Anda di halaman 1dari 75

SKRIPSI

2017

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DENGAN INFEKSI


OPORTUNISTIK KANDIDIASIS ORAL DI RUMAH SAKIT WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI - JUNI 2016

OLEH :
MARIA AYU F MONAR
C111 14 808

PEMBIMBING :
Dr. dr. RISNA HALIM MUBIN, Sp.PD.

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

2017

i
KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DENGAN INFEKSI
OPORTUNISTIK KANDIDIASIS ORAL DI RUMAH SAKIT WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI - JUNI 2016

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin

Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Maria Ayu F Monar

C111 14 808

Pembimbing :

Dr. dr. Risna Halim Mubin, Sp.PD

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

2017

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin dengan judul :

“Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik


Kandidiasis Oral di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Januari - Juni 2016”

Hari/Tanggal : Senin, 23 Oktober 2017

Waktu : 09.00 wita – selesai

Tempat : Departemen Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit

Pendidikan Universitas Hasanuddin

Makassar, 23 Oktober 2017

Dr. dr. Risna Halim, Sp.PD

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Maria Ayu F Monar
NIM : C111 14 808
Fakultas/Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Dokter
Judul Skripsi : Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Infeksi
Oportunistik Kandidiasis Oral di Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari -
Juni 2016

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. dr. Risna Halim, Sp.PD (..........................)

Penguji : Dr. dr. Harun Iskandar, Sp.PD, Sp.P(K) (..........................)

dr. Endy Adnan, Sp.PD, Ph.D (..........................)

Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 26 September 2017

iv
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Judul Skripsi :

“Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunisitik


Kandidiasis Oral di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Januari sampai Juni 2016”

Makassar, 26 September 2017

(Dr. dr. Risna Halim Mubin, Sp.PD)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan

skripsi ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin. Jutaan terima kasih dengan tulus ikhlas kepada kedua

orangtua yang telah dengan sabar, tabah, dan penuh kasih saying serta selalu

memanjatkan doa dan dukungannya selama masa studi penulis. Secara khusus

penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada Dr. dr.

Risna Halim Mubin, Sp.PD. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu dan sabar memberikan arahan, koreksi, dan bimbingannya tahap demi

tahap penyusunan skripsi ini. Waktu yang beliau berikan merupakan kesempatan

berharga bagi penulis untuk belajar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada :

1. Kepala Rumah Sakit Pendidikan Makassar dan staf

2. Kepala Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

dan staf

3. Pimpinan dan staf-staf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar

4. Seluruh keluarga dan dosen-dosen penulis yang juga telah memberikan

dorongan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Kepada tim penguji yaitu Dr. dr. Harun Iskandar, Sp.PD, Sp.P(K) dan dr.

Endy Adnan, Sp.PD, Ph.D atas berbagai saran untuk penulis

vi
6. Ibu tercinta Suwarti Wasugai dan Ayah tercinta Edward Monar yang telah

mengasuh, mendidik, membimbing serta memberikan semangat yang

penuh kasih

7. Seluruh mahasiswa teman sejawat Fakultas Kedokteran Univesitas

Hasanuddin angkatan 2014 “Neutrof14vine” atas inspirasi dan motivasi

yang diberikan

8. Kepada Winardi R, Priady Wira Prasetia, Edwin Putra Pomada yang

senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir

9. Para sahabat penulis yang selalu mendukung, Susan, Kevin Colin, Nendy,

Gebby, William, Satria, Teguh “#gengponi” yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi

10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan, untuk

itu dengan segala kerendahan hari, penulis menerima kritik dan saran dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala

keterbatasan yang ada, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang

banyak. Akhirnya penulis berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa

memberikan imbalan yang setimpal kepada semua pihak yang telah terlibat dalam

penyelesaian skripsi ini. Amin.

Makassar, November 2017

Penulis

vii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Agustus, 2017
Maria Ayu F Monar, C111 14 808
Dr. dr. Risna Halim Mubin , Sp.PD.
Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Kandidiasis
Oral di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari -
Juni 2016
(xvii + 58 halaman + lampiran)

ABSTRAK
Latar belakang : HIV adalah virus sitopatik yang berasal dari famili retrovirus
yang mampu menginfeksi tubuh dalam periode inkubasi yang lama dan
menyebabkan tanda dan gejala AIDS. Human immunodeficiency virus menyerang
sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh penderita
sehingga meningkatkan infeksi oportunistik seperti Kandidiasis Oral. >90%
individu yang terjangkit HIV mengalami infeksi oportunistik yang dapat
memperberat sistem kekebalan tubuh dan penyembuhan pasien.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross
sectional, melalui penggunaan rekam medik penderita HIV/AIDS dengan infeksi
oportunistik kandidiasis oral sebagai data penelitian. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan metode total sampling
Hasil : Jumlah penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016
didapatkan sebanyak 30 orang. Diketahui bahwa secara keseluruhan kelompok
jenis kelamin 23 orang (76,67%) diantaranya adalah laki-laki dan 7 orang
(23,33%) adalah perempuan, pasien pada usia < 25-35 tahun yaitu 17 orang
(56.67%), diikuti rentang usia 36-40 tahun yaitu 3 orang (10,00%), kemudian
rentang usia >40 tahun yaitu 10 orang (33,33%). Status gizi pada pasien 21 orang
(70,00%) yang memiliki gizi kurang, terdapat juga pasien dengan gizi normal
yaitu 6 orang (20,00%) serta pasien dengan gizi lebih yaitu 3 orang (10,00%) dan
kadar CD4 yaitu <100 yaitu 28 orang (93,33%), pasien dengan kadar CD4 100-
350 yaitu 1 orang (3,33%) dan pasien dengan kadar CD4 >350 yaitu 1 orang
(3,33%). Adapun faktor resikonya 28 orang (93,33%), kemudian faktor resiko
melalui perinatal yaitu 2 orang (6,67%), sedangkan faktor resiko melalui
paraenteral tidak didapatkan. Jumlah limfosit total yang didapatkan 27 orang
(90,00%) diantaranya memiliki jumlah limfosit total <1000 sedangkan sisanya
sebanyak 3 orang (10,00%) memiliki jumlah limfoit total >1200. Dari data yang
diperoleh, tidak ada pasien yang memiliki kadar limfosit 1000-1200.
Kesimpulan : Sebagian besar kasus HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik
Kandididiassi Oral di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari
– Juni 2016 adalah usia < 25- 35 tahun, laki-laki dengan faktor resiko melalui
seksual dan status gizi yang kurang. Selain itu sebagian besar memiliki kadar CD4
<100 sel/mm3, hitung limfosit total <1000 sel/mm3.
Kata Kunci : Karakteristik, HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Kandidiasis
Oral, Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar

viii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Agustus, 2017
Maria Ayu F Monar, C111 14 808
Dr. dr. Risna Halim Mubin , Sp.PD.
Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Kandidiasis
Oral di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari -
Juni 2016
(xvii + 58 halaman + lampiran)

Background: HIV is a cytopathic virus originating from a retroviral family that is


able to infect the body in long periods of incubation and cause signs and
symptoms of AIDS. Human immunodeficiency virus attacks the immune system
that causes a decrease in the body's immune system, thus increasing opportunistic
infections such as Oral Candidiasis. > 90% of individuals infected with HIV have
opportunistic infections that can aggravate the immune system and healing
process of the patient.
Methods: This research is descriptive with cross sectional design, through the use
of medical record of HIV / AIDS patients with opportunistic infections of oral
candidiasis as research data. Sampling technique using total sampling method.
Results: Number of HIV / AIDS patients with opportunistic infections of oral
candidiasis in Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar period January - June 2016
obtained were 30 individuals. It was found that overall group of 23 individuals
(76,67%) were male and 7 (23,33%) were female, patient at age <25-35 years old
were 17 individuals (56.67%), followed by age 36-40 years old were 3 individuals
(10.00%), then age >40 years old were 10 individuals (33.33%). Nutrition status
in 21 individuals (70.00%) were undernutrition, there are also 6 individuals
(20.00%) with normal nutrition and patients with overnutrition were 3 individuals
(10.00%) and CD4 levels <100 were 28 individuals (93.33%), patients with 100-
350 CD4 counts was 1 individual (3.33%) and patients with CD4 count> 350 cells
/ mm3 was 1 individual (3.33%). The risk factor were 28 individuals (93.33%),
then the perinatal risk factor were 2 individuals (6.67%), while the risk factor
through parenteral was not found. The total lymphocyte count obtained for 27
individuals (90.00%) were <1000 while the rest of 3 individuals (10.00%) had
total lymphocyte count >1200. From the data obtained, none of the patients had
1000-1200 lymphocyte count.
Conclusion: Most cases of HIV / AIDS with Opportunistic Infections Oral
Candidiasis in Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar period January - June 2016 is
<25- 35 years old, men with risk factors through sexual, and undernutrition. In
addition, most of the patients had CD4 levels <100 cells / mm3, calculated total
lymphocytes <1000 cells / mm3.
Keywords: Characteristics, HIV / AIDS with Oral Candidiasis Opportunistic
Infection Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital in Makassar

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ...................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv

DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.. ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.. .................................................................. 3

1.2.1 Rumusan Umum ............................................................ 3

1.2.2 Rumusan Khusus............................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian.. ................................................................... 3

x
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 3

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian.. ................................................................. 3

1.4.1 Manfaat Umum .............................................................. 3

1.4.2 Manfaat Khusus ............................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) ...................................... 5

2.1.1 Definisi ........................................................................... 5

2.1.2 Epidemologi ................................................................... 6

2.1.3 Transmisi HIV ................................................................ 8

2.1.4 Patofisiologi HIV ........................................................... 11

2.1.5 Pemeriksaan Laboratorium HIV .................................... 13

2.1.6 Penatalaksanaan ............................................................. 18

2.2 Infeksi Oportunistik ................................................................... 19

2.3 Kandidiasis ................................................................................. 22

2.3.1 Patogenesis ..................................................................... 24

2.3.2 Kandidiasis Oral ............................................................. 25

2.3.3 Diagnosis Kandidiasis .................................................... 29

2.3.4 Terapi Antifungi ............................................................. 32

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Teori ........................................................................... 33

3.2 Kerangka Konsep ....................................................................... 34

xi
3.3 Definisi Operasional ................................................................... 34

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 38

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 38

4.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 38

4.3.1 Populasi Penelitian ......................................................... 38

4.3.2 Sampel Penelitian ........................................................... 38

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 38

4.3.4 Kriteria Seleksi ............................................................... 39

4.4 Sumber data dan Instrumen Penelitian ....................................... 39

4.4.1 Sumber Data ................................................................... 39

4.4.2 Data Instrumen Penelitian .............................................. 39

4.5 Manajemen Data Penelitian ....................................................... 39

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................. 39

4.5.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................... 40

4.5.3 Penyajian Data ................................................................ 40

4.6 Etika Penelitian .......................................................................... 40

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Desain Penelitian ........................................................................ 41

5.2 Analisis Hasil Penelitian ............................................................ 41

BAB 6 PEMBAHASAN .................................................................................... 47

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

xii
7.1 Kesimpulan ............................................................................ 52

7.2 Saran ....................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 54

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Saat memulai terapi pada ODHA dewasa ................................... 6

Tabel 2.2 Tes Diagnostik untuk Infeksi HIV .............................................. 13

Tabel 2.3 Strategi Diagnosis Infeksi HIV oleh WHO ................................. 14

Tabel 2.4 Kriteria Interpretasi Tes anti-HIV dan Tindak Lanjutnya ........... 15

Tabel 2.5 Jenis Infeksi Oportunistik............................................................ 21

xiv
DAFTAR GRAFIK

Diagram 5.1 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin .......................... 43

Diagram 5.2 Distribusi pasien berdasarkan kelompok usia ........................ 43

Diagram 5.3 Distribusi pasien berdasarkan status gizi ................................ 44

Diagram 5.4 Distribusi pasien berdasarkan kadar CD4 .............................. 45

Diagram 5.5 Distribusi pasien berdasarkan faktor resiko ........................... 46

Diagram 5.6 Distribusi pasien berdasarkan julah limfosit total .................. 46

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Prevalensi pasien HIV di secara global ................................... 2

Gambar 2.1 Hubungan antara Infeksi Oportunistik dengan Jumlah

CD4 ...........................................................................................20

Gambar 2.2 Gambar Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut

Penyakit Penyerta Tahun 2007-2016 ........................................22

Gambar 2.3 Kandidiasis Atrofi Akut ............................................................27

Gambar 2.4 Kandidiasis Hiperplasik Kronis .................................................28

Gambar 2.5 Kheilosis Kandida .....................................................................29

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Penelitian

2. Surat Izin Permohonan Penelitian

3. Surat Izin Pengambilan Rekam Medik

4. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

5. Surat Keterangan Selesai Penelitian

6. Data Pasien HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Kandidiasis Oral

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

7. Hasil Uji Statistik

8. Biodata Diri Penulis

xvii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala

atau infeksi yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV).

Human immunodeficiency virus menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga

menyebabkan penurunan daya tahan tubuh penderita. Pada penderita AIDS,

penurunan kemampuan sistem kekebalan tubuh berkaitan erat dengan tingkat

kejadian infeksi oportunistik (Kalalo, et, al., 2012). Permasalahan HIV/AIDS

merupakan masalah global, berdasarkan United Nation Programme on

HIV/AIDS (UNAIDS) terdapat peningkatan penderita HIV/AIDS pada tahun

2010 terdapat 3.3 juta kasus sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan

terhadap kasus HIV/AIDS yaitu sebanyak 36.7 juta kasus (Unaids, 2015) dan

pasien dengan HIV/AIDS di Indonesia mencapai 690.000 kasus. Infeksi

opurtunistik (IO) adalah infeksi mikroorganisme akibat adanya kesempatan

untuk timbul pada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan. Pengidap

HIV di Indonesia cenderung mudah masuk ke stadium AIDS karena

mengalami IO. Data Departemen Kesehatan RI (2007) menunjukkan proporsi

IO pada penderita AIDS di Indonesia adalah Kandidiasis Mulut (80,8%).

Secara epidemiologi menurut laporan World Health Organization (WHO)

tahun 2001 frekuensi Kandidiasis Oral (KO) antara 5,8% sampai 98,3%.

Kejadian KO dihubungkan dengan faktor-faktor predisposisi seperti usia,

jenis kelamin, kebiasaan merokok, penggunaan antiretroviral oral. Menurut

1
penelitian Shiboski dan kawan-kawan, kejadian KO meningkat pada usia

lebih dari 35 tahun. Faktor predisposisi untuk timbulnya KO pada pasien

dengan HIV&AIDS disebabkan terutama oleh faktor jumlah sel CD4 yang

menurun. Patofisiologi terjadinya KO pada pasien HIV&AIDS diperankan

oleh beberapa faktor seperti virulensi dari spesies kandida, imunitas selular

yang diperankan terutama oleh sel CD4 dan imunitas alamiah oleh sel

keratinosit rongga mulut. Timbulnya gejala klinis sangat tergantung antara

kolonisasi Candida spp. Pada mukosa mulut, virulensi Candida spp., dan

kerusakan dari sistem imun mukosa dan progresifitas dari infeksi HIV

(Egusa, et, al., 2008). Insidens dari candidiasis oral meningkat setelah

seseorang terjangkit HIV. Telah dilaporkan bahwa lebih dari 90% individu

yang terjangkit HIV mengalami infeksi oportunistik pada saat tertentu

perjalan penyakit HIV penderita (Rajendran,2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui karateristik pasien HIV/AIDS dengan Kandidiasis oral dan

hubungan antara HIV/AIDS dengan kandidiasis oral.

2
Gambar 1.1 Prevalensi pasien HIV di secara global (WHO, 2015)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian “Bagaimana Karakteristik Pasien HIV/AIDS dengan

Infeksi Oportunistik Kandidiasis Oral?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karateristik pasien HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karateristik pasien HIV dengan kandidiasis oral

berdasarkan jenis kelamin dan usia.

2. Untuk mengetahui karateristik pasien HIV dengan kandidiasis oral

berdasarkan status gizi.

3. Untuk mengetahui distribusi kadar CD4 pada penderita HIV dengan

kandidiasis oral.

4. Untuk mengetahui faktor resiko pada penderita HIV dengan

kandidiasis oral.

5. Untuk mengetahui jumlah limfosit total pada penderita HIV dengan

kandidiasis oral.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian diharapkan dari penelitian ini antara lain :

3
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan tehadap

karateristik pasien HIV/AIDS dan dapat membantu tenaga klinis agar

lebih mudah dalam menegakkan diagnosis pasien HIV/AIDS dengan

infeksi oportunistik kandidiasis oral.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah

maupun sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

3. Sebagai pengalaman yang berharga sekaligus menambah wawasan bagi

peneliti terutama dalam mengaplikasikan ilmunya di masyarakat

sekaligus sebagai syarat untuk menyelesaikan studi fakultas kedokteran

UNHAS.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)

2.1.1 Definisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang

menyebabkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) dan AIDS ialah

suatu kondisi ketika limfosit dan sel-sel darah putih mengalami kerusakan

sehingga melemahkan sistem pertahanan alami tubuh (Kalalo, et, al., 2012).

HIV merupakan virus yang menyelimuti RNA dan termasuk anggota

Lentivirinae berasal dari kata Lenti yang berarti lambat sehingga dapat

diartikan sebagai siklus infeksi yang berjalan dengan lambat. Virus ini

menyebabkan penurunan kekebalan tubuh karena virus karena virus ini

merupakan retrovirus yang memiliki enzim reverse transcriptase sehingga

dapat merubah RNA berupa single strain menjadi double strain DNA

(dsDNA) dalam sel host (Anderson, et, al,.2008). Virus ini menghancurkan

sel-sel CD4 yang berfungsi melawan infeksi pada sistem kekebalan tubuh.

Hal tersebut menyebabkan tubuh sulit untuk melawan terjadinya infeksi.

HIV dapat berkembang lebih lanjut menjadi AIDS (Aquired

Immunodeficiency Syndrome). Berkembangnya HIV menjadi AIDS

membutuhkan waktu sekitar 2 – 15 tahun tergantung individu masing-

masing (WHO, 2015). Ketika sudah memasuki stadium AIDS, seseorang

akan beresiko tinggi terkena infeksi oportunistik (Aptriani dkk, 2013).

5
2.1.2 Epidemologi

Karateriktik epidemologi infeksi HIV berbeda menurut wilayah

geografis dan tergantung pad acara penularan, upaya pencegahan

pemerintah dan sumber daya, serta faktor budaya (Anderson, et, al,. 2008).

Saat ini epidemi AIDS dunia sudah memasuki dekade ketiga, namun

penyebaran infeksi HIV terus berlangsung dan merampas kekayaan setiap

negara karena sumber daya manusia produktifnya menderita (Nasronudin,

2007). Secara global, jumlah orang yang terinfeksi HIV masih bervariasi.

Berikut merupakan data epidemi penderita HIIV dan AIDS berdasarkan

laporan WHO tahun 2015 seperti yang tertera pada Tabel II.1.

Tablel 2.1 Epidemi Global Penderita HIV dan AIDS

(WHO,2015)

Karateristik
Keterangan penderita Jumlah
HIV/AIDS

Jumlah orang hidup Total 36,7 juta

dengan HIV (ODHA) Dewasa 34,9 juta

tahun 2015 Anak-anak (<15 tahun) 1,8 juta

Orang yang baru Total 2,1 juta

terinfeksi HIV tahun Dewasa 1.9 juta

2015 Anak-anak (<15 tahun) 150.000

Penderita AIDS Total 1,1 juta

meninggal dunia Dewasa 1,0 juta

tahun 2015 Anak-anak (<15 tahun) 110.000

6
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia masih menjadi masalah

kesehatan utama. Hingga saat ini HIV AIDS sudah menyebar di 390 dari

498 kabupaten atau kota di seluruh provinsi di Indonesia. Berbagai upaya

penanggulangan sudah dilakukan oleh Pemerintah bekerja sama dengan

berbagai lembaga di dalam negeri dan luar negeri. Sejak dilaporkan sampai

dengan tahun 2005 (859 kasus) hingga 2013 (29.037 kasus) kasus HIV

meningkat cukup signifikan. Sedangkan dilaporkan pada Maret 2015 bahwa

kasus HIV menurun yaitu 7.212 kasus. Kasus AIDS di Indonesia

menunjukkan hasil fluktiatif. Angka AIDS tahun 2005 sebanyak 5.153

kasus kemudian menurun pada tahun berikutnya (2006) yaitu 3.692 kasus.

Kemudian angka tersebut meniingkat terus hingga tahun 2013 mencapai

10.163 kasus. Dilaporkan hingga Maret 2015 angka AIDS menurun yaitu

595 kasus (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2015).

Sejak pertama kali dilaporkan (1987) hingga Maret 2015 jumlah

kumulatif kasus HIV sebanyak 167.350 orang, sedangkan jumlah kumulatif

kasus AIDS sebanyak 66.835 orang. Angka tersebut tersebar di seluruh

Indonesia dengan jumlah kumulatif HIV terbanyak adalah DKI Jakarta

(35.716). 10 besar provinsi dengan kasus HIV tertinggi berturut-turut adalah

DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Jawa Tengah, Bali, Sumatra

Utara, Kepulaun Riau, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan (Ditjen PP &

PL, Kemenkes RI, 2015).

7
2.1.3 Transmisi HIV

Transmisi HIV yang utama diklasifikasikan menjadi tiga cara, yaitu

melalui seksual, paraenteral, dan perinatal.

2.1.3.1 Transmisi HIV melalui Seksual

Transmisi seksual merupakan prevalensi tertinggi terhadap

epidemologi HIV di beberapa negara. Pada tahun 2008, di Canada

diperkirakan 44% dari orang yang baru terinfeksi HIV dikaitkan dengan

pria yang memiliki seks dengan laki-laki (LSL) sementara sekitar 36%

adalah melalui hubungan heteroseksual (Public Health Agensy of

Canada, 2012). Sedangkan prevalensi transmisi HIV secara

heteroseksual di duni mencapi angka 85% (Anderson, et, al., 2008).

Berdasarkan laporan Ditjen PP&PL Kementrian RI tahun 2014, di

Indonesia transmis tersebar terjadi karena heteroseksual (61,5%).

Hubungan seksual terutama melalui anal dan vaginal adalah

transmisi utama HIV yang paling umum. Virus ini dapat ditemukan

dalam cairan semen, cairan vagina, dan cairan serviks. Virus akan

dekonsentrasi dalam cairan semen, terutama bila terjadi peningkatan

jumlah limfosit dalam cairan, seperti pada keadaan peradangan genitalia

misalnya urethritis, epididymitis, dan kelaian lain yang berkaitan dengan

penyakit menular seksual sperti sifilis, herpes, gonorrhea, klamida, dan

trikomoniasis ( Anderson, et, al., 2008).

Virus dapat juga ditemukan pada cairan serviks dan cairan vagina.

Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah

karena hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan mudah

8
robek, anus sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal,

kemungkinan transmisi HIV dari laki-laki ke perempuan diperkirakan

sekitar 20 kali lebih besar daripada perempuan ke laki-laki. Hal ini

disebabkan oleh paparan HIV secara berkepanjangan pad mukosa,

vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi

(Nasronudin, 2014).

Tindakan pencegahan penularan melalui seksual yang dapat

dilakukan adalah meningkatkan edukasi kepada para remaja, penggunaan

kondom saat berhubungan, dan mengurangi peirlaku berhubungan

seksual beresiko tinggi. Selain itu juga dapat dilakukan pengobatan pada

penyakit menular seksual. Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah

melaui vaksin HIV (Anderson, et, al,. 2008).

2.1.3.2 Transmisi HIV melaui Paraenteral

Transmisi paraenteral dari HIV secara luas meliputi infeksi karena

paparan darah yang terkontaminasi dari jarum suntik, infus injeksi

dengan jarum bekas, penerimaan produk darah, dan transplantasi organ.

Pecandu narkoba dengan jarum suntik merupakan penyebab utama

transmisi HIV melalui paraenteral (Anderson, et, al,. 2008). Bagi

pengguna NAPZA secara paraenteral, rsiko penularan memalui jarum

yang terkontaminasi sebsesar 0,7-0,8% (Public Health of Canada, 2012).

Diperkirakan bahwa 90-100% orang yang mendapat transfuse

darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV saat ini

jarang terjadi dengan meningkatnya perhatian dan semakin baiknya tes

penapisan (Nasronudin, 2014).

9
Pencegahan dpat dilakukan antara lain menghentikan

penyalagunaan narkoba, mendapatkan jarum dari sumber yang jelas dan

terpercaya (misalnya, apotek), tidak pernah menggunakan kembali

perlengkapan apapun, menggunakan prosedur steril dalam semua

kegiatan suntik, dan membuang perlengkapan yang digunakan (artinya

tidak membuangnya sembarangan) (Anderson, et, al., 2008).

2.1.3.3 Transmisi HIV melalui Perinatal

Transmisi melalui perinatal atau penularan secara vertikal adalah

penyebab paling umum infeksi HIV pada pediatri. Kebanyakan infeksi

terjadi selama atau dekat dengan waktu kelahiran, meskipun sebagian

kecil dapat terjadi di dalam rahim. Faktor-faktor yang meningkatkan

kemungkinan penularan vertikal antara lain pecah ketuan

berkepanjangan, korioamnionitis, infeksi genital selama kehamilan,

kelahiran premature, berat lahir kurang dari 2.500 g, penggunaan narkoba

selama kehamilan, dan viral load yang tinggi saat kehamilan (Anderson,

et, al., 2008). Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang

terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan

setelah melahirkan melalui pemberian ASI. Angka penularan selama

kehamilan sekitar 5-10% sewktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian

ASI 10-20% (Nasronudin, 2014).

2.1.4 Patofisiologi HIV

Seseorang yang terinfeksi HIV biasa disebut dengan ODHA (Orang

dengan HIV dan AIDS) . Sebagian besar ODHA tidak tahu ada virus

10
tersebut di dalam tubuhnya karena setelah terinfeksi mereka tidak langsung

sakit. Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaaan serologi

HIV masih menunjukkan hasil negatif, sementara virus telah ada sebenarnya

dalam jumlah yang banyak. Masa ini disebut dengan window period

(periode jendela), orang yang terinfeksi ini sudah dapat menularkan kepada

orang lain. Periode ini berlangsung selama 3-12 minggu (Depkes,2006).

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,

sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap

terinfeksi. Kebanyakan ODHA tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala

dari suatu penyakit) untuk jangka waktu yang panjang hingga bertahun-

tahun sebelum masuk pada tahap AIDS dimana penderita menunjukkan

gejala. Walaupun tidak menunjukkan keluhan gejala, namun sebetulnya

mereka telah dapat menulari orang lain (Nasronudin, 2007).

Perjalanan penyakit infeksi yaitu (Depkes, 2006; Nasronudin, 2007):

1. Transmisi virus (berlangsung 2-3 minggu)

2. Infeksi HIV primer disebut sindrom retroviral akut (berlangsung 2-3

minggu)

3. Serokonversi

4. Infeksi kronik asimtomatis (berlangsung sekita 8-10 tahun)

5. Infeksi kronis simtomatis

6. AIDS (indicator sesuai dengan CDC 1993 atau jumlah CD4<200/mm³

7. Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4<50/mm³

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus

mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4

11
berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting.

Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang

progresif. Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis

tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi virus yang tinggi,

10 partikel tiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai denagn mutase HIV

dan seleksi , muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV,

terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa

mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekita 109 sel setiap

hari. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV

membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat .

Selain itu juga dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T,

akibatnya perjalanan penyakinya biasanya lebih progresif (Zubairi dan

Samsuridjal, 2014).

2.1.5 Pemeriksaan Laboratorium HIV

Diagnosis awal infeksi HIV penting untuk menghindari penularan

lebih lanjut. Saat ini, sekitar sepertiga dari pasien HIV saat awal diagnosis

sudah memiliki immunodeficiency dengan jumlah limfosit T-CD4 di bawah

200/ml atau tela memasuki stadium AIDS. Setiap wanita hamil harus

ditawarkan tes HIV. Tes HIV penting dalam keamanan transfusi darah dan

organ (Noah, 2012).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2013 tentang

Penanggulangan HIV dan AIDS pemeriksaan diagnosis HIV dilakukas

berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencacatan,

12
pelaporan, dan rujukan. Prinsip konfidensiat berarti hasil pemerksaan harus

dirahasiakn dan hanya dapat dibuka kepada yang bersangkutan, tenaga

kesehatan yang menangani, keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan ,

pasangan seksual, dan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.. pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS (Konseling

dan Tes HIV Sukarela) atau TPIK (Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan

dan Konseling) artinya dilakukan dengan persetujuan pasien.

Pemeriksaan laboratorium HIV digunakan untuk menegakkan

diagnose HIV. Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk

menentukan adanya infeksi HIV. Salah satu cara penentuan serologi HIV

yang dianjurkan adalh ELISA karena mempunyai spesifitas 98-99% dan

sensivitas 93-98%. Pemeriksaan serologi HIV sebaiknya dilakukan dengan

tiga metode yang berbeda (Nasronudin, 2014). Jenis tes diagnostik untuk

infeksi HIV dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2 Tes Diagnostik untuk Infeksi HIV (Nasronudin, 2014)

Skrining

Enzyme-linked immunoassay (EIA, ELISA) untuk HIV-1 dan HIV-2, atau

keduanya

Konfirmasi

Western bolt (B) untuk HIV-1 dan HIV-2

Indirect immunofluorescence assay (IFA) untuk HIV-1

Radioimmunoprecipitation antibody assay (RIPA) untuk HIV-1

Lain-lain

ELISA untuk HIV-1 p24 antigen

13
Polymerase Chaun Reaction (PCR) untuk HIV-1

Untuk diagnosis infeksi HIV, WHO menetapkan tiga strategi seperti yang

tertera pada Tabel II. 3.

Tabel 2.3 Strategi Diagnosis Infeksi HIV oleh WHO

Strategi I

Dipakai untuk pelayan atau transplantasi dan surveilans (di daerah

prevalensi tinggi > 10%). Bahan klinik yang harus diperiksa

menggunakan satu jenis pemeruksaan yang harus memiliki sensivitas

yang tinggi. Bahan klinik yang reaktif dinyatakan positif sedangkan yang

tidak reaktif diyatakan negatif.

Strategi II

Dipakai untuk diagnosis klinik infeksi HIV dan surveilans HIV pada

populasidan prevalensi rendah. Bahan klinik diperiksa dengan dua jenis

pemeriksaan. Pemeriksaan pertama harus lebih sensitif (sensivitas > 99%)

dibandingkan pemeriksaan kedua (spesifitas > 98%), memakai antigen

atau prinsip reaksi berbeda dari pemeriksaan pertama reaktif dan

pemeriksaan kedua juga reaktif maka dinyatakan hasil pemerksaan positif

HIV. Bila pemeriksaan pertama reaktif sedangkan pemeriksaan kedua

tidak reaktif, harus diperiksa ulang. Bila hasilnya tetap sama dinyatakan

intermediate. Tetapi bila pada pemeriksaan ulang, didaptkan pemeriksaan

pertama tidak reaktif dan pemeriksaan kedua juga tidak reaktif maka

hasilnya dinyatakan HIV negatif.

Strategi III

Bahan klinik diperiksa menggunakan tiga jenis metode pemeriksaan.

14
Pemeriksaan pertama harus lebuh sensitive (sensivitas > 99%) dan

pemeriksaan kedua harus menggunakan antigen atau prinsip pemeriksaan

yang berbeda dari yang pertama. Pemeriksaan yang ketiga harus

menggunakan antigen atau prinsip pemeriksaan yang berbeda dari yang

pertama dan kedua. Jika pemeriksaan pertama tidak reaktif hasil

dinyatakan negatif. Tetapi bil pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga

reaktif maka hasil dinyatakan positif. Jika pada pemeriksaan pertama

reaktif, pemeriksaan kedua reaktif, dan pemeriksaan ketiga tidak reaktif

atau pemeriksaan pertama reaktif, pemeriksaan kedua tidak reaktif, dan

pemeriksaan ketiga reaktif maka dinyatakan intermediate.

Keputusan klinis dari hasil pemeriksaan anti HIV dapat berupa

positif, negative, dan intermediate. Berikut adalah interpretasi hasildan

tindak lanjut yang perlu dilakukan menurut Permenkes 87 tahun 2014

tertera pada Table II.4.

Tabel 2.4 Kriteria Interpretasi Tes anti-HIV dan Tindak Lanjutnya

(Permekes 87 tahun 2014)

Hasil Tes Kriteria Tindak Lanjut

Positif Bila hasil A1 reaktif, Rujuk ke Pengobatan HIV

A2 reaktif dan A3

reaktif

Negatif • Bila hasil A1 non • Bila tidak memiliki perilaku

reaktif berisiko, dianjurkan perilaku

• Bila hasl A1 reaktif hidup sehat.

tapi pada • Bila berisiko, dianjurkan

15
pengulangan A1 pemeriksaan ulang

dan A2 non reaktif minimum 3 bulan, 6 bulan,

• Bila salah satu dan 12 bulan dari

reaktif tapi tidak pemeriksaan pertama sampai

beresiko satu tahun

Intermediate • Bila dua hasil • Tes perlu diulang spesimen

tes reaktif baru minimal setelah 2

• Bila hanya 1 tes minggu dari pemeriksaan

reaktif tetapi yang pertama

mempunyai • Bila hasil tetap intermediate,

resiko atau dilanjutkan dengan

pasangan pemeriksaan PCR.

berisiko • Bila sarana pemeriksaan

PCR tidak memungkinkan,

rapid tes diulang 3 bulan, 6

bulan, dan 12 bulan dari

pemeriksaan yang pertama.

Bila sampai satu tahun hasil

tetap intermediate dan faktor

risiko rendah, hasil dapat

dinyatakan sebagai negatif.

HIV juga dapat dideteksi melalui amplifikasi komponen atau gen

HIV sebelum dapat ditentukan melaui ELISA atau Western bolt. Cara ini

16
dapat memperkecil hasil negatif palsu pada infeksi HIV dini. Deteksi dini

adanya HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan teknik PCR (Polimerase

Chain Reaction). Teknik ini dilakukan apabila serologi beberapa kali,

beberapa metode tidak konklusif. Berbagai metode PCR dapat meliputi

DNA-PCR, RNA-PCR, DNA assay, p24 antigen capture (Nasronudin,

2014). PCR direkomendasikanuntuk mendiagnosis anak berumur kurang

dari 18 bulan. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan

untuk diperiksa dengan tes virologis paing awal pada umur 6 minggu

(Permenes 87 tahun 2014).

Bila anamnesis didapatkan faktor risiko pendukung, pemeriksaan

fisik didaptkan gejala dan tanda infeksi, pemeriksaan laboratorium

menunjukkan seropositif HIV, dengan atau pemeriksaan Wester bolt,

langkah diagnostic berikutnya adalah melaukan pemeriksaan untuk

menentukan status imun (limfosit total, CD4), viral load, evaluasi terhadap

infeksi sekunder dana tau malignasi sehingga dapat ditetapkan stadium

penyakit, prognosis serta strategi penatalaksanaan.

Hitung limfosit total biasa digunakan sebagai penanda imunosupresi

saat tidak tersediannya pemeriksaan CD4, karena hitung limfosit total

mudah diperoleh melalui pemeriksaan darah lengkap ruitn. Terdapat

beberapa penelitian yang menunjukkan dan hubungan antara CD4 dengan

hitung limfosit total pada pasien HIV, namun beberapa penelitian lainnnya

justru menunjukkan tidak ada hubungan. Penelitian oleh Angelo,

menunjukkan hitung limfosit total 1.700 sel/mm3 memiliki positive

predictive value hanya 31,1% untuk jumlah CD4<200 sel/mm3 dengan

17
sensitivitas 76,3%, namun menunjukkan tidak ada korelasi. Menurut Made,

Nilai hitung limfosit total didapatkan mayoritas mengalami penurunan

hitung limfosit total <1000 sel/mm3 (62,9%) dan memiliki korelasi dengan

penurunan pada CD4 <200 sel/mm3. Penelitian terbaru Morpeth,

menunjukkan bahwa terdapatnya manifestasi mukokutan, hitung limfosit

total<1200sel/mm3, adalah prediktor kuat terhadap kadar CD4 200sel/

mm3.

2.1.6 Penatalaksanaan

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan

secara total. Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang

amat meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anri

HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan

morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS

menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV

dicapai melaui pulihnya sitem kekebalan akibat HIV dan pulihnya

kerentanan ODHA terhadap infeksi oportunistik.

Secara umum, penatalaksanaan ODHA terdiri atas beberapa jenisn,

yaitu :

1. Pengobatan untk menekan replikasi virus HIV dengan obat

antiretroviral (ARV).

2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai jenis infeksi dan kanker yang

menyertai infeks HIV/AIDS, seperti; jamur, tuberkolosis, hepatitis,

toksoplasma, sarkoma Kaposi, limfoma, kanker serviks.

18
3. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang

lebih baik dan pengobatan yang pendukung lain seperti dukungan

psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu

menjaga kebersihan.

Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat

ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat

berkurang.

2.2 Infeksi Oportunistik

Saat ini HIV memiliki angka kematian yang tinggi, dimana yang dapat

mengancam penderita HIV bukan hanya dari virus sendiri namun infeksi

oportunistik (IO) dan koplikasi-komplikasinya juga dapat meneyebabkan

kematian (Lubis, 2011). Infeksi Opoertunistik (IO) merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas Orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Untuk

mengelola IO dengan baik, praktisi kesehatan memerlukan data epidemologis

mengenail spektrum IO (Ariani dan Suryana, 2014). Infeksi oportunistik

memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan mereka, kualitas hidup, biaya

perawatan kesehatan, dan kelangsungan hidup mereka (Moges dan Kassa,

2014).

Infeksi oportunistik (IO) dapat didefinisikan sebagai infeksi progresif yang

disebabkan oleh mikroorganisme dan sifat pathogen atau tidak. Keadaan

tersebut dapat menyebabkan penyakit seriuss ebagai efek predisposisi

penyakit lain atau suatu terapi (Rahier, et, al,. 2013). Definisi lain

menyatakan bahwa IO adalah infeksi yang lebih sering atau lebih parah

19
karena terjadi penurunan sistem imun pada seseorang yang terinfeksiHIV. IO

merupakan manifestasi klinis utama dari HIV (Moges dan Kassa, 2014).

Infeksi oportunistik terjadi ketika jumlah CD4 < 200 sel/mm3 atau total

lymphocyte count < 1200/mm3 . Lebih dari 80% IO disebabkan 28 patogen

(Lubis, 2011). Hubungan antara jumlah CD4 dengan infeksi oportunistik

terdapat Gambar 2.2

Gambar 2.1 Hubungan antara Infeksi Oportunistik dengan Jumlah CD4

(Lubis, 2011)

Infeksi yang timbul pada penderita HIV bergantung pada stadium infeksi

HIV, riwayat infeksi, virulensi dari organisme yang terinfeksi, dan faktor

terkait host (Lubis, 2011). Infeksi ini dapat ditimbulkan karena mikroba

(bakteri, jamur, dan virus) yang berasal dari luar tubuh, mauoun yang sudah

ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal terkendali oleh

sistem imun. Berikut merupakan daftar infeksi oportunistik yang dikutip dari

CDC (2015).

20
Tabel 2.5 Jenis Infeksi Oportunistik (CDC, 2015)

Jenis Infeksi Oportunistik

1. Kandidiasis

2. TB

3. Coccidiodomycosis

4. Cryptococcus

5. Cryptoposporidos

6. Cytomegalovirus disease (CMV)

7. Herpes Simplex (HSV)

8. Ensefalopati

9. Histoplasmosis

10. Septicimia

11. PCP (Pneumocystis Carinii Pneumonia)

12. Kaposi’s sarcoma

13. Limfoma

14. Toxoplasmosis di otak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moges dan Kassa (2014) di

Debre Markos Refferal Hospital, Northwest Ethiopia, prevalensi IO sebagai

berikut kandidiasis oral 50 (11,8%), diare kronik lebih dari satu bulan 42

(9,9%), TB 41 (9,7%), kandidasis esophagus 19 (4,5%), pneumonia 13

(3,1%), Cryptococcus meningitis 2 (0,5%), PCP 12 (2,8%), dan septicemia 2

(0,5%). Profil IO di Indonesia hingga Maret 2016 yaitu tuberkolosis 170

kasus, kandidiasis 132 kasus, diare 99 kasus, dermatitis 22 kasus,

limfadenopati geberalisata persisten 14 kasus, toksoplasmosis 9 kasus, herpes

21
zoster 6 kasus, herpes simplex 4 kasus, PCP 1 kasus seperti yang tertera pada

Gambar 2.2 (Ditjen PP7PL, Kemenkes, 2016).

Berdasarkan data-data tersebut mengatasi IO merupakan masalah yang

mendesak. IO sebagian besar dapat diiobati namun bila sistem imun rendah

makan IO dapat kambuh atau bahakan dapat timbul IO yang lain. Pengelolaan

IO dilakukan dengan evaluasi pendahuluan meliputi penilaian psikososial,

anamnesia umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, konseling, dan

rujuakan (Ariani dan Suryana, 2014).

2.3 Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh spesies Candida

dimana raginya umum ditemukan di lingkungan sekitar kita. Candida adalah

organisme komensal dan membrane mukosa pada manusia (Powderly, 2013).

Candida spp. Merupakan bagian dari kulit normal, genitourinary, dan

microflora saluran cerna. Bahkan, C. albicans telalh diisolasi sampai dengan

65% dari individu yang sehat tanpa tanda-tanda penyakit klinis (Thompson,

et, al., 2010). Kandidiasis adalah infeksi primer atau sekunder dari genus

Candida, terutama Candida albicans (Suyoso, 2013). Strain lai yang

22
dilaporkan antar lain C. glabarata, C. tropicalis, C. krusei, tetapi strain

tersebut prevalensi tidak begitu besar (Hoffman, 2012).

Respon imun cell-mediated terutama sel CD4 penting dalam

mengendalikan kandidiasis mukokutan. Neutrofil penting dalam resistensi

terhadap kandidiasis sitemik terjadi bilan Candida masuk ke dalam aliran

darah terutama pada saat ketahanan fagositik host menurun (Nasronudin,

2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 359 pasien yang

terinfeksi HIV dengan kandidiasis yang terbagi menjadi 273 kandidiasis oral

dan 86 kandidiasis vagina dilaporkan bahwa 50% disebabkan karena C.

albicans diikuti dengan C. glabrata (21.4%), C. dubliniensis (13.3%,

dilaporkan pertama kali di Iran), C. krusei (9.8%), C. kefyr (3.1%), C.

parapsilosis (1.6%), dan C. tropicalis (0.8%) (Badiee, et, al., 2010).

Spektrum infeksi kandida beragam mulai dari kandidiasis orofaringeal,

esophagitis, onimikosis, vulvovaginitis, kandidiasis kulit, kandidiasis

sistemik, serta invasive kandidiasis termasuk kandedemia (Khan, et, al.,

2012).

Kandidiasis oral umumnya disebabkan C. albicans, dapat juga C.

dubliniensis. Penelitian pada tahun 2007 di Surabaya, kandidiasis oral pada

pasien HIV/AIDS didapat C. albicans 35,29% dan C. non-albicans 64,71%

(C. tropicalis 29,41%, C. dubliniensis 14,71%, C. glabarata 14,71% dan C.

guilliermondii 5,88%). (Suyoso, 2013). Kejadian kandidiasis dapat digunakan

sebagai indicator menurunnya imun (aidsinfo, 2015). Berdasarkan penelitian

di UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2013, kandidiasis

23
merupakan jenis kulit yag paling banyak terjadi pada pasien HIV/AIDS

dengan kandidiasis oral (81,8%), kandidiasis orofaring (13,9%), oral hairy

leukoplakia (2,7%), cheilitis (0,6%), serta stomatitis (0,6%) (Dewi dan

Hidayati, 2015).

2.3.1 Patogenesis

Genus Candida terdiri dari lebih dari 150 spesies jamur 'ragi-seperti'

asporogen. Anggota genus ini tersebar di mana-mana, bertahan sebagai

saprophytes di tanah dan lingkungan perairan, serta menjajah beberapa

waduk hewan. Mayoritas spesies Candida tidak dapat tumbuh pada suhu 37

° C dan oleh karena itu, biasanya tidak terkait dengan kolonisasi manusia.

Namun beberapa spesies tetap bertahan sebagai mikroorganisme komersil

dalam manusia dan ini dapat bertindak sebagai patogen oportunistik pada

individu yang lemah. Candida albicans adalah spesies yang paling sering

dikaitkan dengan pembawaan oral normal pada manusia, terjadi di mulut

hingga 80% individu sehat (David and Michael, 2011).

Perubahan dari eksistensi Candida yang tidak berbahaya terhadap

keadaan patogen dapat terjadi setelah perubahan lingkungan rongga mulut

menjadi satu hal yang menguntungkan pertumbuhan Candida. Penyebab

perubahan tersebut adalah faktor predisposisi untuk infeksi Candida

(candidosis) dan paling sering ini terkait dengan melemahnya pertahanan

kekebalan inang. Infeksi yang disebabkan oleh Candida paling sering

dangkal, terjadi pada permukaan mukosa lembab pada individu yang

menderita debilitasi ringan. Pada pasien yang sangat immunocompromised,

infeksi dapat bersifat sistemik dan signifikan karena kematiannya yang

24
tinggi. Untuk menyoroti hal ini, pada pasien unit perawatan intensif tingkat

mortalitas untuk individu dengan candidosis sistemik adalah sekitar 30-

50%. Beberapa dekade terakhir telah melihat peningkatan yang signifikan

dalam kejadian semua bentuk candidosis dan ini mencerminkan perubahan

dalam praktik medis dengan penggunaan prosedur operasi invasif yang lebih

luas, penggunaan terapi imunosupresif yang lebih luas serta antibiotik

spektrum luas. Kunci peningkatan candidosis oral, bagaimanapun, adalah

eskalasi infeksi HIV dan AIDS.

2.3.2 Kandidiasis Oral

Kandidiasis oral (terjadi pada mukosa mulut) disebut sebagai trush

(Torok, et, al., 2010). Kandidiasis oral (KO) merupakan kandidiasis mukosa

yang tersering di Indonesia dimana kemudai dapat menyebabkan hairy

leukoplakia pada fase lebih lanjut. Timbulnya KO sering sebagai indikasi

pertama dari infeksi HIV baik akut maupun kronis. Pasien mengeluh gejalan

antara lain panas terbakar, perubahan rasa, kesulitan menelan cairan maupun

makanan padat, kadang-kadang simtomatis. CD4 kurang dari 200 sel/mm3

marupakan faktor resiko terjadinya kandidiasis oral, sedanglan bila kurang

dari 100 sel/mm3 akan timbul juga kandidiassi kuku. Tampak seperti oral

trush khas yang berhubungan dengan hairy leucoplakia atau mengenai

esofagus (Suyoso, 2013). Kandidiasis oral paling sering ditemukan pada

penderita HIV (Akpan dan Morgan, 2002).

Kemampuan speises kandida bertahan pada permukaan mukosa

mulut dari individu yang sehat adalah faktor virulensi penting. Insiden

25
bervariasi tergantung usia dan faktor predisposisi tertentu. Faktor resiko

termasuk gangguan fungsi kelenjar ludah, obat, gigi palsu, diet tinggi

karbohidrat, merokok, diabetes mellitus, Cushing syndrome, keganasan,

serta kondisi immunosupresif (Akpan dan Morga, 2002 ; Monica dan Gupta,

2013).

Berikut adalah bentuk kandidiasis oral menurut Suyoso (2013) :

1. Kandidiasis Pesudomembran Akut

Tampak plak putih seperti sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah

dan permukaan oral lainnya. Plak tersebut terdiri atas kumpulan hifa

dan sel ragi, sel radang, bakteri sel epitel, debris makanan dan jaringan

nekrolitik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa eritematosa atau

mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali.

2. Kandidiasis Atrofi Akut

Disebut juga midline glossitis, kandidosis antibiotik, glossodynia,

antibiotic tongue, atau kandididosis aritematosa akut. Merupakan

kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut akibat menumpuknya plak.

Daerah yang terkene tampak khas sebagai lesi eritematosa, simetris,

tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering

hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal

dan ada rasa nyeri (Gambar 2.3). Sering berhubungan dengan

pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik, inhalasi

maupun topikal.

26
Gambar 2.3 Kandidiasis Atrofi Akut (Williams and Lewis, 2011)

3. Kandidiasis Atrofi Kronis

Disebut juga denture stomatitis, denture-sore mouth. 60% terjadi

pada usia 65 tahun , wanita lebih sering terkena. Gambaran khas berupa

eritema kronis dan edema di sebagian palatum di bawah prosthesis

maksilaris. Ada 3 stadium yang berawal dari lesi bitnik-bintik

(pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal duktus kelenjar mukosa

palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan

peradangan seluruh area yang menggunakan gigi palsu. Bila tidak

diobati pada tahap selanjutnya terjadi hiperplasia papilar granularis.

Kandida atrofi kronis sering diserati kheilosis candida, tidak

menunjukkan gejala atau hanya gejala ringan. C. albicans lebih sering

ditemukan pada permukaan gigi palsu daripada di permukaan mukosa.

Bila ada gejala, umumnya pada pasien dengan peradangan granular atau

generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri

ringan sampai berat.

27
4. Kandidiasis Hiperplastik Kronis

Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dari bercak

putih, yang hampir tidak teraba sampai plak kasar yang merekat erat

pada lidah, platum atau mukosa bukal (Gambar 2.5). keluhan umumnya

rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Plak disini tidak dapat

dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral oleh sebab lain yang

sering dihubungkan dengan rokok sigaret dan keganasan. Terbanyak

pada pria, umumnya di atas 30 tahun dan perokok.

Gambar 2.4 Kandidiasis Hiperplasik Kronis (Williams and Lewis,

2011)

5. Kheilosis Kandida

Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas

ditandai eritem, fissure, maserasi dan pedih pada sudut mulut (Gambar

2.6). Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan menjilat bibir

atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura

mulut. Juga karena hilangnya dimensi vertikal pada 1/3 bawah muka

karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan gigi palsu yang jelek

28
dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan ka ndidiasis atrofi

kronis karena pemakaian gigi palsu.

Gambar 2.5 Kheilosis Kandida (Shahzad, et, al., 2014)

Empat bentuk tersering yang berhubungan dengan infeksi HIV

adalah kandidiasis pseudomembran akut, kandidiasis atrofi akut, kheilosis

candida, dan kandidiasis hiperplastik kronis. 32 kasus KO pada penderita

HIV/AIDS dideteksi di Ruang Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi

(RPIPI) RSUD Dr. Soetommo Surabaya. Diagnosis KO ditegakkan

berdasarkan gambaran klinis, sediaan basah, kultur Candida pada agar

CHROM, agar Corneal-Tween 80 dan uji fermentasi karbohidrat dilaporkan

bahwa dari 32 kasus KO, gambaran klinisnya berupa 16 kasus kandidiasis

pseudomembrans akut (50%), 10 kasus kandidiasis eritematosus akut

(31,25%), 4 kasus kandidiassis hiperplastik kronik (12,12%), 1 kasus

perleche (Suyoso, 2013).

2.3.3 Diagnosis Kandidiasis

Diagnosis infeksi jamur invasi pada umumnya dilakukan dengan

evaluasi yang teliti terhadap gejala klinis , hasil tes serologi, dan

29
pemeriksaan histopatologi. Menurut Suyoso (2013) diagnose untuk

kandidiasis ditegakkan dengan cara sebagai berikut :

1. Anamnesis dan gambaran klinis yang jelas.

Termasuk plak putih atau eritema difus, pada KO lihat gejala klinis

KO.

2. Pemeriksaan langsung dengan larutan KOH/ larutan Salin tampak

budding yeast cells dengan atau tanpa pseudohifa (gambaran seperti

untaian sosis) atau hifa. Bila ada hifa berarti infeksinya kronis. Hanya

C. albicans dan C. tropicalis yang dapat membentuk hifa sebenarnya

selain budding yeast dan pseudohifa. Pada candida non-albicans

terutama, C. glabarata, C. parapsilosis, C. krusei dan S. cerevisiae

tampak hanya budding yeast dan biasanya lebih sulit dilihat dengan

mikroskop, perlu pembesaran yang lebih besar. Spesimen harus baru

dan segera diperiksa. Leukosit dala jumlah normal (<30 sel/lp). Bila

jumlah leukosit banyak / berlebihan (>30 sel/lp) berarti ada infeksi

campuran non-spesifik.

3. Pengecetan Gram

Jamur (budding yeast cell, biastospora, pseudohifa, hifa) tampak

positif Gram dan sporanya lebih besar dari bakteri. Pemeriksaan

langsung KOH atau Gram harus dilakukan pada kandidisis mukosa dan

apabila hasilnya positif, sudah dapat menyokong diagnosis. Leukosit

dala jumlah normal (<30 sel/lp). Bila jumlah leukosit banyak /

berlebihan (>30 sel/lp) berarti ada infeksi campuran non-spesifik.

30
4. Spesimen harus baru dan kultur dapat dilakukan dengan media sebagai

berikut :

a. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan antibiotik.

Candida spp. Umumnya tidak terpengaruh oleh sikloheksmid yang

ditambahakan pada media selektif jamur pathogen, kecuali bebeapa

galur C. tropicalis, C. krusei, C. parapsilosis yang tidak tumbuh

karena sensitive terhadap sikloheksmid. Kultur tumbuh dalam 24-

72 jam.

b. CHROM agar Candida

Pada CHROM agar Candida masing-masing koloni spesies

Candida mempunyai warna khas yaitu C. albicans bewarna hijau

apel, C. dubliniensis bewarna hijau tua, C. glabarata bewarna

merah muda (pink) sampai ungu dan besar, C. tropicalis bewarna

biru tua kadang-kadang merah muda, C. krusei bewarna merah

muda pucat, besar, datar, dan permukaan kasar, C. parapsilosis

bewarna putih kotor (off white) sampai merah mudah pucat, C.

guilliermondii bewarna merah muda sampai ungu kecil. C.

dubliniensis hanya dapat diidentifikasi dengan CHROMagar

Candida, tidak dapat hanya dengan media SDA atau Potato

Dextrose Agar oleh karena akan terdiagnosis sebagai C. albicans.

c. Fenomena Reynolds Braude

Identifikasi C. albicans dapat denagn melihat fenomena Reynolds

Braude, yakni memasukkan jamur yang tumbuh pada kultur ke

dalam serum atau koloid (albumin telur) dan diinkubasi selama 2

31
jam pada suhu 37ºC. Di bawah mikroskop akan tampak germs

tubes (bentukan seperti kecambah) yang khas pada C. albicans.

d. Cornmeal agar dengan Tween 80 atau Nickerson

polysaccharidetrypan blue (Nickerson-Mankowski agar)

Pada suhu 25ºC, digunakan untuk menumbuhkan klamidonkonidia

yang umumnya hanya ada pada C. albicans dan tumbuh dalm 3

hari.

e. Tes Karbohidrat (fermentasi dan asimilasi)

Untuk identifikasi spesies Candida secara lebih tepat.

5. PCR

Dapat mendeteksi pada wanita yang anamnesis ada kandidisis

vulvo vagina tapi asimtomatik, dengan PCR 28,8% positif

dibandingkan dengan kultur 6,6%.

6. Histopatologis

Pilihan untuk diagnosis leukoplakia kandida. Tampak hifa di dalam

epitel superfisial, akantosis, parakeratosis menunjukkan kedalaman

invasi hifa, perdangan intraepitel terutama sel polimorfonuklear, edema

dan peradangan kronis dalam dermis. Pencegahan dengan Periodic

acid-Schiff (PAS).

2.3.4 Terapi Antifungi

Antifungii merupakan obat yang diberikan dengan tujuan untuk

mengurangi pertumbuhan fungi, menyebuhkan pasien, mencegah transmisi

32
perkembangan fungi lain, memutuskan rantai penularan, dan mencegah

terjadinya resistensi. Antifungi dapat diberikan secara sistemik dan lokal.

33
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Penularan melaui Faktor Demografi :


cairan tubuh -Usia
(Transfusi darah, Infeksi HIV -Jenis Kelamin
Penasun, -Status Pernikahan
-Pekerjaan
Hubungan seksual,
Sel Limfosit T-CD4 -Tingkat Pendidikan
Perinatal, Petugas
Menurun
Kesehatan)

Sistem imun Terlambat diagnosis


menurun dan pengobatan

Terapi ARV yang


Infeksi tidak adekuat
Kebersihan rongga Opportunistik
Stadium klinis
mulut

Gaya hidup Infeksi Jamur


Pem. Larutan KOH
Sp. Candida
Debilitas ringan Pewarnaan Gram
Candidiasis Oral
Immunocompromised Kultur Jamur

Status Gizi Histopatologis

34
3.2 Kerangka Konsep

Jenis Kelamin dan Usia

Status Gizi

Karakteristik Penderita
HIV/AIDS dengan Infeksi Kadar CD4
Oportunistik Kandidiasis Oral
Limfosit Total

Faktor Resiko

3.3 Definisi Operasional

1. Jenis Kelamin dan Usia

Jenis Kelamin

Definisi : Identitas subjek berdasarkan organ seksualnya

Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai dengan

yang tercantum pada rekam medik

Hasil ukur : Laki-laki / Perempuan

Skala : Nominal

Usia

Definisi : Lamanya hidup seseorang mulai lahir hingga saat

penderita didiagnosis HIV/AIDS dengan infeksi opostunistik KO

Alat ukur : Rekam medik pasien

35
Cara ukur : Dengan mencatat variabel usia sesuai dengan yang

tercantum pada rekam medik

Hasil ukur :

• < 25-35 tahun

• 36-40 tahun

• > 40 tahun

Skala : Ordinal

2. Status Gizi

Definisi : Keadaan gizi pasien yang tercantum dalam rekam medik .

Cara pengukuran BB/(TB)m2

Alat ukur : Rekam medik

Cara ukur : Dengan mencatat variabel status gizi sesuai dengan yang

tercantum pada rekam medik.

Hasil ukur :

• Kurang : < 18,5

• Baik : ≥ 18,5 – 24,99

• Lebih : ≥ 25

Skala : Ordinal

3. Kadar CD4

Definisi : Jumlah hitung marker sistem kekebalan tubuh (CD4) yang

diperiksa dalam pemeriksaan HIV sesuai dengan yang tercantum pada

rekam medik.

Alat ukur : Rekam Medik

36
Cara ukur : Dengan mencatat variabel jumlah CD4 sesuai dengan

yang tercantum pada rekam medik.

Hasil ukur :

• <100

• 100-350

• >350

Skala : Nominal

4. Faktor Resiko

Definisi : Suatu kondisi yand dapat meningkatkan kejadian suatu

penyakit.

Alat Ukur : Rekam Medik

Cara Ukur : Dengan mencatat variabel faktor resiko sesuai dengan

yang tercantum pada rekam medik.

Hasil Ukur :

• Seksual

• Perinatal

• Peraenteral

Skala : Nominal

5. Jumlah Limfosit Total

Definisi : Jumlah limfosit sel total yang beredar dalam sirkulasi

darah.

Alat Ukur : Rekam Medik

Cara Ukur : Dengan mencatat variabel jumlah limfosit total sesuai

dengan yang tercantum dalam rekam medik.

37
Hasil Ukur :

• <1000

• 1000-1200

• >1200

Skala : Nominal

38
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional dengan

desain penelitian cross sectional yang dimaksudkan untk mendeskripsikan

karateristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral

berdasarkan data dari rekam medik di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar yang

terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 11 Tamalanrea Makassar dengan

waktu pelaksanaan selama Agustus 2017 – November 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua penderita HIV/AIDS dengan

infeksi oportunistik kandidiasis oral di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar

periode Januari-Juni 2016.

4.3.2 Sampel Penelitian

Besar sampel yang digunakan sama dengan jumlah populasi.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total

sampling, yaitu mengambil seluruh penderita HIV/AIDS infeksi

39
oportunisitik kandidiasis oral di RS Wahidin Sudirohusodo periode Januari-

Juni 2016 yang memenuhi kriterian seleksi.

4.3.4 Kriteria Seleksi

4.3.4.1 Kriteria Inklusi

Pasien HIV/AID dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral yang

tercatat di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar pada periode

dilaksanakannya penelitian.

4.3.4.2 Kriteria Eksklusi

Data rekam medik yang tidak lengkap, yakni tidak memiliki

variabel yang diteliti.

4.4 Sumber data dan Instrumen Penelitian

4.4.1 Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh

melaui rekam medik subjek penelitian.

4.4.2 Data Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rekam medik.

4.5 Manajemen Data Penelitian

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak

pemerintah dan RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Kemudian nomor

rekam medik pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral

40
dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan di bagian Rekam Medik

RS Wahidin Sudirohusodo Makssar. Setelah itu, dilakukan pengamatan dan

pencacatan langsung ke dalam kuesioner yang telah disediakan.

4.5.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik yang

dibutuhkan ke dalam kuesioner dengan menggunakan program computer

Microsoft Excel untuk memperoleh hasil statistic deskriptif yang

diharapkan.

4.5.3 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan

diagram untuk menggambarkan karateristik penderita HIV/AIDS dengan

infeksi oportunistik kandidiasis oral disertai penjelasan yang sesuai di RS

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.6 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah

dan rumah sakit sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas sampel penelitian sehingga diharapkan

tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang disebutkan

sebelumnya.

41
BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama Agustus hingga Oktober 2017 di RSUP Dr

Wahidin Sudirohusodo, Makassar, untuk mengetahui karakteristik penderita

HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusoso Makassar periode Januari - Juni 2016. Hasil penelitian didapatkan

dari data rekam medis pasien. Adapun jumlah sampel yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi berjumlah 30 buah. Analisa data yang terkumpul diolah

menggunakan Microsoft Excel 2010. Data disajikan dalam bentuk tabel dan

disertai dengan penjelasan.

Sejak bulan Januari – Desember 2016, pasien yang terdiagnosis

HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral di RSUP Dr Wahidin

Sudirohusodo berjumlah 59 orang. Jumlah data rekam medis yang tersedia

berjumlah 54 data. Sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, sampel yang

meemenuhi kriteria inklusi sebanyak 30 orang, sedangkan yang tereksklusi

sebanyak 24 orang.

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Karakteristik penderita HIV/AIDS dan infeksi oportunistik kandididasis

oral pada penelitian ini dibagi menjadi 6 kategori, yaitu usia, jenis kelamin, status

gizi, faktor resiko, kadar CD4 dan limfosit total. Adapun hasilnya sebagai berikut:

42
Tabel 5.1

Distribusi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik


kandidiasis oral di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Juni 2016
yang menjadi sampel penelitian

Karateristik n (30) %
a. Jenis Kelamin
• Laki-laki 23 76.67
• Perempuan 7 23.33
b. Usia
• <25-35 tahun 17 56,67
• 36-40 tahun 3 10,00
• >40 tahun 10 33,33
c. Status Gizi
• Kurang 21 70,00
• Normal 6 20,00
• Lebih 3 10,00
d. Kadar CD4
• <100 28 93,33
• 100-350 1 3,33
• >350 1 3,33
e. Faktor Resiko
• Seksual 28 93,33
• Perinatal 2 6,67
• Paraenteral 0 0,00
f. Limfosit Total
• <1000 27 90,00
• 1000-1200 0 0,00
• .1200 3 10,00

Dari table 5.1 dapat diketahui bahwa

Menurut jenis kelamin, dari 30 sampel pasien HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral terdapat 23 orang (76,67%) diantaranya adalah laki-

laki dan 7 orang (23,33%) diantaranya adalah perempuan. Gambaran distribusi

pasien berdasarkan kelompok jenis kelamin tampak dalam diagram 5.1

43
Diagram 5.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

23,33%

Laki-laki
76,67% Perempuan

Dari 30 sampel pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunstik kandidiasis

oral, proporsi tertinggi terdapat pada rentang usia <25-35 tahun yaitu 17 orang

(56.67%), diikuti rentang usia 36-40 tahun yaitu 3 orang (10,00%), kemudian

rentang usia >40 tahun yaitu 10 orang (33,33%). Hal ini menunjukkan distribusi

penderita HIV/AIDS dengan infeksi oprtunistik kandidiasis oral menurut usia,

terbanyak pada dekade ke dua yaitu pada rentang usia <25-35 tahun. Gambaran

distribusi pasien berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada diagram 5.2

Diagram 5.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok usia

Usia

33,33%
<25-35
56,67%
36-40
10,00%
>40

44
Dari data rekam medik yang diperoleh, pasien HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral berdasarkan status gizi yaitu 21 orang (70,00%) yang

memiliki gizi kurang, terdapat juga pasien dengan gizi normal yaitu 6 orang

(20,00%) serta pasien dengan gizi lebih yaitu 3 orang (10,00%). Gambaran

distribusi pasien berdasarkan status gizi tampak dalam diagram 5.3

Diagram 5.3 Distribusi pasien berdasarkan status gizi

Status Gizi

10%

20%
Kurang
Normal
70%
Lebih

Berdasarkan kadar CD4 pada penderita HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral terdapat pasien dengan kadar CD4 <100 yaitu 28

orang (93,33%), pasien dengan kadar CD4 100-350 yaitu 1 orang (3,33%) dan

pasien dengan kadar CD4 >350 yaitu 1 orang (3,33%). Gambaran distribusi

pasien berdasarkan kadar CD4 dapat dilihat di diagram 5.4

45
Diagram 5.4 Distribusi pasien berdasarkan kadar CD4

Kadar CD4
3,33% 3,33%

<100
100-350
>350
93,33%

Menurut faktor resiko yang dialami oleh penderita HIV/AIDS

dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral diperoleh hasil faktor resiko tertinggi

melalui hubungan seksual yaitu 28 orang (93,33%), kemudian faktor resiko

melalui perinatal yaitu 2 orang (6,67%), sedangkan faktor resiko melalui

paraenteral tidak didapatkan. Gambaran distribusi pasien berdasarkan faktor

resiko tampak dalam diagram 5.5

46
Diagram 5.5 Distribusi pasien berdasarkan faktor resiko

Faktor Risiko
0,00% 6,67%

Seksual
Parenteral

93,33% Perinatal

Dari 53 penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral,

27 orang (90,00%) diantaranya memiliki jumlah limfosit total <1000 sedangkan

sisanya sebanyak 3 orang (10,00%) memiliki jumlah limfoit total >1200. Dari

data yang diperoleh, tidak ada pasien yang memiliki kadar limfosit 1000-1200.

Gambaran distribusi pasien berdasarkan penangnan tampak pada diagram 5.6

Diagram 5.6 Distribusi pasien berdasarkan julah limfosit total

Kadar Limfosit Total


0%
10%

<1000
1000-1200
>1200
90%

47
BAB 6

PEMBAHASAN

Dari seluruh pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-

Juni 2016 terdapat 54 pasien yang terdiagnosis HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral. Dari data rekam medis yang diperoleh, terdapat 30

sampel yang masuk kategori inklusi.

Menurut laporan Kementerian Kesehatan RI (2012) bahwa proporsi laki-

laki 3 kali lebih tinggi dari perempuan. Untuk distribusi pasien HIV/AIDS dengan

infeksi oportunistik kandidiasis oral berdasarkan jenis kelamin, seperti yang

diuraikan pada diagram 5.1, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita

HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral dijumpai pada laki-laki

yaitu sebanyak 23 orang (76,67%) sedangkan perempuan yaitu 7 orang (23,33%).

Sesuai dengan penelitian lain diluar negeri menurut Capoluongo dan kawan-

kawan, Maria Bravo dan kawan-kawan, dan Wabale dan kawan-kawan, 76%

subjek penelitian mayoritas adalah pria. Menurut Shiboski dan kawan-kawan yang

melakukan penelitian kohort prospektif di Amerika Serikat pada awal tahun 1990,

kejadian KO pada pria sedikit lebih tinggi dari wanita.

Berdasarkan distribusi penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik

kandidiasis oral, proporsi tertinggi terdapat pada rentang usia <25-35 tahun yaitu

17 orang (56.67%), diikuti rentang usia 36-40 tahun yaitu 3 orang (10,00%),

kemudia rentang usia >40 tahun yaitu 10 orang (33,33%) yang diuraikan dalam

diagram 5.2 dan berdasarkan pada laporan Kementerian Kesehatan RI (2012)

bahwa sebesar 75,4% AIDS terjadi pada kelompok umur 20-39 tahun. Secara

48
epidemiologi kejadian KO banyak terjadi pada usia produktif. Menurut Egushi

dan kawan-kawan kejadian KO lebih banyak terjadi pada kelompok usia 35 tahun

dibanding usia yang lebih muda, hal ini disebabkan karena sel limfosit T banyak

diproduksi di timus terutama pada usia remaja yang kemudian mulai mengalami

involusi pada usia dewasa.

Berdasarkan status gizi yaitu 21 orang (70,00%) yang memiliki gizi

kurang, terdapat juga pasien dengan gizi normal yaitu 6 orang (20,00%) serta

pasien dengan gizi lebih yaitu 3 orang (10,00%) pada diagram 5.3. Status gizi

pasien HIV juga merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan

pasien, selain pemberian ARV karena berkaitan dengan kualitas hidup,

progresivitas penyakit, kelangsungan hidup dan status fungsional dari pasien.

Status gizi yang buruk pada pasien HIV/AIDS disebabkan karena asupan gizi

yang tidak adekuat, adanya perubahan laju metabolisme tubuh, perubahan

mekanisme kerja traktus digestivus, interaksi obat dengan zat gizi. Keadaan

malnutrisi ini dapat menyebabkan turunnya imunitas, meningkatkan resiko untuk

terkena infeksi oportunistik, dan mempengaruhi absorbsi obat ARV dalam tubuh.

Tahap akhir dari keadaan malnutrisi ini adalah HIV wasting syndrome. Oleh

karena itu, status gizi yang buruk pada pasien HIV dapat mempercepat

progresivitas penyakit menjadi AIDS, mortalitas yang meningkat dan penurunan

waktu harapan hidup (Anderson K,Pramudo S,Sofro M, 2017).

AIDS merupakan penyakit sistem imun manusia yang disebabkan oleh

virus HIV. Defek imunitas seluler terkait dengan AIDS dapat menjadikan orang

yang terinfeksi beresiko terhadap berbagai infeksi oportunistik. Infeksi yang

disebabkan oleh jamur Candida merupakan infeksi yang paling umum, yaitu

49
jamur dimorfik yang biasanya ada dalam rongga mulut dalam keadaan

nonpatogenik pada indivudu sehat, tetapi di bawah kondisi yang menguntungkan

jamur Candida memiliki kemampuan untuk berubah menjadi bentuk hifa patogen

(yang menyebabkan penyakit). Infeksi HIV mengarah pada hilangnya kompetensi

imunitas, gambaran yang paling mencolok adalah penurunan sel T CD4+.

Imunosupresi biasanya didahului oleh periode laten secara klinis yang lama.

Selama infeksi fase asimptomatik, jumlah sel T CD4+ masih mendekati normal

tetapi fungsi sel T CD4+ tampaknya terganggu, seperti yang ditunjukkan oleh

kegagalan sel T CD4+ berproliferasi dalam respon untuk mengingat antigen,

mitogens, dan alloantigen HLA dan defek produksi sitokin T-helper 1 (Th1),

seperti interleukin-2 (IL-2) dan gamma interferon (IFN- ˠ). Hasil proses patogen

ini adalah kerusakan jaringan limfoid, menyebabkan imunosupresi berat. Ketika

jumlah sel T CD4+ jatuh di bawah 200 sel μl darah-, AIDS dapat didiagnosis.

Respon imun terhadap HIV dan pathogen lainnya kolaps, dan pasien sangat rentan

terhadap infeksi oportunistik yang disebabkan oleh mikroorganisme yang

biasanya dikendalikan dengan baik oleh imunitas yang diperantarai sel, seperti

jamur Candida. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penderita HIV/AIDS

dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral bahwa pasien dengan kadar CD4

<100 yaitu 28 orang (93,33%), pasien dengan kadar CD4 100-350 yaitu 1 orang

(3,33%) dan pasien dengan kadar CD4 >350 yaitu 1 orang (3,33%) yang diuraikan

dalam diagram 5.4. Jamur Candida adalah organisme komensal dalam mulut dari

orang sehat, ada kemungkinan bahwa mekanisme pertahanan membatasi

proliferasi pada status carrier terganggu selama proses multifase infeksi HIV

(Lestari, 2013).

50
Penyakit menular Seksual (PMS) diduga dapat meningkatkan kejadian HIV dan

AIDS. Dengan adanya PMS dapat meyebabkan gangguan pertahanan epitel

normal. Luka pada alat kelamin atau karena adanya penumpukan sel yang

terinfeksi, (limfosit atau makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Menurut

penelitian epidemiologi dari Afrika sub sahara, Eropa dan Amerika Utara

menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4x lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat

adanya luka pada alat kelamin yang sebagian besar karena cancroids/sifilis. Risiko

ini akan semakin meningkat karena adanya PMS lain seperti clamedia, GO, dan

kerusakan makrofag (Susilowati,2009). Hal ini sejalan dengan distribusi penderita

HIV/AIDS dengan infeksi oprtunistik kandidiasis oral di RSUP Dr. Wahidin

Suidrohusodo diperoleh hasil faktor resiko tertinggi melalui hubungan seksual

yaitu 28 orang (93,33%), kemudian faktor resiko melalui perinatal yaitu 2 orang

(6,67%), sedangkan faktor resiko melalui paraenteral tidak didapatkan yang

diuraikan dalam diagram 5.5.

Dari 30 penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral,

27 orang (90,00%) diantaranya memiliki jumlah limfosit total <1000 sedangkan

sisanya sebanyak 3 orang (10,00%) memiliki jumlah limfoit total >1200. Dari

data yang diperoleh, tidak ada pasien yang memiliki kadar limfosit 1000-1200.

Seperti yang telah diuraikan dalam diagram 5.6 bahwa Total Lympochyte Count

(TLC) bahwa Kesulitan dalam pemberian terapi antiretroviral (ARV) pada

penderita HIV adalah mengidentifikasi penderita yang benar-benar memerlukan

terapi. Pemeriksaan jumlah limfosit CD4+ dan viral load yang merupakan gold

standar membutuhkan peralatan yang mahal dan teknisi yang terlatih serta tidak

selalu tersedia pada beberapa negara dan juga beberapa daerah. Beberapa penanda

51
laboratorium yang sederhana telah diteliti untuk mengatasi kesulitan ini.

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan TLC secara luas tersedia, murah, serta tidak

memerlukan teknisi yang terlatih. Pada penelitian ini terdapat korelasi kuat yang

signifikan antara TLC dan jumlah limfosit CD4+. Beberapa penelitian juga

menunjukkan terdapat korelasi yang baik antara TLC dan jumlah limfosi T CD4+

pada penderita terinfeksi HIV (Fornier dan Sosenko, 1992; Blatt, dkk., 1993;

Beck, dkk., 1996; van der-Ryst, dkk., 1998). Penelitian longitudinal juga

menunjukkan TLC dan jumlah limfosit T CD4+ merupakan penanda yang sama

dalam memprediksi progresifitas penyakit (Post, dkk., 1996). Ini merupakan

alasan yang kuat untuk memulai terapi ARV berdasarkan TLC.

WHO (2006) dan Kemenkes RI (2007) telah mengeluarkan pedoman

untuk memulai terapi ARV khususnya pada daerah dengan sumber daya terbatas.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses terhadap terapi ARV pada penderita

HIV/AIDS. Jika pemeriksaan jumlah limfosit CD4+ tidak tersedia, terapi ARV

direkomendasikan pada stadium III dan IV tanpa memandang jumlah limfosit

total, dan stadium II WHO dengan TLC < 1200 sel/mm3 .

52
BAB 7

KESIMPULAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian karakteristik yang dilakukan pada penderita

HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis oral di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo periode Januari – Juni 2016, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Presentasi pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi yaitu

mencapai 76,67% dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan

23,33%.

2. Insidens penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik kandidiasis

oral terbanyak di usia produktif <25-35 tahun yaitu 17 orang (56,67%).

3. Berdasarkan status gizi pada penderita HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral terdapat 21 orang (70,00%) yang status

gizi kurang.

4. Menurut faktor resiko, transmisi melalui seksual memiliki proporsi

yang tinggi yaitu 28 orang (93,33%).

5. Kadar CD4 yang rendah pada penderita HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik kandidiasis oral terdapat kadar CD4 <100 yaitu 28 orang

(93,33%).

6. Presentasi dari jumlah limfosit total tertinggi pada penderita dengan

jumlah limfosit total <1000 yaitu 27 orang (90,00%).

53
7.2 Saran

1. Perlu adanya penyuluhan terkait HIV/AIDS guna meningkatkan

awareness masyarakat sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap

infeksi virus dan infeksi oportunistik kandidiasis oral.

2. Data rekam medis perlu dilengkapkan sehingga informasi yang

diperlukan dapat dibaca dengan lebih mudah.

54
DAFTAR PUSTAKA

Aidsinfo., 2015. Guideline for Prevention and Treatment of Opportunistic


Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents. USA : U.S Department
of Health and Human Services.

Akpan dan Morgan, 2002, Oral Candidiasis, US National Library of Medicine


National Institute of Health, dilihat 27 Mei 2017
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12185216

Anderson, P.L., Kakuda T.N., and Fletcher C.V., 2008. Human


Immunodeficiency Virus Infection. In : Pharmacotheraphy
Pathophysiologic Approach. Ed 7th . Editors : Dipiro, J.T., Talbert, R.L.,
G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M. New York : McGraw-
Hill Companies, Inc. p. 2065-2082.

Anderson K, Pramudo SG, Sofro MAU. 2017. Hubungan Status Gizi dengan
Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS di Semarang. Jurnal
Kedokteran Diponegoro; 6 (2)

Angelo ALD, Angelo CD, Torres AJL, Ramos AMC, Lima M, Netto EM, et al.
Evaluating Total Lymphocyte Counts as a Substitute for CD4 Counts in
the Follow Up of AIDS Patients. BJID.2007:11(5);466-70

Ariani, L., dan Suryana , K., 2014. Spektrum Infeksi Oportunistik Pada Klien
Klinik Merpati RSUD Wangaya Periode Januari-Februari 2014. Bali :
RSUP Sanglah Imunologi Penyakit Dalam- Universitas Udayana Fakultas
Kedokteran.

Badiee, P., Alborzi, A., Davarpanah, M.A., and Shakiba, E., 2010. Distributions
and antifungal suspectbility of candida species from mucosal sites in hiv
positive patients. Archieves of Iranian Medicine, Vol. 13 No. 4, p. 282-287.

Centers of Disease Control and Prevention, 2015, Opportunistic Infection, dilihat


27 Mei 2017,
https://www.cdc.gov/hiv/basics/livingwithhiv/opportunisticinfections.html

David W, and Michael L, 2011, Pathogenesis and Treatment of Oral Candidosis,


Journal of Microbiology, dilihat 27 Mei 2017
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3087208/

55
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jakarta : Direktorat Bina Farmasi
KOmunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.

Dewi, I.S.L. dan Hidayanti, A.N., 2015. Manifestasi Kelainan Kulit pada Pasien
HIV/AIDS. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Vol. 27 No. 2.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011.


Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral Pada Orang Dewasa. Jakarta : Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2016.


Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I tahun 2015. Jakarta :
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kemenkes RI.

Egusa H, Soysa N.S, Ellepola.AN, Yatani H, Samaranayake LP. Oral candidiasis


in HIV infected patients. Curr HIV research 2008;6:485-99
Global Aids Dunia, 2015, dilihat 27 Mei 2017
<http://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia/>

Hoffman, C. and Rockstroh, J.K., 2012. HIV 2012/2013. Hamburg : Medizin


Fokus Verlag.

Kalalo JGK, Tjitrosantoso H, Lily G. Studi penatalaksanaan terapi pada


penderita HIV/AIDS di klinik VCT rumah sakit kota Manado. J Farmasi
Univ Sam Ratulangi 2012;2:100

Khan, A., A, Malik., and K.H., Subhan., 2012. Profile of candidiasis in Hiv
infected patients. Iranian Journal of Microbiology, Vol. 4 No. 4, p. 204-209.

Lestari PE. 2013. Infeksi Jamur Candida Pada Penderita HIV/AIDS.


Stomatogantic (J. K. G Unej). 10 (1): 35 – 38.

Lubis, DA., 2011. Infeksi Oportunistik Paru pada Penderita HIV. Medan :
Divisi Penyakit Topik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU
RSUP H. Adam Malik

56
Moges, N. A and Kassa, G.M., 2014. Prevalence of opportunistic infection and
associated Tractors pamong HIV positif patients tarling anti-retroviral
theraphy in DebreMarkos Referral Hospital, Northwest Ethiopia. AIDS and
Clinical Research, Vol. 5 Issues 5, p. 1-6.

Monica dan Gupta, 2013, Oral Candidiasis and AIDS, IOSR Journal of Dental
and Medical Science, Volume 11, Issue 4, pp 29-32

Nasronudin, 2014. HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan
Sosial. Edisi 2. Editor : Barakbah, j., Soewandojo, E., Suharto., Hadi, U.,
Astuti, W.D., Bramantono, Arfijanto, M. V., Triyono, E.A., Purwati., dan
Rusli, M Surabaya : Airlangga University Press, hal. 1-12.

Nasronudin, 2014. HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan
Sosial. Edisi 2. Editor : Barakbah, j., Soewandojo, E., Suharto., Hadi, U.,
Astuti, W.D., Bramantono, Arfijanto, M. V., Triyono, E.A., Purwati., dan
Rusli, M Surabaya : Airlangga University Press, hal. 21-41

Nasronudin dan Maramis, M.M., 2007. Konseling, Dukungan, Perawatan, dan


Pengobatan ODHA. Surabaya : Airlangga University Press, hal. 31-55
Noah, C., 2012. HIV Testing In : HIV 2012/2013. Editors : Hoffman, C. and
Rockstroh, J.K. Hamburg : Medizin Fokus Verlag. p. 14-19.

Powderly, W.G., 2013. Candida in HIV Infection. In : Sande’s HIV/AIDS


Medicine Medical Management of AIDS 2013. Ed 2nd. Editors :
Volberding, P.A., Greene, W.C., Lange, J.MA., Gallant, J.E., and
Sewankambo, N. Elsevier Saunders, p. 359-367

Public Health Agency of Canada. 2012. HIV Transmission Risk : A Summary of


The Evidence. Public Health Agency of Canada.

Rahier, J.F., Magro, F., Abreu, C., Armuzzi, A., Ben-Horin, S., Chowers, Y.,
Cottone, M., de Ridder, L., Doherty, G., Ehehalt, R., Esteve, M., Katsanos,
K., Lees, C.W., MacMahon, E., Mpreels, T., Reinisch, W., Tilg, H.,
Trembllay, L., Veerman-Wauters, G., Viget, N., Yazdanpanah, Y., Eliakim,
R., and Colombel, J.F, 2013. Second European evidence-based consensus
on the prevention, diagnosis and management of opportunistic infections in
inflammatory bowel disease. Journal of Chron’s and Colitis, p. 3

Rajendran, R & Sivapathasundharam, B. 2012. Shafer’s Textbook of Oral


Pathology. Ed 7th. Elsevier, India.

57
Suastika NKW. 2013. Akurasi Diagnostik Kombinasi Total Lymphocyte Count
(TLC) dan Kadar Hemoglobin untuk Memprediksi Imunodefisiensi Berat
pada Penderita Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Pra Terapi
Antiretroviral. Denpasar : Universitas Udayana [Thesis].

Susilowati T. 2011. Faktor–Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap


Kejadian HIV dan AIDS di Semarang dan Sekitarnya. Jurnal Komunikasi
Kesehatan. 2 (1).

Suyoso, S., 2013. Kandidiasis Mukosa. Surabaya : Departemen/SMF Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Seotomo

Thompson, G.R., Patel, P.K., Kirkpatrick, W.R., Westbrook, S.D., Berg, D.,
Erlandsen, J., Redding, S.W., and Patterson , T.F., 2010. Oropharyngeal
candidiasis in The era of antiretroviral theraphy . Oral Sugery, Oral
Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontology-Medical
Management and Pharmacology Update. Editors : Firrilo, F.J. and Rhodus,
N.I, Vol. 109, No.4, p. 488-495.

Torok, E., Moran, Ed., and Cooke, F., 2010. Oxford Handbook of Infectious
Disease and Microbiology. New York : Oxford University Press Inc., p.
516-517 ; 520-525.

Walangare T, Hidayat T, Basuki S. 2014. Profil Spesies Candida pada Pasien


Kandidiasis Oral dengan Infeksi HIV&AIDS. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. 26 (1): 29 – 35.

Williams, D. and Lewis, M., 2011. Patogenesis and Treatments of Oral


Candidiasis. Journal of Oral Microbiology , Vol. 3.

Yusril A, Muda S, Rasmaliah. 2013. Karakteristik Penderita AIDS dan Infeksi


Opurtunistik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan
Tahun 2012. Jurnal Gizi, Kesehatan Reproduksi, dan Epidemiologi. 2 (5).

58

Anda mungkin juga menyukai