Anda di halaman 1dari 19

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

By salimchoiri | March 31, 2010


0 Comment
A. Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses dan peristiwa yang setiap manusia atau individu
pernah mengalaminya, bahkan peristiwa itu juga dialami oleh semua mahluk hidup, seperti tumbuh-tumbuhan
dan hewan. Pada manusia, terutama pada masa kanak-kanak, proses pertumbuhan dan perkembangan ini
terjadi sangat cepat, perubahan yang terjadi pada diri seseorang tidak hanya meliputi apa yang tampak mata
seperti perubahan tubuh (fisik) dengan bertambahnya berat badan dan tinggi badan, tetapi juga perubahan
dalam segi yang lain, seperti berfikir, berbahasa, berperilaku, dan lain-lain.
Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu
tahap ke tahap berikutnya, yang secara keseluruhan dimulai sejak terjadinya konsepsi dalam kandungan ibu,
yang secara berkelanjutan makin lama semakin dapat diamati secara jelas setelah anak lahir ke dunia
(Moersintowarti, 1991, 2004).
Pertumbuhan dan perkembangan yang baik akan menjadi modal bagi kelangsungan anak sebagai generasi
penerus yang baik. Sebaliknya ia juga dapat sebagai penghambat kelangsungan generasi penerus bahkan juga
dapat sebagai sumber kesusahan dan malapetaka individu, keluarga dan masyarakat (Aziz Alimul Hidayat.
Musrifatul Uliyah, 2005; Gerald B. Merenstein, David W.Kaplan, Adam A. Rosenberg,Alih Bahasa Hunardja,
2002).
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi anak, remaja dan
dewasa. Faktor tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Faktor yang memberikan pengaruh positif seperti
intake nutrisi yang baik dan seimbang, pemeliharaan kesehatan yang baik, pola pengasuhan yang baik, serta
kondisi lingkungan yang bersih dan sehat, dll. Sedangkan faktor yang memberikan pengaruh negatif bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak seperti kemiskinan, keterlantaran, ketunasosialan, layanan kesehatan
yang jelek dan lain-lain. Oleh karena itu harus diusahakan agar anak dan remaja dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, sehingga di kelak kemudian hari akan menjadi individu orang dewasa yang sehat,
baik secara jasmani, rohani dan sosialnya, sehingga mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang
tangguh.
Pada bab ke-2 buku ini akan dibahas secara singkat tentang nilai anak bagi keluarga, bangsa dan kepentingan
umum. Juga dibahas tentang cakupan pertumbuhan dan perkembangan, cara pengukuran pertumbuhan dan
perkembangan, manifestasi gangguan pertumbuhan dan perkembangan, hubungan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan dengan kejadian kelainan/kecacatan serta cara memberikan intervensi pada anak yang
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Selanjutnya pada bagian akhir akan dibahas tentang
peran guru PLB dalam intervensi gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
B. Nilai Anak
Telah kita ketahui bersama, anak dan remaja merupakan generasi penerus bagi
kelangsungan hidup keluarga, bangsa dan negara di masa mendatang (Siswono Yudo
Usodo, 2004). Oleh karena itu memberikan jaminan bagi generasi penerus untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik merupakan investasi sosial masa depan yang tidak murah dan harus dipikul oleh
keluarga, masyarakat dan negara.
Investasi sosial masa depan bagi generasi penerus adalah sangat penting, oleh karena sebagaimana diketahui
bahwa Indonesia saat ini hakekatnya sedang berada di bawah ancaman disintegrasi sosial dan disintegrasi
bangsa yang serius. Hal ini disebabkan oleh besarnya permasalahan sosial yang tidak terpecahkan selama lebih
dari tiga dekade yang lalu, sehingga terakumulasi menjadi masalah-masalah sosial strategis seperti besarnya
jumlah penduduk miskin, besarnya penduduk berpendidikan rendah, ketimpangan pembangunan antar daerah
dan antar desa dan kota, kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat terutama antara kaya dan miskin,
tingginya angka pengangguran, parahnya kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan eksplorasi sumber daya
alam yang berlebihan yang telah menjelmakan masalah baru seperti tanah longsor dan banjir bandang yang
menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat (Depkes Kesos, 2001, Kompas, 14 Januari 2006). Kondisi ini
merupakan faktor predisposisi bagi semakin menipisnya jaminan kelangsungan generasi penerus di masa
depan.
Ke depan, semua potensi yang ada pada perseorangan, keluarga, kelompok masyarakat dan pemerintah harus
secara bersama-sama digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial strategis tersebut agar dapat
menjamin meningkatnya taraf kesehatan dan kesejahteraan bagi diri, keluarga dan lingkungan masyarakat.
Pada gilirannya setiap individu anak dan remaja memiliki kesempatan dan kesanggupan untuk mengarungi
kehidupan di masa depannya dalam keadaan sehat dan lebih sejahtera. Nilai anak dan remaja bagi masa depan
adalah sedemikian pentingnya,
sehingga ada motto: “children’s health—tomorrow’s wealth”.
Nilai anak bagi kepentingan keluarga dan masyarakat, dari beberapa sumber (Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul
Uliyah, 2005, Siswono Yudo Usodo, 2004; Harsono Salimo, 1994) dapat diringkas sbb:
1. Nilai anak dilihat dari segi kepentingan keluarga
1. Anak mutlak diperlukan untuk kelangsungan, kesinambungan dan kebanggaan hidup orangtua
dan keluarga.
Sepasang suami isteri yang membentuk sebuah keluarga, memiliki harapan akan lahirnya anak di tengah-
tengah keluarga mereka. Dengan kelahiran anak, maka mereka mengalami perubahan status sebagai orangtua,
sedang anak yang dilahirkan merupakan keturunan/generasi yang meneruskan dan menyambung anak-anak
keturunan mereka di kemudian hari. Di samping itu anak yang taat kepada agama dan kedua orangtua juga
menjadi kebanggaan orangtua dan anggota keluarga yang lain.
1. Anak merupakan pusat perhatian dan kasih sayang orang tua.
Keluarga yang lengkap terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Keberadaan anak dalam sebuah keluarga dapat
sebagai pusat perhatian orangtua. Kemanapun anak pergi selalu dalam pantauan orangtua, baik di waktu pagi,
siang, sore maupun (lebih-lebih) di malam hari, orangtua selalu memantau keberadaan dan kondisi anaknya.
Anak merupakan amanah dari Alloh SWT. Oleh karenanya orangtua menjaga dan merawatnya dengan
sepenuh hati. Kata orang “anak adalah segala-galanya”, artinya ibarat orangtua tidak makan tidak apa-apa
asalkan anaknya dalam kondisi kenyang. Demikian juga anak merupakan pusat kasih sayang kedua
orangtuanya. Kata pepatah “segalak-galak harimau, ia tak akan memakan anaknya sendiri”. Kasih sayang yang
dicurahkan orangtua kepada anak merupakan kasih sayang yang tulus tanpa mengharap imbalan apapun dari
anak-anaknya di kemudian hari.
1. Sebagai tali pengikat hubungan suami-isteri dan sebagai sumber kebahagian keluarga.
Setiap orangtua selalu mendambakan kehadiran anak-anak dalam keluarga nya. Sepasang suami isteri yang
telah lama menikah dan belum memiliki keturunan anak, umumnya sangat berharap akan kelahiran anak.
Apabila anak yang didambakan belum juga lahir, umumnya kebahagiaan keluarga terasa masih kurang. Itulah
sebabnya untuk melengkapi kebahagiaan keluarganya sebagian dari mereka kemudian ada yang melakukan
adopsi anak orang lain. Namun demikian, tidak sedikit dari pasangan suami isteri yang belum mempunyai
keturunan kemudian melakukan perceraian. Hal ini dikarenakan belum adanya anak yang berfungsi sebagai
tali pengikat hubungan suami isteri.
2. Nilai anak dilihat dari segi kepentingan nasional
1. Anak sebagai harapan dan generasi penerus bangsa.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai anak. Tingkat kesehatan anak bangsa ditentukan oleh mutu
atau derajat kesehatan anak. Oleh karena itu pemerintah suatu bangsa umumnya berjuang dengan segala
kemampuan untuk mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan anak. Sebagian bukti dari bentuk
perhatian pemerintah terhadap kesehatan anak adalah banyaknya ukuran-ukuran yang digunakan untuk
mengetahui kualitas kesehatan anak yang tercermin dalam “istilah” dan “statistik kesehatan”, misalnya “lahir
hidup”, “lahir mati”, “kematian perinatal”, “kematian bayi”, “angka kelahiran”, “angka kematian perinatal”,
dsb. Yang semuanya ditujukan untuk usia bayi dan balita. (Bandingkan!!) Sebaliknya di dalam statistik
kesehatan tidak ada istilah “kematian ayah”, “kematian orangtua”, “kematian laki-laki dewasa”, dsb. Ini
menunjukkan perhatian pemerintah terhadap kesehatan anak sebagai generasi penerus bangsa.
1. Anak merupakan modal utama pertumbuhan-perkembangan dan kelangsungan serta
kesinambungan hidup bangsa.
Generasi penerus yang cerdas, bermartabat dan berakhlak mulia, merupakan cita-cita dan tujuan pembangunan
nasional. Hal ini oleh karena generasi penerus yang memiliki ciri-ciri di atas dapat menjamin kelangsungan
bangsa yang maju, aman, tentram dan sejahtera lahir dan batin.
3. Nilai anak dilihat dari segi kepentingan umum
a. Anak merupakan tumpuan harapan bagi kelangsungan hidup manusia.
b. Kedudukan anak dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa erat kaitannya dengan bidang sosial,
ekonomi, psikologi bahkan juga politik.
Harapan-harapan tersebut di atas hanya mungkin terlaksana apabila anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, sehingga untuk kontinuitas
dan kelancaran pembangunan bangsa diperlukan keadaan anak yang sehat fisik, mental dan sosial, sehingga
dapat dicapai kualitas hidup anak yang tinggi.
C. Pertumbuhan Anak
1. Pengertian Pertumbuhan Anak
Dalam bidang biologi, tumbuh dan berkembang merupakan dua proses yang saling berkaitan dan sulit untuk
dipisahkan satu dari yang lainnya. Meskipun dari keduanya mempunyai pengertian yang berbeda.
Pertumbuhan berkaitan dengan bertambahnya ukuran berbagai organ tubuh (fisik) yang disebabkan oleh
peningkatan ukuran masing-masing sel dalam kesatuan sel yang membentuk organ tubuh atau bertambahnya
jumlah keseluruhan sel atau keduanya. Beberapa sumber mendefinisikan pertumbuhan sebagai bertambahnya
ukuran fisik dan struktural tubuh, dalam arti sebagian atau keseluruhan, karena adanya multiplikasi sel dan
atau karena bertambahnya sel (sifatnya kuantitatif). (Nelson, 1988; Moersintowarti, 1991, 1993; Mustarsid,
1993; Djauhar Ismail,1993 ).
