atau penyedia layanan kesehatan
menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik.
5) Lama Menderita DM
Pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien yang telah
menderita ≥11 tahun memiliki efikasi yang baik dari pada pasien
yang menderita DM <10 tahun.
6) Komplikasi DM
Komplikasi seperti halnya hipoglikemia dan hiperglikemia
merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada
perjalanan penyakit DM.
5) Aspek-Aspek Kualitas Hidup
Menurut WHO (2013) terdapat empat aspek mengenai
kualitas hidup, yaitu :
1) Kesehatan fisik, diantaranya aktivitas sehari-hari,
ketergantungan pada zat obat dan alat bantu medis, energi dan
kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan
istirahat, kapasitas kerja.
2) Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan
penampilan, perasaan negative, perasaan positif, harga diri,
spiritualitas, agama, keyakinan pribadi, berpikir, belajar,
memori dan konsentrasi.
3) Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan
sosial, aktivitas seksual.
4) Hubungan dengan lingkungan, diantaranya sumber keuangan,
kebebasan, keamanan fisik dan keamanan Kesehatan dan
perawatan sosial: aksesibilitas dan kualitas, lingkungan rumah,
Peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru,
partisipasi dalam dan peluang untuk kegiatan olahraga,
lingkungan fisik (polusi,suara, lalu lintas, iklim).
14

2.1.3 Diabetes Melitus


1) Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Andra dan Yessi 2013).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang
berlangsung kronik progresif. Bahaya diabetes meliputi sangat
besar dan dapat memungkinkan menjadi gagal ginjal, buta, banyak
komplikasi lainnya yang dapat menyebabkan kematian
(Arisman 2015).
Diabetes melitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di
dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal. Normal 60 mg/dl
sampai 145 mg/dl. Hal ini disebabkan karena tidak dapatnya gula
memasuki sel-sel sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme
yang serius (Bushara dan Gonda 2017).
Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula
darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal
pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110
mg/dL. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL
pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung
gula maupun karbohidrat lainnya (Sulistiari 2013).
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin (Setiadi dan
Alwi 2015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa Diabetes Mellitus (DM) merupakan syndrom gangguan
15

metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat


defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik.
2) Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Bruner dan Sudarth (2013), menjelaskan bahwa
klasifikasi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
1) DM tipe I atau Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM).
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak,
dan terjadi karena kerusakan sel β (beta). WHO (2014) juga
menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.
Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi
lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat
setiap tahun baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta
pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus
ke defisiensi insulin absolut.
2) DM tipe II atau Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(NIDDM).
DM tipe 2 ini merupakan kelainan heterogen ditandai
dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucose
production (HGP), dan penurunan fungsi sel beta sehingga menuju
ke kerusakan sel beta. DM tipe 2 ini disebabkan oleh progresif
sekretorik insulin yang merupakan cacat pada resistensi insulin.
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO
2014). Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun
setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi
insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh dunia
dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor
risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas
fisik.
16

3) Diabetes Mellitus gestasional atau Diabetes Mellitus kehamilan.


Gestational diabetes melitus biasanya diderita oleh
wanita hamil pada bulan ke enam kehamilan. Penyakit ini
sangat perlu dikendalikan karena beresiko terhadap bayi
dengan kelainan sejak lahir seperti berhubungan dengan
jantung, sistem saraf pusat yang pusat, cacat otot, dan bayi
lahir dengan berat badan diatas 4 kg atau disebut makrosomia
(WHO 2014).

3) Tanda dan gejala


Tanda dan gejala menurut GOLD (2015), dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Hiperglikemi
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui
membran sel, kedalam sel mengakibatkan molekul glukosa
berkumpul dalam aliran darah, sehingga terjadi hiperglikemia.
2) Poliuria
Hiperglikemia ini dapat menyebabkan serum
Hyperosmolality, sehingga cairan dari intraselular pindah
kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah serta aliran
darah ginjal.
3) Glukosuria
Disaat kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal
terhadap glukosa (biasanya 80 mg/dL), maka sebagai
kompensasi tubuh maka glukosa dieksresi kedalam urine.
4) Polidipsia
Dengan meningkatnya output urine maka dapat
menyebabkan terjadinya dehidrasi sehingga mulut menjadi
kering dan akan timbul rasa haus.
17

5) Polyphagia
Karena glukosa tidak dapat ditrasfer kedalam sel tanpa
insulin, maka produksi energi akan menurun. Penurunan energi
inilah yang menstimulasi rasa lapar, dan seseorang akan makan
lebih banyak.
6) Malaise dan fatique
Rasa lelah dan kelemahan otot muncul karena pemecahan
protein dan lemak di otot sebagai upaya pemenuhan energi
karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan glukosa
sebagai sumber energi.
7) Gangguan Penglihatan
Hiperglikemia akan menyebabkan gangguan penglihatan
terutama jika terjadi komplikasi berupa retinopati yang
disebabkan karena perubahan sirkulasi pada retina yang
menyebabkan sel-sel pada retina mengalami iskemik.
8) Peningkatan Angka Infeksi
Ini terjadi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di
sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran
darah pada penderita diabetes kronik.

4) Faktor Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus


Berikut ini beberapa faktor penyebab terjadinya penyakit
diabetes melitus menurut Sugiyono dan Soegondo (2013) yaitu :
1) Faktor genetik (keturunan)
Seseorang memiliki resiko terserang penyakit diabetes jika
salah satu atau kedua orangtuanya adalah memiliki riwayat
diabetes.
2) Faktor usia
Orang yang berusia diatas 40 tahun lebih rentang terserang
diabetes. Namun tidak menutup kemungkinan orang yang
berusia dibawah 40 tahun terbebas dari penyakit ini.
18

3) Pola makanan dan kegemukan


Makan secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama
dapat memicu diabetes. Terutama jika asupan kalori berlebihan.
4) Stres
Stress dapat memberikan dapat antagonis terhadap fungsi
insulin.
5) Jarang berolahraga
Berolahraga secara teratur dapat mengurangi resiko
terkena diabetes. Antara lain karena dapat mencegah kegemukan
yang merupakan salah satu penyebab diabetes tipe II.
6) Rokok dan Minuman Beralkohol
Merokok dapat menjadi pemicu terjadinya diabetes. Selain
merusak paru-paru, merokok juga dapat merusak hati dan
pangkreas dimana hormon insulin diproduksi sehingga dapat
mengganggu produksi insulin di dalam kelenjar pankreas.
7) Virus dan Bakteri
Virus penyebab diabetes antara lain rubela mumps,dan
human coxackievirua B4. Virus ini dapat menyerang melalui
reaksi autoimunitas yang menghilangkan auto-imun dalam sel
beta.
8) Tekanan Darah
Seseorang yang beresiko menderita DM adalah yang
mempunyai tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah
(hypertensi) yaitu lebih dari 140/90 mmHg.

5) Patofisiologi
1) Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidak mampuan pankreas
untuk memproduksi insulin karena sel-sel beta pankreas
dihancurkan oleh proses autoimun. Proses ini mengakibatkan
gangguan fungsi sel beta pankreas dimana sel ini tidak dapat
19

menghasilkan insulin sebagai mana mestinya. Sehingga terjadi


gangguan transport glukosa ke seluruh jaringan tubuh yang
berujung pada kondisi hiperglikemia (Corwin 2013).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotic (Corwin 2013).
2) Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tesebut, maka terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Jika terjadi
resistensi insulin pada diabetes tipe ini dan disertai dengan
penurunan reaksi intra sel, maka insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan
(Corwin 2013).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, maka sekresi insulin harus
meningkat. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
resistensi ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan agar
kadar glukosa dapat dipertahankan pada tingkat yang normal.
Akan tetapi jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin tersebut, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes (Corwin 2013).
20

6) Diagnostik test
Ada beberapa diagnostik test pada penderita Diabetes Mellitus
menurut Corwin (2013) yaitu :
1) Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan
glukosa darah lebih dari 140 mg per 100 ml darah pada dua kali
pengukuran.
2) Pemeriksaan Glukosa dalam Urine
Glukosa dalam urine adalah nol, tetapi apabila kadar
glukosa dalam darah lebih besar dari 180 mg per 100 ml darah
maka glukosa akan keluar bersama urin.
3) Pemeriksaan Keton dalam Urine
Terutama pada individu dengan diabetes tipe I yang tidak
terkontrol, disini akan muncul keton pada urine penderita
diabetes melitus.
4) Peningkatan Hemoglobin Terglikosilasi.
Selama 120 hari masa hidup sel darah merah, hemoglobin
secara lambat dan ireversible mengalami glikosilasi (mengikat
glukosa).

7) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa puasa
kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa oral standar. untuk
kelompok resiko tinggi DM, seperti usia dewasa tua (Rudijanto
2015).
Tabel 2.1 interprestasi Kadar Glukosa Darah (mg/dl). Kadar
Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus
21

Bukan DM Belum Pasti DM


DM

Kadar Plasma <100 100-199 -<200


glukosa
Vena 200
darah
Darah <90 90-199 200
sewaktu
(mg/dl). Kapiler

kadar Plasma <100 100-125 126


glukosa
Vena
darah
puasa Darah <90 90-99 100
(mg/dl).
Kapiler

Sumber : WHO (2014)

8) Komplikasi Diabetes Melitus


Tanto et al (2016) menyatakan Diabetes melitus merupakan
salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai macam
komplikasi. Komplikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1) Komplikasi metabolik akut
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul
sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena
pengobatan yang kurang tepat.
b) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena
kelebihan kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin
dalam tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan
kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis.
22

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler non-


ketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus
yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa serum lebih dari 600 mg/dl.
2) Komplikasi metabolik kronik
a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
yaitu :

(1) Kerusakan retina mata (Retinopati)


Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu
mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil.
(2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200
ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu
3-6 bulan.
(3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati
pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf.

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)


(1) Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien
DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark
miokard yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada
atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction).
23

(2) Penyakit serebrovaskuler


Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan
dengan pasien non-DM untuk terkena penyakit
serebrovaskuler.

9) Pencegahan Diabetes Melitus


1) Pengelolaan makan
Menurut WHO (2014) Pengaturan pola makan dapat
dilakukan berdasarkan 3J yaitu jumlah, jadwal dan jenis diet
yang dijelaskan sebagai berikut :
a) Jumlah kalori ditentukan sesuai dengan IMT (Indeks Massa
Tubuh) dan ditentukan dengan satuan kilo kalori (kkal).
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Setelah itu kalori dapat ditentukan dengan melihat indikator
berat badan ideal :
Tabel 2.2 Kisaran kalori tubuh

Indikator Berat badan ideal Kalori

Kurus <18,5 2.300-2.500 kkal

Normal 18,5-22,9 1.700-2.100 kkal

Gemuk >23 1.300-1.500 kkal

Sumber : WHO (2014)

b) Jadwal makan diatur untuk mencapai berat badan ideal.


Sebaiknya jadwal makannya diatur dengan interval 3 jam
sekali dengan 3x makan besar dan 3x makan selingan dan
tidak menunda jadwal makan sehari-hari.
24

Tabel 2.3 Jadwal makan pencegahan DM

No Jadwal Waktu

1 Makan besar 1 Pukul 07.00

2 Selingan 1 Pukul 10.00

3 Makan besar II Pukul 13.00

4 Selingan 2 Pukul 16.00

5 Makan besar III Pukul 19.00

6 Selingan 3 Pukul 22.00

Sumber : WHO (2014)

c) Jenis makanan yang sebaiknya dikonsumsi.


Beberapa contoh jenis makanan yang sebaiknya
dikonsumsi untuk pencegahan DM, antara lain:
Tabel 2.4 Jenis makanan pencegahan DM

Jenis Anjuran

1. Memilih karbohidrat kompleks


Karbohidrat (45% (nasi, kentang, jagung, ubi jalar,
Atau ¼ Piring dan lainnya).
2. Memiih roti gandum, beras
merah, pasta gandum.
Lemak (36-40%) 1. Memilih lemak tak jenuh
(minyak zaitun, atau minyak
bunga matahari).
Protein (16-18% 1. Memilih kacang, sepotong buah
Atau ¼ Piring) segar atau bebas gula yoghurt
untuk cemilan.
2. Memilih potongan daging putih,
daging unggas dan makanan
laut.
Sayuran ½ Piring 1. Beberapa jenis sayuran yang
kaya akan kandungan pati,
25

seperti kentang dan labu, juga


harus dibatasi dengan hati-hati.
2. Makan setidaknya tiga porsi
sayuran setiap hari, termasuk
sayuran berdaun hijau seperti
bayam, selada atau kale.
Gula 1. Memilih air atau kopi tanpa
gula atau teh bukan jus buah,
soda, dan gula manis minuman
lainnya.
2. Menghindari konsumsi gula
lebih dari 4 sendok makan
Sumber :
setiap hari.
WHO Buah 1. Menghindari jenis buah-buahan
yang mengandung kadar
(2014) glukosa dan sukrosa yang
tinggi. seperti mangga dan
stroberi.

2) Aktifitas fisik
kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri
dari pemanasan ±15 menit dan pendinginan ±15 menit),
merupakan salah satu cara untuk mencegah DM. Kegiatan
sehari-hari seperti menyapu, mengepel, berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan dan
menghindari aktivitas sedenter misalnya menonton televisi,
main game komputer, dan lainnya.
3) Kontrol Kesehatan
Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar
diketahui nilai kadar gula darah untuk mencegah terjadinya
diabetes melitus supaya ada penanganan yang cepat dan tepat
saat terdiagnosa diabetes melitus.

10) Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Menurut Tanto et al (2016) pelaksanaan diabetes dapat
dicapai melalui program terapi yang dibagi menjadi terapi primer
dan terapi sekunder yang dielaskan sebagai berikut :
26

1) Terapi Primer
a) Diet Diabetes Mellitus
Pasien yang memerlukan insulin untuk membantu
mengendalikan kadar gula darah, dapat mempertahankan
konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi
pada jam-jam makan yang berbeda.
b) Program Olahraga
Terutama untuk pengidap diabetes tipe II, olah raga di
sertai dengan pembatasan diet akan mendorong penurunan
berat badan dan dapat meningkatkan kepekaan insulin.
Untuk kedua tipe Diabetes Mellitus, olah raga terbukti dapat
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel sehingga kadar
glukosa darah turun.
Pengidap diabetes tipe I harus berhati-hati sewaktu
berolahraga karena dapat terjadi penurunan glukosa darah
yang mencetuskan hipoglikemia.
c) Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan harus sering diberikan oleh
dokter atau perawat kepada para penderita Diabetes
Mellitus. Penyuluhan tersebut meliputi beberapa hal, antara
lain pengetahuan mengenai diet secara ketat, latihan fisik,
minum obat, dan pencegahan, maupun perawatannya.
2) Terapi Sekunder
a) Pemberian Cairan
Koma nonketolik hiperglikemik hiperosmolar diterapi
dengan pemberian cairan dalam jumlah besar dan koreksi
lambat terhadap defisit kalium.
b) Intervensi Farmakologis
Jika penderita Diabetes Mellitus sudah melakukan
terapi primer namun kadar glukosa darahnya masih tetap
27

tinggi, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan terapi


dengan mengkonsumsi obat anti-diabetika.
c) Insulin
Pengidap diabetes tipe I memerlukan terapi insulin.
Tersedia berbagai jenis insulin dengan asal dan kemurnian
yang berbeda-beda. Insulin juga berbeda-beda dalam aspek
saat kerja, waktu puncak kerja, dan lama kerja. Hormon
insulin yang digunakan untuk terapi yaitu:
(1) Insulin dengan masa kerja pendek (2-4 jam), misalnya
Regular insulin dan Actrapid.
(2) Insulin dengan masa kerja menengah (6-12 jam),
misalnya Monotard
(3) Insulin dengan masa kerja panjang (18-24 jam),
misalnya PZI (Protamin Zink Insulin) dan Monotard
Ultralente.
(4) Pengobatan dengan hormon insulin biasa diberikan
kepada pasien muda yang gagal disembuhkan dengan
terapi oral, atau pada wanita hamil dan pada penderita
dengan infeksi akut atau komplikasi ginjal.
2.2 kerangka teori
3. 2.2 Kerangka Teori
4. Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut :
5.
Faktor Genetik Faktor Usia Virus dan Pola Makan dan Stress Jarang
6. Kegemukan Berolahraga
Bakteri

Diabetes Melitus

Self Care : Faktor penghambat self care


1. Diet 1. Pasien tidak mematuhi diet Dampak Komplikasi Komplikasi
2. Latihan fisik 2. Monitor gula darah tidak teratur Fisik,Psikologis,lingkun Metabolik Akut Metabolik Kronik
3. Monitor gula darah dilakukan gan dan sosial
4. Perawatan luka 3. Latihan fisik kurang dilakukan terganggu.
5. pengobatan 4. Pengobatan tidak teratur
5. Perawatan luka tidak baik

Kualitas Hidup

Fungsi Fisik : Nyeri, Fungsi Psikologis : Fungsi Sosial : Fungsi lingkungan : 1. Kualitas hidup Baik
, aktivitas seksual, cara berpikir, memori hubungan personal, kebebasan, keamanan, 2. Kualitas hidup
tidur dan istirahat. dukungan sosial, lingkungan rumah. kurang baik.
dan konsentrasi.
aktivitas seksual.

Hasil yang diharapkan


7. Keterangan : Tidak diteliti 1. Pasien mampu melakukan aktivitas fisik
dengan baik
Diteliti 2. Kondisi emosional terjaga dan gula darah
terkontrol
3. Pasien tidak mengalami isolasi sosial akibat
luka DM
4. Mampu berinteraksi terhadap lingkungan
dan orang lain dengan baik.
28
29

2.3 Kerangka Konsep


Gambar 2.2 kerangka konsep
Variabel independent Variabel dependent

Self care/perawatan diri: Kualitas hidup pasien

1. Diet DM :

2. Latihan fisik 1. Fungsi fisik


3. Monitor gula darah 2. Fungsi psikologis
4. Pengobatan 3. Fungsi lingkungan
5. Perawatan luka DM 4. Fungsi sosial

Keterangan : : Tidak diteliti

: Diteliti

2.4 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup pasien
Diabetes Melitus di Ruang Garuda RSU Anutapura Palu.
Ha : Ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup pasien Diabetes
Melitus di Ruang Garuda RSU Anutapura Palu.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Desain
yang digunakan pada penelitian ini bersifat Analitik dengan pendekatan
cross sectional yaitu desain penelitian yang pengukuran data variabel
independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang sama
(Hidayat 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self care
dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus di Ruang Garuda Rumah
Sakit Umum Anutapura Palu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Garuda Rumah Sakit
Umum Anutapura Palu. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut
karena RSU Anutapura adalah salah satu Rumah Sakit rujukan dan
Rumah Sakit terbesar yang berada di Sulawesi Tengah dengan angka
penderita Diabetes Melitus yang cukup banyak yang berada di Ruang
Garuda RSU Anutapura Palu.
3.2.2 Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 01 Juni sampai 07 Juni
2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas objek atau
subjek yang merupakan kualitas dan karakteristik tertentu yang

30
31

ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik


kesimpulan (Hidayat 2011).
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 30 pasien yang
menderita Diabetes Melitus yang dirawat di Ruang Garuda RSU
Anutapura Palu pada bulan Juni 2018.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Nursalam 2014a).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
probabiliaty sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Dengan menggunakan metode total
sampling yaitu tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel
adalah 30 pasien sama dengan populasi.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel merupakan objek penelitian. Ada dua 2 (dua) variabel yang akan
diteliti, yaitu:
1) Variabel indenpenden atau variabel bebas, dalam penelitian ini adalah self
care
2) Variabel dependen atau variabel terikat, dalam penelitian ini adalah
Kualitas Hidup pasien DM.

