TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SPESIALIS-1 NEUROLOGI
ALDY NOVRIANSYAH
0806485000
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
JANUARI 2014
i
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
ii
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
iii
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
iv
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat dan salam
selalu saya panjatkan kepada junjungan saya Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Spesialis Neurologi pada Program Studi Pendidikan Dokter
Spesialis Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
tesis ini. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. Rektor Universitas Indonesia, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Direktur Utama RSCM, Direktur Instalasi Rawat Jalan RSCM,
Koordinator Pendidikan Dokter Spesialis FKUI/RSCM beserta seluruh
jajarannya, terima kasih untuk kesempatan yang telah diberikan kepada
saya untuk menempuh pendidikan spesialis di FKUI/RSCM.
2. Ketua Departemen Neurologi dr. Diatri Nari Lastri, SpS(K), saya
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih atas kesempatan, bimbingan,
dorongan, bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada saya untuk
mengeyam pendidikan di bawah naungan Departemen yang beliau pimpin.
3. Ketua Program Studi PPDS Neurologi dr. Eva Dewati,SpS(K), yang telah
memberikan kepercayaan, bimbingan dan perhatian yang diberikan selama
saya menjalani masa studi di Departemen Neurologi. Tak lupa saya
ucapkan terima kasih yang mendalam kepada para Staf Program Studi dan
Koordinator Pendidikan, seluruh Ketua Divisi dan staf Pengajar
lingkungan Departemen Neurologi yang telah memberi dukungan, sarana
dan prasarana selama proses pendidikan saya.
4. Kepada Koordinator penelitian terdahulu, dr. Lyna Soertidewi,SpS(K),
M.Epid dan wakil koordinator penelitian dr. Al Rasyid,SpS(K); terima
kasih untuk inspirasi, waktu, bimbingan, motivasi, dan arahan dalam
pengerjaan tesis ini. Kepada Koordinator penelitian saat ini, DR.dr. Tiara
v
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
Anindhita,SpS(K) terima kasih untuk arahan, bantuan, dan bimbingan
dalam pengerjaan tesis ini.
5. DR. dr. Yetty Ramli,SpS(K) selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu mengingatkan dan memberikan dorongan untuk dapat menjalankan
dan melaksanakan semua tugas-tugas selama pendidikan di neurologi, dan
seluruh guru saya di Departemen Neurologi FKUI, atas bimbingan dan
dukungan yang diberikan untuk memahami segala seluk beluk penyakit
saraf dan pemahaman terhadap kondisi pasien yang komprehensif. Semua
itu kelak akan menjadi bekal saya dalam pelayanan terhadap masyarakat
dan memajukan bidang Neurologi.
6. Para pembimbing, dr. Manfaluthy Hakim,SpS(K), terima kasih sedalam-
dalamnya atas kesempatan melaksanakan penelitian ini dan kesediaan
untuk membimbing dan saran-saran yang diberikan dalam mengarahkan
saya pada penyusunan tesis ini. DR. dr. Aru W Sudoyo, SpPD, KHOM
terima kasih banyak dan penghargaan yang tidak terhingga atas waktu,
perhatian, kesabaran, motivasi dan nasihat yang diberikan kepada saya
hingga dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini. DR.dr.
Herqutanto, MPH, MARS selaku pembimbing statistik, terima kasih dan
rasa hormat atas waktu dan pikiran yang telah diberikan dalam membantu
saya selama proses penelitian.
7. DR. dr. Siti Airiza,Sp.S(K); dr. Al Rasyid,Sp.S(K) dan DR. dr. Tiara
Anindhita ,Sp.S(K) selaku penguji yang telah memberikan saran dan
pemikiran dalam tiap tahap ujian tesis ini. dr. Fitri
Octaviana,Sp.S(K),Mpd.Ked selaku moderator yang juga banyak
memberikan banyak masukan.
8. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga saya haturkan
kepada guru-guru saya: dr. Silvia F. Lumempouw, SpS(K); dr. Salim
Haris, SpS(K), FICA; dr. Adre Mayza, SpS(K); dr. Freddy Sitorus,
Sp.S(K); dr. Mursyid Bustami, SpS-KIC; dr. Darma Imran, Sp.S(K);
dr. Riwanti Estiasaridr. Fitri Octaviania, SpS(K), Mpd. Ked; dr. Eka
Musridharta, SpS-KIC; dr. Amanda Tiksnadi, SpS; dr. Taufik
Mesiano, SpS; dr. Ahmad Yanuar, SpS; dr. Nurul Komari, SpS; dr.
vi
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
Rakhmat Hidayat; SpS, dan dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS. Terima
kasih atas segala bimbingan selama menjalani pendidikan.
9. Kepada dr. Fitri Octaviana,SpS(K), MPd.Ked terima kasih banyak atas
saran dan masukannya, dan kepada perawat di ruang pemeriksaan EMG
dan juga kepada seluruh pegawai Unit Rawat Jalan Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo, terima kasih banyak atas bantuan dan
kerjasamanya.
10. Kepada para perawat dan post unit rawat jalan kemoterapi lantai 4 dan
ruang perawatan kemoterapi gedung A lantai 8 RSCM, terima kasih
banyak atas kesabaran dan bantuannya.
11. Kepada pegawai neurologi yang sangat banyak membantu saya dalam
menjalani pendidikan selama di neurologi, bu Ning, mbak Diana, mbak
Rini, mbak Wiwied, mbak Wiwi, mbak Ade, mbak Dini, mas Anto, pak
Edi dan Bu Kamtinah terima kasih yang sebesar-besarnya.
12. Para pasien rawat jalan unit kemoterapi lantai 4 dan pasien rawat inap
ruang perawatan kemoterapi gedung A lantai 8 Rumah Sakit
CiptoMangunkusumo, terima kasih tidak terhingga atas kesediaannya
meluangkan waktu berpartisipasi dalam penelitian ini dan atas pelajaran
hidup yang amat berharga yang saya dapatkan.
13. Rekan-rekan satu angkatan, dr. Sri Utami,SpS, dr. Dian Cahyani, SpS,
dr. Winnugroho Wiratman, SpS, dr. Linda Suryakusuma, SpS, dr.
Izati Rahmi, dr. Uly Indrasari, dr. Asri Saraswati, dr. Karolina
Margaretha, terima kasih atas dukungan, kerjasama dan kebersamaan kita
selama ini, dan tak lupa terima kasih sebesar-besarnya kepada dr.
Winnugroho Wiratman, Sp.S atas ide penelitian dan bantuan yang tak
terhingga atas keberlangsungan penelitian ini. Terima kasih juga buat
teman lama dr. Rahmat Syah, SpS dan juga buat sahabatku dr. Liesya
Hartiansyah. Tim OSCE Yogyakarta, dr. Uly Indrasari, terima kasih
banyak untuk bimbingan, kerjasama dan jembatan-jembatan keledainya
itu, dr. Izati Rahmi, dr. Asri Saraswati, dr. Yusi Amalia, dr. Marlon
Tua, dr. Shinta Wulandhari, dr. Meidy Camelia, dr. Hadio Ali, terima
kasih banyak atas bantuan, kerjasama dan waktu-waktu kebersamaan yang
vii
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
luar biasa, menegangkan dan juga menyenangkan selama menghadapi
persiapan dan ujian OSCE serta ujian mental di Yogyakarta. Rekan-rekan
dan senior yang sama-sama berjuang menyelesaikan tesis ini dr. Cut
Antara Keumala, dr. Donna Octaviani, dr. Mery Krismato, dr. Allan,
dr. Marlon Tua, dr. Meidy Camelia dan dr. Shinta Wulandhari, terima
kasih untuk sama-sama saling membantu dan mengingatkan, kepada dr.
