OLEH:
Aznul Hatima
C111 11 256
PEMBIMBING:
i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar hasil di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dengan
judul:
Mengetahui,
Pembimbing,
ii
PANITIA SIDANG UJIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2016
Judul Skripsi
Pembimbing
Puji syukur penulisan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul “Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru Dengan
Multidrug-Resistant (TB-MDR) Di RS Labuang Baji Makassar Tahun 2015”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Penulis menyadari tulisan ini tidak luput dari salah dan khilaf, karena itu
saran, kritik, dan masukan dari pembaca adalah sesuatu yang senantiasa penulis
harapkan demi kemajuan bersama. Harapan penulis, semoga tulisan ini dapat
bermanfaat.
Penulis
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Skripsi, Juli 2016
ABSTRAK
Aznul Hatima (C11111256)
Dr.dr. Andi Alfian Zainuddin, M.KM
“Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Multidrug-Resistant (TB-
MDR) Di RS Labuang Baji Makassar Tahun 2015”
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN………….…………………………………….……..…… i
KATA PENGANTAR………….………………………………………………….…. . ii
DAFTAR ISI………….……………………………………………………………….. iv
ABSTRAK………….……………………………………………………………….. viii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi …………………….…………………………………...10
2.1.2 Etiologi …………………………………………………………10
2.1.3 Penularan ……..……………………………………………….11
2.1.4 Epidemologi……………………………………………………12
2.1.5 Patofisiologi..…………………………………………………...13
2.1.6 Diagnosis……………………………………………………….15
2.1.7 Klasifikasi dan Tipe Pasien……………………………………19
2.1.8 Pengobatan ……………………………………………………22
2.2 Tuberkulosis dengan Multidrud Resistant (MDR)
2.2.1 Defenisi ………………………..……………………………….25
2.2.2 Kategori…………………………………………………………26
2.2.3 Patogenesis Resistensi Obat……………………………………26
2.2.4 Diagnosis……………………………………………………….28
2.2.5 Penatalaksanaan ………………………………………………28
KERANGKA TEORI...................................................................................................31
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………….…………………………………………………..55
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..……………57
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
menjadi masalah kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah
kasus TB di dunia telah mencapai 8,6-9,4 juta atau 126 kasus dalam 100.000
populasi, prevalensi mencapai 11 juta populasi atau 159 kasus dalam 100.000, dan
angka kematian mencapai 1,5 juta dengan kasus TB disertai HIV postif berkisar
360.000 dan kasus TB HIV negatif berkisar 1,1 juta kematian, juga termasuk 510
ribu perempuan dan 80 ribu anak-anak, sekitar 210 ribu kematian akibat
multidrug-resitant.(1)
Berbagai upaya telah dilakukan dan tidak sedikit biaya yang telah
insiden Tuberkulosis jatuh perlahan pada tingkat rata-rata 1.5% per tahun 2000-
2013 dan 0.6% antara tahun 2012-2013. Persebaran kasus TB di dunia memang
tidak merata dan justru 82% dari total kasus TB global terdapat pada negara-
negara berkembang Sekitar 56% dari seluruh kasus tersebut terdapat pada negara-
(HBCs)
Indonesia menduduki peringkat ke-4 setelah India, Cina, dan Afrika Selatan.
Sementera berdasarkan laporan tahun 2013, tiga negara dari empat negara tersebut
yakni India, Cina, dan Indonesia secara berurutan masih masuk dalam lima besar
negara dengan kasus TB baru terbanyak. Afrika Selatan, yang tahun 2010 dan
2011 menduduki peringkat ke-3, tidak lagi masuk dalam daftar lima besar negara
yang harus menjadi perhatian penting untuk dapat diturunkan pada tahun-tahun
masalah ini. Hal ini sejalan dengang tujuan ke-6 dari millenium development goals
yang telah ditandatangani Indonesia bersama 188 negara lainnya pada September
termasuk TB. Untuk mewujudkannya di tahun 2015, maka ada 3 indikator penting
menular, yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus, diagnosis dini dan pengobatan
penurunan angka kasus baru TB di Indonesia, maka tahapan diagnosis dini dan
pengobatan yang cepat, sangat penting untuk memutuskan rantai penularan dari
sebesar 189 per 100.000 penduduk mengalami penurunan dibanding tahun 1990
sebesar 343 per 100.000 penduduk, angka prevalensi menurun 423 per 100.000
penduduk dibandingkan dengan tahun 1990 sebesar 289 per 100.000 penduduk.
