Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR DENGAN DIAGNOSIS PRIORITAS NYERI AKUT


PADA PASIEN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

LAPORAN PENDAHULUAN
Untuk memenuhi tugas matakuliah Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah 2
yang dibina oleh Ibu Anggun Setyarini, S.Kep, Ns

Oleh:
Yuni Fatmasari 3B/10B
P17210193067

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
D-III KEPERAWATAN MALANG
Agustus 2021
A. Masalah Kesehatan
BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).

B. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hiperplasi) adalah suatu keadaaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. Biasanya terjadi pada laki-
laki (Smelzter dan Bare, 2002).
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika. Pembesaran secara progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius.
C. Gejala dan Tanda
Gejala yang ditimbulkan dari BPH disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma
protatisme dibagi menjadi dua yakni :
a) Gejala obstruktif :
 Hesistansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
 Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
 Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
 Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
 Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
b) Gejala iritasi :
 Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
 Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
 Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
D. Pohon Masalah

E. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium (http://eprints.umpo.ac.id/6154/3/BAB%202.pdf)
 Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
 Pemeriksaan urine lengkap
 PSA (Prostatik Spesific Antigen) perlu diadakan pemeriksaan untuk
kewaspadaan terhadap keganasan.
(Padila, 2012 dalam Annisa, 2017)
2) Pemeriksaan Uroflowmetri
Penilaian pancaran urine dapat diperiksa dengan uroflowmeter :
 Flow rate maksimal >15 ml/detik : non obstruktif
 Flow rate maksimal 10-15 ml/detik : border line
 Flow rate maksimal <10ml/detik : obstruksi
3) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
 BOF (Buik Overzich), digunakan untuk memeriksa adanya batu dan
metastase pada tulang.
 USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memriksa konsistensi volume dan
besar prostate dan keadaan buli-buli termasul residual urine. Pemeriksaan
dapat dilakukan secara transrektal, transurethral, dan supra pubik.
 IVP (Pyelografi Inravena), digunakan untuk melihat exkresi ginjal dan
adanya hidronefrosis.
 Pemeriksaan panendoskop, untuk mengetahui keadaan uretra dan buli-buli.
(Padila, 2012 dalam Annisa, 2017)

F. Penatalaksanaan Medis
Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien
b. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat
tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi
(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
c. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Klien dengan residual urin  100 ml.
c. Klien dengan penyulit.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
f. Pembedahan dapat dilakukan dengan :
g. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat  90 - 95 % )
h. Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
i. Perianal Prostatectomy
j. Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
d. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi
Ultrasonik

G. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami BPH yang
sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy clevo, 2012)
b. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul keluhan nyeri,
sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri (provocative/ paliative), rasa
nyeri yang dirasakan (quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan,
lama, (time) (Judha, dkk. 2012)
c. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH dengan istilah
LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain: hesistansi, pancaran urin
lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca miksi, frekuensi dan disuria (jika
obstruksi meningkat).
d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang pernah
diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan faal darah beresiko
terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014)
2. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)
a. Vital sign (tanda vital)
1) Pemeriksaan temperature dalam batas normal
2) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR (Ackley, 2011)
3) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi 22
4) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan darah
(Prabowo,2014).
2.4.2 Pemeriksaan fisik ( head to toe )
1) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz Alimul,2009).
2) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut, warna
bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat jumlah gigi, adanya
karies gigi atau tidak (Aziz Alimul, 2009).
3) Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada kalenjar tiroid,
kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan menelan klien, adanya
peningkatan vena jugularis (Aziz Alimul, 2009)
4) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah ada
suara nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)
5) Abdomen
Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:
a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9 regio
abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine
b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin dan sering
dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan
pyelonefrosis.
6. Genetalia
a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter dan biasanya
terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan, sehingga 23 terdapat bekuan
darah pada kateter. Dan dilakukan tindakan spolling dengan Ns 0,9% / PZ,
ini tergantung dari warna urine yang keluar. Bila urine sudah jernih spolling
dapat dihentikan dan pipa spolling dilepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)
b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya
kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus, striktur
uretralis, urethralithiasis, Ca penis, maupun epididymitis (Prabowo, 2014).
7) Ekstermitas
Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan mengalami
penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014)

H. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d nyeri saat bergerak
Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaboratif Tujuan dan Kriteria Hasil Intervesi

Tujuan : setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)


(D.0077) Nyeri akut b.d agen keperawatan selama 3x24 jam nyeri Observasi :
pencedera fisik (prosedur akut menurun 1. Identifikasi skala nyeri
operasi) d.d mengeluh nyeri, Dengan kriteria : 2. Identifikasi karakteristik, lokasi, d
tampak meringis, bersikap Tingkat nyeri (L.08066) kualitas, inetensitas nyeri
protektif. 1. Keluhan nyeri menurun dari skala 3 Terapeutik:
ke 5 1. Berikan teknik non farmakologis u
2. Meringis menuurun dari 3 ke 5 rasa nyeri
3. Kemampuan menuntaskan aktofitas Edukasi:
meningkat dari skala 3 ke 5 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi:
1. kolaborasi pemberian analgetik jik
I. Referensi

Anda mungkin juga menyukai