Rahmi Ulfa, dr. Rima Anindita Primandari, dr. Andira Larasari,
dr.Teuku Reyhan Gamal, dr. Andre, dr. Hendra Samanta, dr. Lilir
Amalini, terima kasih banyak atas segala bantuannya sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan baik dan seluruh rekan–rekan junior dan senior
kerukunan PPDS Neurologi, terima kasih untuk persahabatan,
kebersamaan serta bantuannya. Semoga persahabatan dan persaudaraan
senantiasa terjalin dalam hubungan kesejawatan sepanjang hidup kita.
14. Kedua orang tua saya, Ir. Rizal Ismael dan Wirda Mansur, tiada kalimat
yang cukup untuk melukiskan betapa besarnya cinta kasih dan dukungan
yang telah kalian berikan kepada saya hingga detik ini. Doa, pengorbanan,
bimbingan, dorongan dan teladan yang diberikan sejak kecil membuat
saya bisa melangkah sejauh ini. Kepada kakak-kakak tercinta, Astrid
Febrina dan Nuzirman Nurdin, Arif Marendra dan Dyah Mardiasih,
terima kasih atas semua cinta kasih, doa, dukungan, dan bantuan kalian
yang tiada henti.
15. Kepada sahabat-sahabat terdekat, zulfan, lidya, rondang, fresti, husni,
kiky, dhany, nugi, ressa, leo dan vera, terima kasih atas dukungan,
keceriaan dan kebersamaan yang telah kalian berikan, sehingga saya dapat
menjalani pendidikan spesialis ini dengan baik dan penuh semangat.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu mnyelesaikan
pendidikan Spesialis dan penerbitan tesis ini, setulus hati saya ucapkan terima
kasih dan penghargaan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan
pahala yang berlipat ganda. Semoga tesis ini dengan segala kekurangannya dapat
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dunia kesehatan.
Jakarta, 20 Januari 2014
Penulis
viii
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
ix
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
ABSTRAK
Metode penelitian: Penelitian berupa uji diagnostik skor TCSS pada penderita
keganasan yang mendapat kemoterapi cisplatin di poli hematoonkologi dan ruang
perawatan kemoterapi RS Ciptomangunkusumo. Pemeriksaan ENG dan skor
TCSS dilakukan pada setiap subjek. Hasil dianalisa untuk mendapatkan kurva
ROC, sensitivitas dan spesifisitas.
Kesimpulan: Skor TCSS memiliki nilai diagnostik yang cukup baik sebagai alat
skrining pada NPTK. Skor ini juga memiliki nilai titik potong optimal yang sesuai
dengan karakteristik klinis NPTK dan komponen yang dapat digunakan untuk
mendeteksi gejala awal NPTK.
Universitas Indonesia
x
Conclusion: The TCSS is a passable screening tool for CIPN. It also have optimal
cut-off point which resemble CIPN’s clinical characteristics and component
which can be use to detect early signs.
Universitas Indonesia
xi
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... x
ABSTRACT..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang masalah ....................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 3
1.3 Tujuan penelitian .................................................................. 3
1.4 Manfaat penelitian ................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5
2.1 Neuropati perifer................................................................... 5
2.1.1 Definisi ..................................................................... 5
2.2 Neuropati perifer terinduksi kemoterapi .............................. 8
2.2.1 Epidemiologi ............................................................. 8
2.2.2 Patofisiologi .............................................................. 9
2.2.3 Gambaran klinis ........................................................ 13
2.2.2.1. Golongan Platinum ..................................... 13
2.2.4 Diagnosis banding .................................................... 16
2.2.4.1 Neuropati sensorik paraneoplastik………..... 16
2.2.4.2 Neuropati sensorik diabetikum…………….. 17
2.2.4.3 Neuropati sensorik akibat toksisitas obat...... 18
2.2.4.4 Neuropati sensorik akibat hipotiroidisme...... 18
2.2.5 Metode diagnosis ...................................................... 19
2.2.5.1 Pemeriksaan Elektroneurofisiologi ............... 19
2.2.5.2 Pemeriksaan neuropatologis ......................... 21
2.2.5.3 Penilaian dengan skala 22
2.5 Uji Diagnostik....................................................................... 30
2.5.1 Langkah-langkah Uji Diagnostik............................ 31
2.5.2. Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) 33
2.6 Kerangka teori ...................................................................... 35
2.5 Kerangka konsep…............................................................... 36
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 37
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................... 37
3.3 Populasi Penelitian................................................................ 37
3.3.1. Kriteria Inklusi............................................................. 37
Universitas Indonesia
xii
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
3.3.2. Kriteria Eksklusi ......................................................... 37
3.3.3. Sampel dan pemilihan sampel ................................... 38
3.4 Estimasi besar sampel ........................................................... 38
3.5 Cara Kerja.............................................................................. 39
3.6 Variabel penelitian ............................................................... 41
3.7 Definisi operasional .............................................................. 42
3.8 Ijin subyek penelitian............................................................ 49
3.9 Kerangka operasional ........................................................... 50
BAB 4 HASIL PENELITIAN……………………………………………. 51
4.1 Karakteristik Demografis Subyek Penelitian….................... 51
4.2 Karakteristik subjek berdasarkan klinis ................................ 52
4.3 Receiver Operating Characteristic (ROC) dan Area Under
the Curve (AUC)................................................................... 53
4.4 Penentuan titik potong ......................................…………… 54
BAB 5 PEMBAHASAN………………………………………….............. 56
5.1 Dinamika Penelitian.............................................................. 56
5.2 Karakteristik Demografis Subyek Penelitian….................... 56
5.3 Karakteristik klinis subjek penelitian ................................... 56
5.4 Receiver Operating Characteristic (ROC) dan Area Under
the Curve (AUC)................................................................... 58
5.5 Penentuan titik potong, Sensitivits, Spesifisitas, NPP dan
NPN ......................................……………............................ 59
5.6 Keterbatasan penelitian ........................................................ 62
xiii
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Beberapa kumpulan gejala NPTK sesuai agen kemoterapi ....... 15
Tabel 2.2. Karakteristik elektroneurografi neuropati perifer ...................... 20
Tabel 2.3. Nilai normal KHS motorik dan sensorik ................................... 21
Tabel 2.4 Skala Common Toxicity Criteria ................................................ 24
Tabel 2.5. Total Neuropathy Score ............................................................. 27
Tabel 2.6. Toronto Clinical Scoring System ............................................... 29
Tabel 2.7. Tabel Uji Diagnostik 2x2 ........................................................... 33
Tabel 4.1. Sebaran subjek menurut karakteristik demografis...................... 51
Tabel 4.2. Sebaran subjek menurut diagnosis polineuropati berdasarkan
ENG dan TCSS........................................................................... 52
Tabel 4.3. Tabel kooridnat titik kurva.......................................................... 54
Tabel 4.4. Uji diagnostik Polineuropati perifer menurut TCSS
berdasarkan pemeriksaan menggunakan alat ENG..................... 55
Tabel 4.5. kurva ROC dan efisiensi statistik TCSS untuk diagnosa
polineuropati perifer berdasarkan pemeriksaan dengan alat
ENG............................................................................................ 55
Universitas Indonesia
xiv
xv Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
xvi
Universitas Indonesia
xviii
Uji diagnostik…, Aldi Novriansyah, FK UI, 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
otonom dapat muncul namun sangat jarang bahkan tidak ada.3, 7 Gejala tersebut
dapat membaik (reversible) maupun tidak tergantung pada jenis agen yang
diberikan.8 Eksklusi penyebab neuropati lain seperti diabetes mellitus,
alkoholisme, defisiensi vitamin B, dan gangguan tiroid dapat lebih mendukung
diagnosis neuropati yang diinduksi oleh kemoterapi, walaupun hal-hal tersebut
dapat pula menjadi faktor risiko terjadinya NPTK.3,6,8 Pemeriksaan menggunakan
alat elektroneurografi (ENG) masih merupakan baku emas dalam mendiagnosis
neuropati perifer, terutama untuk menentukan jenis neuropati yang terjadi seperti
aksonal atau demielinisasi.3, 9
Pada beberapa kasus, ENG dapat mendeteksi
neuropati perifer pada penderita dengan gejala yang belum jelas (sub klinis).10
Kenyataannya, alat ENG masih belum merupakan pemeriksaan rutin. Hal
ini dapat disebabkan kurangnya kewaspadaan dari klinisi, gejala neuropati yang
belum jelas dan ketersediaan alat yang masih terbatas.8,9 Dengan demikian
dibutuhkan suatu perangkat diagnostik secara klinis yang memiliki tingkat akurasi
yang mendekati dengan pemeriksaan ENG. Salah satu dari perangkat tersebut
adalah penilaian secara scoring atau skala. Termasuk kedalam skala-skala tersebut
adalah skala yang sering digunakan pada NPTK seperti skala common toxicity
criteria (CTC) dari World Health Organization (WHO), Eastern Cooperative
Oncology Group (ECOG) dan National Cancer Institute (NCI), dan Total
Neuropathy Score. (TNS). 3, 9 Skala-skala tersebut dapat dengan akurat menilai
beratnya gejala NPTK terutama pada tahap awal perjalanan penyakit, namun
penggunaannya tidak cukup praktis dan memakan waktu sehingga penggunaannya
sebagian besar masih terbatas pada studi klinis. 3, 9
Toronto Clinical Scoring System (TCSS) adalah skala penilaian neuropati
yang terdiri atas penilaian gejala, refleks tendon dan tes sensoris.11 Skala ini telah
terbukti efektif dalam mendeteksi dan menilai beratnya gejala pada neuropati
yang disebabkan oleh Diabetes Mellitus (DM) dan juga berhubungan erat dengan
pemeriksaan ENG pada penderita neuropati perifer DM. Polinueropati perifer
yang disebabkan oleh DM merupakan suatu polineuropati simetrik distal yang
memiliki kesamaan manifestasi klinis dengan NPTK, sehingga TCSS diharapkan
juga dapat mendeteksi gangguan neuropati tersebut. Selain itu, penggunaannya
Universitas Indonesia
sederhana dan dapat digunakkan baik untuk studi klinis maupun pada keadaan
praktek sehari-hari.11
Penilaian terhadap adanya NPTK terutama yang dapat dideteksi secara
dini dapat dijadikan pertimbangan dalam keputusan untuk pemberian kemoterapi
sehingga penderita dapat terhindar dari efek samping yang dapat menurunkan
kualitas hidup. TCSS diduga dapat menjadi suatu alternatif dalam mendiagnosis
NPTK dengn cara yang lebih sederhana, cepat, dan dengan tingkat akurasi yang
mendekati dengan alat ENG
Sampai saat ini, belum dilakukan suatu studi yang menggunakan TCSS
untuk mendiagnosis NPTK dibandingkan dengan pemeriksaan ENG. Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan sebagai uji diagnostik TCSS guna mendeteksi NPTK
pada penderita KNF yang mendapatkan kemoterapi Cisplatin.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
Degenerasi ini terjadi sebagai akibat dari gangguan yang terjadi pada
badan sel, dimana pada akhirnya serabut akson yang paling distal akan
mulai mengalami degenerasi dan akan diikuti oleh degenerasi dari
selubung myelin.12
Universitas Indonesia
Kerusakan yang terjadi pada tipe ini secara primer terjadi di badan sel.
Gangguan saraf tepi yang terjadi sesuai dengan segmen yang dipersarafi
oleh badan sel tersebut, hal ini dapat terjadi secara fokal (herpes zoster),
multiple segmen motorik (poliomilelitis) ataupun secara difus sensorik
(toksisitas obat kemoterapi). Pada tipe ini terjadi degenerasi pada
keseluruhan akson dari badan sel yang terkena namun sel Schwann relatif
tidak terkena.13,14
Universitas Indonesia
2.2.1 Epidemiologi
Angka kejadian dari NPTK belum dapat diterapkan secara universal, hal
ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dari cara penilaian dan pelaporan
dalam studi klinis dan praktek sehari-hari.3 Pada dasarnya, insidensi dari NPTK
dapat dibedakan menurut tipe dan dosis dari agen kemoterapi yang digunakan,
komorbiditas dan beberapa faktor resiko lain yang belum dapat di identifikasi.3 6, 8
Pada penggunaan agen platinum, terdapat tiga yang sering digunakan yaitu
cisplatin, carboplatin dan oxaliplatin. Insidensi NPTK pada pemakaian cisplatin
sangat tergantung pada intensitas dosis yang diberikan dimana terdapat kejadian
Universitas Indonesia
24% hingga 92% pada pemberian dosis total melebihi 300 mg/m 2 dan pada long
survivor dapat terjadi sebesar 61%.7 Hal ini juga berlaku untuk agen yang lebih
baru dimana terdapat angka kejadian sebanyak 18% hingga 60% pada pemakaian
oxaliplatin yang sangat bergantung pada jumlah dosis yang diberikan.6 Pada
penggunaan Taxane (paclitaxel, docetaxel), pemberian dosis kumulatif yang
tinggi (> 1000 mg/m2 untuk paclitaxel dan > 370 mg/m2 untuk docetaxel)
dihubungkan dengan insidensi NPTK yang meningkat dan pada pemakaian
kombinasi dengan cisplatin atau carboplatin, angka kejadian dapat meningkat
hingga 70%.6 Pada penggunaan epothilones, angka kejadian NPTK berkisar antara
13% hingga 20%, dan insidensi neurotoksisitas secara keseluruhan dapat
mencapai di atas 70%.3 Kelompok agen vinca alkaloid seperti vincristine dapat
menyebabkan NPTK pada sekitar 30% penderita. Bortezomib juga dapat
menyebabkan NPTK pada 30% penderita dan pada penderita yang mendapatkan
thalidomide, NPTK dapat terjadi sebanyak 10% jika dosis kumulatif kurang dari
20 gr, namun angka tersebut akan meningkat sejalan dengan penambahan dosis.3
2.2.2 Patofisiologi
Mekanisme utama dari kemoterapi pada keganasan adalah dengan
mempengaruhi salah satu fase dari siklus replikasi sel ataupun dengan cara
mempengaruhi integritas dari struktur sel sehingga akan terjadinya kerusakan
ataupun kematian sel.16 Sebagian besar dari agen kemoterapi yang menyebabkan
NPTK merupakan agen non-spesifik siklus atau agen yang memiliki efek
sitotoksik terhadap sel tumor tanpa mempengaruhi siklus replikasi sel, namun
dengan cara mempengaruhi struktur di dalam sel sehingga akan terjadi kerusakan.
Efek sitotoksik dari agen-agen tersebut sangat bergantung terhadap dosis yang
diberikan dimana semakin besar besar dosis yang diberikan maka semakin besar
pula efek sitotoksiknya.16 Cara pemberian ini pada akhirnya berpengaruh terhadap
meningkatnya kejadian NPTK, dimana telah dijelaskan bahwa kejadian NPTK
berbanding lurus dengan besar dan intensitas dosis yang diberikan.3, 6, 8 Beberapa
agen kemoterapi yang sering menimbulkan NPTK adalah golongan platinum
(Cisplatin, Carboplatin, Oxaliplatin), Taxane (paclitaxel, Docetaxel), Vinca
Alkaloid (Vincristine), Bortezomib, Suramin dan Thalidomide.3, 6, 8, 9
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Badan sel dari saraf sensorik terletak di luar dari medulla spinalis yaitu di
DRG, sehingga semua struktur anatomis dari saraf sensorik dapat terpapar
oleh efek neurotoksik dari agen kemoterapi
4. Serabut saraf motorik merupakan serabut saraf dengan diameter besar dan
dengan myelin yang tebal (tipe A-α) sehingga diduga lebih memiliki
ketahanan terhadap efek neurotoksik dibandingkan dengan serabut saraf
sensorik yang lebih kecil dan dengan myelin yang lebih tipis atau tanpa
myelin sama sekali (tipeA-β -ɤ dan –δ dan tipe B dan C).8
Universitas Indonesia
diketahui bahwa NPTK dapat muncul pada pemberian cisplatin dengan dosis
kumulatif melebihi 300 mg/m2, ataupun dosis sekali pemberian sekitar 100
mg/m2. Gangguan sensorik merupakan gejala klinis utama yang terjadi pada
NPTK karena pemberian platinum, dengan bentuk parestesia atau kesemutan
dan rasa baal dengan distribusi simetris kaus kaki dan sarung tangan, terutama
pada pemakaian oxaliplatin, neuropati sensorik dapat terjadi pada 85%-95%
penderita.8 Gejala ini dapat disertai dengan penurunan refleks tendon pada
anggota gerak yang terkena. Selain gejala sensorik, cisplatin juga dapat
menyebabkan kelemahan motorik, dan juga beberapa temuan neuropati
otonom seperti lhermitte’s sign, mielopati kolumna dorsalis dan nyeri rahang
bilateral.8 Gejala-gejala tersebut umumnya terjadi setelah beberapa kali
pemberian (dosis akumulatif) namun dapat juga terjadi secara cepat setelah
pemberian sekali dosis yang tinggi. Gejala masih dapat terjadi dan dapat
memburuk 6 bulan setelah dosis terakhir diberikan.3,6,8,20,21 Sebagian besar
dari gejala NPTK pada cisplatin akan menjadi reversibel walaupun diketahui
bahwa konsentrasi cisplatin di DRG berkurang dengan lambat sejalan dengan
waktu.21 Cisplatin dan carboplatin memiliki karakteristik gambaran klinis
yang serupa walau dikatakan bahwa Carboplatin memiliki toksisitas yang
lebih rendah dibandingkan dengan cisplatin. Oxaliplatin memiliki manifestasi
gejala yang sedikit berbeda dimana gejala sensorik yang terjadi dapat
diperparah dengan suhu yang rendah.6,20
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gejala tersebut terjadi secara cepat dan progresif (subakut).22,23 Pada pemeriksaan
dapat ditemukan ataksia sensorik yang berat, gangguan dari sensasi getar dan
propioseptif, pseudoathetosis, dan juga reflex tendon yang berkurang atau hilang
sama sekali.22, 23
Pada pemeriksaan neurofisiologi didapatkan penurunan amplitudo
sensorik atau menghilangnya aksi potensial sensorik, dengan kecepatan hantar
saraf (KHS) yang normal atau sedikit menurun. Pada sebagian penderita dapat
juga ditemukan penurunan dari KHS motorik walaupun tanpa adanya gejala
motorik.22, 23
Ditemukannya antibody (IgG) anti-Hu pada keganasan SCLC lebih
mengarahkan kepada diagnose SSN, karena sebanyak 90% penderita SSN yang
ditemukan antibodi anti Hu mengalami SCLS, dengan sisanya diketahui
mengalami neuroblastoma, non SCLC, karsinoma mammae, prostat atau
tymoma.22, 23
Universitas Indonesia
Prandial > 11 mmol atau 200 mg/dl) , dapat lebih menunjukkan neuropati yang
disebabkan oleh diabetes.24
Pada keganasan, Diabetes Mellitus diketahui dapat meningkatkan tingkat
mortalitas pada penderita yang menjalani kemoterapi. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor dimana salah satunya adalah bahwa
diabetes mellitus dapat meningkatkan toksisitas yang diakibatkan oleh agen
kemoterapi, salah satunya adalah toksisitas pada saraf tepi.25
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
berat” pada skala Ajani, “keadaan cacat pada hilangnya fungsi sensorik” pada
skala ECOG, “parestesia yang tidak dapat ditoleransi” pada WHO dan “ hilangnya
fungsi sensorik objektif berat atau parestesia yang mengganggu fungsi” pada
NCI.9, 32 Dapat disimpulkan bahwa skala CTC adalah skala yang dapat digunakan
dengan cepat dan mudah, namun karena banyaknya variabilitas interpretasi
diantara parameter yang digunakan, maka skala tersebut lebih tepat digunakan
untuk menskrining pasien kemoterapi yang kemungkinan membutuhkan
pemeriksaan neurologis lebih lanjut dibandingkan untuk benar-benar mendeteksi
dan menilai beratnya gejala pada NPTK.9, 32
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
9
Tabel 2.5 Total Neuropathy Score
Parameter Skor
0 1 2 3 4
Gejala Tidak ada terbatas pada Hingga Hingga Diatas lutut
Sensorik jari atau ibu jari setinggi tumit setinggi lutut atau lengan
kaki atau atau sikut atau
pergelangan menganggu
tangan secara
fungsional
Gejala Tidak ada kesulitan ringan Kesulitan Membutuhkan Paralisis
motorik sedang bantuan
0 1 2 3 4 atau 5
Gejala Normal Berkurang di Berkurang Berkurang Berkurang
Autonom jari atau ibu jari hingga tumit hingga lutut hingga diatas
Sensibilitas kaki atau atau sikut lutut atau
Pin pergelangan sikut
tangan
QST : Quantitative Sensory Testing; BAN: Batas Atas Normal; BBN: Batas Bawah
Normal
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
inter-observer (1 subjek diperiksa pada hari yang sama dengan pemeriksa yang
berbeda) 6,3%. Pemeriksaan elektroneurofisologi dan pemeriksaan biopsi nervus
suralis juga dilakukan pada semua subjek studi.37
SKOR KETERANGAN
Gejala
1. Kaki a. Nyeri 0 1 0 : tidak ada keluhan
b. Rasa baal 0 1 1 : ada keluhan
c. Kesemutan 0 1
d. Kelemahan 0 1
2. Ataksia 0 1
3. Lengan 0 1
Refleks
Kanan a. Patella 0 1 2 0 : normal
b. Achilles 0 1 2 1 :Menurun
Kiri a. Patella 0 1 2 2 : Negatif
b. Achilles 0 1 2
untuk skor 4 memiliki sensifisitas 96% dan spesifisitas 58,8%, skor 5 dengan
sensifisitas 92% dan spesifisitas 70,6% dan skor 6 dengan sensifisitas 86,6% dan
spesifisitas 88,0%. Kesimpulan pada studi tersebut adalah bahwa TCSS memiliki
sensifisitas dan spesifisitas yang cukup tinggi untuk penilaian pada neuropati
diabetikum dimana skor 4 dikatakan paling baik untuk skrining dan skor 6 paling
baik untuk diagnostik.38
Skala ini memang belum pernah digunakan untuk mendeteksi neuropati
perifer pada kemoterapi, namun skala ini dapat mendeteksi dengan baik gangguan
yang terjadi pada neuropati pada DM yang juga memiliki gambaran klinis sama
dengan NPTK yaitu polineuropati distal simetris.3,6,8 Selain dapat mendeteksi
neuropati perifer dengan nilai diagnostik yang cukup tinggi, skala TCSS dapat
juga dipakai untuk menilai beratnya gejala dan menilai perubahan yang
terjadi.37,38 Parameter yang digunakan pada TCSS dibuat secara dikotomus
sehingga diharapkan dapat menjadi skala alternativ yang lebih sederhana dan
tidak terlalu menghabiskan banyak waktu jika dibandingkan dengan skala yang
lebih sering digunakan seperti TNS.
