Komplikasi Pasien Post Op TURP (Transuretral Resection Prostat)
Komplikasi yang terjadi pada pasien post operasi TURP (Transuretral
Resection Prostat) antara lain, sebagai berikut : 1. Komplikasi intraoperatif meliputi: a. Perdarahan b. Perforasi Buli c. Perforasi Kapsul Prostat d. Sindroma Tur e. Kematian. 2. Komplikasi Perioperatif meliputi: a. Perdarahan b. Retensi Urine c. Infeksi Saluran Kemih d. Epididimitis e. Kematian 3. Komplikasi Lanjut meliputi: a. Stritur Urertha b. Retensi Berulang c. Inkontinensia Urine d. Ejakulasi Retrograd e. Disfungsi Ereksi
Penatalaksanaan Pasien Post Op TURP (Transuretral Resection Prostat)
1. Analgesik Analgesik diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada umumnya menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2013). Golongan non opioid yang sering diberikan adalah acetaminophen atau Non Steroidal Anti- Inflamantory Drugs (NSAIDs) dan digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang. 2. Terapi simptomatis Pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa- reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostat akan mengecil (Prabowo & Pranata, 2014). 3. Nonfarmakologis Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat dilakukan dengan mengombinasikan pemberian analgesik dengan terapi nonfarmakologis salah satu di antaranya mobilisasi dini.
Pengkajian Fokus Pasien Post Op TURP (Transuretral Resection Prostat)
1. Identitas Identitas digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH yang sering dialami oleh laki –laki di atas umur 50 tahun 2. Keluhan utama Keluhan yang dirasakan pada pasien setelah post operasi TURP umumnya mengalami nyeri di bagian genetalianya. Untuk penilaian nyeri berdasarkan PQRST yaitu: a. P (provokatif atau paliatif) merupakan data dari penyebab atau sumber nyeri pertanyaan yang ditujukan pada pasien berupa: 1) Apa yang menyebabkan gejala nyeri? 2) Apa saja yang mampu mengurangi ataupun memperberat nyeri? 3) Apa yang anda lakukan ketika nyeri pertama kali dirasakan? b. Q (kualitas atau kuantitas) merupakan data yang menyebutkan seperti apa nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dapat berupa: 1) Dari segi kualitas, bagaimana gejala nyeri yang dirasakan? 2) Dari segi kuantitas, sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien sekarang dengan nyeri yang dirasakan sebelumnya. 3) Apakah nyeri hingga mengganggu aktifitas? c. R (regional atau area yang terpapar nyeri atau radiasi) merupakan data mengenai di mana lokasi nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan pada pasien dapat berupa: 1) Di mana gejala nyeri terasa? 2) Apakah nyeri dirasakan menyebar atau merambat? d. S (skala) merupakan data mengenai seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan pada pasien dapat berupa: seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien jika diberi rentang angka 1-10? e. T (timing atau waktu) merupakan data mengenai kapan nyeri dirasakan, pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dapat berupa: 1) Kapan gejala nyeri mulai dirasakan? 2) Seberapa sering nyeri terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap? 3) Berapa lama nyeri berlangsung? 4) Apakah terjadi kekambuhan atau nyeri secara bertahap? 3. Riwayat penyakit sekarang Data riwayat penyakit sekarang pasien BPH post operasi TURP diawali agen pencedera fisik (prosedur operasi). 4. Riwayat penyakit dahulu Klien dengan BPH biasanya sering mengonsumsi obat-obatan seperti antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta obat yang mengandung simpatomimetik (Dongoes, 2012). 5. Riwayat Penyakit Keluarga Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat, hipertensi dan penyakit ginjal (Doengoes, 2012). 6. Keadaan umum Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah dilakukan tindakan post operasi TURP, untuk tingkat kesadaran composmentis tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, nadi meningkat akibat nyeri yang dirasakan oleh klien, RR umumnya dalam batas normal 18-20x/ menit. 7. Pola fungsi kesehatan a. Pola tidur dan istirahat. Post operasi TURP dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya terganggu. b. Pola aktivitas. Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri setelah operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus bedrest beberapa waktu yang cukup lama setelah tindakan operasi. Pada pasien post operasi TURP mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami gangguan saat melakukan aktivitas mandiri. c. Pola hubungan dan peran. Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak stabil. Namun, tidak begitu banyak mengganggu sosialisasi pasien terhadap lingkungan dan masyarakat. d. Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan berpikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu, dan tempat. Pada pasien post operasi TURP fungsi indra penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa, peraba tidak mengalami gangguan. Pasien merasakan nyeri. Pasien mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh dengan dilakukannya pengobatan medis. e. Pola penanggulangan stres. Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah tersebut. Pada pasien post operasi TURP emosi masih stabil, sabar dalam proses pengobatan. f. Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien terhadap agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan Tuhan selama sakit. Pasien dengan post operasi TURP dapat melakukan ibadah agama yang dianutnya dengan kemampuan yang dimilikinya. g. Sistem pernafasan. Inspeksi : Biasanya klien terjadi sesak nafas. Palpasi : Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder. Auskultasi : Biasanya terdengar suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, suara nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas. h. Sistem kardiovaskuler. Inspeksi : Tidak terdapat sianosis, tidak terdapat perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi. Palpasi : Biasannya denyut nadi meningkat akral hangat. Perkusi : Pada pemeriksaan manusia normal pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup, i. Sistem persyarafan. Inspeksi : Klien menggigil, kesadaran menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok septik. j. Sistem perkemihan. Inspeksi : Terdapat massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih). Palpasi : Pada palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri tekan. Perkusi : Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urine terdapat suara redup dikandung kemih karena terdapat residual (urine). k. Sistem pencernaan. 1) Mulut dan tenggorokan : Hilang nafsu makan mual dan muntah. 2) Abdomen. Inspeksi : Bentuk abdomen datar, tidak terdapat masa dan benjolan. Auskultasi : Biasanya bising usus normal. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran permukaan halus. Perkusi : Timpani l. Sistem integumen. Palpasi: Kulit terasa panas karena peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien menggigil, kesadaran menurun. m. Sistem endokrin. Inspeksi: Adanya perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut. n. Sistem reproduksi Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus. o. Sistem musculoskeletal Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.