Batasan pertumbuhan yang disampaikan di atas, dapat diambil beberapa hal penting, yaitu:
a. Bahwa pertumbuhan merupakan perubahan pada organ fisik, bukan pada aspek non
fisik.
b. Organ fisik yang mengalami perubahan berkaitan dengan bertambahnya ukuran dan struktur fisik.
c. Sifat perubahan organ fisik karena peningkatan ukuran fisik, bukan penurunan
ukuran fisik.
d. Ukuran dan struktur fisik dapat berbentuk berat badan, tinggi/panjang badan, ukuran besarnya organ
tubuh tertentu seperti dada, kepala, kaki, dsb.
e. Perubahan organ fisik terjadi karena pertambahan jumlah keseluruhan sel atau peningkatan ukuran
masing-masing sel dalam kesatuan sel yang membentuk organ tubuh.
2. Cakupan Pertumbuhan Bayi dan Anak.
Bayi yang lahir cukup bulan yaitu dengan umur kehamilan 40 minggu dan kalau keadaan sehat atau sempurna
akan mempunyai tanda-tanda sebagai berikut (Edhi Dharma, Endang Sumirih, t.th.):
a. Panjang badan antara 48-50 cm
b. Berat badan antara 2500 – 3500 gram.
c. Warna merah
d. Terdapat jaringan/lapisan lemak di bawah kulit
e. Menangis kuat
f. Pernapasan kuat dan dalam
g. Bergerak kuat/aktif
h. Kulit dan otot kenyal
i. Mengisap kuat
j. Kuku jari tangan tumbuh sempurna
k. Rambut kecil di bagian kepala (lanugo) sebagian sudah rontok
l. Batas rambut kepala sudah tampak jelas.
Sebaliknya tanda-tanda bayi yang kurang umur diantaranya:
a. Panjang badan kurang dari 48 cm
b. Berat badan kurang dari 2500 gram
c. Warna pucat
d. Tidak ada atau sedikit sekali lapisan lemak di bawah kulit
e. Menangis lemah atau merintih
f. Pernapasan lemah dan pendek
g. Bergerak lemah
h. Kulit keriput
i. Wajah seperti orangtua
j. Kulit dan otot kendor
k. Mengisap lemah
l. Kepala tidak sesuai dengan tubuh yaitu kepala lebih besar dari pada tubuh.
Cakupan pertumbuhan bayi dan anak pada dasarnya meliputi semua organ tubuh seperti kepala, leher, dada,
jantung, paru-paru, otot, dsn sebagainya. Selama pertumbuhan seseorang dari janin sampai dewasa, terjadi
perubahan-perubahan dari bagian tubuh anak yang jelas berbeda proporsinya dengan orang dewasa. Jadi anak
bukanlah miniatur orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari gambar pertumbuhan bayi
menjadi dewasa sebagai berikut:
Ada perbedaan kecepatan tumbuh dari bagian-bagian tubuh yang menimbulkan perubahan-perubahan ke arah
dewasa. Pada bayi yang baru lahir, kepala relatif besar, muka bulat danmandibula (rahang bawah) relatif kecil.
Dada cenderung berbentuk bulat, di mana setelah dewasa berbentuk lebih gepeng. Abdomen relatif menonjol
dan extremitas relatif pendek. Titik tengah panjang badan bayi kurang lebih setinggi umbilikus (pusar) di mana
pada dewasa setinggi symphysis pubis (tulang kemaluan).
Tinggi badan orang dewasa mencapai lebih kurang tiga setengah kali ukuran anak waktu lahir. Panjang lengan
menjadi empat kali dan tungkai lima kali.
Dalam pertumbuhan ke arah tinggi badan, anak mengalami pertumbuhan yang
cepat maupun lambat.
Pola kecepatan pertumbuhan tinggi badan pada anak perempuan dan laki-laki mulai lahir hingga dewasa.
(Dikutip dari Foetus into Man, Tanner, 1978, dalam Harsono Salimo, 1994) adalah sebagai berikut:
a. Masa pertumbuhan yang cepat (0-2 tahun).
b. Masa pertumbuhan lambat (>2-12 tahun).
c. Masa pertumbuhan cepat kembali (>12-18 tahun).
d. Selanjutnya menjadi pertumbuhan lambat sampai berhenti pada wanita umur 18 tahun, sedang pada pria
sampai umur 20 tahun.
Pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki dan anak perempuan, pada dasarnya percepatan nya adalah sama,
terutama pada umur-umur 0 – 2 tahun dan >12 – 18 tahun. Akan tetapi masa berlangsungnya pertumbuhan
tinggi badan anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Pertumbuhan tinggi badan pada anak perempuan
sudah akan berhenti ketika ia berumur 18 tahun, sedang pada anak laki-laki baru berhenti ketika berumur 20
tahun.
Pertumbuhan tersebut adalah khas tidak hanya mengenai pertumbuhan tinggi dan berat badan, tetapi juga
meliputi pertumbuhan alat-alat tubuh lainnya yang mengikuti pola pertumbuhan masing-masing. Ada
pertumbuhan pola umum, pola limfoid, pola neural dan pola genital (Gerald B.Merenstein, David W. Kaplan,
Adam A. Rosenberg, Alih Bahasa Hunardja, 2002), dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.
Pertumbuhan tubuh sesudah lahir menurut beberapa sumber (Gerald B.Merenstein, David W. Kaplan, Adam
A. Rosenberg, Alih Bahasa Hunardja, 2002; Harsono Salimo, 1994; Djauhar Ismail, 1993) dapat diringkas
sebagai berikut:
Alat-alat tubuh yang mengikuti pertumbuhan secara pola umum adalah otot skelet (tulang rangka), tulang
panjang, sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah dan volume darah.Otot jantung semula relatif besar
untuk anak, akan mengikuti pola umum. Testis dan ovarium mengikuti pola genital, sedang uterus dan kelenjar
adrenal
yang berpengaruh pada pertumbuhan tanda-tanda kelamin sekunder, semula relatif besar yang akhirnya
mengalami involusi pada minggu-minggu pertama setelah lahir selanjutnya akan mengikuti pola genital.
Susunan syaraf dan pelindungnya mengikuti pola neural. Walaupun pertumbuhan masing-masing alat tubuh
mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, proporsi bagian-bagian tubuh anak akan berubah menuju
kedewasaan.
Perubahan-perubahan terjadi pada jaringan otot yang semula pada neonatus 20-25% berat badan menjadi 40%
berat badan orang dewasa. Berarti ada pertumbuhan 30 kali lipat, seimbang dengan berat badan orang dewasa
yang 20-25 kali berat badan neonatus.
Jaringan otak akan bertambah 4 kali lipat daripada jaringan otak neonatus. Waktu lahir berat otak bayi hanya
seperempat berat otak orang dewasa, tetapi jumlah sel sudah mencapai dua per tiga jumlah sel otak orang
dewasa. Hal ini disebabkan karena pertambahan sel otak dengan cepat terjadi sejak masa janin dan
berlangsung terus sampai bayi berumur kira-kira 10 bulan. Setelah itu sel otak mengalami pembesaran.
Myelinisasi terjadi pada pertengahan kedua pada masa kehamilan dan berlangsung cepat sampai kurang lebih
bayi berumur satu setengah tahun, walaupun lengkapnya myelinisasi sampai umur 10 tahun.
Masa pesat pertumbuhan jaringan otak adalah rawan. Setiap gangguan pada masa itu akan menimbulkan
gangguan pada jumlah sel otak dan myelinisasi. Kekurangan ini tidak dapat dikejar pada masa pertumbuhan
berikutnya.
Pertumbuhan tulang selain mengalami pertumbuhan memanjang yang akan menentukan tinggi badan, juga
mengalami pertumbuhan melebar dan maturasi. Maturasi skelet ini akan mengikuti pola umum dan ada
korelasi dengan maturasi seksual dan tubuh keseluruhan. Gambaran radiologik tulang merupakan indeks
pertumbuhan umum untuk menentukan umur tulang. Pada umumnya gambaran radiologik tangan dan
pergelangan tangan sudah cukup sebagai alat pengukur kronologik pertumbuhan.
Pertumbuhan tulang kepala sesuai dengan pertumbuhan organ yang dilindungi oleh otak. Pertumbuhan ini
mempunyai arti tersendiri, karena pada umur 9 bulan pertumbuhan sel neuron sudah melambat dan besarnya
tengkorak sudah mencapai tiga per empatnya dan pada umur 6 tahun sudah mendekati ukuran orang dewasa.
Selain jaringan otot skelet dan skelet, jaringan lemak juga menentukan ukuran dan bentuk tubuh seseorang.
Pertambahan jumlah sel lemak terdiri pada masa prenatal sampai pertengahan masa bayi. Sesudah itu, sel
lemak tidak banyak bertambah dan akan menetap seumur hidup. Banyak dan besarnya sel lemak menentukan
gemuk kurusnya seseorang.
Pertumbuhan jaringan lemak melambat sampai anak berumur 6 tahun, anak kelihatan kurus atau langsing.
Pertambahan jaringan lemak akan bertambah lagi pada anak perempuan umur 8 tahun atau anak laki-laki 10
tahun sampai menjelang awal pubertas. Setelah itu pertumbuhan jaringan lemak pada anak laki-laki
mengurang, sedang pada anak perempuan terus bertambah dan mengalami reorganisasi sehingga dicapai
bentuk tubuh wanita dewasa.
Pada masa remaja terjadi perbedaan pertumbuhan lebih lanjut pada pertumbuhan tungkai memanjang dan
melebar. Pada anak laki-laki, bahu tumbuh melebar dan badan memanjang dan terjadi pula perubahan-
perubahan pada alat genitalia externa (alat kelamin luar). Sedang pada anak perempuan panggul menjadi lebih
melebar dan payudara tumbuh. Tingkat maturasi seks terbukti ada korelasi dengan tingkat maturasi tulang dan
ukuran biologik lain.
3. Cara Pengukuran Pertumbuhan
Untuk mengetahui suatu proses pertumbuhan seseorang individu berjalan dalam keadaan normal atau
mengalami penyimpangan-penyimpangan, maka perlu dilakukan pengukuran-pengukuran terhadap parameter-
parameter tertentu.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pertumbuhan, maka dilakukan
pengukuran tertentu yang hasilnya kemudian dibandingkan dengan parameter yang sudah terstandardisasikan,
yaitu meliputi:
a. Tinggi badan .
b. Berat badan.
c. Lingkar lengan.
d. Lingkar kepala.
e. Lingkar dada.
f. Lingkar abdomen.
Meskipun ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan seseorang, namun
yang paling sering digunakan adalah ukuran tinggi
badan, berat badan dan lingkar kepala (Nelson, 1988).
a. Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan sambil berbaring atau dalam posisi
tubuh berdiri. Pengukuran pada posisi tubuh berbaring lebih tepat untuk anak-anak di bawah 5 tahun.
Panjang badan berbaring diukur ketika anak berbaring di atas sebuah meja yang kokoh yang memiliki tongkat
pengukur. Telapak kaki dipegang kuat-kuat pada sebilah papan vertikal yang dipasang pada tanda nol.