Uji diagnostik yang ideal jarang sekali ditemukan, yaitu uji yang
memberikan hasil positif pada semua subjek yang sakit dan memberikan hasil
negative pada semua subjek yang tidak sakit. Hampir pada semua jenis penyakit
atau keadaan abnormal dilakukan penelitian untuk memperoleh uji diagnostik
baru. Pertanyaanya adalah apakah penelitian tersebut telah dilaksanakan dengan
baik, hasilnya penting, dan dapat diterapkan dalam tata laksana pasien. Dalam
bahasa evidence-based medicine pertanyaan yang harus dijawab apakah penelitian
uji diagnostik tersebut sahih (valid), hasilnya penting, dan dapat diterapkan dalam
praktek.39
Universitas Indonesia
Kata terbaik disini berarti uji diagnostik yang mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas tertinggi. Baku emas dapat berupa uji diagnostik lain. Dalam kaitan
dengan baku emas, bila ingin menguji suatu uji diagnostik baru diperlukan
beberapa syarat umum, yaitu :
1. Baku emas yang dipakai sebagai pembanding tidak boleh mengandung
unsure atau komponen yang diuji.
2. Baku emas tidak boleh mempunyai sensitivitas dan atau spesifisitas yang
lebih rendah dari pada uji diagnostik yang akan diteliti, atau paling tidak
sama dengan uji diagnostik yang akan diteliti 39
b. Melaksanakan pengukuran
Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji)
maupun variabel efek (baku emas) harus dilakukan dengan cara standar, dan harus
diusahakan pengukuran dilakukan secara tersamar (masked, blinded), yakni
pemeriksa variable perdiktor (uji) tidak boleh mengetahui hasil pemeriksaan
variable efek (baku emas), dan sebaliknya. Karena itu sebaiknya ada 2 peneliti
atau lebih, satu untuk menentukan hasil positif atau negatif. Dapat saja peneliti
hanya satu orang, tetapi harus didesain sedemikian sehungga ia tidak mengetahui
hasil alat diagnostik yang diuji pada saat ia melakukan pemeriksaan dengan baku
emas, dan sebaliknya.
c. Melakukan Analisis
Hasil yang dipeoleh dari suatu uji diagnostik adalah Sensitivitas,
Spesivisitas, nilai prediksi positif dan negative, serta rasio kemungkinan positif
dan negative.39
Sensitivitas dalam uji diagnostik adalah kemampuan suatu uji untuk
menentukan kelainan bila kelainan tersebut ada (positif benar), sedangkan
Spesivisitas adalah kemampuan uji untuk menyingkirkan suatu kelainan bila
kelaianan tersebut tidak ada (negative benar). PPV (positf prediktif value) atau
nilai prediksi positif seberapa besar kemungkinan suatu hasil positif benar-benar
positif, NPV (negative predictive value) atau nilai prediksi negative adalah
seberapa besar kemungkinan suatu hasil negatif adalah benar-benar negatif. 39
Universitas Indonesia
Baku Emas
Positif Negatif Jumlah
Uji
Positif A B a+b
Negatif C D c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Universitas Indonesia
Terdapat dua cara untuk menentukan titik potong. Pertama, titik potong
ditentukan secara klinis. Kedua titik potong ditentukan secara statistik. Penentuan
titik potong secara klinis merupakan penentuan titik potong yang ditetapkan oleh
peneliti sesuai dengan harapan peneliti dan kepentingan klinis. Apabila skor
pemeriksaan digunakan untuk tujuan skrining, titik potong yang dipilih adalah
yang memiliki nilai sensitivitas yang tinggi. tetapi, bila skor pemeriksaan
digunakan untuk tahap akhir pemeriksaan akan ditentukan titik potong dengan
spesifisitas yang tinggi.
Universitas Indonesia
Kemoterapi (Cisplatin)
Toksisitas sel
Gangguan DRG
Transport
aksonal
Gangguan
akson
NEUROPATI PERIFER
TERINDUKSI
KEMOTERAPI
Universitas Indonesia
Usia, tinggi
badan, jenis
kelamin
Dosis
Elektroneurografi
kemoterapi
Sensitivitas
Kemoterapi Neuropati perifer
terinduksi Spesifisitas
Cisplatin
kemoterapi
Nilai ROC
Toronto Clinical
Scoring System
Diabetes
Mellitus
Trauma
langsung
= variabel yang diteliti
saraf
= variabel yang tidak diteliti
Gangguan
sistim saraf
pusat
Gangguan
Tiroid
Obat-
obatan lain
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3. 1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan uji diagnostik untuk mencari
tingkat sensitivitas, spesifisitas dan nilai ROC Toronto Clinical Scoring System
untuk diagnosis Polineuropati perifer yang diinduksi kemoterapi di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
medulla spinalis dan sistem saraf perifer yang masih memiliki gejala sisa
gangguan kekuatan otot, sensorik dan otonom
7. Gangguan tiroid
Neuropati perifer akibat gangguan tiroid didapatkan melalui anamnesis
adanya keluhan gejala menyerupai gangguan sistim saraf otonom, seperti
berdebar-debar dan keringat berlebih, atau keluhan lain seperti berat
badan turun, tremor dan massa pada leher, atau jika ada catatan rekam
medis yang menyatakan mengalami gangguan tiroid.
8. Penggunaan obat-obat lain
Neuropati perifer karena penggunaan obat-obatan dalam jangka lama
seperti colcichine, fenitoin, stavudin, amiodaron, metronidazol,
ethambutol dan isoniazid didapatkan melalui anamnesis mengenai obat-
obat yang pernah dikonsumsi pasien dalam waktu lama.
9. Alat Elektroneurografi
Alat Elektroneurografi (ENG) merupakan alat diagnostik yang digunakan
untuk mengetahui fisiologi saraf tepi dan merupakan standar baku untuk
mendiagnosa suatu neuropati perifer. Keluaran dari pemeriksaan ENG
dalam mendiagnosa neuropati perifer adalah dalam bentuk Kecepatan
Hantar Saraf (KHS), Latensi dan Amplitudo
9.1. KHS (Kecepatan Hantar Saraf)
Kecepatan hantar saraf (KHS) adalah jarak yang ditempuh suatu
stimulus pada saraf tiap satuan waktu (milisekon). Didapatkan dari hasil
pembagian jarak dengan selisih latensi proksimal dan distal
9.2. Latensi
Latensi (ms) adalah waktu yang diukur dari stimulus artefak
sampai defleksi pertama dari garis dasar
9.3. Amplitudo
Amplitudo (mV) adalah voltase yang diukur dari garis dasar
(baseline) sampai puncak negatif
9.4. Diagnosis Polineuropati perifer
Diagnosis NPTK secara Elektroneurografi (ENG) ditegakkan bila
ditemukan gambaran abnormal lebih dari 2 segmen saraf pada minimal 3
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. N. Tibialis
Ankle : 5,8 ± 1,9 (2,9)
Knee : 5,1 ± 2,2 (2,5)
d. N. Peroneus
Ankle : 5,1 ± 2,3 (2,5)
Below Knee : 5,1 ± 2,0 (2,5)
Above Knee : 5,1 ± 1,9 (2,5)
9.7. Neuropati tipe campuran
Diagnosis neuropati tipe campuran ditegakkan bila didapatkan
kombinasi antara neuropati tipe demielinisasi dan tipe aksonal pada satu
segmen saraf secara bersamaan
10. Toronto Clinical Scoring System (TCSS)
Toronto Clinical Scoring System merupakan sistem skor yang digunakan
untuk mendeteksi dan mengukur derajat berat suatu neuropati perifer
dalam hal ini yang disebabkan oleh kemoterapi. Pada TCSS neuropati di
diagnosis dengan menggunakan sistem skor yang terdiri dari 4 skor gejala
(rasa nyeri, baal, kesemutan dan kelemahan) yang dirasa pada tungkai
bawah, 1 skor gejala ataksia, 1 skor salah satu dari 4 gejala tersebut yang
dirasa pada tungkai atas, 4 skor pemeriksaan refleks patella dan achilles
untuk tungkai kiri dan kanan, dan 5 skor untuk pemeriksaan sensorik
(raba, suhu, nyeri, posisi dan vibrasi). Diagnosis NPTK dengan TCSS
ditegakkan bila terdapat total skor > 5 pada penderita KNF yang
mendapatkan kemoterapi cisplatin, dimana skor < 5 dinyatakan bukan
neuropati.
10.1. Skor Gejala
Skor Gejala merupakan Gejala subjektif seperti rasa nyeri, baal,
kesemutan dan kelemahan yang dirasakan subjek penelitian pada tungkai
bawah maupun tungkai atas, diketahui dengan jalan wawancara dan
dinyatakan dalam bentuk skor 0 (tidak ada keluhan) atau 1 (ada keluhan)
10.2. Skor Ataksia
Skor Ataksia adalah gejala ataksia yang merupakan ataksia
sensorik, disebabkan oleh gangguan dari serabut besar saraf sensorik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kriteria Inklusi
Bersedia
Anamnesis + Pemeriksaan
fisik (66 subjek)
Bandingkan
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tingkat Pendidikan
Rendah 19 28,8
Sedang 36 54,5
Tinggi 11 16,7
Status pekerjaan
Bekerja 38 57,6
Tidak bekerja 28 42,4
Jenis keganasan
KNF 43 65,2
Karsinoma mammae 11 16,7
Kasinoma sinonasal 4 6,1
Limfoma maligna non-hodgkin 2 3,0
Karsinoma lidah 2 3,0
Karsinoma parotis 2 3,0
Karsinoma tonsil 1 1,5
Karsinoma prostat 1 1,5
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Sebaran subjek berdasarkan diagnosis polineuropati menggunakan ENG dan
TCSS
Karakteristik neuropati Berdasarkan ENG Berdasarkan TCSS
(n= 66) (n= 66)
Universitas Indonesia
4.3 receiver operating characteristic (ROC) dan area under the curve (AUC)
Metode ROC adalah metode statistik yang merupakan hasil tarik ulur
antara nilai sensitivitas dengan spesifisitas pada berbagai alternatif titik potong
yang disajikan dalam bentuk grafik. Sensitivitas digambarkan pada ordinat Y,
sedangkan (1-Sensitivitas) digambarkan pada aksis X. Makin tinggi nilai
sensitivitas maka akan makin rendah spesifisitasnya dan sebaliknya. Dari prosedur
ROC akan didapatkan nilai AUC.
Dari kurva ROC, didapatkan bahwa skor TCSS memiliki nilai diagnostik
yang cukup baik karena sebagian besar kurva ROC menjauhi 50% dan mendekati
100%.
Nilai AUC yang diperoleh dengan metode ROC adalah sebesar 75,4%
(95% CI 62,9%-87,9%), dengan p < 0,001. Secara statitsik nilai 75,4% termasuk
sedang. Nilai AUC sebesar 75,4% artinya adalah apabila skor TCSS digunakan
untuk mendiagnosa polineuropati pada 100 penderita keganasan yang
mendapatkan kemoterapi cisplatin, maka kesimpulan yang tepat didapatkan pada
sekitar 75 orang. Berdasarkan interval kepercayaan, diketahui bahwa nilai AUC
skor TCSS pada populasi penderita keganasan yang mendapatkan kemoterapi
cisplatin berkisar antara 62,9%-87,9%.
Universitas Indonesia
1,2
1
0,8
0,6 Sensitivity
0,4 specificity
0,2
0
1 3 5 7 9 11 13
Universitas Indonesia
cisplatin. Hal ini berarti penderita dengan skor TCSS ≥ 4,5 atau ≥ 5 akan
didiagnosa sebagai Polineuropati perifer.
Berikut adalah tabel uji diagnostik polineuropati perifer berdasarkan TCSS
dengan standar baku yang biasa digunakan yaitu menggunakan alat ENG.
Tabel 4.4 Uji Diagnostik Polineuropati perifer menurut TCSS berdasarkan pemeriksaan
menggunakan alat ENG
Berdasarkan tabel 2x2 diatas, dengan cut-off point atau titik potong adalah
≥ 5, didapatkan subjek yang didiagnosis polineuropati oleh ENG dan TCSS
sebanyak 27 orang, subjek yang didiagnosis polineuropati oleh ENG namun tidak
dengan TCSS sebanyak 7 orang, subjek yang didiagnosis polineuropati oelh
TCSS namun tidak dengan ENG sebanyak 13 orang dan subjek yang tidak
didiagnosis polieneuropati baik oleh ENG maupun TCSS sebanyak 19 orang.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan tabel 2x2, maka didapatkan
sensitivitas 79,4% dan spesifisitas 59,4%, dan juga dapat ditentukan nilai prediksi
positif (NPP) dan nilai prediksi negatif (NPN) sebagai berikut:
Sensitivitas = a : (a + c) = 25 : (27 + 7) = 25 : 34 = 0,794 (sesuai pada tabel 4.5)
Spesifisitas = d : (b + d) = 19 : (13 + 19) = 19 : 32 = 0,594 (sesuai seperti pada tabel
4.5)
NPP = a : (a + b) = 27 : (27 + 13) = 27 : 40 = 0,675
NPN = d : (c + d) = 19 : (7 + 19) = 19 : 26 = 0,731
Tabel 4.5 kurva ROC dan efisiensi statistik TCSS untuk diagnosa polineuropati perifer
berdasarkan pemeriksaan dengan alat ENG
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
pada subjek yang terdiagnosis polineuropati dengan ENG dan TCSS sama (n=34).
Hal tersebut dapat memperlihatkan secara sederhana kemampuan skor TCSS
dalam mendiagnosis polineuropati sebaik kemampuan ENG.
Pada NPTK karena cisplatin, penurunan refleks tendon merupakan salah
satu gejala awal yang dapat terjadi karena cisplatin lebih banyak mempengaruhi
fungsi serabut saraf diameter besar bermielin. Komponen yang terdapat dalam
skor TCSS terdiri dari komponen gejala, pemeriksaan sensorik dan komponen
refleks tendon. Komponen tersebut mewakili pemeriksaan terhadap fungsi serabut
saraf dengan diameter besar dan kecil, bermielin dan tanpa mielin. 2,37 Studi oleh
Perkins menemukan bahwa komponen pemeriksaan refleks tendon skor TCSS
pada penderita polineuropati DM berkorelasi erat dengan tingkat keparahan
polineuropati yang didapatkan dari pemeriksaan ENG.37 Pada penelitian ini
didapatkan komponen abnormal terbanyak pada komponen pemeriksaan refleks
tendon (78,8%), hal ini dapat membuktikan bahwa skor TCSS memiliki
komponen pemeriksaan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan pada NPTK
karena cisplatin, khususnya untuk menilai gejala awal.
