Anda di halaman 1dari 4

Anestesi

Oliver Wendel Holmes pada tahun 1846 adalah orang pertama yang menggunakan istilah anestesi.
Anestesi adalah gabungan dua kata dari Bahasa Yunani yaitu an yang berarti "tidak, tanpa" dan
aesthesos yang berarti "persepsi, kemampuan untuk merasakan, perasaan".

Anestesi dan reanimasi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari bagaimana cara untuk
mematikan rasa. Rasa nyeri, rasa tidak nyaman pasien, dan rasa lain yang tidak diharapkan.
Anestesiologi adalah ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau mempertahankan
hidup pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia (Mangku, 2010).

Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek. Anestesi adalah
menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang
disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi regional dan anestesi local menghilangya rasa
nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran (Basuki, 2019).

Tujuan Anestesi

Menurut Brunton, dkk tahun 2011 perkembangan senyawa – senyawa anestesi disebabkan oleh tiga
tujuan umum :

1. Meminimalkan potensi efek membahayakan dari senyawa (Basuki, 2019) dan teknik anestesi

2. Mempertahankan homeostatis fisiologis selama dilakukan prosedur pembedahan yang mungkin


melibatkan kehilangan darah, iskemia jaringan, reperfusi jaringan yang mengalami iskemia,
pergantian cairan, pemaparan terhadap lingkungan dingin, dan gangguan koagulasi.

3. Memperbaiki hasil pascaperasi dengan memilih teknik yang menghambat tau mengatasi
komponen – komponen respons stress pembedahan, yang dapat menyebabkan konsekuensi
lanjutan jangka pendek ataupun panjang.

Anestesi Regional

Anestesi regional adalah suatu cara yang lebih bersifat sebagai analgesik. Anestesi regional hanya
menghilangkan nyeri tetapi pasien masih dalam keadaan sadar (Ii et al., 2010). Induksi anestesi
regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh tertentu. Anestesi regional terdiri dari
spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal anestesi. Metode induksi mempengaruhi bagian alur
sensorik yang diberi anestesi. Ahli anestesi memberi regional secara infiltrasi dan lokal. Pada bedah
mayor, seperti perbaikan hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi
regional atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi. Blok anestesi pada saraf
vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga
klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang tiba-tiba (Basuki, 2019). Anestesi regional
terdiri dari beberapa jenis yaitu :

1. Spinal anestesi : suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang intratekal untuk
menghasilkan atau menimbulkan hilangnya sensasi dan blok fungsi motorik. Anestesi ini
dilakukan pada sub- arachnoid di antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
2. Epidural anestesi : salah satu teknik anestesi regional yang dilaksanakan dengan
memasukkan agen anestesi lokal ke dalam ruang epidural. Injeksi agen anestesi lokal dapat
dilakukan sekali suntik atau berkelanjutan menggunakan kateter langsung menuju ruang
epidural.
3. Anastesi blok saraf perifer : tindakan anestesi yang di lakukan dengan cara penyuntikan obat
anestesi local ke dalam syaraf atau ke dalam sekumpulan syaraf akan menghasilkan
hambatan hantaran rangsang syaraf yang menyebabkan hilangnya fungsi sensoris dan
motoris untuk sementara waktu.

Persiapan sebelum anestesi

1. Dokter anestesiologi : kenali anatomi, teknik dan kemungkinan komplikasi

2. Obat anestetik ( ephedrine, atropine dan obat untuk anestesia umum), mesin dan perlengkapan
jalan nafas

3. Monitor

4. IV line

Prosedur

1. Asepsis

2. Tentukan target

a. Spinal : CSF jernih

b. Epidural : hilangnya tahanan (loss of resistance)

3. Epidural : aspirasi perlahan dan hati-hati cegah kesalahan penyuntikan intravaskular atau
intratekal

4. Epidural : test dose

 3 cc lignocaine 1,5% + adrenalin 1:200.000 (0,1 cc adrenalin + lignocaine 20 cc)

5. Epidural : dosis terbagi

6. Komunikasi dengan pasien  antisipasi komplikasi

Tahap-Tahap Anestesi

Dalam prosedur anestesi regional, obat bius akan disuntikkan di dekat serabut saraf. Lokasi
penyuntikan bisa bervariasi, tergantung pada area yang akan dioperasi. Anestesi ini terbagi lagi
menjadi tiga jenis, yaitu blok saraf perifer, anestesi spinal, dan anestesi epidural. Pada blok saraf
perifer, obat bius disuntikkan di dekat serabut saraf spesifik yang menyuplai nyeri dan sensasi ke
area tubuh. Misalnya, tangan, kaki, selangkangan, atau wajah. Untuk anestesi epidural dan spinal,
obat bius disuntikkan di dekat saraf tulang belakang. Dengan ini, nyeri serta sensasi ke area tubuh
yang lebih besar (perut bawah, pinggang, dan kaki) akan terblokir.

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu:

Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunteer), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai
menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.

Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan
tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midrasis, hipertensi, dan takikardia.

Stadium III (Pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yiatu; Plane I yang ditandai dengan
pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, reflex
pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II,
ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami
relaksasi keuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali
ke tengah dan otot perut relaksasi kecuali otot perut relaksasi.

Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis), ditandai denga paralisis otot dada, pulsus
cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya
sekresi lakrial.

Setelah prosedur

1. Monitoring ketat pasien : BP, ECG, HR, SpO2 dan cairan infus

2. O2 : SC, usia lanjut, penyakit jantung/pernafasan dan pasien dengan sedasi

3. Tes ketinggian blok sensorik (kapas alkohol, pinprick atau sentuhan) dan motorik (modifikasi
bromage)

4. Tes daerah insisi kulit

5. Konversi anestesia umum waktu dan dosis cukup jangan sedasi dalam pada blok tidak adekuat

6. Perhatikan tanda komplikasi : hipotensi, bradikardi, mual, baal daerah mulut atau distress
pernafasan.

Perawatan Setelah Dilakukan Anestesi

1. Serah terima pasien pasca MECTA disertai laporan anestesi lengkap dengan instruksi dari dokter
spesialis anestesi, obat, cairan infus dan lain-lain.

2. Pasien diposisikan miring/ terlentang/ lateral sesuai instruksi.

3. Pasang monitor, ukur tanda vital tiap 5-10 menit.

4. Pertahankan jalan napas.

5. Beri O2 : 2 Lt/ menit sesuai instruksi dokter spesialis anestesi.

6. Pastikan infus terpasang dengan baik.

7. Lakukan penilaian dengan skor Aldrette untuk pasien pasa anestesi umum.

8. Bila skor Aldrette ≥ 8 pasien dikembalikan ke ruang rawat inap.

9. Nilai Aldrette < 8 atau tetap respirasi 0, pasien dirujuk ke RSU untuk mendapatkan perawatan di
ruang intensif.

10. Sebelum merujuk ke RSU untuk mendapatkan perawatan di ruang intensif atau mengembalikan
pasien ke ruang rawat inap, perawat ruang pulih sadar harus memberitahu RSU yang dituju /
ruangan lewat telepon

11. Serah terima pasien dari ruang pulih sadar ke perawat ruangan disertai dengan rekam medic
beserta instruksi dokter spesialis Anestesi dan psikiater oleh seorang perawat yang memiliki
kompetensi minimal bantuan hidup dasar disertai dengan bukti pemenuhan kriteria ang
didokumentasikan.
12. Bila pasien dipindah ke ruang intensif, proses pemindahan pasien dilakukan oleh perawat yang
memiliki kompetensi minimal bantuan hidup dasar di dampingi oleh dokter spesialis anestesi atau
residen yang memenuhi kompetensi. Serah terima pasien dari petugas ruang pulih sadar ke perawat
RSU disertai dengan rekam medik beserta instruksi dokter spesialis Anestesi dan psikiater, obat-
obat, infus dan hal-hal lain yang perlu diinformasikan.

Sumber

(Basuki, 2019)(Ii et al., 2010)

Basuki, K. (2019). Tinjauan Pustaka terkait Konsep Anestesi. ISSN 2502-3632 (Online) ISSN 2356-0304
(Paper) Jurnal Online Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta, 6–33. www.journal.uta45jakarta.ac.id
Ii, B. A. B., Pustaka, A. T., & Darah, T. (2010). 6 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 6–18.
Agus, (2019). Perawatan Pasien Pre Intra Dan Post Anestesi. 28-30.

R. Basoeki Soetarjo. (2018). Perawatan Pasca Anestesi Di Ruang Pulih Sadar, RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA. 1-2.

http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1601410032/7_BAB_II.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3585/4/chapter.%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai