Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika

jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rangsangan nyeri. Nyeri akut adalah suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya. Secara umum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik dari serabut saraf dalam

tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional Arthur C.

Curton (2010).

Menurut WHO (2013) jumlah penderita nyeri diseluruh dunia mencapai

70juta kasus degeneratif, sedangkan dinegara berkembang sebanyak 5,35% kasus

yang ditemukan pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan

pembedahan setiap tahunnya.. Pada tahun tahun 2013 di Indonesia penderita nyeri

menjadi urutan kedua, dan secara umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia

yang berusia diatas 50 tahun mengalami nyeri akut. Oleh karena itu, jika dilihat

dari 9 juta lebih rakyat Indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria,

dan yang berusia 60 tahun ke atas, maka dapat dikatakan kira-kira 2 juta pria.. Di

Jawa Timur tepat 672.502 kasus nyeri pada tahun 2015 (Dinkes Provinsi Jatim,

2015). Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Sampang Madura Provinsi

Jawa Timur tahun 2016 jumlah kasus penderita pasien nyeri yaitu sebanyak 102

kasus.
2

Salah satu dampak atau akibat dari nyeri akut wajah tampak meringis,

bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah

meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu,

menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan diaforesis. Nyeri yang terjadi dalam

kurun waktu yang singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak

diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar

ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem

pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter &

Perry, 2015).

Hasil penelitian Datak (2008), menyatakan bahwa upaya untuk

menurunkan nyeri dengan menggunakan Terapi Dzikir efektif.. Pasien melakukan

Terapi Dzikir dengan mengulang kata atau kalimat yang sesuai dengan keyakinan

responden sehingga menghambat impuls noxius pada system kontrol descending

(gate control theory) dan meningkatkan kontrol terhadap nyeri. Manajemen nyeri

yang dapat dilakukan adalah dengan metode farmakologi dan nonfarmakologi,

metode farmakologi yaitu mengkonsumsi obat-obatan seperti Dutasteride dan

Finasteride. Kedua jenis obat ini bekerja dengan cara menghambat efek hormon

dihidrotestosteron untuk mereduksi ukuran prostat. Sedangkan pada metode non

farmakologi untuk mengurangi nyeri yaitu tidak dengan obat, namun mengajarkan

klien dengan teknik terapi dzikir (Purnomo 2011).


3

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran Penerapan Prosedur Terapi Dzikir pada pasien

yang mengalami nyeri ?

1.3 Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan Penerapan Prosedur Terapi Dzikir pada pasien yang

mengalami nyeri

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Masyarakat

Peningkatan pengetahuan masyarakat pada pasien yang mengalami nyeri

dengan menggunakan Terapi Dzikir

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan non

farmakologi pada masalah keperawatan nyeri akut melalui Terapi Dzikir.

1.4.3 Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur Terapi

Dzikir pada pasien yang mengalami nyeri


4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Askep Nyeri Akut

2.1.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen

proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam menggali

permasalahan dari pasien meliputi pengumpulan data tentang status

kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan

berkesinambungan (Muttaqin, 2011). Pengkajian digunakan untuk

mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kesehatan

klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, social, dan

lingkungan. Pengkajian ini berisi :

a. Identitas

1) Identitas klien yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama,

umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat,

diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal

masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian.

2) Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis

kelamin, pendidikan, alamat, hubungan dengan klien dan

sumber biaya.

b. Lingkup Masalah Keperawatan Berisi keluhan utama klien saat

dikaji, klien post op prostatectomy biasanya mengeluh nyeri pada

luka operasi dan keterbatasan aktivitas.


5

c. Riwayat Penyakit

1) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang klien dengan post op prostatectomy

mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi

abdomen. Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat

pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan

sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan

menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and

quantity, region and radiasi, severity scale dan timing). Klien

yang telah menjalani operasi prostatectomy pada umumnya

mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat

digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi

obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk – tusuk

dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan

terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar di seluruh

abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang

hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas sesuai rentang

toleransi masing-masing klien.

2) Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti

hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah

masuk rumah sakit, obat-obatan yang pernah digunakan apakah

mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah

didapatkan.
6

3) Riwayat keperawatan keluarga

Adakah keluarga yang pernah menderita penyakit kronis seperti

diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit

kronis lainnya upaya yang dilakukan dan bagaimana

genogramnya.

d. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol

dan kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status

ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi

penyembuhan luka.

2) Pola tidur dan istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat

sehingga dapat menggganggu kenyamanan pola tidur klien.

3) Pola aktivitas

Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena

rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus

badrest berapa waktu lama seterlah pembedahan.

4) Pola hubungan dan peran.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa

melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam

masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak stabil.


7

5) Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana

cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

e. Pemeriksaan fisik.

1) Status kesehatan umum.

Kesadaran biasanya compos mentis, ekspresi wajah menahan

sakit ada tidaknya kelemahan. Integumen Ada tidaknya

oedema, sianosis, pucat, kemerahan luka pembedahan pada

abdomen sebelah kanan bawah.

2) Kepala dan Leher

Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva apakah ada warna

pucat.

3) Thorak dan paru

Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,

gerakan cuping hidung maupun alat bantu nafas, frekuensi

pernafasan biasanya normal (16-20 kali permenit). Apakah ada

ronchi, whezing, stidor.

4) Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya

peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak

flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine,

distensi supra pubis, periksa apakah mengalir lancar, tidak ada

pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.


8

5) Ekstermitas

Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri

yang hebat dan apakah ada kelumpuhan atau tidak. ( Hanifah,

2019).

Pengkajian mendalam terhadap nyeri yaitu, perawat perlu mengkaji

semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis,

psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Cara pendekatan

yang digunakan dalam mengkaji nyeri adalah dengan prinsip PQRST

yaitu provokasi adalah faktor yang memperparah atau meringankan

nyeri. Quantity adalah kualitas nyeri misalnya tumpul, tajam,

merobek. Region/radiasi adalah area atau tempat sumber nyeri.

Severity adalah skala nyeri yang dirasakan pasien dapat dinilai dengan

skala 0-5 atau skala 0-10. Timing adalah waktu terjadinya nyeri,

lamanya nyeri berlangsung, dan dalam kondisi seperti apa nyeri itu

muncul (Mubarak et al., 2015).

Data fokus yang perlu dikaji pada pasien nyeri akut menurut

(SDKI, 2016), pada pasien dengan nyeri akut dalam kategori

psikologis dengan subkategori nyeri dan kenyamanan, perawat perlu

mengkaji data mayor dan minor yaitu :

a. Tanda dan gejala mayor

1) Subyektif : mengeluh nyeri

2) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,

posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,

sulit tidur.
9

b. Tanda dan gejala minor

1) Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, proses

berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

diaforesis

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (SDKI,

2016). Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini yaitu diagnosa

actual. Diagnosa aktual terdiri dari tiga komponen yaitu masalah

(problem), penyebab (etiologi), tanda (sign), dan gejala (symptom)

(SDKI, 2016). Masalah (problem) merupakan label diagnosis yang

mengambarkan inti dari respons pasien terhadap kondisi kesehatan atau

proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri dari deskriptor atau

penjelas dan fokus diagnostik. Nyeri merupakan deskriptor, sedangkan

akut merupakan fokus diagnostik.

Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan status kesehatan. Etiologi dapat mencangkup empat kategori

yaitu fisiologis, biologis atau psikologis, efek terapi/tindakan,

situasional (lingkungan atau personal), dan maturasional. Etiologi dari

nyeri akut terdiri dari agen pencedera fisiologis, agen pencedera

kimiawi, agen pencedera fisik (prosedur operasi). Tanda (sign) dan

gejala (sign and symptom). Tanda merupakan data objektif yang

diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan


10

prosedur diagnostik, sedangkan gejala merupakan data subjektif yang

diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda dan gejala dikelompokkan

menjadi dua yaitu mayor dan minor. Tanda dan gejala pada nyeri akut

terdiri dari tanda mayor yaitu mengeluh nyeri, tampak meringis,

bersikap protektif (posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi

meningkat, sulit tidur. Tanda dan gejala minor yaitu, tekanan darah

meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir

terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaforesis.

Proses penegakan diagnosis atau mendiagnosis merupakan suatu

proses sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisis data,

identifikasi masalah, dan perumusan diagnosis. Metode penulisan pada

diagnosis aktual terdiri dari masalah, penyebab, dan tanda/gejala.

Masalah berhubungan dengan penyebab dibuktikan dengan tanda/gejala

(SDKI, 2016).

Adapun diagnosa keperawatan ini yaitu:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis (mis,

inflamasi, iskemia, neoplasma).

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera kimia (mis,

terbakar, bahan kimia iritan).

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis, abses,

amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,

trauma, latihan fisik berlebihan).


11

2.1.3 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh

pertimbangan dan sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan

dan penyelesaian masalah, setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis

dan pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada

pasien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Intervensi keperawatan

terdiri dari intervensi utama dan pendukung. Intervensi utama dari

diagnosa keperawatan nyeri akut adalah manajemen nyeri dan

pemberian analgesik. Intervensi pendukung diantaranya edukasi efek

samping obat, edukasi manajemen nyeri, edukasi teknik napas dalam,

kompres dingin, kompres hangat, latihan pernapasan dan teknik

distraksi (SIKI, 2018).

Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat

diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien

keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi

keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis

keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir

intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator atau kriteria

hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu

luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan)

(SLKI, 2019).

Komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran

keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspektasi

(penilaian terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau


12

membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau

diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil

intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-

based). Ekspektasi luaran keperawatan terdiri dari ekspektasi

meningkat yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah,

maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang, baik dalam

ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya

menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif (SLKI, 2019).

Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan dengan Nyeri Akut


Diagnosa Tujuan dan Intervensi
keperawatan Kriteria Hasil
Nyeri akut b.d agen Tujuan : Setelah Manajemen Nyeri
pencedera fisik. dilakukan intervensi 1. Observasi:
keperawatan selama 3 x a. Identifikasi lokasi,
24 jam, maka nyeri akut karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil: intensitas nyeri
a. Melaporkan nyeri b. Identifikasi skala
terkontrol nyeri
b. Kemampuan c. Identifikasi respons
mengenali onset nyeri non verbal.
nyeri d. Identifikasi faktor
c. Kemampuan yang memperberat
mengenali penyebab dan memperingan
nyeri nyeri.
d. Kemampuan e. Identifikasi
menggunakan teknik pengetahuan dan
non farmakologi. keyakinan tentang
nyeri.
f. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri.
g. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
h. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
i. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik.
2. Terapeutik:
a. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
13

b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
yang memperberat
rasa nyeri.
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
3. Edukasi:
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
b. Jelaskan strategi,
meredakan nyeri.
c. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
Sumber : SDKI, 2016. SIKI, 2018. SLKI, 2019.

2.1.4 Implementasi Keperawatan

Menurut (Kozier dkk, 2010) implementasi keperawatan merupakan

sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang

sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminology nic,

implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang

merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan

intervensi (Debora, 2013). Terdapat berbagai tindakan yang bisa

dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Implementasi lebih ditujukkan

pada upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan, upaya

pemberian informasi yang akurat, upaya mempertahankan

kesejahteraan, upaya tindakan peredaan nyeri non farmakologis, dan

pemberian terapi non-farmakologis (Andarmoyo, 2013).


14

2.1.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan menurut (Tarwoto & Wartonah, 2015)

merupakan tindakan akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat

berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. evaluasi asuhan keperawatan

di dokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif,

Assessment, Planing). Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan

yang memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi

keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi pasien.evaluasi

keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan

menilai kemampuan pasien dalam merespon rangsangan nyeri

diantaranya (Andarmoyo, 2013) :

a. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda

nyeri).

b. Mampu melaporkan nyeri yang terkontrol.

c. Melaporkan bahwa nyeri telah berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri.

2.2 Konsep Nyeri Akut Pada Pasien Post Op Prostatectomy

2.2.1 Pengertian Nyeri Akut

Nyeri akut adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri, sakit,

dolor(Latin) atau pain (Inggris) adalah kata-kata yang artinya bernada

negatif; menimbulkan perasaan dan reaksi yang kurang menyenangkan.

Walaupun demikian, kita semua menyadari bahwa rasa sakit kerap kali

berguna,antara lain sebagai tanda bahaya, tanda bahwa ada perubahan


15

yang kurang baik di dalam diri manusia. Berikut adalah pendapat beberapa

ahli mengenai pengertian nyeri :

1) Mc. Coffery (2013), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika

orang tersebut pernah mengalaminya.

2) Wolf Weifsel Feurst (2010), nyeri merupakan suatu perasaan

menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bias

menimbulkan ketegangan.

3) Arthur C. Curton (2010), nyeri merupakan suatu mekanisme produksi

bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan

individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.

Secara umum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik dari serabut saraf

dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan

emosional.

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan

nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya

nyeri

1) Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,

biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat

mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang

disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary,


16

kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry,

2015).

2) Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.

Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan,

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan

yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan

dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik

mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan

pertumbuhan tumor, depresi, dan ketidakmampuan.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Nyeri akut sering ditandai dengan tampak meringis, bersikap

protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi

meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu

makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri

sendiri dan diaforesis (SDKI, 2016).

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Mubarak, dkk (2015) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya nyeri antara lain :

1) Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya

pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami

nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.

Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan


17

dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut,

memiliki resiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka

merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.

2) Jenis Kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya

menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh

menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang

sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam berespon terhadap nyeri.

3) Kebudayaan

Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu

yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang

tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis

seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran

fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.

4) Makna Nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut

memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan.

Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang

beradaptasi terhadap nyeri.

5) Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan


18

dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

6) Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat

perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang

serius.

7) Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensifdan

menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.

8) Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak

selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih

mudah di masa datang.

9) Gaya Koping

Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri

mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka

dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang

memiliki lokus kendali eksternal mempersepsikan faktor lain di dalam

lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung

jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.

10) Dukungan Keluarga dan Sosial

Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka

terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri

memerlukan
19

dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan

namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan

ketakutan.

2.2.5 Cara Mengukur Intensitas Nyeri

1) Skala Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini

dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

2) Skala Penilaian Numerik

Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala

0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas

nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

3) Skala Analog Visual

Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal

pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri, intensitas nyeri merupakan

gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu.

Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan nyeri dalam

intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan


20

tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2012). Menurut Smeltzer Skala Intensitas Nyeri

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri

a) Skala Intentitas Nyeri Numerik

Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Numerik

b) Skala Analog Visual

Gambar 2.3 Skala AnalogVisual

c) Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Gambar 2.4 Skala Nyeri Bourbanis


21

d) Skala Wajah (Face Pain)

Gambar 2.5 Skala Wajah (Face Pain)

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi.

4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

perintah dengan baik. Memiliki karateristik adanya peningkatan

frekuensi pernafasan, tekanan darah,kekuatan otot, dan dilatasi pupil.

7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi. Memiliki karateristik muka klien pucat,

kekakuan otot, kelelahan dan keletihan.

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul.
22

2.3 Konsep Terapi Dzikir

2.3.1 Definisi

Terapi dzikir adalah suatu jenis terapi untuk penanganan kegiatan

mental dan menjauhkan tubuh dan pikiran dari rangsangan luar untuk

mempersiapkan tercapainya hubungan yang lebih dalam dengan pencipta,

yang dapat dicapai dengan metode hypnosis, meditasi yoga, dan bentuk

latihan-latihan yang ada hubungannya dengan penjajakan pikiran (Martha,

2013). Terapi dzikir adalah jenis terapi dengan ritme yang teratur disertai

sikap pasrah kepada objek transendensi yaitu Allah. Frase yang digunakan

dapat berupa nama-nama Allah, atau kata yang memiliki makna

menenangkan sehingga mampu untuk menurunkan nyeri (Wulandari,

2013). Dzikir merupakan rangkaian kalimat yang diucapkan dalam rangka

untuk mengingat Allah, serta usaha untuk selalu menjalankan segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Winarko, 2014)

2.3.2 TujuanTerapi Dzikir

Purwanto (2015) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi Terapi Dzikir

adalah untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan menyebut

berulang-ulang kalimat spiritual dan menghilangkan berbagai pikiran yang

mengganggu. Pilihan frase yang dipilih sebaiknya singkat untuk diucapkan

dalam hati saat menghembuskan nafas normal.

2.3.3 Manfaat Terapi Dzikir

Menurut Kusnandar (2009), manfaat relaksasi Terapi Dzikir adalah

sebagai berikut :

1) Ketentraman hati, Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah.


23

2) Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah.

3) Detak jantung lebih rendah, Mengurangi tekanan darah.

4) Ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit.

5) Tidur lelap.

6) Kesehatan mental menjadi lebih baik.

7) Daya ingat lebih baik.

8) Meningkatkan daya berpikir logis.

9) Meningkatkan kreativitas.

2.3.4 Prosedur pelaksanaan Latihan Terapi Dzikir

1) Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan seperti lafadz dzikir

Astaghfirullah hal adzim, La ilaha illallah, Subhanallah, Alhamdulillah,

Allahu Akbar.

2) Membentuk suasana sekitar tenang, menghindarkan dari kebisingan.

3) Duduklah dengan santai.

4) Tutup mata.

5) Kendurkan otot-otot.

6) Bernapaslah secara alamiah. Mulai mengucapkan kalimat spiritual yang

dibaca secara berulang-ulang dan khidmat.

7) Bila ada pikiran yang mengganggu, kembalilah fokuskan pikiran.

8) Lakukan selama10-15 menit, kegiatan ini minimal dilakukan 1 kali

sehari. Untuk berhenti jangan langsung, duduklah dulu dan beristirahat.

Buka pikiran kembali. Barulah berdiri dan melakukan kegiatan kembali


24

BAB 3

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Rancangan Studi Kasus

Laporan studi kasus ini menggunakan metode observasional deskriptif

dengan rancangan studi kasus yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

memaparkan atau membuat gambaran tentang studi keadaan secara objektif

(Notoatmojo, 2012). Penyusun studi kasus ini, penulis menggunakan metode

deskriftif dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,

prioritas masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.2 Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus yang akan di lakukan adalah 2 pasien dengan diagnosa

medis post op prostatectomy yang mengalami masalah keperawatan nyeri

akut dengan kriteria:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).

Kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu:

1) Dua pasien jenis kelamin L/P

2) Skala nyeri lebih dari 2

3) Usia dewasa

4) Pasien yang mengalami post op prostatectomy hari 1

5) Pasien yang bersedia jadi responden

6) Pasien sadar
25

b. Kriteria Eklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

2015). Kriteria eklusi dari penelitian ini yaitu:

1) Pasien yang tidak bersedia jadi responden

2) Pasien tidak sadar / koma

3) Pasien gila

4) Pasien kejang

3.3 Fokus Studi

Fokus studi pada penerapan ini adalah:

Penerapan prosedur Terapi Dzikir pada pasien dengan nyeri akut

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional

Definisi Operasional Intervensi Waktu Alat & Bahan


1. Prosedur terapi dzikir Penerapan Prosedur 6 x 24 Jam Pengukuran nyeri
adalah jenis terapi terapi dzikir selama 3 hari. dengan skala numerik.
dengan ritme yang teratur
disertai sikap pasrah
kepada objek
transendensi yaitu Allah.
Frase yang digunakan
dapat berupa nama-nama
Allah, atau kata yang
memiliki makna
menenangkan sehingga
mampu untuk
menurunkan nyeri.
2. Nyeri merupakan suatu
sensori yang bersifat
subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak
menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial.
Nyeri juga bersifat
subjectif dan tidak ada
individu yang
menggambarkan atau
merasakan nyeri dengan
sama persis.
26

3.5 Tempat dan Waktu

3.5.1 Tempat penelitian

Tempat penelitian yang akan di gunakan adalah Ruang Melati RSUD

dr. Mohammad Zyn Kabupaten Sampang Tahun 2020.

3.5.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan selama 3 hari pada bulan Juni sampai

dengan selesai tahun 2020.

3.6 Pengumpulan data

Penelitian kuantitatif ini bersifat deksriptif, sumber data primer adalah peneliti

yang melakukan tindakan dan pasien yang menerima tindakan. Sedangkan sumber

data sekunder berupa data hasil wawancara, observasi, dokumentasi serta

triangulasi.

3.6.1 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pawawancara (interview) yang

mengajukan pertanyaan dan wawancara (interview) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan tersebut.

Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara

terstruktur, yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa

pertanyaan serta sistematis dan pertanyaan yang di ajukan telah disusun.

Sebelumnya wawancara dilakukan peneliti terhadap keluarga dan pasien

tentang penyakitnya. Wawancara hasil anamnesis berisi tentang identitas

klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga dll.

Sumber data dari klien, keluarga, perawat lain.


27

3.6.2 Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang

sesuai dengan sifat penelitian karena mengadakan pengamatan secara

langsung atau disebut pengamatan terlibat dimana peneliti juga menjadi

instrument atau alat dalam penelitian harus mencari data sendiri dengan

terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke beberapa

informan yang telah ditentukan sebagai sumber data.

Metode observasi ini penelitian memilih jenis observasi pertisipatif

adalah observasi yang sekaligus melibatkan diri selaku orang dalam pada

situasi tertentu. Hal ini agar memdahkan peneliti memperoleh data atau

informasi dengan mudah dan leluasa. Pengumpulan data bisa dilakukan

pemeriksaan fisik dengan pendekatan inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi pada sistem tubuh klien.

3.6.3 Kuesioner

Yaitu sebuah cara atau tehnik yang digunakan seorang peneliti untuk

mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah lembar kertas yang

berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh para responden.

Pertanyaan dalam angket dapat dibedakan menjadi 2 :

1) Angket dengan pertanyaan tertutup Yaitu jawaban atas pertanyaan

sudah tersedia, responden tinggal memilih jawaban sesuai pertanyaan

yang dimaksud, seperti jawaban ya atau tidak. Kelebihan angket

tertutup sebagai berikut.

a. Mudah diisi karena responden tidak perlu menuliskan buah

pikirannya.
28

b. Tidak memakan waktu lam untuk mengisinya.

c. Responden dapat dengan bebas dan jujur untuk menjawabnya.

d. Dapat dijawab pada waktu senggang.

e. Harapan untuk dikembalikan cukup besar.

f. Mudah diolah.

Kelemahan angket tertutup adalah sebagai berikut :

a. Responden tidak dapat memberikan alternatif jawaban karena

jawaban telah ditentukan.

b. Jawaban yang dipilih kadang tidak sepenuhnya sesuai dengan

pendapatnya.

Angket dengan pertanyaan terbuka Yaitu menjawab pertanyaan dengan

jawaban yang telah tersedia. namun , responden masih memberikan

kebebasan untuk mencari jawaban alternatif apabila jawaban yang

tersedia tidak ada atau kurang cocok. Kelebihan angket terbuka ini

adalah sebagai berikut:

a. Responden diberi kebebasan untuk menjawab sesuai dengan

pendapatnya.

b. Peneliti memperoleh ragam jawaban yang mungkin sebelumnya

tidak tergali.

Kelemahannya yaitu Sulit mengolahnya karena memiliki jawaban yang

banyak.
29

3.6.4 Skala penilaian

adalah salah satu bentuk pedoman observasi yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data individu dengan menggolongkan, menilai tingkah

laku individu atau situasi dalam tingkatan-tingkatan tertentu.

3.7 Penyajian Data

1. Tabel

Penyajian data dengan tabel merupakan cara yang paling mudah

dilakukan dalam sejumlah penelitian statistika. Penyajian dengan tabel ini

biasanya dipergunakan untuk kepentingan analisis perbandingan-

perbendaingan yang diperlukan dalam teori penelitian sosial.

2. Grafik/Diagram

Jenis penyajian data yang dipergunakan dalam grafik atau diagram ini

sudah mafhum dilakukan dalam serangkaian penelitian-penelitian sosial

ataupun eksperimen, yang secara garis besarnya menjelaskan tentang

visualisasi penelitian atau informasi tentang kegiatan secara ringkas,

menarik, dan jelas.

3.8 Etika Studi Kasus

Apabila manusia sebagai partisipan subjek penelitian, hak sebagai manusia

harus di lindungi (Nursalam 2015). Sebelum dilakukan pengumpulan data,

peneliti terlebih dahulu mengajukan permohan izin yang di sertai proposal

penelitian. Setelah mendapat persetujuan, peneliti memulai melakukan

observasi. Penelitian ini menekan masalah etik sebagai berikut: (Nursalam,

2015).
30

3.8.1 Lembar Persetujuan Pesponden (Inform Concent)

Sebelum menjadi respoden, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian. Setelah responden mengerti maksud dan tujuan penelitian,

responden atau keluarga yang bertaggung jawab yang menandatangani

lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak klien

(Nursalam, 2015).

3.8.2 Tanpa pencantuman nama responden (anominity)

Untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak akan mencantumkan

nama subjek pada lembar pengumpulan data (observasi) yang diisi oleh

subjek. Lembar hanya diberi nomer kode tertentu (Nursalam, 2015).

3.8.3 Kerahasiaan dan responden (confideantiality)

Kerahasiaan informasi yang telah diberikan oleh responden dijamin

oleh peneliti.Data hanya akan disajikan kepada kelompok tertentu yang

berhubungan dengan penelitian (Nursalam, 2015).


31

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, (2013) Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Akut. Yogyakarta

Arthur, C. Curton. (2010). Esensial of Medical Surgical a Nursing Process


Approach, Mosby Company, St. Louis

Datak, G. (2008). Efektifitas Relaksasi Benson untuk Penurunan Nyeri Pada


Pasien Pasca Bedah Tur Prostat di RSU Fatmawati. Jakarta

Debora, (2013). Implementasi Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 7. Jakarta :


EGC

Dinkes, Jatim. (2015). Profil Kesehatan Kota Sampang. Provinsi Jawa Timur

Guyton AC, Hall JE. (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Kozier, Erb, Berman, & Snyder, (2010) Perencanaan Asuhan Keperawatan.Jakarta


: EGC.

Kusnandar (2009), Manfaat Relaksasi Terapi Dzikir. Jakarta : EGC

Martha, D. (2013). Panduan Relaksasi dan Reduksi Stress. Jakarta : EGC

Mc Caffery M. (2008). Understanding your client’s pain, Nurs’80 10:26.

Mubarak et al. (2015). Konsep Teori Asuhan Keperawatan Nyeri Akut dan
Intensitas skala nyeri. . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin. (2011). Konsep Teori Asuhan Keperawatan Nyeri Akut. Jakarta : EGC

Notoatmojo, (2012). Rancangan Studi Kasus. Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC

Nursalam. (2015). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan.


Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Purnomo. (2011). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog


Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.

Purwanto, (2015). Tujuan Terapi Dzikir, Alih Bahasa Braham. Jakarta : EGC
32

SDKI, (2017) Data Fokus Pengkajian Nyeri Akut, Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 2. Jakarta : ECG.

SIKI, (2018). Data Fokus Perencanaan Keperawatan Nyeri Akut, Keperawatan


Medikal Bedah, Edisi 3. Jakarta : ECG.

SLKI, (2018). Diagnosa Keperawata Nyeri Akut, Keperawatan Medikal Bedah,


Edisi 3. Jakarta : ECG.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta; EGC.

Tamsuri. (2012). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta; EGC.

Tarwoto & Wartonah, (2015). Evaluasi Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta

WHO. (2013). Data Penderita Benigna Hiperplasia di Seluruh Dunia.Dibuka


pada website http://eprints.ums.ac.id/25825/2/BAB_I.pdf(diakses pada
tanggal 17 Desember 2019).

Winarko, S. A. (2014). Dzikir Peredam Stres. Depok: Mutiara Allamah Utama.

Wolf Weifsel Feurst (2010). Konsep Nyeri. Dibuka pada website


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27188/Chapter%20
II.pdf ?sequence=4 (diakses pada tanggal 16 Desember 2019)

Wulandari, (2013). Konsep Terapi Dzikir. Pemenuhan Aktivitas Istirahat


Yogyakarta : Edisi 2

Anda mungkin juga menyukai