5.4 Reciever operating curve (ROC) dan area under the curve (AUC)
Pada perhitungan menggunakan metode ROC pada penelitian ini,
didapatkan nilai AUC yaitu sebesar 75,4%. Hal ini berarti bahwa TCSS
digunakan untuk mendiagnosa polineuropati pada 100 orang penderita keganasan
yang mendapatkan cisplatin, maka kesimpulan yang tepat dapat diambil pada 75
orang. Berdasarkan kurva ROC, skor TCSS memiliki nilai diagnostik yang cukup
baik karena sebagian besar kurva menjauhi 50% dan mendekati 100%. Selain itu
berdasarkan metode ROC juga didapatkan nilai Confidence Interval (CI) yaitu
(95% IK 62,9%-87,9%), hal ini berarti bahwa nilai AUC skor TCSS pada
populasi keganasan berkisar antara 62,9% - 87,9%, dengan nilai p < 0,001.
Beberapa studi lain yang menggunakan TCSS sebagai alat diagnostik
adalah studi uji diagnostik TCSS terhadap diagnosis polineuropati pada DM,
dimana terdapatnya kesamaan akan pola neuropati (polineuropati sistemik) dan
gejala (polineuropati simetrik distal) dengan NPTK membuat skor TCSS
diharapkan memiliki kemampuan yang sama terhadap diagnosis NPTK.12
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
skor TCSS dapat menentukan sebesar 79,4% gangguan polineuropati perifer bila
gangguan tersebut memang benar ada (positif benar). Spesifisitas dari titik potong
ini adalah 59,4%, yang berarti bahwa skor TCSS dapat menyingkirkan sebesar
59,4% gangguan polineuropati perifer bila memang gangguan tersebut benar-
benar tidak ada (negatif benar). Selain itu didapatkan pula NPP sebesar 67,5%,
yang berarti bahwa skor TCSS dapat menentukan 67,5% kemungkinan
polineuropati perifer ada (positif) bila memang benar-benar ada. Terdapat pula
NPN sebesar 73,1%, yang berarti skor TCSS dapat menentukan sebesar 73,1%
bahwa polineuropati perifer tidak ada (negatif) bila memang benar-benar tidak
ada.
Secara statistik, nilai sensitivitas dan spesifisitas dengan titik potong
optimal pada penelitian ini cukup baik. Namun nilai ini belum cukup untuk
menjadikan skor TCSS sebagai alat diagnostik yang unggul terutama untuk
skrining NPTK.
Pada Polineuropati perifer yang disebabkan oleh DM, skor TCSS
merupakan salah satu alat skrining yang baik jika dibandingkan dengan alat
skrining berdasar skor lainnya. Alat skrining lain yang telah dilakukan uji
diagnostik terhadap polineuropati DM dengan ENG sebagai standar baku adalah
skor Michigan neuropathy screening instrument (MNSI). MNSI merupakan alat
skrining yang terdiri dari komponen pemeriksaan refleks tendon, pemeriksaan
sensasi getar dan pemeriksaan status vaskular perifer (ulkus).42 Pada studi MNSI
yang dilakukan oleh Moghtaderi (2005), didapatkan sensitivitas sebesar 65% dan
spesifisitas sebesar 83% dengan titik potong optimal skor ≥ 2 (maksimal 8).42
Pada studi oleh Supriyanta, skor TCSS memiliki sensitivitas sebesar 86,6% dan
spesifisitas 94,1% dengan titik potong optimal pada skor ≥ 6. 38 Perbandingan dari
dua hasil studi tersebut menerangkan bahwa skor TCSS lebih unggul sebagai alat
skrining untuk polineuropati pada DM.
Jika dibandingkan dengan studi tersebut, maka kekuatan diagnostik skor
TCSS pada studi ini belum mencapai nilai yang maksimal, meskipun begitu, harus
diingat bahwa penelitian ini menggunakan TCSS untuk populasi yang berbeda.
Perbedaan ini dapat terlihat pada perbedaan titik potong yang diperoleh.
Supriyanta mendapatkan nilai sensitivitas tertinggi pada titik potong optimal ≥ 6
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pengendalian gula darah yang sesuai dengan konsensus yang ada. 44 Terakhir,
gejala klinis yang dialami penderita berjalan secara progresif dengan hasil variatif
namun dengan 81% tidak mengalami perbaikan dan 10% bahkan akan terus
memburuk.28,43
Pada NPTK, beratnya gejala klinis bergantung pada jenis agen kemoterapi
dan dosis yang diberikan. Cisplatin merupakan jenis agen kemoterapi yang paling
banyak menyebabkan neuropati, meskipun begitu gejala klinis yang ditimbulkan
tidak seberat bila dibandingkan dengan agen kemoterapi lain seperti taxane dan
vincristine.7,9,21 Gejala klinis yang timbul umumnya terjadi saat 1 hingga 3 bulan
setelah dosis akumulasi mencapai > 300 mg/m 2 dan gejala ini dapat terus
dirasakan hingga 6 bulan setelah kemoterapi dihentikan, meskipun demikian
gejala dapat mengalami perbaikan setelah 12 bulan dan akan terus membaik
hingga 48 bulan.21 Rerata durasi pada penelitian ini adalah 31,27 ± 36,73 hari
setelah tercapai dosis kumulatif > 300 mg/m2 dengan rerata usia 45,76 ± 10,53
tahun. Kedua faktor tersebut kemungkinan dapat mempengaruhi derajat neuropati
yang ada pada penelitian ini, namun terdapat beberapa studi lain yang mendukung
ringannya gejala NPTK yang ditimbulkan oleh cisplatin. Wiratman menemukan
bahwa semua penderita NPTK dengan usia dibawah 50 tahun sama sekali tidak
mengalami gejala klinis dan kurang lebih setengah (51,02%) dari penderita yang
berusia diatas 50 yang mengalami gejala klinis setelah dosis akumulasi > 300
mg/m2.41 Hilkens juga menemukan derajat NPTK yang ringan hingga sedang pada
71% subjek bahkan setelah kemoterapi dihentikan hingga 6 bulan. 7 Hal ini dapat
menunjukkan bahwa walaupun kekuatan diagnostik TCSS pada NPTK belum
mencapai nilai yang maksimal, telah didapatkan titik potong optimal untuk tujuan
skrining yang sesuai dengan karakteristik klinis dari populasi NPTK, khususnya
yang mendapat kemoterapi cisplatin.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini didapatkan nilai diagnostik untuk skor TCSS berupa
1. Didapatkan titik potong optimal ≥ 5 yang sesuai dengan karakteristik
gambaran klinis NPTK
2. Sensitivitas sebesar 79,4%
3. Spesifisitas sebesar 59,4%.
4. Komponen skor dalam TCSS juga dianggap mampu untuk menilai gejala
awal yang terjadi pada NPTK
5. Nilai diagnostik yang didapatkan cukup baik. Skor TCSS dapat digunakan
sebagai alternatif dalam skrining NPTK karena skor TCSS memiliki nilai
titik potong yang sesuai dengan karakteristik klinis NPTK dan belum ada
studi uji diagnostik lain yang diketahui menggunakan sistem skor terhadap
diagnosis NPTK.
6.2. Saran
1. Penelitian ini mengalami keterbatasan dalam hasil karena sampel yang kurang
mencukupi, karena itu diperlukan suatu penelitian lanjutan dengan metode yang
sama, namun dengan jumlah sampel yang mencukupi, sehingga diharapkan nilai
diagnostik yang didapatkan dapat lebih tinggi dan lebih baik.
2. Menggunakan skor TCSS sebagai alat skrining NPTK pada kegiatan praktek
sehari-hari.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. NL. Peripheral neuropathy: when the numbness, weakness and pain won’t
stop New York. Demos. MedPub; 2007.
2. Harati Y, Kwan J, Smyth S. Peripheral neuropathies and motor neuron
disease. Dalam Neurology secrets. Philadelphia: Elsevier; 2010.p. 97-120.
3. Al Cge. Chemotherapy induced neuropathy. Current treatment in
neurology. 2011; 13. p. 180-190.
4. Moould RF, Thai THP. Nasopharyngeal carcinoma: treatment and
outcome in the 20th century. British journal of radiology. 2002; 75:p. 307-
339.
5. Al Jae. Global cancer statistic. Cancer J Clin 2011;61: p. 69-90.
6. Quasthoff. Hartung HP. Chemotherapy induced peripheral neuropathy. J
neurol. 2002;249:p. 9-17.
7. Hilkens PHE, Van de ben MJ. Chemotherapy-induced peripheral
neuropathy. Journal of peripheral nervous system 2. 1997;:p. 350-361.
8. Hausheer FH, Schilsky RL. Bain S, Berghron EJ, Lieberman F. Diganosis,
management and evaluation of chemotherapy induced peripheral
neuropathy. Semin oncol. 2006; 33: p. 15-49.
9. Al Cge. Chemotherapy induced peripheral neurotoxicity assessment: a
critical revision of the currently available tools. EJCA. 2010; 46:p. 479-
494.
10. Al Hae. Neuroal involvement in cisplatin neuropathy: prospective clinical
and neurophysiological studies. Brain. 2007; 130:p.1076-1088.
11. Brill V, Tomioka S, Buchanan RA, Perkins BA. Reliability and validity of
the modified Toronto clinical neuropathy score in diabetic sensorimotor
neuropathy. Diabet Med. 2009; 26:p.240-6.
12. Davis LE, King MK, Schultz JL. Disorders of peripheral neuropathy.
Dalam Davis LE. Neurology in clinical practice. New york: Demos Pub;
2010. P.9-23.
13. HH S. Anatomic classification of peripheral nervous disorders. Dalam
Dyck. Peripheral neuropathy in clinical practice. New york: Oxford; 2010.
P.9-23
14. Thompson PD TP. Clinical patterns of peripheral neuropathy. Dalam
Dyck. Peripheral neuropathy. Philadelphia: Elsevier; 2005.p.1137-1163.
15. Wampler MA, Rosenbaum MH.Chemotherapy induced peripheral
neuropathy fact sheet. [Online}.;2006. Available
from:www.cancersupportivecare.com/nervepain.php.
16. Takimono CH CE. Principle of oncologic pharmacotherapy. Cancer
management. 2009;:p. 1-9.
17. Jaggis AS SN. Mechanism in cancer chemotherapic drug-induced
peripheral neuropathy. Toxicology. 2012; 291:p.1-9.
18. Sing P RKMRPD. Microtubule assembly dynamics: an attractive target for
anti cancer drugs. IUMBlife. 2008;6096):p.368-375.
19. Herskovitz S SH. Neuropathy caused by drugs. Dalam Dyck. Peripheral
neuropathy. Philadelphia: Elsevier; 2005.p.2553-2583.
20. JAW. Metal neuropathy. Dalam Dyck. Peripheral neuropathy. Phiadelphia:
Elsevier; 2005.p.2527-2551.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 1
KUISIONER PENELITIAN
Judul Penelitian:
“Uji diagnostik Toronto Clinical Scoring System terhadap diagnosis neuropati perifer
terinduksi kemoterapi”
Instruksi:
1. Isilah titik-titik sesuai dengan jawaban respoden
2. Tuliskan jawaban yang tidak ada dalam pilihan, di tempat yang tersedia
3. Cek kembali jawaban responden, jangan ada yang terlewat
Nomer Kuisioner:
Tanggal Wawancara:
I. IDENTITAS
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia :
4. Alamat :
5. Pendidikan :
6. Pekerjaan :
7. Status pernikahan :
8. No. Telepon :
Nilai GD2JPP :
Universitas Indonesia
Tungkai kiri:
Tendon patella
Tendon achilles
Total skor
Interpretasi: skor ≤ 5 : bukan neuropati; skor > 5 : neuropati; (6-8): neuropati ringan; (9-
11): neuropati sedang; (12-19) : neuropati berat
Universitas Indonesia
Lampiran 2
LEMBAR INFORMASI SUBJEK PENELITIAN
Bapak/Ibu Yth,
Saat ini kami dari Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia /RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo sedang melakukan penelitian
mengenai
dan pemeriksaan saraf indera perasa/sensorik seperti rasa nyeri, raba, suhu, getar
dan posisi tanpa membuat perlukaan (non-invasif).
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat akurasi dari instrumen
TCSS dibandingkan dengan alat ENG dalam mendeteksi adanya polineuropati
perifer khususnya pada penderita Karsinoma Nsofaring (KNF) yang mendapatkan
kemoterapi cisplatin. Dengan hasil penelitian ini diharapkan TCSS dapat
digunakan sebagai instrumen diagnostik alternatif untuk mendeteksi secara dini
polineuropati perifer pada penderita yang mendapatkan kemoterapi cisplatin
dengan cara yang lebih sederhana, cepat dan nyaman, sehingga penderita dapat
terhindar dari komplikasi kecacatan ataupun nyeri kronis yang tidak diinginkan.
Penelitian ini meliputi: wawancara, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan saraf
dan pemeriksaan fungsi saraf tepi dengan menggunakan instrumen TCSS dan
mesin XLtec. Pemeriksaan ini tidak dipungut biaya.Biaya pemeriksaan
sepenuhnya ditanggung oleh peneliti.
Bapak/ ibu berhak menolak untuk ikut dalam penelitian ini tanpa mengurangi
kualitas pelayanan dokter terhadap anda. Semua data penelitian ini akan
diperlakukan secara rahasia sehingga tidak memungkinkan orang lain untuk
mengetahuinya. Bila anda bersedia ikut serta, mohon membubuhkan tanda tangan
di formulir persetujuan yang telah disediakan.
Bapak/ ibu berhak untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan
dengan penelitian ini. Jika dibutuhkan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi
dr. Aldy Novriansyah, Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia / Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Nomor telpon yang dapat dihubungi: 08111014724.
Bila Bapak/ibu telah memahami isi lembar informasi ini dan bersedia
diikutsertakan dalam penelitian ini, Bapak/ibu dapat menandatangani lembar
persetujuan mengikuti penelitian.
Terima kasih.
Hormat saya,
Jakarta 2013
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta
LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Nama :
Umur :
Alamat :
No. Responden :
Dengan ini saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini secara sukarela
Jakarta, 2013
(___________________) (__________________
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Anggaran Penelitian
Universitas Indonesia
Lampiran 5
Jadwal penelitian
Bulan April Mei Juni Juli Agustus Sept Okt Nov Des
2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013
Referat Penelitian
Inisiasi rencana
Penelitian
Proposal penelitian
Pengurusan Etik
penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Seminar Hasil
Penelitian
Universitas Indonesia
Lampiran 6
Universitas Indonesia