Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

Persiapan Pasien Pra Anestesi

Pembimbing :
dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An, FIPM

Disusun Oleh :
Ravanda Ferrocha
112018144

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 19 April 2021 – 8 Mei 2021
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di
operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien
gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.1

Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif psikologis, dan
bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat diberikan sebelum
dimulainya operasi.Obat-obatan tersebut disesuaikan pada setiap pasien. Seorang ahli
anestesi harus menyadari pentingnya mental dan kondisi fisik selama visite preoperatif.
Sebab hal tersebut akan berpengaruh pada obat-obatan preanestesi, tehnik yang digunakan,
dan keahlian seorang ahli anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai
permasalahan dan ketidaksesuaian setelah operasi. Kebutuhan premedikasi bagi masing-
masing pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul pada kunjungan
pra-anestasi. Dengan memberikan rasa simpati dan pengertian kepada pasien tentang masalah
yang dihadapi, maka pasien dapat dibantu dalam menghadapi rasa sakit dan khawatir
menghadapi operasi1,2

Tujuan utama kunjungan pra anestesia adalah untuk mengurangi angka kesakitan
operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Pengelolaan anestesi pada pasien
diawali dengan persiapan preoperatif psikologis, dan bila perlu, pengobatan preoperatif.
Beberapa macam obat dapat diberikan sebelum dimulainya operasi.Obat-obatan tersebut
disesuaikan pada setiap pasien. Seorang ahli anestesi harus menyadari pentingnya mental dan
kondisi fisik selama visite preoperatif. Sebab hal tersebut akan berpengaruh pada obat-obatan
preanestesi, tehnik yang digunakan, dan keahlian seorang ahli anestesi. Persiapan yang buruk
akan berakibat pada berbagai permasalahan dan ketidaksesuaian setelah operasi.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi adalah suatu hal yang harus
dihindari,karena memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus lengkap
dan harus dicocokkan kembali dengan gelang identitas yang dikenakan pasien.Pasien ditanya
lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.1

Persiapan praanestesi meliputi:

1. Mengumpulkan data
2. Menentukan masalah yang ada pada pasien sesuai data
3. Mempersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi
4. Menentukan status fisik pasien
5. Menentukan tindakan anestesi

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah


penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus,misalnya adanya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca
bedah,sehingga dapat melakukan tindakan berikutnya dengan lebih baik. Kebiasaan merokok
sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi
system kardiosirkulasi,dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan
pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum.Kebiasaan minum alkohol
juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.1

- Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.


- Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, asma)
- Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan, kortikosteroid,
antihipertensi secara teratur.
- Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir sebelum operasi)
- Pengunaan gigi palsu pada pasien harus ditanyakan
- Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-obatan)
- Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh pasien,
seperti:2

1.Breath
Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan tonsil. Apakah jalan
nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit? Apakah pasien ompong atau
menggunakan gigi palsu atau mempunyai rahang yang kecil yang akan mempersulit
laringoskopi? Apakah ada gangguan membuka mulut atau kekakuan leher? Apakah ada
pembengkakan abnormal pada leher yang mendorong saluran nafas bagian atas?

Tentukan pula frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung, abdominal atau torakal,
apakah terdapat nafas dengan bantuan otot pernapasan (retraksi kosta). Nilai pula
keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas tambahan (stridor).

2.Blood
Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer.

3.Brain
GCS. adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist. Nilai apakah ada tanda TIK

4.Bladder
Produksi urin. pemeriksaan faal ginjal

5.Bowel
Apakah ada pembesaran hepar. bising usus dan peristaltik usus, massa abdominal

6.Bone

Kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan tubuh. kelainan tulang belakang.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai.Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,misalnya
pemeriksaan darah (Hb,leukosit,masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis.Pada
usia pasien diatas 0 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks namun disesuaikan
juga dengan kebutuhan diagnosis pada pasien.2

Persiapan Sebelum Pembedahan

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :3

1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8
jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa,
maka dilakukan pemasangan NGT.
2. Pengosongan kandung kemih.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.

Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah berasal dari
The American Society of Anesthesiologist (ASA).Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan
risiko anesthesia,karena dampak samping anesthesia tidak dapat dipisahkan dari dampak
samping pembedahan.4

1. ASA 1
Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang akan
dioperasi.

2. ASA 2
Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit
yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan

3. ASA 3
Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi
belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol
4. ASA 4
Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit yang
akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum

5. ASA 5
Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat
menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada
pasien koma berat

6. ASA 6
Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan diangkat
untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.

Untuk operasi darurat (bedah cito atau emergency), di belakang angka diberi huruf E
(emergency).

Premedikasi.

Premediaksi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi,rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya:4,5

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan


2. Memperlancar induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi reflex yang membahayakan.

Kecemasan merupakan reaksi alami,jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak
pasti.Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien.Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15
mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia.Jika disertai nyeri Karena penyakitnya dapat
diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuscular.

Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan
intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau ondansetron 2-4 mg.
Cara:

- Intramuskuler (1 jam sebelum anestesi dilakukan)


- Intravena (5-10 menit sebelum anestesi dilakukan)
- Oral misalnya, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan, pasien diberi obat
penenang (diazepam) peroral terlebih dahulu.

Penggolongan Obat-Obat Premedikasi

1. Golongan Narkotika.5

- Analgetika sangat kuat.


- Jenisnya : petidin dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah 
hipotensi
- Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,
misalnya: halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:
 Mengurangi kecemasan dan ketegangan
 Menekan TD dan nafas
 Merangsang otot polos
- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
 Mengurangi kecemasan dan ketegangan
 Menekan TD dan nafas
 Merangsang otot polos
 Depresan SSP
 Pulih pasca bedah lebih lama
 Penyempitan bronkus
 Mual muntah

2. Golongan Sedativa & Transquilizer

- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.
- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.
- Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak
lebih gelisah
Barbiturat

- Menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi


- Depresan lemah nafas dan silkulasi
- Mual muntah jarang

Diazepam

- Induksi, premedikasi, sedasi


- Menghilangkan halusinasi karena ketamin
- Mengendalikan kejang
- Menguntungkan untuk usia tua
- Jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- Premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 m
BAB III

KESIMPULAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh.Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di
operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien
gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

Kebutuhan premedikasi bagi tiap pasien dapat berbeda maka dari itu penting untuk
memperhatikan riwayat medis, riwayat anestesi, pengobatan, pemeriksaan fisik, interpretasi
dari hasil pemeriksaan penunjang, ASA dari tiap masing-masing pasien. Rasa takut dan nyeri
harus diperhatikan betul pada kunjungan pra-anestasi. Dengan memberikan rasa simpati dan
pengertian kepada pasien tentang masalah yang dihadapi, maka pasien dapat dibantu dalam
menghadapi rasa sakit dan khawatir menghadapi operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. B. Thomas, Boulton dan E.Colin, Alih bahasa : dr. Jonatan Oswari, Anestesiologi,
Edisi 10,Penerbit Buku Kedokteran EGC.h.73-5
2. M. Roesli Thaib, Monitoring Selama Anestesi, Anestesiologi, Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.h.49-
58.
3. Dr. M.T. Dardjat, Pengawasan atau Pemantauan (Monitoring), Kumpula kuliah
Anestesiologi, Ed Pertama,1986, Aksara medisina, Salemba, Jakarta.h.159-61
4. Said A.Latief dkk, Monitoring Perianestesia, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi
Kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2002.h.90-5
5. Dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC, Standar Pemantauan Dasar Intra Operatif, Ilmu
Anestesia Dan Reanimasi, Edisi Pertama, 2010, Indeks, Kembangan, Jakarta Barat,h.
133-6

Anda mungkin juga menyukai