mendapatkan pengobatan seperti yang diharapkan sebab angka case detection rate
Indonesia hanya 51% pada tahun yang sama. Permasalahan ini diperberat dengan
fakta bahwa Indonesia dan dunia telah dihadapkan pada permasalahan bar dalam
Hasil survei secara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap
di berbagai negara. Pada survei WHO dilaporkan lebih dari 90.000 pasien TB di
81 negara, ternyata angka TB-MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan. Sepuluh
Ukraina. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB-MDR baru per tahun. OAT
yang resisten terhadap kuman tuberkulosis akan semakin banyak, saat ini 79%
dari TB-MDR adalah “super strain” yang resisten paling sedikit 3 atau 4 obat
anti-tuberkulosis (OAT).(8)
RI(9)
tanpa resistensi terhadap OAT jneis lainnya. Grafik 1.2 memperlihatkan kasus TB
RR/TB di Indonesia cenderung meningkat sejak 2009 sampai 2014. Ada beberapa
faktor penyebab kasus TB RR/TB MDR terus meningkat, antara lain fasilitas
belum meratanya Rumah Sakit rujukan TB MDR dan Rumah Sakit satelit yang
melayani rujukan kasus TB MDR, serta belum semua Rumah sakit mempunyai
program Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) yang bagus. Dari
sisi pasien, kasus TB RR/TB MDR terjadi karena rendahnya kepatuhan minum
yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk pada tahun 2011 sebesar
110 kasus dengan angka kesembuhan sebesar 87,3% dan angka keberhasilan
mengenai kasus TB-MDR, oleh karena itu peneliti mengambil topik penelitian
Bagian Timur.
2015?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sakit Labuang Baji Makassar pada periode Januari 2015 – Desember 2015.
kesehatan.
diagnostik yaitu keluhan utama, hasil foto toraks, hasil pewarnaan tahan
asam (BTA).
(komorbid/komplikasi).
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi para
ke tahun.
khususnya tuberkulosis.
MDR.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi
oleh basil aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain
biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat,
bakteri. Penyakit ini menyerang 1,7 juta orang/tahun yang sebanding dengan
1.1.2 Etiologi
10
M.tuberculosis dan tujuh spesies mikrobakteri terkait sangat erat (
berukuran antar 0,2-0,4 x 2-10 um dan termasuk gram positif. Pada medium
kultur, bakteri ini berbentuk kokus dan filamen (lembaran). Identifikasi terhadap
bakteri ini dapat dilakukan melaui pewarnaan tahan asam metode Ziehl-Neelsen
(ZN) maupun Tanzil, yang tampak sebagai basil berwarna merah di bawah
mikroskop. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dpat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelapdan lembab. Dalam jaringan
tubuh, kuman ini dapat dormant (tetidur lama selama beberapa tahun).(11)
2.1.3 Penularan
baik akibat penyakit ataupun usia. Orang muda dan orang tua yang terutama
biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri pada waktu batuk
menghirup udara tersebut. Satu percikan droplet mengandung tidak lebih dari 3
basil kuman, saat batuknya umumnya mengandung sekitar 3000 droplet, berbicara
2.1.4 Epidemiologi
terutama di kawasan Asia dan Afrika. Sekitar 56% dari seluruh kasus global
tersebut terdapat pada negara-negara di Asia, 29% di Afrika, dan sisanya yang
Secara global, pada tahun 2013 tercatat 8,7 juta kasus baru tuberkulosis,
dengan prevalensi 12 juta, dan angka kematian berkisar 1.1 juta pada kasus
tuberkulosis dengan HIV negatif dan 360 ribu pada kasus tuberkulosis paru
dengan HIV positif, kematian ini juga termasuk 510 ribu perempuan dan 80 ribu
itu, dari tahun 2013 Indonesia masih menduduki peringkat ke-5 penyumbang
wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk
deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009,
terdapat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobat dan lebih dari
(lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB
bawah 2% maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di layanan
kesehatan pada umumnya masih rendah. Namun demikian sebagian besar data
berasal dari Puskesmas yang telah menerapkan strategi DOTS dengan baik selam
2.1.5 Patogenesis
pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus dan terus berjalan
limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hillus paru, ini
positif. (11)
