Anda di halaman 1dari 4

A.

Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat

2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat
kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum
di banding [endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih
rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan
kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.

b. Insisi prostat transurethral (TUIP)


Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat
berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak
kasus dalam BPH.

c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)


Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi
dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus
listrik.

B. Anamnese
a. Anamnese :
1. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami
BPH yang sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy
clevo, 2012)

2. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul keluhan
nyeri, sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri (provocative/
paliative), rasa nyeri yang dirasakan (quality), keganasan/intensitas
(saverity) dan waktu serangan, lama, (time) (Judha, dkk. 2012)

3. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH


dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain:
hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca miksi,
frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).

4. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang


pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan faal
darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014)

b. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)


1. Vital sign (tanda vital)
2. Pemeriksaan temperature dalam batas normal
3. Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR (Ackley, 2011)
4. Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi
5. Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan darah
(Prabowo,2014).

C. Pemeriksaan fisik ( head to toe )


1. Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz Alimul, 2009).

2. Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut, warna
bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat jumlah gigi, adanya
karies gigi atau tidak (Aziz Alimul, 2009).

3. Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada kalenjar tiroid,
kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan menelan klien, adanya
peningkatan vena jugularis (Aziz Alimul, 2009)

4. Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah ada suara
nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)
5. Abdomen
Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:
a. Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9
regio abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine 
b. Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi
urin dan sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui
adanya Hidronefrosis dan pyelonefrosis.
6. Genetalia
Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:
a. Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter
dan biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan,
sehingga terdapat bekuan darah pada kateter. Dan dilakukan
tindakan spolling dengan Ns 0,9% / PZ, ini tergantung dari
warna urine yang keluar. Bila urine sudah jernih spolling dapat
dihentikan dan pipa spolling di lepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)

b. Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan


adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti
stenosis meatus, striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis,
maupun epididimitis (Prabowo, 2014).

7. Ekstermitas
Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan mengalami
penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014).

Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:


a. Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter
dan biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan,
sehingga terdapat bekuan darah pada kateter. Dan dilakukan
tindakan spolling dengan Ns 0,9% / PZ, ini tergantung dari
warna urine yang keluar. Bila urine sudah jernih spolling dapat
dihentikan dan pipa spolling di lepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)

b. Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan


adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti
stenosis meatus, striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis,
maupun epididimitis (Prabowo, 2014).

D. Pemeriksaan Penunjang 
1. BNO IVP
2. Transrekral ultrasonografi – prostat
3. Lab : rutin persiapan operasi, PSA.
4. Biopsi jarum bila ada kecurigaan pada colok dubur atau PSA 10

E. Diagnosis banding
Struktur uretra, kontraktur leher kandung kemih, batu buli, kanker prostat yang
meluas secara lokal dan penurunan kontraktivitas kandung kemih
Tata laksana :
1. Observasi waspada
2. Ervasi waspada dapat dilakukan pada pasien bergejala ringan
dengan Skor IPSS 0-7 evaluasi dilakukan secara berkala, yaitu
3,6 dan 2 bulan kemudian, serta dilanjutkan 1 kali pertahun.

Anda mungkin juga menyukai