A. Pengertian
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
Askep BPH
B. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2
faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.
Askep BPH
C. Anatomi Fisiologi
Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari
urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos
terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran
panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada
prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat
terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk
melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah
cairan alkalis pada cairan seminalis.
Askep BPH
D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke
dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika
dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan
apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Askep BPH
F. Komplikasi
Aterosclerosis
Infark jantung
Impoten
Haemoragik post operasi
Fistula
Striktur pasca operasi & inconentia urine
G. Pemeriksaan Diagnosis
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya
ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula
prostat.
4. Prostatektomi Parineal
H. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
o Pembesaran hormon estrogen & progesteron
o Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
o Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
o Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
o Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
o TUR (Trans Uretral Resection)
o STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
o Retropubic Extravesical Prostatectomy)
o Prostatectomy Perineal
Askep BPH
A. Pengkajian
1. Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif :
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter
C. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
o Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
o Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
2. Diagnosa Keperawatan 2. :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
o Klien akan melakukan perubahan perilaku.
o Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
o Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan
berobat lanjutan.
Intervensi :
3. Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
o Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
o Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
o Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
o Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan
cara untuk menghindari.
Daftar Pustaka
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.