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya
demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau
primer tuberkulosis biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV
atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Ind4idu
yang terinfeksi TB namun tidak sakit TB, tidak infeksius dalam artian mereka
tidak akan menularkn ke orang lain. Biasanya orang ini memiliki gambaran foto
toraks yang normal. Infeksi TB tidak dianggap sebagai kasus TB. (11)
tuberkulosis pada waktu tertentu dalam hidupnya. Resiko ini lebih tinggi pada
obatan terlarang, dan usia lanjut. Faktor lainnya seperti kurang gizi, kemiskinan,
individu alkaholik, juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
tuberkulosis.(13)
pada peroko aktif 3,8 kali sedangkan pada perokok pasif 2,5 kali. Hal ini terjadi
2.1.6 Diagnosis
2.1.6.1 Anamnesis
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam
hari tanpa kegiatan fisik, dan demam subfebris lebih dari satu bulan.(9)
tuberkulosis, seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan lain-
lain. Mengingat prevalensi tuberkulosis di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di
atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien tuberkulosis dan perlu
kurus atau berat badan menurun, konjungtiva anemis, dan kulit pucat. Pada
tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
Selain itu dapat ditemukan perkusi yang redup dan suara napas bronkial
yang menandakan infiltrat yang luas. Dan juga akan ditemukan suara napas
tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh
penebalan pleura, maka suara napasnya menjadi vesikuler yang lemah. Bila
terdapat kavitas cukup besar, maka perkusi memberikan suara hipersonor atau
penyakit paru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dan foto toraks
tuberkulosis hanya denga foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
overdiagnosis.(9)(14)
kompleks ghon yang membentuk nodul perifer bersama dengan kelenjar limfe
posterior lobus atas dan segmen superior lobus atas dan segmen superior lobus
1. Tes tuberkulin yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni
3. Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (basil tahan asam) positif
diagnosis utama.(9)(14)
tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang
dibawah ini. Pada alur diagnosis ini, perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud
suspek TB paru adalah seseorang dengan batuk berdahak 2-3 minggu atau lebih
disertai dengan atau tanpa gejala lain. Dan antibiotik non OAT adalah antibiotik
Skema 2.1 Alur diagnosis TB paru pada pasien dewasa (tanpa kecurigaan/bukti:
2. Ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, saluran kencing, alat
1. BTA positif
positif
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
tuberkulosis positif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif.
primer
Thoracic Society tahun 1974): kategori 0 (tidak pernah terpajan dan tidak
tuberkulosis tapi tidak terbukti terinfeksi, riwayat kontak (+), tes tuberkulin
(-); kategori II (terinfeksi tuberkulosis tetapi tidak sakit, tes tuberkulin (+),
dengan sputum (+), kasus baru BTA (-) tetapi kelainan paru luas, dan
dengan sputum BTA (+)); Kategori 3 (kasus BTA (-) dengan kelainan paru
tidak luas, kasus tuberkulosis ekstra paru selain yang disebut dalam kategori
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transer In)
f. Kasus lain
Tabel 2.1 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang
direkomendasikan sesuai dengan berat badan
berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan
OAT tidak dapat digunakan secara tunggal (monoterapi) lebih
Pada tahanp intensif (awal) pasien mendapat obat setaiap hari dan perlu
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurung waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan
pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif,
pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB ekstra
paru.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya, yakni pasien yang kambuh, pasien gagal OAT, dan pasien
Efek samping OAT dapat dilihat pada kedua tabel berikut ini: (13)
2.2.1 Definisi
yang paling efektif yaitu isoniazid dan rifampisin.(18) Ada beberapa penyebab
program.(18)
Secara umum resistensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi: (8)
bulan.
2. Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah
salah satu obat golongan fluorokuinolo, dan sedikitnya salah satu dari
satu jenis obat dan mendapatkan terapi OAT tertentu yang tidak adekuat. Terapi
yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh konsumsi hanya satu jenis obat saja
(monoterapi direk) atau konsumsi obat kombinasi tetapi hanya saja yang sensitif
(dapatan) terjadi.(19)
obat yang banyak bila terapi yang tidak adekuat terus berlanjut. Pasien TB dengan
resistensi obat sekunder dapat menginfeksi yang lain dimana orang yang terinfeksi
HIV, dimana perkembangan penyakit lebih cepat, adanya prosedur kontrol infeksi
yang primer dan sekunder diimpor, khususnya dari negara dengan prevalensi yang
tinggi dimana program kontrol tidak adekuat. Resistensi obat primer, seperti
Koloni M.Tuberculosis
Mutasi Alamiah
Mutan Resisten
Resisten Obat TB
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat
ahli dibidangnya. Tiga hal penting dan perlu diperhatikan pada penatalaksanaan
Dengan pemilihan panduan obat yang tepat maka diharapkan separuh penderita
dan kematian. Untuk dapat menyusun panduan yang tepat bagi setiap penderita
menetap. (19)
Bila data resistensi baru tidak ada maka data resistensi lama dapat
dipakai apabila belum ada OAT yang dapat dipakai setelah tes resistensi tersebut
memang terbukti terdiri dari paduan obat yang masif sensitif. Bila tidak didapat
tiga obat yang sensitif maka OAT yang dipilih adalah yang belum pernah dipakai
penderita dan menurut data resistensi dimana penderita bertempat tinggal jarang
sputum, kemudian setelah keluar rumah sakit, program DOT dijalankan terutama
pada kasus resistensi didapat dan sebelumnya terbukti tidak patuh. Konsep DOTS
(Directly Observed Treatment Short Course) merupakan salah satu upaya penting
Dalam pengawasan hasil terapi, harus dipahami bahwa perbaikan terjadi lebih
lambat bila dibandingkan tanpa TB resistensi ganda, namun pada beberapa serial
kasus didapatkan kultur sputum konversi setelah 2-3 bulan terapi. (19)
DOTS-plus(19)
Ketika hendak memulai terapi, yang perlu diingat adalah jangan pernah
menambahkan satu jenis obat yang sudah gagal karena hal ini terjadi resistensi
obat. Minimal 3 obat, dan yang lebih dianjurkan 4 sampai 6 obat diberikan pada
kasus TB resistensi yang belum pernah digunakan sebelumnya dan akt4itas obat
ganda belum ada yang pasti. Pemberian OAT telah disebeutkan menurut panduan
(Bulan) (Bulan)
diikuti
1 R+Z+Pth
keterkaitan beberapa variabel dengan teori yang ada dipaparkan sebagai berikut.
1. Demografis
a. Jenis Kelamin
b. Umur
umur dibawah 50 tahun, tetapi masih tinggi pada kelompok yang lebih
tua. Data ini mirip data WHO yang menunjukkan bahwa kasus TB di
15-29 tahun.(20)
c. Status Sosial
dibutuhkan.(18)
2. Penentuan diagnosis
3. Perjalanan penyakit
a. Status gizi
Status gizi kurang dapat meningkatkan resiko terkena TB. Akan tetapi
angka kematian akibat TB. Risiko terjadinya TB pada perokok aktif 3,8
kali sedangkan pada perokok pasif 2,5 kali. Hal ini dapat terjadi karena
e. Penyakit penyerta
Beberpa penyakit dapat ada pada saat yang sama dengan penyakit TB,
baik sebagai faktor risiko, faktor yang berdiri sendiri tapi berhubungan
pengobatan.(13)
BAB 3
KERANGKA KONSEP
terdapat berbagai macam faktor yang dapat berkaitan dengan kejadian mult drug-
resistant pada pasien TB paru seperti : umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
pemeriksaan darah rutin, dan mantoux tes), riwayat kontak, penyakit penyerta,
paru dengan mult drug-resistent (TB-MDR) yang akan diteliti dibatasi pada jenis
didasarkan pada ketersediaan data dari rekam medik pasien, dengan tetap
36
Skema 3.1 Kerangka Konsep
Demografi
Jenis Kelamin (1)
Umur (2)
Diagnostik
Tuberculosis
Foto Toraks (5) Multidrugs
Resistant
(TB-MDR)
Perjalanan Penyakit
Keterangan :
c. Cara ukur : dengan memperhatikan dan mencatat data yang tertera pada
catatan hasil uji sensitifitas OAT untuk menentukan pasien TB-MDR dari
1. R dan H
2. R, H, dan S
3. R, H, dan E
4. R, H, E, dan S
c. Cara ukur : dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai dengan yang
e. Hasil ukur :
1. Laki-laki
2. Perempuan
3.3.2.2 Umur
usianya pada saat masuk rumah sakit untuk pertama kali yang dinyatakan
c. Cara ukur : dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang tercantum
e. Hasil ukur :
1. 0-11 tahun
2. 12-25 tahun
3. 26-45 tahun
4. 46-65 tahun
5. >65 tahun
3. Umum
c. Cara ukur : dengan mencatat variabel gejala utama sesuai dengan yang
e. Hasil ukur :
1. Batuk lama
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Lemas
6. Demam
7. Lain-lain (disebutkan)
e. Hasil ukur :
1. Merokok
2. Tidak Merokok
e. Hasil ukur :
1. Ada, yaitu bila pasien mengalami salah satu dari penyakit yang dapat
berhubungan dengan OAT yang akan diberikan yaitu penyakit hati dan
dewasa (ARDS)
2. Tidak ada
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
desain penelitian deskriptif, yang mana pengukuran variabel dilakukan pada saat
Labuang Baji Makassar melalui penggunaan rekam medik sebagai data penelitian.
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sampel
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
Terdapat data yang tidak lengkap dari salah satu data berikut :
Riwayat Pengobatan
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
penelitian ini terdiri dari lembar kuesioner yang dengan tabel-tabel tertentu untuk
pemerintah dan RS Labuang Baji. Kemudian nomor rekam medik pasien TB-
MDR dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan dari Laboratorium untuk
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :
penelitian.
HASIL PENELITIAN
bagian rekam medik. Pengumpulan data dimulai pada tanggal 27 Juni sampai 8
Juli 2016. Proses pengumpulan data dilakukan dengan melihat data sekunder
rekam medik pasien TB paru dengan hasil uji sensitivitas OAT menunjukkan
pemeriksaan uji sensitivitas OAT pada periode yang telah disebutkan, dan dari
hasil pemeriksaan 78 pasien TB paru di antaranya menunjukkan multidrug-
resistant (MDR) yang merupakan subjek penelitian. Dari jumlah pasien 178
tampak pada tabel 5.1. Tanpa membedakan jenis resistensi primer maupun
sekunder, yang mana resistensi primer adalah resistensi yang terjadi pada pasien
resistensi yang terjadi pada pasien yang mengkonsumsi OAT > 1 bulan, pola
resistensi terbanyak pada TB-MDR adalah yaitu rifampisin (R), isoniasid (H),
JUMLAH
Pola Resistensi
Jumlah (n) Presentase (%)
R dan H 31 43
R, H, dan E 20 28
R, H, dan S 13 18
R, H, E, dan S 8 11
TOTAL 72 100,0
dan status pembiayaan. Adapun distribusinya dapat dilihat pada Tabel 5.2.
(48,6 %). Sebagian besar pasien TB-MDR berada pada kelompok umur 25 – 45
tahun yaitu 37 kasus (51,4 %). Sementara itu, berdasarkan status pembiayaan
yang tertera pada rekam medik tentang cara pembayaran pelayanan kesehatan
yaitu keluhan utama dan hasil foto toraks. Adapun distribusinya dapat dilihat
Lemas 6 8,3
Dari Tabel 5.3 tersebut, keluhan utama yang paling banyak pada saat
pasien TB-MDR datang berobat adalah batuk lama yaitu 63 kasus (87,5 %),
kemudian lemas yaitu 6 kasus (8,3%), dan sesak nafas yaitu 3 kasus (4,2%).
Sebagian besar hasil foto toraks pasien mendukung suatu diagnostik TB yaitu 69
NO PENYAKIT JUMLAH
1. DM TIPE 2 6
2. PPOK 3
Dari Tabel 5.4 tersebut, sebagian besar pasien TB-MDR dengan riwayat
merokok yaitu 40 kasus (55,6%). Sebagian besar pasien tidak memiliki penyakit
PEMBAHASAN
teregistrasi di RS Labuang Baji Makassar pada tahun 2015 dan dari data sekunder
sebelumnya di tempat lain. Pada penelitian ini, pola resistensi yang terbanyak
adalah kelompok yang resitensi R, H (43%) dan R, H, E (28%) Hal yang relatif
sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Munir dkk di RS
yang resistensi terhadap R dan H (50,5%), dan kelompok yang resistensi terhadap
keempat jenis OAT hanya 5,9%.11 Penelitian lain yang dilakukan oleh Granich
yang resistensi terhadap H, R, dan salah satu obat injeksi termasuk streptomisin
yang dilakukan oleh Munir dkk di RSUP Persahabatan Jakarta dengan jumlah
orang (47,5%) perempuan.24 Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh
Granich dkk di California juga didapatkan laki-laki 241 orang (59%) dan
perempuan 166 orang (41%).23 Penelitian lain yang mendapatkan hasil yang
berbeda adalah penelitian Jen Suo dkk dari Taiwan yang mana perempuan lebih
paru 2,3 kali lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan terutama pada
negara yang sedang berkembang karena laki-laki dewasa lebih sering melakukan
pusat pelayanan kesehatan dan faktor resiko penularan. Pada dasarnya, laki-laki
dengan laki-laki. Selain itu, interaksi sosial laki-laki juga lebih sering sehingga
resiko penularan penyakit pada laki-laki cenderung lebih tinggi. Kedua hal ini
negara diperoleh kejadian TB-MDR lebih banyak pada laki-laki dengan proporsi
58% . Namun odd ratio yang diperoleh adalah 1,1 yang menunjukkan tidak ada
pada kelompok umur 26-45 tahun dengan 37 orang (51,4%), disusul oleh
kelompok umur 46-45 tahun dengan 24 orang (33,3 %). Hasil ini menunjukkan
Penelitian lain yang dilakukan Munir dkk melaporkan kelompok umur terbanyak
dimana penderita ini sering berinteraksi secara sosial sebab mobilisasi kelompok
dideritanya.