Kemudian anak diukur panajng padannya baik dengan tongkat pengukur ataupun menggunakan meteran untuk
menjahit.
Pengukuran panjang/tinggi badan sambil berdiri dilakukan saat berdiri tegak lurus, dengan tumit, bokong,
bagian atas punggung dan oksipiut (belakang kepala) pada suatu bidang vertikal (misal dinding tembok). Saat
melakukan pengukuran, kedua tumit harus dirapatkan. Kemudian ukurlah tinggi/panjang badan dengan alat
ukur meteran.
Hasil pengukuran tinggi badan kemudian dicatat dan dibandingkan dengan tabel tinggi badan terhadap umur
yang sudah terstandardisasikan. Apabila angka hasil pengukuran lebih pendek/lebih panjang, maka ada
indikasi abnormalitas panjang/tinggi badan.
b. Pengukuran berat badan.
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan. Banyak timbangan yang dapat digunakan untuk
menimbang berat badan. Yang penting harus
menggunakan alat timbang yang standar.
Salah satu cara menimbang adalah menggunakan “timbangan dacin”. Caranya:
1. Gantungkan dacin pada tempat yang dapat menggantung, seperti dahan pohon,
palang rumah, penyangga kaki tiga.
2. Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat, tariklah batang dacin kuat-kuat.
3. Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol).
4. Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang kosong pada dacin.
5. seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung timbang atau kotak timbang, dengan
cara memasukkan pasir ke kantung plastik.
6. Timbanglah anak, lalu seimbangkan.
7. Lihatlah berapa berat badan anak yang ditimbang pada angka timbangan.
c. Pengukuran Lingkar Kepala
Ukuran lingkar kepala anak dapat dipakai sebagai salah satu petunjuk untuk menilai pertumbuhan dan
perkembangan otak (Depkes, 1989). Tujuan pengukuran lingkar kepala adalah untuk menemukan kelainan
ukuran lingkar kepala sedini mungkin, sehingga dapat segera dilakukan tindakan yang tepat untuk
mengatasinya. Lingkar kepala yang terlalu kecil atau terlalu besar dibandingkan dengan angka normal yang
sesuai dengan umur anak menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pertumbuhan dan perkembangan otak,
yang dapat menghambat perkembangan kemampuan anak. Ada perbedaan ukuran lingkar kepala anak laki-laki
dengan anak perempuan.
Cara melakukan pengukuran lingkar kepala dapat menggunakan pitameteran yang tidak mudah berubah
panjangnya, seperti pita meteran yang dipakai untuk menjahit baju. Pita dilingkarkan pada kepala
anak,menutupi alis mata dan melewati
Tabel 1. Lingkaran Kepala Anak
Umur Anak Ketika Angka normal anak
Diperiksa Laki-laki (cm) Perempuan (cm) Hasil pengukuran
0 bulan 32 – 37.5 32 – 36.5
1 Bulan 34.5 – 40.5 34 – 39
2 Bulan 36.5 – 42 36 – 41
3 Bulan 38 – 43.5 37 – 42
4 Bulan 39 – 44.5 38.5 – 43.5
5 Bulan 40.5 – 45 39 – 45
6 Bulan 41 – 46 40 – 46
7 Bulan 42 – 47 41 – 47
8 Bulan 43 – 48 41.5 – 47.5
9 Bulan 43.5 – 48.5 42 – 48
10 Bulan 44 – 49 42.75 – 48.5
11 Bulan 44.5 – 49.5 43.5 – 48.75
12 bulan 45 – 49.75 43.75 – 49
13 Bulan 45 – 49.75 43.75 – 49
14 Bulan 45.5 – 50.5 44.5 – 49.5
15 Bulan 45.5 – 50.5 44.5 – 49.5
16 Bulan 46.25 – 51 45 – 50
17 Bulan 46.25 – 51 45 – 50
18 Bulan 46.25 – 51 45 – 50
19 bulan 46.25 – 51.5 45 – 50
20 Bulan 46.5 – 51.5 45.5 – 50.75
21 Bulan 46.5 – 51.5 45.5 – 50.75
22 Bulan 46.5 – 51.5 45.5 – 50.75
23 Bulan 46.5 – 51.5 45.5 – 50.75
24 Bulan 47 – 52 45.75 – 51
2.5 Tahun 47 – 52 45.75 – 51
3 Tahun 48 – 53 46.5 – 52
3.5 Tahun 48 – 53 46.5 – 52
4 Tahun 48.5 – 53.5 47 – 53
4.5 Tahun 48.5 – 53.5 47 – 53
5 Tahun 48.75 – 53.75 48 – 53
5.5 Tahun 48.75 – 53.75 48 – 53
6 Tahun 49 – 54 48 – 53
bagian belakang kepala yang paling menonjol. Hasil pengukuran dicatat, kemudian dibandingkan dengan
angka normal yang tercantum pada tabel 1 tersebut di muka, sesuai dengan umur dan jenis kelamin anak. Perlu
diperhatikan bahwa ukuran lingkar kepala anak laki-laki dengan anak perempuan berbeda.
Apabila hasil perbandingan angka hasil pengukuran dengan angka dalam tabel ternyata berbeda, maka
perbedaan itu menunjukkan adanya indikasi penyimpangan. Penyimpangan hasil pengukuran dapat dalam arti
kurang dari angka dalam tabel maupun penyimpangan dalam arti lebih dari angka dalam tabel. Apabila ukuran
lingkar kepala anak tidak sesuai dengan angka normal maka anak sebaiknya segera dirujuk untuk mendapatkan
perlakukan.