3.5 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek
atau fenomena (Hidayat 2011). Definisi operasional di tentukan berdasarkan
parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara
pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat di tentukan
32

karakteristiknya (Nursalam 2014a). Adapun definisi operasional dalam


peneltian ini adalah sebagai berikut :
1) Variabel Independen
a) Self Care
Definisi : Aktifitas yang dilakukan pasien DM sehari-hari
untuk mengontrol glukosa dalam darah dan
mencegah terjadinya komplikasi DM meliputi diet,
latihan fisik, monitor gula darah, pengobatan dan
perawatan luka.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner

Skala ukur : Nominal

Hasil ukur : Baik jika skor jawaban >59

Kurang baik jika skor jawaban ≤ 59

2) Variabel Dependen
a) Kualitas hidup pasien DM
Definisi : Persepsi atau pandangan subjektif penderita DM
tentang kepuasan dirinya dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari untuk mencapai harapan hidup
dan dampak yang dirasakan, baik terhadap
kemampuan fisik, psikologis, lingkungan dan
hubungan sosial.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner

Skala ukur : Ordinal


33

Hasil ukur : Baik jika skor ≥37

Kurang baik jika skor <37

3.6 Instrumen penelitian


Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
mengenai self care dan kualitas hidup pasien DM. Kuesioner diawali dengan
data demografi responden. Kuesioner terdiri dari pertanyaan tentang
demografi penderita DM, self care dan kualitas hidup.
1. Kuesioner Self Care
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA) yang dikembangkan
oleh General Service Administration (GSA) Regulatory Information
Servive Center (RISC). Kuesioner ini telah dipakai oleh beberapa peneliti
dari seluruh dunia dan dapat digunakan untuk melakukan penelitian
tentang self care DM.
Kuesioner ini terdiri atas 17 pertanyaan. Kuesioner ini terdiri atas
pertanyaan favorable dan unfavorable. Pertanyaan unfavorable yaitu
nomer 3 dan 6 sementara sisanya merupakan pertanyaan favorable yang
meliputi : 6 item pertanyaan tentang pola makan (diet) yaitu nomor 1-6, 2
item pertanyaan tentang latihan fisik (olahraga) yaitu nomor 7 dan 8, 5
item pertanyaan tentang perawatan luka yaitu nomor 9 dan 12, 2 item
pertanyaan tentang minum obat yaitu nomor 13 dan 14, 3 item pertanyaan
tentang monitoring gula darah yaitu nomor 15, 16 dan 17.
Sistem penilaian skor pada kuesioner ini adalah menggunakan
skala numerik dengan rentang penilaian 1 minggu yang diisi dengan hari
yaitu 0 hari sampai 7 hari. Penilaian pada pertanyaan favorable yaitu:
jumlah hari 0 = 0, 1 = 1, 2 = 2, 3 = 3, 4 = 4, 5 = 5, 6 = 6, dan 7 = 7.
Sementara penilaian pada pertanyaan unfavorable yaitu: jumlah hari 0 =
7, 1 = 6, 2 = 5, 3 = 4, 4 = 3, 5 = 2, 6 = 1, dan 7 = 0. Yang selanjutnya
menggunakan Cut Off Point untuk menentukan kategori self care..
34

2. Kuesioner kualitas hidup


Kuesioner kualitas hidup digunakan untuk mengukur tingkat
kualitas hidup penderita diabetes melitus kuesioner kualitas hidup ini
diberikan kepada penderita diabetes melitus. Kuesioner kualitas hidup
yang digunakan adalah kuesioner DQOL (Diabetes Quality Of Life) yang
sudah valid dan realiabel (r Alpha > r tabel) dengan hasil 0,676 > 0,600.
Kuesioner terdiri dari 16 pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan positif
pada nomor 1-10 dan 6 pertanyaan negatif pada nomor 11-16. Pilihan
jawaban menggunkan skala likert. Penilaian pertanyaan positif yaitu
sangat puas = 4, puas = 3, cukup puas = 2, tidak puas = 1 dan penilaian
pertanyaan negatif yaitu tidak pernah = 4, kadang-kadang = 3, sering = 2,
sangat sering = 1. Skor tertinggi 49 dan terendah 25.

3.7 Tehnik pengumpulan data


Data dalam sebuah penelitian ini di peroleh dari sumber data primer
dan data sekunder . sumber data primer adalah sumber data yang langsung
yang diberikan kepada sampel, sedangkan sumber data sekunder adalah data
yang tidak langsung seperti dokumentasi (Sugiyono dan Soegondo 2014).
Pengelolaan data pada penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1) Data Primer
Data primer adalah data disini didapatkan melelui hasil observasi
dan hasil wawancara dengan pasien rawat inap Diabetes Melitus ruang
Garuda RSU Anutapura Palu.
2) Data Sekunder
Data sekunder didapatkan melalui data dari sistem informasi
manajemen, Arsip Ruangan Garuda di RSU Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah, Rekam Medik RSU Anutapura Palu yang diambil saat
melakukan studi pendahuluan di bulan Februari pada tahun 2018.
35

3.8 Pengolahan Data

Agar data yang di kumpulkan menjadi data yang bermakna atau berarti,
maka data perlu di olah terlebih dahulu sebelum disajikan. Adapun tahap
pengolahan data yang di lakukan menurut Hidayat (2011) yaitu sebagai
berikut :

1) Editing data (mengedit data)


Editing data yaitu memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan
data yang di peroleh di lapangan.
2) Coding data (persandian data)
Coding data yaitu memberikan kode nomor jawaban untuk
memudahkan peneliti dalam menganalisa data.
3) Tabulating (menyusun tabel)
Tabulating yaitu menghitung dan mentabulasi data secara manual.
4) Cleaning data (membersihkan data)
Cleaning data yaitu melakukan pengecekan kembali bila ada
kesalahan yang di hitung.
5) Describing (gambaran)
Describing yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah
di kumpulkan

3.9 Analisa data


3.9.1 Analisis univariat
Menurut Notoatmodjo (2010), Analisa univariat merupakan
analisis setiap variabel yang dinyatakan dengan sebuah frekuensi, baik
secara angka-angka mutlak maupun secara presentase disertai dengan
penjelasan kualitatif. Persentase dari tiap variabel dengan menggunakan
rumus perhitungan presentase sebagai berikut :
Analisis data dilakukan dengan formulasi distribusi frekuensi
dengan rumus sebagai berikut (Winarti 2014).
36

𝑓
P = x 100%
𝑛
Keterangan : P : Presentase
F : Frekuensi
n : Sampel
3.9.2 Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dan dependen. Analisis bivariat yang dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi
dengan menganalisis proposi atau persentase, menganalisis hasil uji
statistik (Chi Square Test) dan menganalisis keeratan hubungan antara
dua variabel dengan melihatkan nilai Odd Ratio (Notoatmodjo 2010).
Uji Chi-Square atau X2 dapat dipergunakan untuk mengestimasi atau
mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau menganalisis hasil
observasi untuk mengetahui, apakah terdapat hubungan atau perbedaan
yang signifikan pada penelitian tidak yang menggunakan data nominal
(Hidayat 2011).
Penelitian ini menggunakan uji statistik untuk mengetahui
hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup pasien Diabetes Melitus di
Ruang Garuda RSU Anutapura Palu. Pada uji Chi Square (SPSS) ada
beberapa aturan yang berlaku dengan tingkat kepercayaan 95% dan
tingkat kemaknaan 0,05%.
Dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
x2 : nilai chi-kuadrat
fo : frekuensi yang diharapkan
fe : frekuensi yang diperoleh
Interprestasi
1) Ada hubungan yang bermakna, jika nilai p≤0,05 maka dengan demikian
HA ditolak
37

2) Tidak ada hubungan yang bermakna, jika nilai p≥0,05 maka dengan
demikian HA diterimah.

Syarat-syarat Chi-square
a) Pearson Chi Square/Likehood
Untuk tabel > 2x2 (misal 3x2 atau 3x3) dengan
memperhatikan persyaratan:
(1) Tidak ada frekuensi harapan kurang dari 1 (E<1)

(2) Nilai frekuensi harapan < 5 maksimal 20%

(3) Apabila kedua persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka


penggabungan kategori perlu dilakukan agar diperoleh nilai
harapan yang berharga besar

b) Yates Correction
Untuk tabel 2x2 bila tidak ada nilai E < 5, maka dipakai
Continuity Correction
c) Fisher Exact Test
Untuk tabel 2x2 bila terdapat nilai E < 5 maka digunakan
Uji Fisher Exact
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


Rumah Sakit Umum (RSU) Anutapura Palu berlokasi di jalan
Kangkung No. 1 Kecematan Palu Barat. Berdiri di atas lahan seluas
2
27.775 M2, dan sekarang mengalami perluasan 10.604,78 M . RSU
Anutapura Palu adalah Rumah Sakit milik pemerintah Kota Palu yang
berupa BRSU, yang dikelolah oleh Pemerintah Kota Palu dan tercatat
sebagai Rumah Sakit tipe B. Rumah Sakit ini telah teregistrasi sejak
06/10/2013 dengan Nomor Surat Izin 445/132/101KP2TD/2011 dan
Tanggal Surat Izin 28/07/2011 dari Gubernur Sulawesi Tengah dengan sifat
tetap dan berlaku sampai selesai melaksanakan pross Akreditasi Rumah
Sakit seluruh Indonesia dengan proses tahapan II (12 pelayanan) hingga
akhirnya diberi status lulus Akreditasi. Rumah Sakit ini tersedia 330 tempat
tidur inap dengan 88 dokter termaksud dokter Spesialis. Ruangan Garuda
atas dan Garuda bawah merupakan salah satu dari 8 ruangan perawatan
penyakit dalam di RSU Anutapura Palu dimana terdapat 7 kamar dengan
jumlah kepala ruangan masing-masing 1 orang, staf perawat berjumlah 17
orang dan bagian administrasi sebanyak 1 orang (Profil RSU Anutapura
Palu).
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Juni sampai 07 Juni 2018
dan dilakukan di Ruang Perawatan (Garuda Atas dan Garuda Bawah) di
RSU Anutapura Palu. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak
30 pasien. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan
penjelasan kepada pasien tujuan dalam penelitian kemudian meminta
persetujuan kepada pasien untuk mengisi kuesioner yang diberikan tanpa
paksaan. Data yang diperoleh selama penelitian ini berlangsung, baik itu

38
39

data primer maupun data sekunder selanjutnya langsung diolah sesuai


dengan tekhnik pengolahan data yang ada untuk memperoleh hasil yang
diinginkan.
4.2.1 Karakteristik Responden
1) Usia
Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Diruang Garuda
Atas dan Garuda bawah RSU Anutapura Palu

No Umur Frekuensi (f) Presentase (%)

1. 31-40 Tahun
1 3.3
2. 41-50 Tahun 23.3
7
3. 51-60 Tahun 19 63.3
3 10
4. 61-70 Tahun

Total 30 100

Sumber Data primer 2018


Pada tabel 4.1 menunjukan distribusi frekuensi usia
(pengkategorian usia menurut Kemenkes RI; 2009) dari 30
responden. Jumlah responden yang berusia 31-40 tahun yaitu
sebanyak 1 responden (3.3%), berusia 41-50 tahun yaitu 7
responden (23.3%), berusia 51-60 tahun yaitu 19 responden
(63.3%), dan berusia 61-70 tahun 3 responden (10%).
2) Jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Diruang
Garuda Atas dan Garuda bawah RSU Anutapura Palu

No Jenis kelamin Frekuensi (f) Presentase (%)

1. Laki-laki 12 40
18
40

2. Perempuan 60

Total 30 100

Sumber: Data Primer 2018

Pada tabel 4.2 menunjukan distribusi frekuensi jenis kelamin


dari 30 responden. Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-
laki adalah 12 responden (40%) dan jumlah responden berjenis
kelamin perempuan adalah 18 responden (60%).

3) Pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi pendidikan Responden Diruang
Garuda Atas dan Garuda bawah RSU Anutapura Palu

No Frekuensi (f) Presentase


Pendidikan
%)

1. SD 12 40
SMP 6 20
2. SMA 9 30
3. S1 3 10

4.

Total 30 100

Sumber: Data Primer 2018

Pada tabel 4.4 menunjukan distribusi frekuensi pendidikan


dari 30 responden. Jumlah responden pendidikan 30 responden.
Jumlah responden yang berpendidikan SD (sekolah dasar) yaitu 12
responden (40%), pendidikan SMA (sekolah menengah pertama)
yaitu 9 rsponden (30%), pendidikan SMA (sekolah menengah atas)
yaitu 6 responden (20%), dan S1 yaitu 3 responden (10%).
41

4) Pekerjaan
Karakteristik responden berdasarkan tingkat Pekerjaan adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Diruang
Garuda Atas dan Garuda bawah RSU Anutapura Palu

No Pekerjaan Frekuensi (f) Presentase (%)

1. Tidak bekerja 2 6.7


12 40
2. Wiraswasta 13 43.3
3. Petani 3 10

4. Pensiun

Total 30 100

Sumber: Data Primer 2018


Pada tabel 4.3 menunjukan distribusi frekuensi pekerjaan dari
30 responden. Jumlah responden yang tidak bekerja yaitu 2
responden (6.7%), yang bekerja sebagai wiraswasta yaitu 12
responden (40%),yang bekerja sebagai petani yaitu 13 responden
(43.3%), dan pensiun yaitu 3 responden (10%).

5) Lama Menderita DM
Karakteristik responden berdasarkan tingkat lama menderita
DM adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi lama menderita DM Responden
Diruang Garuda Atas dan Garuda bawah RSU
Anutapura Palu

No Lama Menderita Dm Frekuensi (f) Presentase (%)

1. < 2 tahun 16 53.3


> 2 tahun 14 46.7
2.

Total 30 100

Sumber: Data Primer 2018


42

Pada tabel 4.5 menunjukan distribusi frekuensi lama


menderita DM dari 30 responden. Jumlah responden dengan
riwayat lama menderita DM < 2 tahun yaitu 16 responden (53.3%),
dan lama menderita DM > 2 tahun yatu 14 responden (46.7%).

4.2.2 Analisis Univariat


Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap
variabel penelitian dengan mendeskripsikan hasil penelitian dalam
bentuk distribusi frekuensi. Hasil analisi univariat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Self Care
Self care dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua
kategori yaitu baik dan kurang baik. Untuk memperoleh gambaran
distribusi responden menurut Self Care dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat self
care Diruang Garuda atas dan Garuda bawah RSU
Anutapura Palu

No Self Care Frekuensi (f) Presentase (%)

1. Baik 17 56,7
Kurang baik 13 43,3
2.

Total 30 100

Sumber: Data Primer 2018


Pada tabel 4.6 menunjukan frekuensi dari 30 responden pada
penelitian ini sebagian besar responden memiliki self care yang
baik yaitu 17 responden (56,7%) dan sebagian kecil responden yang
meiliki self care kurang baik yaitu 13 responden (43,3%).
2) Kualitas hidup
Kualitas hidup dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua
kategori yaitu baik dan kurang baik. Untuk memperoleh gambaran
43

distribusi responden menurut kualitas hidup dapat dilihat pada tabel


berikut:
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat
kualitas hidup Diruang Garuda atas dan Garuda bawah
RSU Anutapura Palu

No Kualitas hidup Frekuensi (f) Presentase (%)

1. Baik 17 56,7
Kurang baik 13 43,3
2.

Total 30 100

Sumber: Data Primer 2018


Pada tabel 4.7 menunjukan frekuensi dari 30 responden pada
penelitian ini sebagian besar responden memiliki kualitas hidup
yang baik yaitu 17 responden (56,7%) dan sebagian kecil
responden yang memiliki kualitas hidup yang kurang baik yaitu 13
responden 43,3%).
4.2.3 Analisis bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk memberi
gambaran hubungan antara variabel independen (self care) dan
variabel dependen (kualitas hidup). Penelitian ini menggunakan uji
statistik Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 95%.
1) Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu.
Tabel 4.8 Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu.
Kualitas Hidup
Baik Kurang
Self Care Total Value
Baik
N % N %
Baik 12 70,5 5 29,4 17 0.003
Kurang Baik 5 38,4 8 61,5 13
Total 17 56,7 13 43,3 30
Sumber: Data Primer 2018
44

Tabel 4.8 menunjukan bahwa dari 30 responden pada penelitian


ini, terdapat 17 responden yang memiliki Self care baik, terdapat
70.5% responden yang kualitas hidupnya baik dan 29.4% responden
yang memiliki kualitas hidup kurang baik, sedangkan 13 responden
yang memiliki self care kurang baik, terdapat 38,4% responden yang
kualitas hidupnya baik dan 61,5% responden memiliki kualitas hidup
kurang baik.
Hasil uji statistik menggunakan uji fisher. Uji fisher dijadikan
sebagai alternatif pengganti uji Chi-Square karena nilai harapan dari
sel pada tabel ada yang kurang dari 5. Dari hasil uji fisher didapatkan
nilai p = 0.003 (Pvalue ≤ 0.05, berarti Ha diteriam atau Ho ditolak
(ada hubungan), yang artinya ada hubungan yang bermakna antara
Self care dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus Diruang
Garuda RSU Anutapura Palu.

4.3 Pembahasan
Hasil pengolahan data yang dilakukan dari hasil penelitian tentang
Hubungan self care dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus Diruang
Garuda RSU Anutapura Palu. Maka akan dibahas sesuai dengan variabel
sebagai berikut :
4.3.1 Karakteristik pasien Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU
Anutapura Palu
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa usia penderita DM
rata-rata berusia 51-60 tahun yaitu 19 responden (63.3%) ini termasuk
usia pra lansia, dimana rentang usia pra lansia 45-60 tahun. Hal ini
disebabkan karena semakin meningkatnya usia maka semakin rentang
seseorang terkena penyakit (Walker 2013). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tamara (2014) menunjukkan hasil
bahwa usia penderita DM sebagian besar >50 tahun. IDF (2015)
menyatakan bahwa jumlah penderita DM di Indonesia mayoritas
berusia antara 45-60 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang akan
45

terjadi perubahan fisik, psikologi maupun intelektual. Perubahan


tersebut akan mempengaruhi kerentanan seseorang pada berbagai
penyakit dan dapat menimbulkan kegagalan dalam mempertahankan
homeostatis tubuh terhadap stress. DM merupakan suatu penyakit yang
dapat muncul seiring bertambahnya usia (Winarti 2014).
Berdasarkan tabel 4.2 Menunjukan bahwa jumlah jenis kelamin
responden paling banyak adalah perempuan berjumlah 18 responden
(60%). Perempuan lebih banyak daripada laki-laki karena perempuan
memiliki kadar lemak yang lebih banyak daripada laki-laki dan
perempuan jarang olahraga sehingga perempuan lebih besar resiko
terkena DM daripada laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Tamara (2014), juga menyatakan bahwa perempuan lebih banyak
mengalami DM karena penurunan hormon ekstrogen akibat monopouse
sehingga perempuan lebih rentan terkena DM. Perempuan lebih banyak
dari laki-laki juga dikarenakan jumlah perempuan di indonesia lebih
banyak daripada laki-laki (Kemenkes 2013).
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa pendidikan
didapatkan hasil bahwa responden paling banyak berpendidikan SD
yang berjumlah 12 responden (40%). Pada penelitian ini didapatkan
pendidikan responden berpendidikan rendah. Menurut teori Nursalam
(2014), tingkat pendidikan merupakan kemampuan seseorang dalam
memahami pengetahuan yang diperoleh. Pendidikan termasuk faktor
yang penting pada penderita DM dalam mengelola penyakitnya
berdasarkan pengetahuan yang di milikinya. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Tamara (2014), yang menyatakan bahwa pendidikan
yang rendah akan mempengaruhi cara berpikir seseorang dalam
mengelola kesehatan dirinya sehingga pada penderita DM yang
mempunyai pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi
terkait dengan manajemen perawatan DM dan kualitas hidupnya akan
meningkat.
46

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa pekerjaan yang paling


banyak adalah petani berjumlah 13 responden (43,3%). Hal ini
sebabkan karena pekerjaan sebagai seorang petani mempunyai
pekerjaan yang sangat berat dan selalu aktif bekerja. Dari hasil
observasi yang dilakukan oleh responden mereka mengatakan jarang
sarapan pagi sebelum bekerja sedangkan saat bekerja mereka sangat
giat dan aktivitas yang dikerjakan juga berat. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Tamara (2014) yang menyatakan bahwa Pekerjaan
akan berpengaruh terhadap penyakit DM yang diderita seseorang.
Bekerja dapat mengerakkan tubuh dengan aktivitas pekerjaannya,
sedangkan seseorang yang tidak bekerja akan lebih sedikit beraktivitas
sehingga orang yang bekerja dan makananya teratur lebih kecil resiko
terkena DM dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja.
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan Karakteristik penderita DM
ditinjau berdasarkan lama menderita menunjukkan bahwa rata-rata
menderita DM selama < 2 tahun yaitu 16 responden (53,3%). Penderita
diabetes melitus yang mengalami diabetes melitus < 2 tahun
membutuhkan penyesuaian diri terhadap penyakit yang dideritanya.
Penyakit diabetes melitus yang merupakan penyakit menahun dan
berlangsung lama, membuat penyakit ini membutuhkan penyesuaian
diri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sehingga pada penderita
diabetes melitus yang < 2 tahun, cenderung belum siap dalam
menjalankan kehidupannya sebagai penderita diabetes melitus dan
mengalami penurunan kulitas hidup. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Kusniawati (2013), lama menderita DM menjadi hal penting
yang dapat mempengaruhi patofisiologi terjadinya gangguan kongnitif
pada penderita DM. Durasi lama menderita DM juga mempengaruhi
seseorang dalam kemampuan efikasi dirinya atau perawatan diri. Lama
DM >2 tahun akan mempunyai efikas diri yang baik daripada < 2 tahun
(Tamara 2014).
47

4.3.2 Sel care pasien Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura
Palu
Berdasarkan hasil penelitian self care di ruang perawatan bedah
(Garuda Atas dan Garuda Bawah) RSU Anutapura Palu, dari 30
responden diketahui bahwa responden yang memiliki self care baik
lebih banyak yaitu 17 responden (56,7%), dibandingkan yang memiliki
self care kurang baik yaitu 13 responden (43,3%) . Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan Diruang Garuda RSU Anutapura Palu, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya kelompok tingkat
pendidikan, yang paling banyak pada kelompok pendidikan SD dari 12
responden sebanyak 6 responden memiliki self care yang kurang baik
(20%), sebagian besar memiliki self care yang kurang baik disebabkan
karena pengetahuan yang didapatkan masih sangat kurang. Tingkat
pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir dan melakukan perawatan diri, semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir secara rasional dan
menangkap informasi baru termaksut dalam melakukan perawatan diri
penaykit diabetes melitus (Sigurdadottir 2015).
Menurut peneliti self care dipengaruhi oleh beberapa
karakteristik responden yaitu pada kelompok lama menderita DM lebih
banyak responden yang menderita < 2 tahun yaitu 53.3%. sedangkan
responden dengan lama menderita > 2 tahun 14 responden yaitu 46.7%.
Lama menderita DM adalah salah satu penyebab yang mempengaruhi
Self Care pasien DM karena seseorang yang menderita Dm < 2 tahun
maka self care masih kurang karena pengetahuan yang didapatkan
tentang perawatan DM masih kurang. Namun pasien dengan lama
menderita > 2 tahun self care lebih baik karena sudah sering
mendapatkan informasi tentang bagaimana perawatan DM yang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Inge
(2013) menyatakan bahwa lama menderita DM sangat mempengaruhi
self Care pasien DM karena seseorang dengan menderita DM lebih
48

lama maka self carenya lebih baik daripada seseorang yang terkena DM
< 2 tahun maka self carenya juga masih sangat kurang.
Menurut peneliti sebagian besar responden memiliki self care
baik hal ini ditunjang dengan cara Pola makan/diet yang dilakukan oleh
responden cukup baik dengan melakukan diet sesuai anjuran dokter dan
minum obat secara teratur serta melakukan monitoring gula darah
teratur. Hasil penelitian ini sejalan dengan Inge (2013) dimana
diperoleh hasil bahwa responden lebih banyak yang memiliki self care
baik dibandingkan dengan self care kurang baik. Setara dengan
penelitian Sulistria (2013) diperoleh hasil yaitu tingkat self care yang
diperoleh dari 25 responden rawat inap di RSU Kalirungkut Surabaya
adalah kebanyakan self care yang baik dikarenakan cara mereka dalam
melakukan pola makan mengikuti anjuran dokter dan minum
obat/menyuntikan insulin teratur serta mengontrol gula darah.
Kesimpulan penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan
antara self care dengan kualitas hidup pasien DM.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusniawati (2013) menyebutkan
bahwa self care masih belum bisa dilakukan secara optimal oleh pasien
DM seperti aktivitas fisik dan pengontrolan gula darah. Aktivitas lain
seperti perawatan luka dan pengaturan pola makan (diet) sudah dapat
dilakukan secara optimal.
Manajemen perawatan diri adalah modal perawatan yang paling
tepat untuk sesorang yang menderita penyakit kronis seperti Diabetes
melitus (Sousa dan Zauszniewky 2015). Sigurdadottir (2015)
menyatakan perawatan diri pada pasien DM berfokus pada 4 aspek
yaitu memonitoring kadar gula darah, variasi nutrisi yang dikomsumsi
setiap hari, pengaturan insulin serta latihan fisik secara regular.
Perawatan diri pada pasien Diabetes melitus merupakan sesuatu yang
sangat penting sebab berperang sebagai pengontrol penyakit dan
mencegah terjadinya komplikasi.
49

Hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap self care


responden yang menderita Diabetes Melitus dengan menggunakan
kuesioner The Summary Of Diabetes Sel Care Activity (SDSCA).
Didapatkan bahwa aktivitas self care yang mampu dilakukan oleh
responden setiap hari adalah perencanaan diet, pembatasan jumlah
kalori, mengomsumsi sayuran, minum obat secara teratur,
membersihkan luka dan beraktivitas fisik dirumah.

4.3.3 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU


Anutapura Palu
Berdasarkan hasil penelitian kualitas hidup pasien Dibetes
Melitus di ruang perawatan bedah (Garuda Atas dan Garuda Bawah)
RSU Anutapura Palu, dari 30 responden diketahui bahwa responden
yang memiliki kualitas hidup baik lebih banyak yaitu 17 responden
(56,7%), dibandingkan yang memiliki kualitas hidup kurang baik yaitu
13 responden (43,3%). Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan
oleh Inge (2013), diperoleh hasil yaitu responden lebih banyak
memiliki kualitas hidup baik.
Menurut peneliti sebagian besar responden yang memiliki
kualitas hidup yang baik di karenakan mereka sebagian besar
memahami perawatan penderita DM sehingga mendapatkan kualitas
hidup yang baik. Responden dengan kualitas hidup baik memiliki
psikososial yang baik pula. Kualitas hidup dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain fungsi fisik, fungsi psikologis, fungsi sosial dan
fungsi spiritual. Kondisi psikologis pasien DM juga erat kaitannya
dengan aspek kognitif dan emosional dari strategi koping terhadap
penyakit (illnesscoping strategis), yang secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap kebiasaan mencari obat. Penilaian atau kesadaran
subjektif dari pasien DM bahwa dirinya mampu melakukan sikap hidup
tersebut merupakan tanda pasien akan patuh terhadap pengobatan yang
50

diberikan dan akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (Inge


2013).
Menurut Polonsky (2014) kualitas hidup merupakan perasaan
individu mengenai kesehatan dan kesejahteraannya yang meliputi
fungsi fisik, fungsi psikologis dan fungsi sosial. Kualitas hidup dapat
diartikan sebagai derajat seorang individu dalam menikmati hidupnya
yang terdiri dari kepuasan dan dampak yang dirasakan seorang individu
dalam menjalankan kehidupanya sehari-hari.
Menurut peneliti ada beberapa faktor yang mempenagruhi
kualitas hidup berdasarkan karakteristik responden yaitu jenis kelamin.
Pada karakteristik responden didapatkan sebagaian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu 18 responden (60%). Perempuan
lebih banyak daripada laki-laki karena perempuan memiliki kadar
lemak yang lebih banyak serta cepat tejadi Kenaikan BB daripada laki-
laki dan perempuan jarang olahraga sehingga perempuan lebih besar
resiko terkena DM daripada laki-laki . Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Tamara (2014), juga menyatakan bahwa perempuan lebih
banyak mengalami DM karena penurunan hormon ekstrogen akibat
monopouse sehingga perempuan lebih rentan terkena DM. Perempuan
lebih banyak dari laki-laki juga dikarenakan jumlah perempuan di
indonesia lebih banyak daripada laki-laki (Kemenkes 2013).
Menurut peneliti ada beberapa responden yang memiliki kualitas
hidup kurang baik. Hal ini disebabkan karena beberapa responden
masih sangat kurang pengetahuannya tentang penyakit DM. Hal ini di
tunjang dari segi pendidikan dimana penderita DM lebih banyak
berpendidikan SD. Disini dapat lihat seseorang dengan pendidikan
rendah masih sangat kurang memahami cara mencapai kualitas hidup
yang baik serta dalam pengobatan dan olahraga dilakukan tidak teratur.
penelitian ini sejalan dengan Inge (2013) yang menyatakan bahwa rata-
rata responden merasa hidupnya kurang baik sehingga mereka tidak
memperhatikan pengobatan yang diberikan dan olahraga yang
51

dianjurkan. Salah satu penyebab kualitas hidup pasien DM kurang baik


karena perubahan fisik yang dialami oleh pasien diabetes melitus.
Perubahan fisik yang dirasa seperti makanan harus dijaga dan gangguan
saat beraktivitas yang disebabkan oleh peningkatan gula darah.
Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar penderita DM telah
menderita DM selama <2 tahun. Lama menderita DM >2 tahun dapat
menimbulkan gangguan fisik seperti penurunan penglihatan, hipertensi
dan masalah jantung (Tamara, 2014). Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Ningtyas (2013), Lama mendrita DM berhubungan dengan
kualitas hidup penderita DM. Penderita DM >2 tahun memiliki risiko 4
kali lebih besar memiliki kualitas hidup yang lebih rendah (tidak puas)
daripada yang menderita <2 tahun.
Hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap kualitas hidup
responden yang menderita Diabetes Melitus di ruang garuda RSU
Anutapura Palu dengan menggunakan kuesioner The Diabetes Quality
of Life . Kuesioner kualitas hidup tersebut terdiri dari seberapa sering
dan kepuasan. Hasil yang peneliti peroleh yaitu, dari pernyataan tentang
kepuasan responden terhadap diabetes melitus yang dideritanya,
pernyataan yang banyak memiliki jawabanya sangat puas adalah
pernyataan tentang perawatan diabetes saat ini dan sangat sering
terhadap lama waktu yang digunakan dalam pengobatan diabetes
tersebut. Peneliti juga mendapatkan bahwa kualitas hidup juga
dipengaruhi oleh usia karena semakin tinggi usia maka semakin
menurun kualitas hidup seseorang (Polonsky 2014).
Solusi yang dapat diberikan pada penderita yang menderita
diabetes melitus yang di sebabkan oleh jenis kelamin dan obesitas yaitu
diharapkan responden dapat merubah gaya hidup serta rajin
berolahraga untuk meningkatkan kualitas hidup lebih baik serta
menjaga pola makan, melakukan pengobatan secara teratur (Tanto et.al
2016).
52

4.3.4 Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes


Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu
Berdasarkan hasil analisis bivariat, hubungan antara self care
dengan kualitas hidup pasien DM diperoleh bahwa Responden yang
memiliki self care baik lebih banyak yang memiliki kualitas hidup baik
sebanyak 17 responden , dibanding dengan responden yang memiliki
kualitas hidup baik sebanyak 13 responden. Hasil uji statitistik
diperoleh nilai p = 0,003 (p value < 0,05) hal ini menunjukan ada
hubungan antara self care dengan kualitas hidup.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Inge (2013), dimana diketahui nilai signifikan (p) sebesar 0.000 yang
berarti 0.000 < 0.05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self care
dengan kualitas hidup pasien DM. Sedangkan untuk nilai koefisien
korelasi (r) diperoleh hasil sebesar 0.601 dengan nilai positif. Hasil ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan atau korelasi yang
berbanding lurus antara self care dengan kualitas hidup. Penelitian ini
memiliki tingkat korelasi yang sedang. Tingkat korelasi tersebut
disebabkan karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup pada pasien diabetes melitus yaitu usia, jenis kelamin,
dan lama menderita diabetes melitus.
Menurut peneliti sebagian besar responden memiliki Self care
baik, terdapat (56,6%) responden dan memiliki kualitas hidup kurang
baik yaitu 13 responden (43,3%). Hal ini sebabkan karena beberapa
faktor antara yaitu pada tingkat pendidikan sangat mempengaruhi
pengetahuan. Responden dengan pendidikan rendah masih sangat
kurang pengetahuannya tentang bagaimana cara perawatan diri untuk
penyakit DM yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup. Seseorang
yang memiliki self care baik dapat meningkatkan kualitas hidup yang
baik pula. Hal ini dapat simpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antar self care dengan kualitas hidup pasien DM. Hasil penelitian ini
53

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Soewondo dan Subekti (2013)


di Puskesmas Tanah Kalikedinding pada tahun 2014 menyatakan
bahwa self care berhubungan signifikan dengan kualitas hidup
penderita DM di Puskesmas Tanah Kalikedinding dengan hasil nilai
p=0,000 (p<0,05), selain itu juga didapatkan kekuatan hubungan
kategori kuat sebesar cramer's v = 0,580. Cramer's v digunakan untuk
mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel. Dimana self care
baik kualitas hidupnya baik. Self care dapat meningkatkan kualitas
hidup dengan meregulasi proses psikologi seseorang dan memfasilitasi
perilaku seseorang.
Pada penelitian Tamara (2014) yang dilakukan di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau juga menyatakan bahwa ada hubungan antara
self care dan kualitas hidup di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
dengan hasil nilai p=0,030 (p<0,05). Self care yang dilakuakan secara
teratur berupa dorongan untuk mengontrol kesehatannya ke RS dan
memotivasi diri untuk mengobati penyakit penderita DM dalam
merawat penyakitnya sehingga self care ini sangat penting untuk dapat
menigkatkan kualitas hidup penderita DM.
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi self care dengan kualitas hidup pasien DM salah
satunya adalah usia, peneliti mendapatkan usia responden yang
menderita diabetes melitus berada di rentang 51-60 tahun. Usia pada
rentang 51-60 tahun merupakan awal seorang individu memasuki usia
lansia. Diusia tersebut tubuh sudah mulai mengalami penurunan.
Penurunan yang mulai terjadi adalah penurunan kerja hormon
pangkreas dalam memproduksi insulin dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar gula darah. Sehingga pada usia ini seorang individu
cenderung mengalami penurunan kualitas hidup. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamara (2014) yang
menyatakan bahwa usia sangat mempengaruhi self care dengan kualitas
hidup pasien. Semakin tinggi usia seseorang maka semakin rentang
54

terkena berbagai penyakit salah satunya adalah penyakit Diabete


melitus.
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan adalah untuk Jenis
kelamin yang peneliti dapatkan adalah sebagian besar responden
berjenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus
seperti jarang memperhatikan pola makan, sering merokok, tidak
memperhatikan kesehatannya dan sering stres. Penelitian ini sama
dengan penelitian Tamara (2014) yang menyatakan bahwa jenis
kelamin sangat mempengaruhi faktor terjadinya penyakit diabetes
didapatkan semua jenis keelamin sangat rentang terkena penyakit DM.
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan adalah untuk lama
menderita diabetes melitus peneliti mendapatkan hasil bahwa seluruh
responden sudah menderita diabetes melitus selama < 2 tahun.
Penderita diabetes melitus yang mengalami diabetes melitus < 2 tahun
membutuhkan penyesuaian diri terhadap penyakit yang dideritanya.
Penyakit diabetes melitus yang merupakan penyakit menahun dan
berlangsung lama, membuat penyakit ini membutuhkan penyesuaian
diri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sehingga pada penderita
diabetes melitus yang < 2 tahun, cenderung belum siap dalam
menjalankan kehidupannya sebagai penderita diabetes melitus dan
mengalami penurunan kulitas hidup. Penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tamara (2014) yang menyatakan bahwa
lama menderita DM mempengaruhi self care dengan kualitas hisup
pasien dm karena semakin lama mereka menderita dm maka mereka
lebih cenderung menerima kehidupan mereka.
Pada penelitian Rudijanto (2015), juga menyatakan terdapat
hubungan yang bermakna antara hubungan self care dengan kualitas
hidup penderita DM dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Self care yang baik
maka kualitas hidupnya akan baik pula karena peningkatan satu domain
self care akan meningkatkan kualitas hidup yang baik pula.
55

Solusi untuk bagi penderita diabetes melitus diharapkan agar


selalu memperhatikan gaya hidup, selalu merencanakan pola
makan/diet, olahraga teratur , minum obat sesuai anjuran dokter dan
teratur melakukan monitoring gula darah. Tujuannya agar tercapai self
care yang baik dan mencapai kualitas hidup yang baik serta terbuka
kepada masyarakat, aktif dalam lingkungan keluarga maupun sosial dan
dapat menerima kondisi fisik maupun psikologis dengan baik. Penderita
DM selain melakukan rutin perawatan dirinya harus diimbangi dengan
rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga mencapai
kualitas hidup meningkat
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 01 s/d 07 Juni
2018 dan dilakukan di Ruang Perawatan Bedah (Garuda Atas dan Garuda
Bawah) RSU Anutapura Palu disimpulkan bahwa:
1. Self care pasien Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu
sebagaian besar pasien memiliki self care yang baik
2. Kualitas hidup pasien Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura
Palu sebagaian besar pasien memiliki kualitas hidup yang baik.
3. Ada hubungan yang bermakna antara self care dengan kualitas hidup
pasie Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu
5.2 Saran
1. Manfaat Bagi ilmu pengetahuan (pendidikan)
Untuk dijadiakan sebagai sumber pengetahuan bagi mahasiswa
guna menambah wawasan, selain itu juga untuk pengembangan
kurikulum STIKES Widya Nusantara Palu dalam pelaksanaan
program pembelajaran mengenai mata kuliah sistem Endokrin
Keperawatan.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk meningkatkan Self Care
dengan kualitas hidup bagi pasien DM.
3. Manfaat Bagi instansi tempat meneliti
Dapat memberikan masukan kepada pihak Rumah Sakit Umum
Anutapura Palu agar mengetahui pentinngnya memberikan
pengetahuan kepada pasien tentang self care untuk mencapai kualitas
hidup pasien diabetes melitus yang baik dan panduan untuk proses
perawatan pasien Diabetes Melitus.

56
57

4. Bagi peneliti lain


Peneliti lain diharapkan dapat memodifikasi dan
mengembangkan penelitian ini lebih luas, seperti melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi self care dengan
kualitas hidup pasien DM serta upaya meningkatkan self care
penderita DM.
DAFTAR PUSTAKA

[ADA] American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and Clasification of


Diabetes Mellitus. Retrieved from Diabetes Care; 35(1),pp.S64-S71.

[ADA] American Diabetes Association. 2015. Diabetes Self-manajement


Education and Support in Diabets: A jiont Position Statement Of the
American Diabetes Association, The American Association Of Diabetes
Educators. And the Academy of Nutrion and Diatetics. [serial online]
http://m.care.diabetesjournals.org/content/38/7/1372 [8 Februari 2016]
24(4):34-55.

Alfiyah. 2014. Hubungan Dukungan Keluarga Dan Pengendalian Kadar Gula


Darah Dengan Gejala Komplikasi Mikrovaskular. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 23( 2):1-4.

Andra SW, Yessi MP, 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta (ID):
Nuha Medika

Arisman, MB. 2015. Diabetes Melitus. Sumatra Utara (ID): Universitas Sumatra
Utara

Arifah. (2015). Kuesioner kualitas hidup. DQOL. Jakarta (ID): Universitas


Sumatra Utara

Bruner S, Sudart T. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta (ID): EGC

Bushara YM, Gonda JG. 2017. Evaluation of Diabetic Rats Behavior After
Treatmen By Artemisia Herba-Alba Relative To Insulin : Jurnal Of
Diabetes Melitus. 21 (3):3-7.

Corwin EJ. 2013. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta (ID) : EGC

Dalaune S, Riyadi H. 2013, Self-Care In Diabetes : Model Of Factors Affecting


Self-Care. Journal Of Clinical Nursing, 14(4): 301-314.

[GOLD] Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2015. Global
Strategy for the Diagnosis Management and Prevention for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. [diunduh 2017 Nov 12]. Tersedia pada:

http://www.gold.copp.org/uploads/users/files/GOLD_pocket_2015.
Harris, S. (2013). Health-related quality of life associated with daytime and
nocturnal hypoglycaemic events: a time trade-off survey in five
countries. Health and Quality of Life Outcomes, 11 :90.

Hidayat AA. 2011. Metode Penelitian Tehnik Analisis Data. Jakarta (ID) :
Salemba Medika

[IDF] International Diabetes Federation. 2015. Diabetes Atlas Second Edition.


Retrieved from Internasional Diabetes Federation: http://www.idf.org.
Diakses 9 Maret 2016.

Inge RS, Putu S, Marylin M. (2013). Hubungan Self Care Diabetes Dengan
Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 Di Poliklinik Interna Rumah Sakit
Umum Daerah Badung. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah, 30(12):1-7.

Isa BM, Baiyewu, O. 2014. Quality of Life patient with diabetes mellitus in
Nigerian Teaching Hospital. Hongkong Journal Psychiatry, 16(12):27-33

Junianty, 2013. Hubungan Tingakat Self Care dengan Kejadian Komplikasi pada
Pasien DM di Ruang Rawat Inap RSUD. Jurnal Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran, 21(4):1- 15.

[KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Kesehatan


Dasar. Angka kejadian Diabetes Melitus.Provinsi Sumatra Barat

Kusniawati. 2013. Analisis Faktor yang Berkotribusi terhadap Self Care Diabetes
pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Tanggerang :
Tanggerang FIK. UI.

Lennon H, Sheila W. 2013. Self Care Programmes For People Desease Cronic: A
Systematic Review. Article Of Clinical Rehabilitation. Jakarta (ID):
Medika Salemba

Muhammad H, Perry AG, Sukarmin, Onibala F. 2013. Hubungan Antara Tingkat


Pengetahuan Tentang Diabetes Mellitus Dengan Gaya Hidup Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran,
Kabupaten Semarang. [Skripsi] PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran :
Tidak dipublikasikan

Notoatmodjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID) : Rineka Cipta

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Edisi 3. Jakarta (ID): Salemba Medika
Nursalam. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Melitus dengan Ulkus Diabetikum. JOM PSIK, 38(4):1-7.

Nursalam. 2014. Konsep dan penerapan metodologi keperawatan pedoman


skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta (ID) :
Salemba Medika.

Nurkhalim RF. 2012. Kualitas Hidup Lansia Di Kecematan Sumbersari


Kabupaten Jember. Karya Tulis Ilmiah Strata satu, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember, Jawa Timur.

Polonsky SA. 2014. Hubungan tingkat Self Care dengan kejadian komplikasi pada
pasien DM diruang rawat inap RSUD. Jurnal Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Pandjajaran 2(12):1-15

Rantung J. 2013. Hubungan Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes


Melitus (DM) di Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang
Cimahi. Jurnal Skolastik Keperawatan, 12(1): 38-51

[RISKESDA] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian Dan


Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Rudijanto A. 2015. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Di Indonesia.


Jakarta (ID) : PB PERKENI

Setiadi S, Alwi SA. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta (ID) : Interna
Publishing.

Sigurdadottir AK. 2015. Self care in diabetes: model of factors Affecting Self
Care. Jurnal Of Clinical Nursing 12(2):301-314

Sousa, Zauszniewky. 2015. Diabetes and depression : Global Persprectives.


Diabetes Research And Clinical Practice. 87(3):302-312

Sugiyono, Soegondo S. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,


Bandung (ID) : Alfabeta

Soewondo P, Subekti I. 2013. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (2 ed.).


Jakarta (ID) : Balai Penerbit FKUI.

Sulistria YM. 2013. Tingkat Self Care Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe
2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya , 21(5):1-11.
Sugiyono D, Soegondo S. 2013. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta (ID) :
Universitas Indonesia.

Tanto C, Liwang F, Hanifati S. 2016. Kapita Salekta Kedokteran. Jakarta (ID):


Medika Aesculapius

Tamara SA. 2014. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta (ID): Medika Salemba

Toobert DJ, Hampson SE, Glasgow RE. 2010. The Summaryof diabetes self care
aktivities measure: result from 7 studies and a revised scale [serial
online]. Diabetes care, 23 (7) :12-23
http://care.diabetesjournals.org./content/23/7/943.full.pdf

Walker. 2013. Importance of illness beliefs and self care for patients with
coronary heard disease. Diakses 16 juni 2016, dari
http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17877566.

Winarti E. 2014. Bahan Ajar Biostatistik Bagi Mahasiswa Fakultas Kesehatan


Universitas Kadiri. Kediri (ID): FIK UK.

[WHO] World Health Organization. 2013. Tehnical Brief for Policy Maker.
Diabetes melitus. Gineva: Switzerland

[WHO] World Health Organization. 2014. Diabetes Melitus. [serial online]


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en [13 April 2016]
32(5):3-7.
LAMPIRAN 1

JADWAL PENELITIAN

JADWAL PENELITIAN

Maret April Mei Juni Juli Agustus


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Pengambilan data
3 Penyusunan proposal
4 Ujian proposal
5 Perbaikan hasil proposal
6 Pelaksanaan penelitian
7 Pengolahan data
8 Penyusunan hasil penelitian
9 Ujian hasil penelitian
10 Perbaikan hasil penelitian
LAMPIRAN 2 KODE RESPONDEN :

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama Responden (Inisial) :

Usia : tahun

Jenis kelamin : laki-laki/perempuan

Alamat :

Pendidikan : a. SD

b. SLTP

c. SLTA

d. Perguruan Tinggi

pekerjaan : a. Tidak bekerja

b. Wiraswasta

c. Petani

d. Pensiun

e. Dan lain-lain

lama menderita DM :
LAMPIRAN 3
KUESIONER
RINGKASAN AKTIVITAS PERAWATAN MANDIRI DIABETES
(The Summary Of Diabetes Self Care Activities (SDSCA))

Petunjuk : Pertanyaan di bawah ini mengenai aktivitas self care diabetes


(aktivitas perawatan mandiri diabetes) yang terdiri dari pengaturan
pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), minum obat diabetes,
perawatan kaki, dan monitoring gula darah yang dilakukan oleh
Bapak/Ibu/Sdr di rumah dalam satu minggu terakhir (7 hari yang
lalu), yaitu tanggal …………………s/d…………… Jika
Bapak/Ibu/Sdr mengalami sakit dalam 1 minggu terakhir ini maka
silahkan Bapak/Ibu/Sdr mengingat tentang pernyataan ini yang
terjadi 1 minggu sebelumnya. Berilah tanda (√) pada jawaban yang
dipilih. Jika ada pertanyaan yang kurang jelas tanyakan kepada
petugas yang bersangkutan

N JUMLAH HARI
PERTANYAAN
O 0 1 2 3 4 5 6 7
1 POLA MAKAN
Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda melakukan pola
makan/ diet?
2 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir anda makan buah dan
sayuran?
3 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda mengkonsumsi
makanan berlemak tinggi (daging
sapi, daging kambing, daging babi,
makanan cepat saji) atau produk
olahan susu (keju, krim, yoghurt,
mentega)?
4 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda mengatur pemasukan
makanan yang mengandung
karbohidrat (nasi, roti, mie, jagung,
singkong)?
5 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda mengikuti pola
makan yang sehat (buah, sayuran)?
6 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda makan makanan
selingan/ cemilan yang
mengandung gula (seperti kue,
biskuit, cokelat, es krim)?
7 LATIHAN FISIK (OLAHRAGA)
Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda melakukan aktivitas
fisik (misalnya mencuci, menyapu,
mengepel, menjemur, berjalan)
setidaknya selama 30 menit?
8 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda mengikuti sesi latihan
khusus (misalnya berenang
berjalan, bersepeda) selain dari apa
yang Anda lakukan di sekitar rumah
atau apa yang menjadi bagian dari
pekerjaan Anda?
9 PERAWATAN LUKA
Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda memeriksa luka
anda?
10 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir anda memeriksa bagian
dalam luka anda ?
11 Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda menggunakan alas
luka saat keluar rumah?
12 Berapa hari dalam tujuh hari
terakhir Anda menggunakan
pelembab atau lotio/salep pada luka
Anda?
13 PENGOBATAN
Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda minum obat diabetes
yang disarankan untuk Anda?
14 Apakah Anda menggunakan
insulin? Jika Ya, berapa hari dalam
tujuh hari terakhir Anda
menggunakan insulin yang
disarankan untuk Anda?
15 MONITORING GULA DARAH
Berapa hari dalam satu minggu
terakhir Anda mengecek gula darah
Anda sesuai dengan waktu yang
disarankan oleh tenaga kesehatan?
16 Jika Anda menggunakan insulin,
berapa hari dalam tujuh hari
terakhir Anda mengecek gula darah
Anda?
LAMPIRAN 4 KODE RESPONDEN :

KUESIONER
KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES
(Diabetes Quality Of Life (DQOL))
Petunjuk :
1. Bacalah terlebih dahulu pertanyaan yang ada
2. Berilah tanda (√) pada jawaban yang dipilih
3. Jika ada pertanyaan yang kurang jelas tanyakan kepada petugas yang
bersangkutan
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa puas dan seberapa sering
bapak/ibu/saudara/saudari rasakan .
No Pertanyaan Sangat Puas Cukup Tidak
Puas Puas Puas
1 Seberapa puaskah anda dengan
kualitas hidup anda?
2 Seberapa puas anda dengan tidur
dan istirahat anda?
3 seberapa puas anda dengan
dukungan yang anda peroleh dari
teman/keluarga anda?
4 Seberapa puas anda dengan
kehidupan sosial anda?
5 Seberapa puaskah anda dengan
kehidupan seksual anda?
6 Seberapa puaskah anda dengan
pengobatan diabetes anda saat
ini?
7 Seberapa puaskah anda dengan
lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk perawatan diabetes anda ?
8 Apakah anda puas dengan
aktivitas yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri anda?
9 Apakah anda puas dengan waktu
yang anda gunakan untuk
berolahraga?
10 Apakah anda puas dengan beban
yang harus dialami keluarga anda
karena anda menderita diabetes?
11 Seberapa puaskah anda dengan
waktu yang dihabiskan untuk
kontrol pemeriksaan diabetes
anda?
12 Apakah anda puas dengan
pengetahuan anda tentang
diabetes ?

No Pertanyaan Tidak Kadang Sering Sangat


Pernah -kadang Sering
13 Seberapa sering anda memiliki
perasaan negatif seperti
kesepian, putus asa, cemas dan
depresi akibat penyakit anda?
14 Seberapa sering anda memakan-
makanan yang dilarang oleh
dokter?
15 Seberapa sering anda khawatir
tentang kemungkinan anda tidak
dapat bekerja lagi akibat anda
menderita Dm?
16 Seberapa sering anda mengalami
tidur malam yang tidak nyenyak
akibat diabetes?
17 Seberapa sering anda merasa
sakit scara fisik ?
18 Seberapa sering anda merasa
diabetes membatasi karir anda?
19 Seberapa sering anda merasakan
nyeri akibat penyakit anda?
20 Seberapa sering anda
melaksanakan spiritual anda?
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9

LEMBAR PERMOHONAN RESPONDEN

Responden yang saya hormati,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : HASTUTI

Nim : 201401015

Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu


Jurusan S1 Keperawatan yang akan melakukan penelitian di RSU Anutapura Palu,
dengan judul penelitian “Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu”

Kami mohon kesediaan anda untuk mengisi kuesioner dan menjawab


pertanyaan dengan sejujur-jujurnya serta menandatangani lembar persetujuan.
Jawaban akan kami jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.
Atas bantuan dan partisipasinya diucapkan terima kasih.

Palu, juni 2018


Peneliti,

(HASTUTI)

201401015
LAMPIRAN 10

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama (Inisial) :

Alamat :

Menyetujui untuk menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh :

Nama : HASTUTI

NIM : 201401015

Pendidikan : SI Keperawatan

Alamat : Jln. Untad 1

Judul : Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien


Diabetes Melitus Diruang Garuda RSU Anutapura Palu.
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan peneliti,
bersama ini saya menyatakan tidak keberatan untuk
menjadi responden.

Demikian pernyataan saya buat tanpa paksaan dan tekanan dari peneliti.

Palu, 01 juni 2018

RESPONDEN

( )
LAMPIRAN 11
LAMPIRAN 12
A. Self Care

Umur pendidikan pekerjaan Lama Self Care


No Inisial JK menderita Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
dm
1 Ny M 55 P SD Wiraswasta < 2thun 7 7 6 5 7 4 0 7 4 7 7 7 2 2 2 1 75
2 Tn K 58 L SMP Petani < 2thun 7 7 2 6 2 5 6 7 3 7 3 7 7 3 2 2 76
3 Tn J 45 L SMP Petani > 2thun 4 4 2 7 2 7 2 5 7 2 4 7 7 2 2 0 64
4 Tn A 40 L SD Petani < 2thun 7 3 3 2 1 6 2 7 7 7 7 2 2 3 0 1 60
5 Ny R 55 P SD Wiraswasta < 2thun 3 2 1 7 4 3 2 7 7 4 7 7 7 1 3 1 66
6 Tn S 42 L PT Tidak bekerja >2thun 7 6 1 4 1 4 1 4 6 1 7 5 0 3 2 2 54
7 Tn I 55 L SMA Pensiun < 2thun 7 6 1 5 4 1 7 1 2 6 7 3 3 7 1 1 63
8 Ny S 43 P SMA Tidak bekerja > 2thun 7 7 1 2 7 3 1 0 7 7 7 7 6 7 3 3 75
9 Tn A 63 L SMP Petani > 2thun 7 4 2 7 7 1 0 1 3 3 7 3 7 2 2 2 58
10 Tn C 67 L SMP Petani < 2thun 2 3 2 4 2 1 2 3 0 0 0 0 0 0 2 1 59
11 Tn S 61 L SMA Petani > 2thun 7 6 1 2 7 0 5 7 7 7 7 7 6 1 2 2 74
12 Ny S 56 P SD Wiraswasta < 2thun 7 7 0 7 2 3 1 0 0 0 0 7 0 3 0 3 58
13 Tn S 52 L SMA Wiraswasta > 2thun 7 7 0 1 1 7 0 7 3 7 7 7 4 1 0 0 59
14 Tn R 50 L SD Petani < 2thun 7 2 0 0 0 7 0 6 3 7 7 4 7 1 1 0 52
15 Ny R 57 P SD Petani < 2thun 2 7 7 7 7 3 7 7 2 2 2 2 1 1 1 1 58
16 Tn R 57 L SMA Wiraswasta < 2thun 7 7 1 0 0 7 0 0 0 0 0 7 0 3 0 2 34
17 Tn H 51 L SMP Wiraswasta < 2thun 4 7 1 2 1 7 0 7 7 7 7 7 0 1 1 1 60
18 Tn B 50 L SD Wiraswasta > 2thun 3 7 1 2 3 7 0 7 3 7 7 7 7 2 2 1 66
19 Ny J 52 P SMA Petani > 2thun 6 4 2 7 3 7 4 5 2 7 7 5 5 2 2 1 69
20 Ny J 60 P SD Wiraswasta > 2thun 7 7 0 0 0 7 0 7 6 7 7 6 4 2 3 3 66
21 Ny D 45 P SD Wiraswasta < 2thun 1 2 0 0 0 4 0 5 6 3 2 2 3 1 1 0 30
22 Ny I 53 P SMA Pensiun < 2thun 7 2 0 0 0 4 0 1 2 2 5 2 2 1 2 0 30
23 Ny Y 53 P SMP Wiraswasta > 2thun 7 7 1 1 0 7 1 7 3 7 7 7 7 1 1 0 64
24 Ny H 52 P SD Wiraswasta > 2thun 7 7 1 1 0 7 1 6 7 7 7 7 7 1 1 0 67
25 Tn H 49 L SMA Petani < 2thun 5 4 1 2 0 7 0 7 7 6 7 7 0 1 0 1 55
26 Tn M 55 L PT Petani > 2thun 7 7 0 0 0 7 0 7 6 6 6 7 7 1 1 1 63
27 Ny N 55 P PT Wiraswasta > 2thun 7 7 0 0 1 1 7 1 7 3 3 7 7 0 1 1 53
28 Tn M 51 L SD Petani < 2thun 6 0 1 1 1 0 7 2 5 2 0 3 3 2 2 2 36
29 Tn N 56 L SD Petani > 2thun 7 7 0 0 0 0 7 1 0 0 0 0 7 0 1 1 31
30 Tn L 53 L SMA Pensiun > 2thun 6 7 1 1 0 7 0 5 2 7 7 7 0 1 0 0 58
B. Kualitas Hidup

Umur pendidikan pekerjaan Lama


No Inisial JK menderita Kualitas Hidup Total
dm 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Ny M 55 P SD Wiraswasta < 2thun 1 1 2 3 2 2 2 2 3 4 4 3 3 2 1 1 36
2 Tn K 58 L SMP Petani < 2thun 2 1 3 3 2 2 3 2 2 4 3 4 2 2 2 2 37
3 Tn J 45 L SMP Petani > 2thun 3 2 3 4 2 2 2 3 2 2 1 3 1 1 1 1 36
4 Tn A 40 L SD Petani < 2thun 3 2 4 4 3 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 38
5 Ny R 55 P SD Wiraswasta < 2thun 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 2 1 2 1 36
6 Tn S 42 L PT Tidak bekerja >2thun 1 2 2 3 2 2 1 2 2 1 1 3 2 1 2 1 38
7 Tn I 55 L SMA Pensiun < 2thun 2 3 2 2 2 1 2 1 2 2 2 3 2 2 3 1 32
8 Ny S 43 P SMA Tidak bekerja > 2thun 2 2 4 2 1 1 2 1 3 3 3 4 3 2 2 2 39
9 Tn A 63 L SMP Petani > 2thun 2 1 2 3 1 2 2 2 2 1 3 3 3 3 2 2 38
10 Tn C 67 L SMP Petani < 2thun 1 2 3 4 1 3 1 1 1 1 2 2 3 2 2 2 31
11 Tn S 61 L SMA Petani > 2thun 2 1 3 4 1 4 2 2 3 1 4 3 3 2 4 1 40
12 Ny S 56 P SD Wiraswasta < 2thun 2 2 3 4 3 2 2 3 2 2 2 3 1 1 1 2 35
13 Tn S 52 L SMA Wiraswasta > 2thun 3 2 4 3 2 2 2 3 3 2 1 3 1 2 1 1 35
14 Tn R 50 L SD Petani < 2thun 3 2 4 4 2 4 4 2 3 4 1 2 3 4 3 2 49
15 Ny R 57 P SD Petani < 2thun 4 3 4 4 2 2 4 3 4 2 3 2 2 3 2 2 46
16 Tn R 57 L SMA Wiraswasta < 2thun 1 2 1 3 2 1 2 2 2 3 1 2 2 2 1 2 29
17 Tn H 51 L SMP Wiraswasta < 2thun 2 1 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 1 2 1 2 34
18 Tn B 50 L SD Wiraswasta > 2thun 3 2 4 4 2 2 2 3 3 2 1 3 1 2 1 1 36
19 Ny J 52 P SMA Petani > 2thun 3 2 4 2 1 2 2 3 3 2 2 3 2 2 1 1 37
20 Ny J 60 P SD Wiraswasta > 2thun 3 3 4 3 3 2 2 3 4 3 2 1 1 2 2 1 39
21 Ny D 45 P SD Wiraswasta < 2thun 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 25
22 Ny I 53 P SMA Pensiun < 2thun 1 1 3 3 3 1 1 1 2 3 1 3 2 2 1 1 29
23 Ny Y 53 P SMP Wiraswasta > 2thun 3 2 2 2 4 2 2 3 3 3 4 3 2 2 1 1 39
24 Ny H 52 P SD Wiraswasta > 2thun 2 2 3 4 2 2 3 3 3 3 4 2 2 2 1 2 40
25 Tn H 49 L SMA Petani < 2thun 4 2 4 4 2 2 2 3 3 3 4 2 1 2 1 2 41
26 Tn M 55 L PT Petani > 2thun 2 1 3 4 3 2 2 3 3 2 3 3 2 2 1 2 38
27 Ny N 55 P PT Wiraswasta > 2thun 2 2 4 3 4 2 4 3 3 4 1 2 2 1 2 1 40
28 Tn M 51 L SD Petani < 2thun 3 2 2 3 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 37
29 Tn N 56 L SD Petani > 2thun 3 2 3 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 29
30 Tn L 53 L SMA Pensiun > 2thun 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 4 2 2 2 1 1 37
19 17 10 10
78 57 68 68 71 75 84 76 65 75 60 68 49
2 5 3 4
LAMPIRAN 13

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

SELF CARE N Percent N Percent N Percent

KUALITAS HIDUP BAIK 17 100.0% 0 .0% 17 100.0%

KURANG BAIK 13 100.0% 0 .0% 13 100.0%

Descriptives

SELF CARE Statistic Std. Error

KUALITAS BAIK Mean 1.2941 .11391


HIDUP
95% Confidence Lower Bound 1.0526
Interval for Mean
Upper Bound 1.5356

5% Trimmed Mean 1.2712

Median 1.0000

Variance .221

Std. Deviation .46967

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Range 1.00

Interquartile Range 1.00

Skewness .994 .550

Kurtosis -1.166 1.063

KURANG Mean 1.3846 .14044


BAIK
95% Confidence Lower Bound 1.0786
Interval for Mean
Upper Bound 1.6906

5% Trimmed Mean 1.3718

Median 1.0000

Variance .256
Std. Deviation .50637

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Range 1.00

Interquartile Range 1.00

Skewness .539 .616

Kurtosis -2.056 1.191

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

SELF CARE Statistic df Sig. Statistic df Sig.

KUALITAS HIDUP BAIK .440 17 .000 .579 17 .000

KURANG BAIK .392 13 .000 .628 13 .000

a. Lilliefors Significance Correction


LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palopo pada Tanggal 12 September pada 1996 dari


Ayah Mansyur dan Ibu hj. Hasnawati. Penulis adalah putri kedua dari lima
bersaudara. Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lore Utara dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi dan masuk di STIKes Widya Nusantara
Palu dan diterima di Program Studi Ilmu Keperawatan.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam mengikuti lomba kemahasiswaan


dilingkungan kampus STIKes Widya Nusantara Palu

Anda mungkin juga menyukai