Anda di halaman 1dari 13

pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya benigna prostatic

hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi belum pasti maka melahirkan
hipotesa yang diduga timbulnya benigna prostat hiperplasia antara lain:
1. Hipotesis dehidrotestosteron (DHT) Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen – testosteron Dengan meningkatnya usia pada pria
terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron sedangkan
estradiol tetap, yang dapat menyebabkan hiperplasia stroma.
3. Interaksi troma-epitel Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblas gorwth
faktor penurunan trans forming growth faktor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell, sel stem yang meningkat mengakibatkan ploferasi sel transi.
A. MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) gejala klinis Benign Prostaic
Hyperplasia antara lain:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lambat dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. termitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d) Pencaran
lemah: kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan
waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
d. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
d. Gejala generlitas seperti kelelahan, mual, muntah, rasa tidak nyaman pada
epigastrik.
Menurut Suharyanto dan Madjid (2013) manifestasi klinis klien dengan BPH
adalah:
1. Poliuria (orang sering buang air kemih), karena kandung kemih hanya mampu
mengeluarkan sedikit air kemih.
2. Aliran air kemih menjadi terhambat karena terjadi penyempitan uretra

B. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin, pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan meregang menimbulkan sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan detrusor disebut fase komoensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi ellah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkonsentrasi dehingga resistensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan
aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing
terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami
kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi
urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan
didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong
setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek
(nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan
ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo,
2011)
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat
bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama
kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat
menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2010).
PHATWAY

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges (2019), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada
pasien dengan BPH adalah :

1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan
tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-
buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika
dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:

1. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien

2. Medika mentosa

Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa
disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi (misalnya :
hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan golongan supresor
androgen.

3. Pembedahan

Indikasi:

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut

b. Dengan residual urin >100 ml

c. Klien dengan pengulit

d. Terapi medika mentosa tidak berhasil

e. Flowmetri menunjukan pola obstruktif


Pembedahan dapat dilakukan dengan:

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).

2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.

3) Perianal prostatectomy.

4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.

4. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi ultrasonic).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Fokus (Mengacu pada data Mayor dan Minor diagnose keperawatan
SDKI)
1. Nyeri Akut (D.0077)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a. mengeluh nyeri  nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari dan aktivitas tidur. Nyeri diukur dengan
NRS (Numeric Rating Scale) dan dengan pengkajian PQRST.

P = provokes, palliative (penyebab)


Apa yang menyebabkan rasa sakit/nyeri; hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik; apa yg dilakukan jika sakit/nyeri timbul; apakah nyeri
ini sampai mengganggu tidur.
Q = quality (kualitas)
Apakah rasanya tajam, sakit, seperti diremas, menekan, membakar, nyeri
berat, kolik, kaku atau seperti ditusuk.
R = Radiates (penyebaran)
Apakah rasa sakitnya menyebar atau berfokus pada satu titik.
S = severety (keparahan)
Nilai nyeri dalam skala 1-10 dengan NRS. Cara lain adalah menggunakan
skala FACES untuk pasien dengan kesulitan bicara
T = time (waktu)
Kapan sakit mulai muncul; apakah munculnya perlahan atau tiba-tiba; apakah
nyeri muncul secara terus-menerus atau kadang-kadang

Objektif
b.Frekuensi nadi meningkat  Normalnya pada orang dewasa 60-100x/menit.
Peningkatan frekuensi nadi merupakan respon jantung terhadap nyeri yang terjadi
pada tubuh. Diukur dengan memeriksa denyut nadi di tangan.
c. Tampak meringis  sebagai respon nonverbal terhadap nyeri, diukur dengan
menggunakan Wong & Braker Rating Scale.

d.Bersikap Protektif  seseorang yang mengalami nyeri cenderung melindungi


bagian yang terasa nyeri.
e. Gelisah  sebagai respon seseorang yang mengalami nyeri.
f. Sulit tidur  rasa nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan yang dapat
mengganggu tidur.
Gejala dan tanda minor
Subjektif: Tidak tersedia
Objektif
a. Tekanan darah meningkat  Tekanan darah normal: Dewasa 19-40 tahun
95-135 mmHg 60-80 mmHg Dewasa 41-60 tahun 110-145 mmHg 70-90
mmHg Lansia (>60 tahun) 95-145 mmHg 70-90 mmHg. Diukur dengan
menggunakan tensimeter.
b. Pola napas berubah  pola napas pada orang yang mengalami nyeri
cenderung cepat.
c. Berfokus pada diri sendiri  seseorang yang merasakan sakit/nyeri
cenderung hanya memedulikan rasa sakitnya dan tidak memedulikan
lingkungan sekitarnya.
d. Diaphoresis  kondisi yang terjadi ketika seseorang merasakan kedinginan
pada tubuh saat berkeringat secara tidak normal atau disebut dengan keringat
berlebih.
2. Hipotermia (D.0131)
Faktor risiko:
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
Kulit terasa dingin
Menggigil
Suhu tubuh dibawah nilai normal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
Akrosianosis
Bradikardi
Dasar kuku sianotik
Hipoglikemia
Hipoksia
Pengisian kapiler > 3 detik
Konsumsi oksigen meningkat
Ventilasi menurun
Piloereksi
Takikardia
Vasokonstruksi perifer
Kutis memorata (pada neonatus)
3. Resiko Perdarahan 9D.0140)
Faktor risiko:
1. Aneurisma
2. Gangguan gastrointestinal (misalnya ulkus lambung, polip, varises)
3. Gangguan fungsi hati (misalnya sirosis hepatis)
4. Komplikasi kehamilan (misalnya ketuban pecah sebelum waktunya)
5. Komplikasi pasca partum (misalnya atoni uterus, retensi plasenta)
6. Gangguan koagulasi (misalnya trombositopenia)
7. Efek agen farmakologis
8. Tindakan pembedahan
9. Trauma
10. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan
11. Proses keganasan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN


(SDKI)
1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Pre Operasi)
2. Hipotermia b.d Terpapar Suhu Lingkungan Rendah (intra Operasi)
3. Resiko Perdarahan (Pos Operasi)
B. PERENCANAAN
Dx.1
Tujuan (SMART, SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tingkat nyeri menurun dengan
kriteria hasil:
- Kemampuan menuntaskan aktivitas menurun
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun
- Gelisah menurun
- Kesulitan tidur menurun
- Frekuensi nadi membaik

Rencana Intervensi (SIKI)


Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Idenfitikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Dx.2
Tujuan (SMART, SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan termogulasi membaik
dengan kriteria hasil:
- Menggigil menurun
- Suhu tubuh membaik
- Suhu kulit membaik

Intervensi (Rencana SIKI)


Observasi
- Monitor suhu tubuh
- Identifikasi penyebab hipotermia (mis: terpapar suhu lingkungan rendah,
pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan)
- Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (mis: hipotermia ringan: takipnea,
disartria, menggigil, hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia, hipotensi,
apatis, koagulopati, refleks menurun; hipotermia berat: oliguria, refleks
menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang hangat (mis: atur suhu ruangan, inkubator)
- Ganti pakaian dan/atau linen yang basah
- Lakukan penghangatan pasif (mis: selimut, menutup kepala, pakaian tebal)
- Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis: kompres hangat, botol hangat,
selimut hangat, perawatan metode kangguru)
- Lakukan penghangatan aktif internal (mis: infus cairan hangat, oksigen hangat,
lavase peritoneal dengan cairan hangat)
Edukasi
- Anjurkan makan/minum hangat

Dx.3
Tujuan (SMART, SLKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tingkat nyeri menurun dengan
kriteria hasil:
- Membran mukosa lembab meningkat
- Kelembaban kulit meningkat
- Hemoptisis menurun
- Hematemesis menurun
- Hematuria menurun
- Hemoglobin membaik
- Hematokrit membaik

Intervensi (Rencana SIKI)


Observasi
- Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
- Monitor tanda-tanda vital ortostatik
- Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial thromboplastin time
(PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau platelet)

Terapeutik
- Pertahankan bed rest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasive, jika perlu
- Gunakan kasur pencegah decubitus
- Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Riska Verdian (2021) Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Benigna
Prostat Hiperplasia Dengan Tindakan Tranurenthal Resection Prostate (TURP).Di
Ruang Operasi Rumah Sakit Yukum Medical Center Tahun 2021. Poltekkes
Tanjungkarang
Khoiriyah (2021). Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Benigna Prostat
Hiperplasia Dengan Tindakan Prostektomi Di Ruang Operasi RSUD Jend Ahmad Yani.
Poltekkes Tanjungkarang
Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai