Anda di halaman 1dari 12

BAB 3.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan tanggal
MRS (masuk rumah sakit)
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan perintonitis sering sekali mengeluh nyeri pada bagian
abdomen atau perut. Selain hal tersebut kaji lebih dalam atau tanyakan
pada klien kapan nyeri tersebut muncul, nyeri menyebar atau tidak,
bagaimana kualitas nyeri, serta apakah yang menyebabkan nyeri tersebut
muncul
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan dan kronologi klien datang ke pelayanan kesehatan. Klien dengan
perintonitis umunya mengalami nyeri pada bagian perut yang akan hilang
dengan sendirinya. Selain keluhan nyeri pada bagian perut klien dengan
perintonitis juga mengalami demam atau menggigil dengan suhu mencapai
380C, perut terasa kaku, mual dan muntah, kesulitan buang air besar
(BAB), kehilangan nafsu makan, terdapat nyeri tekan pada bagian
abdomen, serta perasaan haus terus menerus
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji atau tanyakan kepada klien terkait penyakit yang sebelumnya pernah
dialami, apakah ada penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang saat
ini dialami oleh klien
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit yang dialami oleh keluarga baik penyakit menular
atau penyakit tidak menular. Tanyakan kepada keluarga apakah ada
anggota keluarga yang mengalami penyakit yang saat ini dialami oleh
klien

16
f. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi tentang kesehatan dapat berubah disebabkan karena tindakan
medis dan perawat di rumah sakit, terkadang muncul persepsi yang
salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Pola hidup sehat klien yang
menderita perintonitis harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan
diri, perawatan, dan tatalaksana hidup sehat
2. Pola Nutrisi/Metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Status nutrisi klien dapat diketahui melalui pengukuran tinggi badan
dan berat badan, kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS juga harus ditanyakan, pasien dengan perintonitis akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari rasa nyeri pada
abdomen dan penekanan pada struktur abdomen. Sehingga pasien
dengan perintonitis keadaan umumnya tampak lemah, membrane
mukosa pucat, dan turgor kulit tidak elastis
3. Pola Eliminasi (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Pengkajian pola eliminasi sebelum dan sesudah MRS perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi. Keadaan umum pasien yang lemah,
pasien lebih banyak bed rest sehingga dapat menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Pada umumya klien
dengan perintonitis mengalami kesulitan buang air besar (BAB) dan
sedikit mengeluarkan urine
4. Pola Aktivitas dan Latihan (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Akibat dari sesak nafas kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi,
sehingga pasien akan cepat mengalami kelelahan dalam melakukan
aktivitas. Selain itu aktivitas pasien dalam sehari-hari akan berkurang
akibat dari nyeri pada bagian abdomen yang dialami, dengan demikian
kebutuhan ADL pasien dibantu perawat atau keluarga

17
5. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya nyeri pada abdomen, sesak napas, dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
klien
6. Pola Kognitif dan Perceptual
Kaji apakah klien mengetahui terkait hal-hal yang berhubungan
dengan penyakit atau prosedur yang akan dilakukan, dan kaji apakah
klien mengetahui tatalaksana yang harus dilakukan terkait prosedur
tersebut
7. Pola Konsep Diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dalam kondisi sakit saat ini,
kaji apakah klien bisa menerima dan mudah adaptasi dengan penyakit
yang di derita saat ini
8. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Kaji apakah klien mengalami gangguan seksualitas dan reproduksi
setelah keadaan sakit. Klien dengan perintonitis biasanya terdapat
ganggua dalam memenuhi hubungan intim
9. Pola Peran dan Hubungan
Kaji ada atau tidaknya dukungan untuk meningkatkan motivasi klien
dalam hal kesembuhan, kaji hubungan dengan pasangan, anak, cucu,
dan keluarga. Klien dengan perintonitis membutuhkan dukungan
penuh dari keluarga untuk proses penyembuhan penyakit yang dialami
10. Pola Mekanisme Koping
Kaji apakah ketika ada masalah klien selalu terbuka untuk
menceritakan masalah yang dialami, kaji apakah klien dapat
beradaptasi dengan lingkungan setelah mengetahui kondisi
penyakitnya
11. Sistem Nilai dan Keyakinan

18
Kaji apakah klien mengalami ganggun dalam keyakinan melakukan
ibdanhnya saat pada kondisi sakit.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien tampak lemah, nyeri pada abdomen, dan demam dan menggigil
2) Pemeriksaan TTV
- TD (bisa hipotensi, berada dibawah 90/60 mmHg)
- RR (takipnea, lebih dari 24 x/menit)
- N (takikardi, lebih dari 100 x/menit)
- Suhu (hipertermia lebih dari 370C)
3) Pemeriksaan sistem respirasi
- Inspeksi pada pasien perintonitis tampak semetris, pergerakan
pernafasan menurun, dan pasien biasanya sesak nafas (dyspnea)
- Kaji apakah suara paru terdengar sonor atau tidak
- Auskultasi suara nafas (apakah terdapat suara napas tambahan atau
tidak)
4) Pemeriksaan sistem cardiovaskuler
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung
- Perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak, hal ini bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya pembesaran jantung atau ventrikel kiri
- Auskultasi untuk menentukan adanya suara tambahan seperti
gallop dan murmur
5) Pemeriksaan sistem pencernaan
- Pada saat inspeksi perlu diperhatikan apakah abdomen membuncit
atau datar, selain itu ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa
- Pada saat palpasi juga perlu diperhatikan adakah nyeri tekan pada
abdomen, massa (tumor), turgor kulit abdomen, dan apkaah hepar
teraba atau tidak

19
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
menimbulkan suara pekak
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltic usus, dimana nilai
normalnya 5-35 x/menit
6) Pemeriksaan sistem musculoskeletal
Dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot pada daerah ekstremitas
7) Pemeriksaan sistem integument
Pada pasien dengan perintonitis biasanya tampak sianosis akibat
adanya kegagalan sistem transport oksigen. Pada saat dilakukan
palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam), tekstur kulit (halus, lunak, kasar), serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat dehidrasi seseorang.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus perintonitis, yaitu:
1. Nyeri Akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis (cedera pada organ
peritoneum) d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, sulit tidur, frekuensi
nadi meningkat, bersikap protektif, gelisah, tekanan darah meningkat, pola
napas berubah, da nafsu makan berubah
2. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) b.d hiperventilasi (penurunan ekspansi
paru) d.d dispnea, fase ekspansi memanjang, penggunaan otot-bantu
pernafasan, penurunan kapasitas vital, pernafasan cuping hidung, pola
nafas abnormal, dan takipnea
3. Hipertermia (D.0130) b.d proses penyakit (inflamasi) d.d suhu tubuh
diatas normal, kulit merah, takikardi, takipnea, dan kulit terasa hangat
4. Defisit Nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mengabsorpbsi nutrient d.d
kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun, berat badan menurun
min 10% dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif, membran mukosa
pucat, dan otot menelan lemah
5. Risiko Infeksi (D.0142) dibuktikan dengan efek prosedur invasif.

20
3.3 Intervensi Keperawatan (Nursing Care Plan)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri Akut (D.0077) SLKI (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Tingkat Nyeri Observasi
Tujuan: a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kualitas, dan intensitas nyeri
3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
dengan
c. Identifikasi nyeri non verbal
Kriteria Hasil:
Tingkat Nyeri (L.08066) Terapeutik
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas dari skala d. Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa
2 (cukup menurun) ke skala 5 (meningkat) nyeri (teknik relaksasi napas dalam)
b. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup meningkat) e. Fasilitasi istirahat dan tidur
ke skala 5 (menurun) Edukasi
f. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
c. Meringis dari skala 2 (cukup meningkat) ke
g. Jelaskan strategi meredakan nyeri
skala 5 (menurun)
h. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Gelisah dari skala 2 (cukup meningkat) ke
i. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
skala 5 (menurun)
j. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengurangi
e. Sulit tidur dari skala 2 (cukup meningkat) ke
nyeri
skala 5 (menurun)
Kolaborasi
k. Kolaborasi pemberian analgetik, jika pelu
Terapi Relaksasi (I.09326)
Observasi
a. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif

21
digunakan
b. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
suhu sebelum dan sesudah melakukan terapi relaksasi
Terapeutik
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruangan yang nyaman
Edukasi
d. Jelaskan tujuan, manfaat, dan jenis relaksasi yang akan
digunakan (terapi murrotal Al-Qur’an)
e. Jelaskan secara rinci terapai relaksasi yang dipilih
f. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
g. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
h. Anjurkan sering mengulangi terapi relaksasi yang dipilih
2 Pola Napas Tidak Efektif SLKI (L.01004) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
(D.0005) Pola Napas Observasi
Tujuan: a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama b. Monitor bunyi napas tambahan
3x24 jam diharapkan pola napas membaik dengan Terapeutik
Kriteria Hasil: c. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-till dan
Pola Napas (L.01004)
chin-lift
a. Dyspnea dari skala 2 (cukup meningkat) ke
d. Posisikan semi-fowler atau fowler
skala 5 (menurun)
e. Berikan minuman hangat
b. Penggunaan otot bantu napas dari skala 2
f. Lakukan fisioterapi dada
(cukup meningkat) ke skala 5 (menurun)
g. Berikan oksigen, jika perlu
c. Frekuensi napas dari skala 2 (cukup
Edukasi
memburuk) ke skala 5 (membaik)

22
h. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
i. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
j. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan
mukolitik, jika perlu
3 Hipertermia (D.0131) SLKI (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)
Termoregulasi Observasi
Tujuan: a. Identifikasi penyebab hipertermia (mis dehidrasi)
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama
b. Monitor suhu tubuh
3x24 jam diharapkan termoregulasi membaik
dengan c. Monitor kadar elektrolit
Kriteria Hasil: d. Monitor haluaran urine
Termoregulasi (L.14134) e. Monitor komplikasi akibat hipertermia
a. Menggigil dari skala 2 (cukup meningkat) ke Terapeutik
skala 5 (menurun) f. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Suhu tubuh dari skala 2 (cukup memburuk) ke g. Longgarkan atau lepaskan pakaian
skala 5 (membaik) h. Berikan cairan oral
c. Suhu kulit dari skala 2 (cukup memburuk) ke i. Lakukan pendinginan eksternal (mis kompres dingin
skala 5 (membaik) pada dahi, leher, dada, abdomen, dan aksila)
d. Pucat dari skala 2 (cukup meningkat) ke skala Edukasi
5 (menurun) j. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
k. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit

23
4 Defisit Nutrisi (D.0019) SLKI (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Status Nutrisi Observasi
Tujuan: a. Identifikasi status nutrisi
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3x24 jam diharapkan status nutrisi membaik
dengan c. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Kriteria Hasil: d. Monitor asupan makanan
Status Nutrisi (L.03030) e. Monitor berat badan
a. Nyeri abdomen dari skala 2 (cukup meningkat) f. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
ke skala 5 (menurun) Terapeutik
b. Berat badan dari skala 2 (cukup memburuk) ke g. Lakukan oral hygiene sebelum makan
skala 5 (membaik) h. Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai
c. IMT dari skala 2 (cukup memburuk) ke skala 5 i. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
(membaik) j. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
d. Frekuensi makan dari skala 2 (cukup Edukasi
memburuk) ke skala 5 (membaik) k. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
e. Nafsu makan dari skala 2 (cukup memburuk) Kolaborasi
ke skala 5 (membaik) l. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
f. Bising usus dari skala 2 (cukup memburuk) ke kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan
skala 5 (membaik)
5 Risiko Infeksi (D.0142) SLKI (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Tingkat Infeksi Observasi
Tujuan: a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama
Terapeutik
3x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun
dengan b. Batasi jumlah pengunjung

24
Kriteria Hasil: c. Berikan perawatan kulit pada area edema
Tingkat Infeksi (L.14137) d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
a. Demam dari skala 2 (cukup meningkat) ke dan lingkungan pasien
skala 5 (menurun) e. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
b. Kemerahan dari skala 2 (cukup meningkat) ke Edukasi
skala 5 (menurun) f. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
c. Nyeri dari skala 2 (cukup meningkat) ke skala g. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
5 (menurun) h. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
d. Bengkak dari skala 2 (cukup meningkat) ke i. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
skala 5 (menurun) j. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

25
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan yang direncanakan serta
dilaksanakan dengan serius juga mengacu pada norma-norma tertentu guna
mencapai suatu tujuan
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dari keberhasilan atau tidaknya suatu tindakan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Pada tahap evaluasi juga dapat
melihat bagaimana perubahan dan respon yang dirasakan oleh pasien
3.6 Discharge Planning
Discharge Planning dapat mencegah terjadinya kekambuhan, meningkatkan
perkembangan kondisi kesehatan klien dan menurunkan beban perawatan
pada keluarga (Smeltzer & Bare, 2002). Discharge planning dilakukan
sebelum klien pulang ke rumah. Discharge planning pada klien dengan
peritonitis dapat berupa:
a. Menganjurkan klien dan keluarga untuk segera menghubungi petugas
kesehatan atau segera menuju ke pelayanan kesehatan apabila terjadi
tanda-tanda dan gejala infeksi.
b. Memberitahu klien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan
waktu pemberian obat. Menganjurkan klien dan keluarga untuk
mengamati respon terhadap pengobatan
c. Memberitahukan pada klen dan keluarga tentang penjadwalan
pemeriksaan lebih lanjut
d. Menganjurkan klien menjaga pola makan dengan tidak memakan makanan
cepat saji dan meningkatkan frekuensi pola makan
e. Menganjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri agar kuman tidak
mudah masuk kedalam tubuh yang menyebabkan infeksi kembali
f. Menganjurkan klien menjaga pola tidur agar tidak kelelahan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Afif Nurul., Ikbar M. Ilham Adika., dan Rosyid Nur A. 2018. Gawat
Darurat Medis dan Bedah. Airlangga University Press: Surabaya
Japanesa, A., A. Zahari, dan S. Renita Rusjdi. 2016. Pola Kasus dan
Penatalaksanaan Peritonitis Akut di bangsal bedah RSUP dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(1):209–214

Melly, M. M. 2016. Peritonitis Primer akibat dari Penggunaan Kateter Vena


Umbilikalis pada Neonatus sebuah Laporan Kasus. 4(1):64–75

Pearce Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:


Gramedia
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Sembiring Octavia Azriana. 2018. Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis


di RSUP Haji Adam Malik Periode 2017. Skripsi. Repository Institusi USU:
Universitas Sumatera Utara

Tochie, J. N., N. V. Agbor., T. T. Frank Leonel., A. Mbonda., D. Aji Abang, dan


C. Danwang. 2020. Global Epidemiology of Acute Generalised Peritonitis:
A Protocol for a systematic review and meta-analysis. BMJ Open. 10(1):1–4

Warsinggih. 2017. Peritonitis dan Illeus. Bahan Ajar DR Dr. Warsinggih, Sp. B-
KBD. 24
Wyers, S. G & Matthews. 2016. Surgical peritonitis and Other Disease of The
Peritoneum, Mesentry, Omentum and Diaphragm’in Slesenger and
Fordtran’s Gastrointentinal and Liver Disease. United Stase of Amerika
634-641

27

Anda mungkin juga menyukai