kesehatan, maka kebanyakan pasien TB-MDR adalah mereka yang berstatus BPJS
Frieden dkk menyatakan bahwa pasien dengan status sosial atau pendapatan atau
kejadian TB-MDR.11
TB secara tuntas, hal ini yang kemudian meningkatkan risiko kejadian TB-MDR.
kesehatan.
batuk lama (87,5 %), kemudian lemas (8,3 %), dan sesak nafas (4,2%). Keluahan
menderita penyakit TB. Dari hasil penelitian tersebut, tampak bahwa tidak ada
perbedaan yang terlalu mencolok antara gejala klinis TB paru pada umumnya
penegakkan diagnosis TB juga merujuk pada hasil foto toraks. Ekspertise foto
toraks yang ada tidak menginformasikan luas lesi yang ada secara eksplisit untuk
infeksi TB, insidensi, dan angka kematian TB. Penelitian Alceide mendapatkan
risiko terjadi TB pada perokok aktif 3,8 kali sedangkan pada perokok pasif 2,5
kali.26
bahwa angka kejadian TB yang lebih tinggi pada laki-laki juga berhubungan
dengan faktor risiko merokok yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki. Rokok
(87,5%). Hal ini bias dikarenakan adanya data penyakit pasien yang tercatat.
dengan penelitian Bashar dkk yang menyatakan bahwa penyakit diabetes mellitus
7.1 Kesimpulan
berikut.
erobat dengan gejala utama batuk lama (87,5 %), hasil foto toraks
riwayat merokok (55,6 %), dan yang memiliki penyakit penyerta (87,5%).
7.2 Saran
TB, baik kasus baru maupun kasus yang telah mendapatkan OAT. Hal ini
sangat penting dalam menekan angka penularan TB-MDR yang lebih sulit
yang tepat dan cepat sesuai dengan obat anti-tuberkulosis yang masih sensitif.
Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/137094/1/9789241564809_eng.pdf?
ua=1
www.whqlibdoc.who.int/publication/global/2011/9789241564380_eng.pdf
www.who.int/TB/publication/global_report/2010
110
5. Leavell HR, 1953. The Basic Unity of Pr4ate Practice and Public Health :
7. WHO, 2009. Status of impact measurement in HBCs at the end of 2008. In:
URL:http;//library.ac.id/download/DepartemenPulmonologi&IlmuKedokter
anRespirasiFKUI-RSPersahabatan/Jakarta
10. Stop TB Working Group on DOTS-Plus for MDR-TB Strategic Plan 2006-
2015.2004
12. CDC, 2011. Reported Tuberculosis in the United States : Atlanta, GA: U.S.
Geriatric Medicine & Gerontology Fifth Edition. New York: The McGraw-
14. Amin, Z. Dkk, 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo, AW (ed). Buku
http://www.scrib.com/26152267/Lokakarya-Nasional-Penyakit-Zoonosis.
WHO
18. Munir, SM. Dkk, 2010. Penanganan Pasien Tuberkulosis Paru dengan
20. Masniari L, Aditama TY, Wiyono Wh, Hupudio H, 2015. Penilaian Hasil
Hal.9-22
From: www.TBcindonesia.or.id
22. Palomino Jc, et al, 2007. Tuberculosis : From Basic Science to Patient
24. Massi NM. 2010. Peran Laboratorium Mikrobiologi dalam Diagnosis Dini
26. Masniari L, Aditama TY, Wiyono Wh, Hupudio H, 2015. Penilaian Hasil
Hal.9-22