Anda di halaman 1dari 15

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah keadaan kondisi patologis


yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
ditemukan intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya& Putri
2013).
BPH merupakan penyakit pembesaran prostat yang seringkali
menyebabkan gangguan eleminasi urine dimana prostat ini cenderung
mengarah kearah depan sehingga menekan vesika urinaria (Prabowo&
Pranata, 2014) .

B. Klasifikasi

Derajat berat BPH menurut Tanto (2014) adalah sebagai berikut :


1. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
tidak enak saat BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan. Urine
menetes secara periodik.

C. Etiologi

Menurut Muttaqin dan Sari (2014) beberapa faktor yang menyebabkan


terjadinya BPH yaitu:
1. Dihydrostetosteron adalah pembesaran pada epitel dan stroma kelenjar
prostat yang disebabkan oleh peningkatan 5 alfa reductase dan reseptor
androgen .

2. Adanya ketidakseimbangan antara hormone testosteron dan estrogen


dimana terjadi peningkatan estrogen dan penurunan testosterone sehingga
mengakibatkan pembesaran pada prostat

3. Interaksi antara stroma dan epitel, peningkatan epidermal growth factor


atau fibroblast growth faktor dan penurunan transforming faktor beta
menyebabkan hyperplasia stroma dan epitel.

4. Peningkatan estrogen menyebabkan berkurangnya kematian sel stroma


dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori sel stem, dengan meningkatnya aktivitas sel stem maka akan terjadi
produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel sehingga
menyebabkan poliferasi sel-sel prostat.

D. Pemeriksaan penunjang

Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :


1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter
anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan
prostat.
2. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume
dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau
hematuria (prabowo dkk, 2014).

E. Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :

1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat

2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala
dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:

a. Prostatektomi

1) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode


mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi
yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.

2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar


melalui suatu insisi dalam perineum.

3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih


umum di banding [endekatan suprapubik dimana insisi abdomen
lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis
dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP)

TUIP Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan


instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat
berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak
kasus dalam BPH.

c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)

TURP Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra


menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di
lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan
dengan arus listrik.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

BPH merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum


pada pria lebih tua dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Muttaqin, 2012).
2. Keluhan utama

Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah nyeri
pada saat kencing atau disebut dengan disuria , hesistensi yaitu memulai
kencing dalam waktu yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan
disebabkan karena otot detrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa
lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan
dalam uretra prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya
mengalami nyeri di bagian genetalianya . Untuk penilaian nyeri
berdasarkan PQRST yaitu :
P = oleh luka insisi
Q = seperti ditusuk-tusuk/ disayat-sayat pisau/terbakar panas,
R = di daerah genetalia bekas insisi
S = dari kategori 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan,4-6 = nyeri
sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = sangat berat tidak bias
ditoleransi.
T = Sering timbul/tidak sering/sangat sering.
(Muttaqin, 2012).

3. Riwayat penyakit sekarang

Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung kemih,
terdapat benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen bawah
(distensi kandung kemih), adanya hernia inguinalis atau hemoroid yang
menyebabkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih dalam mengatasi tahanan (Dongoes, 2012).

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien dengan BPH biasanya sering mengkonsumsi obat-obatan seperti


antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria atau agen
antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta obat yang
mengandung simpatomimetik (Dongoes, 2012).

5. Keadaan umum

Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah dilakukan


tindakan post operasi prostatektomi, untuk tingkat kesadaran
composmentis tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, nadi
meningkat akibat nyeri yang dirasakan oleh klien , RR umumnya dalam
batas normal 18-20x/ menit.

6. Pemeriksaan fisik

(Mustika,dkk, 2012)
a. Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak)
b. Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau
mulut, warna bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat
jumlah gigi, adanya karies gigi atau tidak
c. Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada
kalenjar tiroid, kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan
menelan klien, adanya peningkatan vena jugularis
d. Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas,
apakah ada suara nafas tambahan
e. Abdomen pemeriksaan abdomen meliputi:
1) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9
regio abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine
2) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin
dan sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis dan pyelonefrosis.
f. Genetalia
1) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter dan
biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan, sehingga
terdapat bekuan darah pada kateter.

2) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan


adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis
meatus, striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis, maupun
epididymitis
g. Ekstermitas Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot
dikarenakan mengalami penurunan kekuatan otot
B. Perencanaan
No. SDKI SLKI Intervensi
1. Retensi urin berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Katerisasi Urin
dengan peningkatan tekanan selama 3x24 jam diharapkan masalah Observasi:
uretra retensi urin pasien dapat teratasi dengan 1. Periksa kondisi pasien
kriteria hasil : Terapeutik:
Eliminasi urin 2. Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan
Indicator A T tindakan
Sensasi berkemih 2 4 3. Posisikan dorsal rekumben (untuk wanita)
Desakan berkemih 2 4
Distensi kandung kemih 2 4 dan supine (untuk laki-laki)
4. Pasang sarung tangan
5. Bersihkan daerah perineal atau preposium
dengan cairan NaCL atau aquades
6. Lakukan insersi kateter urine dengan
menerapkan prinsip aseptic
7. Sambungkan kateter urin dengan urine bag
8. Isi balon dengan NaCl 0,9 % sesuai anjuran
pabrik
9. Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau
dipaha
10. Pastikan kantung urine ditempatkan lebih
rendah dari kandung kemih
11. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
12. Jelaskan tujuan dan procedure pemasangan
kateter urine
13. Anjurkan menarik napas saat insersi selang
kateter

No. SDKI SLKI Intervensi


2. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
agen pencedera fisik, luka post selama 3x24 jam diharapkan masalah nyeri Observasi
operasi yang dirasakan pasien dapat teratasi dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
Indicator A T
Keluhan nyeri 2 4 3. Identifikasi faktor yang memperberat
Meringis 2 4
dan meringankan nyeri
Kesulitan tidur 2 4
Terapeutik

4. Berikan teknik non farmakologis

5. Berikan posisi semi fowler untuk


mengurangi nyeri
Edukasi

6. Jelaskan strategi meredakan nyeri

7. Ajarkan teknik nonfarmakologis


Kolaborasi
kolaborasi pemberian analgesic
No. SDKI SLKI Intervensi
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan mobilisasi
berhubungan dengan penurunan selama 3x24 jam diharapkan masalah Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
kekuatan otot gangguan mobilitas fisik dapat teratasi
fisik lainnya
dengan kriteria hasil :
2. Identifikasi toleransi melakukan
Mobilitas fisik
pergerakan
Indicator A T
Pergerakan ekstremitas 2 5 3. Monitor kondisi umum selama
Kekuatan otot 2 5 melakukan mobilisasi
Rentang gerak 2 5 Terapeutik
Nyeri 2 5 4. Fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan
Gerak terbatas 2 5
alat bantu
Kelemahan fisik 2 5
5. Fasilitasi melakukan pergerakan
6. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatan pergerakan
Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur
monilisasi
8. Anjurkan melakukan mobilisasi
9. Anjurkan mobilisasi sederhana
No. SDKI SLKI Intervensi
4. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan masalah 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan

kelemahan defisit perawatan diri dapat teratasi dengan diri sesuai usia

kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian

Indikator A T 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu


Kemampuan mandi 2 4 kebersihan diri, berpakaian, berhias dan
Kemampuan berpakaian 2 4
makan
Kemampuan toileting 2 4
Kemampuan makan 2 4 Terapeutik
Mempertahankan kebersihan 2 4 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik
mulut 5. Siapkan keperluan pribadi
6. Damping dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
7. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
8. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan pasien
9. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
mandiri secara konsisten dan sesuai
kemampuan.
Daftar pustaka

Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan


Sistem Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.
Doenges, M. E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.
Yogyakarta :rapha publishing
Muttaqin, Arif.,& Sari, Kumala. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta. (2014). Kapita selekta kedokteran edisi IV
jilid I . Jakarta: Media Aesculapius.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai