Anda di halaman 1dari 30

ASKEP

BENIGNA PROSTAT HYPERTROFI


(BPH)

Oleh:
Ns.Edy Suryadi Amin,M.Kep
Pengertian
 BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat
yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-
laki yang biasanya pada usia pertengahan atau
lanjut.
 Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
 Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari
kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong,
Wim de, 1998).
 Pada usia 40an, seorang pria mempunyai
kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun,
kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada
usia diatas 70 tahun, akan menjadi 90%.
Prevalensi
 BPH ~ Usia Pria berdasarkan hasil otopsi :
> 60 tahun : 50 %
> 80 tahun : 90 %
 Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis :
50 -60 tahun : 21 %
> 80 tahun : 53 %
 Insidensi: 50% (klinis) pria 60-69 tahun,
k.l. 100% pada umur 80 tahun
(mikroskopik sejak umur 35 tahun)
Etiologi

 Penyebab terjadinya Benigna Prostat


Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu
testis dan usia lanjut.
 Ada beberapa teori mengemukakan
mengapa kelenjar periurethral dapat
mengalami hiperplasia, yaitu :
 Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada
orang dewasa berada pada keseimbangan
antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan
ini disebut steady state. Pada jaringan prostat
terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih
cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar
periurethral.
 Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak
dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah
proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi
veromontatum di zona periurethral.
Tanda dan Gejala
 Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi
(bak tidak lampias)
 Kesulitan dalam mengosongkan kandung
kemih.
 Rasa nyeri saat memulai miksi/
 Adanya urine yang bercampur darah
(hematuri).
Patofisiologi
 Pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan pada traktus urinarius.
Pada tahap awal terjadi pembesaran
prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi
uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat.
 Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi
lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam
mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok
yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam
vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat
menerobos keluar di antara serat detrusor
sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila
kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel.
 Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi
yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah
dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis
dan disfungsi saluran kemih atas.
Derajat Hipertrofi Prostat
Derajat Colok Dubur Sisa Volume
Urine
I Penonjolan Prostat, batas < 50 ml
atas mudah diraba
II Penonjolan prostat jelas, 50 – 100 ml
batas atas dapat dicapai
III Batas atas prostat tidak > 100 ml
dapat diraba
IV Retensi urine
total
International Prostate Symptom Score
(I-PSS), (Doddy M.Soebadi, 1999)
Dalam 1 bulan terakhir:
1. Terasa sisa kencing 0 1 2 3 4 5
2. Sering kencing 0 1 2 3 4 5
3. Terputus-putus 0 1 2 3 4 5
4. Tidak bisa menunda 0 1 2 3 4 5
5. Pancaran lemah 0 1 2 3 4 5
6. Mengejan 0 1 2 3 4 5
7. Kencing malam 0 1 2 3 4 5
Total …….
 Total IPSS score: 0-7: ringan, 8-18 :
sedang, 19-35 : berat
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas
dan biakan urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram retrograd, USG, Ct
Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi
sistogram retrograd dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal
atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi),
selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,
mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti
difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De
Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah,
tetapi kandung kemih tidak dibuka,
hanya ditarik dan jaringan adematous
prostat diangkat melalui insisi pada
anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Perineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar
prostat dibuang melalui perineum.
Penatalaksanaan
 Non Operatif
– Pembesaran hormon estrogen & progesteron
– Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
– Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang
pendek
– Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin &
dekongestan
– Pemasangan kateter.
 Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih
dan urine sisa 750 ml
– TUR (Trans Uretral Resection)
– STP (Suprobic Transversal Prostatectomy)
– Retropubic Extravesical Prostatectomy)
– Prostatectomy Perineal
Pengkajian
1. Data subyektif :
– Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
– Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan
seksual.
– Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
– Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif :
– Terdapat luka insisi
– Takikardi
– Gelisah
– Tekanan darah meningkat
– Ekspresi w ajah ketakutan
– Terpasang kateter
Diagnosa Keperawatan
 Nyeri berhubungan dengan spasme
otot spincter
 Kurang pengetahuan : tentang TUR-
P berhubungan dengan kurang
informasi
 Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri / efek pembedahan
Intervensi
 Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien
mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara
adekuat.
 Intervensi :
– Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
– Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor
pencetus serta penghilang nyeri.
– Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
– Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
– Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,
abdomen tegang)
– Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
– Lakukan perawatan aseptik terapeutik
– Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.
 Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan
serta kebutuhan berobat lanjutan.
 Intervensi :
– Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat
selama 3-4 minggu.
– Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu
BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja
untuk laksatif sesuai kebutuhan.
– Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000
ml/hari.
– Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih
sudah penuh
– Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
 Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
 Intervensi :
– Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab
gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk
menghindari.
– Ciptakan suasana yang mendukung, suasana
tenang dengan mengurangi kebisingan.
– Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
penyebab gangguan tidur.
– Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat yang dapat mengurangi nyeri
(analgesik).
Evaluasi
 Kriteria hasil 1 :
– Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri
berkurang atau hilang.
– Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
 Kriteria hasil 2 :
– Klien akan melakukan perubahan perilaku.
– Klien berpartisipasi dalam program
pengobatan.
– Klien akan mengatakan pemahaman pada
pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat
lanjutan.
 Kriteria hasil 3 :
– Klien mampu beristirahat / tidur dalam
waktu yang cukup.
– Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
– Klien mampu menjelaskan faktor
penghambat tidur.

Anda mungkin juga menyukai