Frekuensi pengukuran lingkar kepala anak sebaiknya dilakukan sebulan sekali sampai umur 2 tahun. Setelah
itu pengukuran dilakukan tiap 6 bulan sekali.
4. Manifestasi Gangguan Pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan adalah suatu pertumbuhan yang terganggu. Artinya suatu pertumbuhan bayi dan anak
yang apabila dibandingkan dengan pertumbuhan bayi dan anak pada umumnya menunjukkan adanya
penyimpangan/kelainan. Misalnya berat badan bayi yang lebih ringan atau lebih berat dibanding berat badan
bayi lain sebayanya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan adalah faktor
genetik, hormonal dan lingkungan, terutama nutrisi (Djauhar Ismail, 1993).
Menurut Moersintowarti B. Narendra (1993) manifestasi gangguan pertumbuhan dapat dalam bentuk berikut:
a. Terjadinya retardasi pertumbuhan konstitusional, misalnya pada kelainan osteopati herediter (kelainan
tulang bawaan), chondrodystrofi (kelainan jaringan tulang rawan), jenis dwarfisme intra uterin (cebol
dalam rahim), dsb.
b. Retardasi pertumbuhan hormonal (endokrin) yang sifatnya:
1. Dikendalikan secara hormonal oleh hormon pertumbuhan, somatomedin yang dibentuk di hati,
tiroid dan lainnya yang berpengaruh pada pertumbuhan.
2. Mempunyai dampak klinis: dwarfisme/kretin karena defect hormon
pertumbuhan,hipotiroidisme, hormon sex yang abnormal, akibat defisiensi iodium, dsb.
c. Retardasi pertumbuhan akibat deprivasi maternal.
d. Retardasi pertumbuhan karena metabolisme, misalnya penyakit saluran cerna yang kronis, gangguan
kardiovaskuler, anemia, kelainan ginjal, dsb.
Berbagai bentuk kelainan pertumbuhan tersebut di atas, secara umum si anak memiliki perawakan
pendek. Masalah perawakan pendek di negara sedang berkembang termasuk Indonesia saat ini berbeda dengan
negara maju. Di negara berkembang, terutama di Indonesia, masih menitik beratkan pada perawakan pendek
(Moersintowarti, 1993) sebagai akibat dari kurang gizi dan seringnya terjadi infeksi.
Sementara itu menurut Gerald B. Merenstein, David W. Kaplan, Adam A. Rosenberg, Alih Bahasa Hunardja
(Cet. 2002) manifestasi gangguan pertumbuhan dapat dalam bentuk:
1. Postur tubuh pendek, baik karena (a) pertumbuhan dan masa remaja tertunda yang bersifat
konstitusional, (b) defisiensi hormon pertumbuhan, (c) retardasi pertumbuhan intrauterin, (d) karena faktor
emosional
2. Gagal tumbuh kembang, seperti berat badan sangat kurang
3. Postur tubuh tinggi
4. Diabetes insipidus, dengan gejala seperti rasa haus yang hebat, konstipasi (tertahannya tinja dalam usus
karena gerak usus lemah), dan tanda-tanda dehidrasi.
5. Prekoksitas seksual atau perkembangan seksual sekunder lebih dini, seperti pada wanita kurang dari 8
tahun, laki-laki kurang dari 9 tahun.
6. Gangguan gonad atau gangguan kelenjar kelamin.
7. Testis yang tidak turun ke bawah.
8. Sindrom Klinefelter yang diantara gejalanya yang bersangkutan mengalami retardasi mental ringan dan
kemampuan psikososial yang buruk.
9. Adanya penyakit tiroid, seperti:
a. Gondok dengan gejala adanya nodul (benjolan) yang besar dan keras disertai penurunan daya
konsentrasi/retardasi mental, gangguan seksual, semangat yang menurun, dan lainnya.
b. Hipotiroidisme kongenital ataupun akuisia, dengan gejala dapat dalam bentuk penurunan mental,
kulit pucat, kering, kasar, lidah besar, tonus otot jelek, retaradasi pertumbuhan dan perkembangan,
gangguan seksual, rambut tampak kering dan rapuh, dsb.
c. Hipertiroidisme dengan gejala dapat dalam bentuk kombinasi dari kecemasan, tremor pada tangan,
penurunan berat badan, prestasi sekolah yang buruk.
10. Kretinisme, dengan gejala dapat kombinasi dari gejala-gejala badan pendek, retardasi mental,
spastisitas dan cara berjalan yang khas, gangguan pendengaran,
gangguan bicara, dan lain-lain.
5. Hubungan Gangguan Pertumbuhan Anak dengan Kejadian
Kelainan.
Gangguan pertumbuhan sebagaimana dideskripsikan di muka, sebagian besar sudah dalam bentuk kelainan,
seperti perawakan tubuh pendek, kretinisme, hipotiroidisme kongenital, retardasi mental, kelainan
pendengaran, dan sebagainya. Meskipun ada juga gangguan pertumbuhan yang tidak dalam bentuk kelainan
yang menjadi kajian dalam pendidikan luar biasa/pendidikan khusus, seperti gangguan gonad atau gangguan
kelenjar kelamin, kriptorkdismus atau testis yang tidak turun ke bawah, berat badan sangat kurang, dsb.
Gangguan pertumbuhan memiliki korelasi dengan kejadian kelainan, karena keduanya dapat saling
memberikan pengaruh. Artinya gangguan pertumbuhan dapat menyebabkan seseorang menjadi kelainan,
demikian sebaliknya kelainan organ tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan.
Gangguan pertumbuhan ada yang bersifat sementara, ada pula yang menetap (Harsono Salimo, 1994,
Moersintowarti, 1993, Departemen Kesehatan, 1989). Pada kasus tertentu, anak yang mengalami gangguan
pertumbuhan setelah memperoleh intake nutrisi tertentu akhirnya ia dapat mengejar ketertinggalannya,
sehingga gangguan pertumbuhan yang ada menjadi hilang, dan ia menjadi normal kembali pertumbuhannya.
Misalnya seorang anak umur 3 tahun berat badannya belum ada 14.62 kg. Setelah memperoleh intervensi
nutrisi yang adekuat dalam waktu tertentu akhirnya berat badannya dapat meningkat sama atau lebih dari
14.62kg. Maka untuk anak ini sekarang statusnya sudah terlepas dari gangguan pertumbuhan.
Ada gangguan pertumbuhan yang dalam perkembangannya tetap saja ada hambatan, sehingga gangguan
pertumbuhan itu menjadi menetap dalam bentuk kelainan. Seperti kasus kretinisme sebagai anak yang
dilahirkan dari ibu yang menderita defisiensi yudium sejak dalam kandungan.
Hasil penelitian Abdul Salim (1999) menunjukkan bahwa dari sejumlah sampel yang diteliti anak kretin
memiliki ciri-ciri gabungan dari beberapa gejala seperti pembesaran kelenjar tiroid, memiliki inteligensi
subnormal, gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan fungsi anggota gerak, gangguan penglihatan,
dan gangguan pertumbuhan, serta sebanyak 35.21% pernah tinggal kelas.
Hasil penelitian Bambang Hartono (1993) menunjukkan bahwa pada anak-anak kretin dengan sindroma
neurologik (kretin nervosa) dan kretin miksedematosa, gejala kelainannya ireversibel (menetap). Anak-anak ini
membutuhkan intervensi terapi bicara dan bahasa, terapi akupasi, terapi fisik serta terapi lain yang menjadi
cakupan disiplin medik sangat diperlukan, (Lakebrink, Joan M., 1989, Synoground, 1990, Swanson, Merlyn,
1991). Demikian juga terapi sosial psikologik guna menumbuhkan rasa percaya diri, konsep diri yang benar,
dan optimisme untuk keberhasilan setiap usaha (termasuk dalam belajar) adalah sangat penting.
Bagi anak-anak kretin dengan spektrum gangguan yang ringan (kretin subklinik), gangguan yang muncul
dalam proses belajar dan pembelajaran termasuk ringan, berdasarkan hasil penelitian Bambang Hartono (1992,
dalam Abdul Salim, 2001), 26,5% mereka menunjukkan adanya gangguan pemusatan perhatian (GPP) yang
berkombinasi dengan gangguan lainnya. Selebihnya diantaranya mereka ada yang mengalami disfasia,
disleksia, dan diskalkulia (18,6%).
Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan dapat menjadi predisposisi terjadinya
kelainan, baik dalam spekstrum yang berat, sedang ataupun kelainan ringan.
6. Cara Intervensi Gangguan Pertumbuhan
Telah disinggung di muka bahwa gangguan pertumbuhan ada yang dapat dikejar kembali sehingga anak yang
bersangkutan dapat menjadi normal kembali pertumbuhannya. Di samping itu ada juga gangguan pertumbuhan
yang telah tidak dapat dikejar ketertinggalannya.
Apabila gangguan pertumbuhan telah terjadi, menurut Nelson (1988), Depkes (2000) dan Bambang Hartono
(1993) maka intervensinya adalah:
1. Intervensi medik spesifik, yaitu intervensi medik yang disesuaikan dengan kekhususan permasalahan
medik yang terjadi.
2. Pemberian susunan makanan khusus, yang disesuaikan dengan masalah gangguan pertumbuhan, umur
dan jenis kelamin.
3. Pengobatan megavitamin, dengan suplai vitamin yang disesuaikan dengan masalah gangguan
pertumbuhan.
4. Suplai zat gizi mikro seperti suplementasi yodium untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan
oleh tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai janin sampai dewasa.
5. Intervensi terapi bicara dan bahasa, terapi akupasi, terapi fisik (physio therapy), terapi sosial
psikologik serta terapi lain sesuai dengan kebutuhan.
7. Peran Guru PLB dalam Intervensi Gangguan Pertumbuhan
Guru PLB sebagai individu yang mendidik peserta didik yang berkelainan atau memiliki kebutuhan khusus
dan/atau yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa memiliki peran yang strategis dalam
memberikan intervensi gangguan pertumbuhan anak.
Untuk gangguan pertumbuhan yang masih bersifat sementara, seperti berat badan yang kurang dalam
manifestasi adanya marasmus dan atau kuasiorkor, gejala kekurangan yodium, gejala kekurangan vitamin A,
gejala kekurangan zat besi, dll., guru PLB dapat berperan sebagai pelaksana dalam upaya pemulihan, seperti
pemberian makanan yang memenuhi unsur gizi, pemberian zat besi, yodium, vitamin A, dan sebagainya.
Intervensi ini dapat dilakukan oleh guru dalam waktu tertentu. Indikator bahwa anak telah dapat mengejar
ketertinggalan dalam pertumbuhannya diukur melalui berbagai cara seperti peningkatan berat badan,
kecukupan yodium, dsb.
Gangguan pertumbuhan yang telah menetap, sehingga tidak dapat diperbaiki kembali pertumbuhannya, maka
peran guru adalah sebagai konsultan dalam program rehabilitasi dan habilitasi. Sebagai pelaksana bidang
rehabilitasi tertentu, serta sebagai pihak yang merujukkan anak ke ahli lain, baik pada aspek
rehabilitasi/habilitasi sosial, psikologis, edukatif maupun rehabilitasi keterampilan atau rehabilitasi vokasional.
8. Habilitasi dan Rehabilitasi Anak Kelainan Pertumbuhan
Layanan rehabilitasi dan habilitasi merupakan salah satu bentuk upaya untuk membantu mengatasi
permasalahan anak berkelainan. Rehabilitasi merupakan upaya memberikan
kemampuan kembali melalui bantuan medik, social, psikologik dan keterampilan yang
diselenggarakan secara terpadu bagi anak yang memiliki kelainan agar dapat mencapai
kemampuan fungsionalnya seoptimal mungkin. Sementara itu habilitasi merupakan upaya
memberikan kemampuan melalui bantuan medik, sosial, psikologik dan keterampilan yang
diselenggarakan secara terpadu bagi peserta didik yang memiliki kelainan agar dapat mencapai
kemampuan fungsionalnya seoptimal mungkin.
Bagi anak yang mengalami kelainan pertumbuhan, seperti dalam bentuk retardasi mental, kelainan
neuromotorik, gangguan bicara, cara berjalan yang khas, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata
juling, gangguan akibat kerusakan batang otak serta late walker, dan gangguan pendengaran, maka kegiatan
rehabilitasi dapat mencakup aspek medik dan rehabilitasi sosial psikologik. Program transplantasi kornea,
penggunaan alat bantu dengar, terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, penggunaan alat bantu splint,
penggunaan prothese bagi yang amputie, dsb merupakan contoh rehabilitasi medik bagi anak berkelainan
pertumbuhan. Pelaksanaan program rehabilitasi tersebut sudah tentu disesuaikan dengan kebutuhan. Karena
tidak semua anak membutuhkan macam-macam program tersebut.
Anak yang mengalami kelainan pertumbuhan kadang-kadang juta memiliki permasalahan sekunder
atau permasalahan penyerta pada aspek sosial dan psikologik. Seperti isolasi diri, kurang/tidak mau
bergaul dengan teman-temannya, malu, tidak percaya diri, ragu-ragu, atau bahkan dalam bentuk
penurunan kemampuan seperti yang dialami anak kretin. Mereka membutuhkan rehabilitasi sosial
psikologik yang membantu mengeliminir permasalahan sosial psikologis anak-anak.
Program habilitasi terutama untuk pengembangan kemampuan anak pada aspek pendidikan dan
keterampilan, termasuk keterampilan dalam menolong dan merawat diri terangkum dalam program
bina diri.
Melalui kegiatan rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan pertumbuhan dapat
mengaktualisasikan potensinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang “berguna”, baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain.
D. Perkembangan Anak
1. Pengertian Perkembangan Anak
Istilah perkembangan dapat diartikan sebagai bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel dan
jaringan tubuh, organ dan sistemnya yang terorganisasi sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
berfungsi (sifatnya kualitatif). (Nelson, 1988, Moersintowarti, 1991, 1993).
Perkembangan merupakan suatu proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan diferensiasi bentuk
atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi (Suharti Agusman, Samsudin, 1985; Sudianto, 1985).
Dengan demikian proses perkembangan termasuk berhubungan dengan aspek nonfisik seperti kecerdasan,
tingkahlaku (Jack Insley, Ahmad Suryono, Cet. 2005).
Dari beberapa batasan perkembangan anak tersebut dapat diambil beberapa hal penting yang menjadi ciri
perkembangan anak, diantaranya:
1. Bahwa perkembangan merupakan proses pematangan majemuk, artinya bukan sebuah terminasi dari
pematangan salah satu organ tubuh, melainkan pematangan dari banyak organ tubuh.
2. Pematangan organ tubuh dalam perkembangan anak terorganisasi sedemikian rupa sehingga menjadi
berfungsi, seperti menggenggam, mengunyah, berfikir, berbicara, berinteraksi sosial, dll.
3. Fungsi yang muncul akibat pematangan majemuk adalah dalam bentuk kemampuan, baik fisik maupun
nonfisik.
4. Bersifat kualitatif, bukan kuantitatif.
2. Cakupan Perkembangan anak
Untuk membahas cakupan perkembangan anak, terlebih dahulu ada baiknya diketengahkan beberapa teori
perkembangan. Yang dari teori perkembangan akan muncul beberapa indikator perkembangan yang menjadi
cakupan perkembangan anak.
Sejak abad 19 muncul berbagai teori yang menjelaskan tentang bagaimana anak berkembang. Teori tersebut
tentunya tidak terlepas dari perkembangan berbagai aliran psikologi yang terjadi pada masa itu sampai saat
sekarang.
a. Teori Perkembangan Psikososial
Teori ini berpijak pada teori psikoanalisis, yang dikembangkan oleh Freud. Dalam garis besarnya, Freud
berpendapat bahwa kepribadian manusia adalah merupakan hasil kateksis dari dorongan instintif manusia ke
arah perilaku aktual. Ia membagi komponen kepribadian manusia dalam 3 struktur, yaitu: id, ego, super ego.
Perilaku yang terjadi antara dan terbentuk pada manusia ialah interaksi antara ketiga bagian struktur
kepribadian tersebut.
Kemudian Erikson (1958) mengembangkan teori perkembangan psikososial, yang menempatkan fungsi ego
sebagai sumber utama perkembangan anak dalam interaksinya dengan lingkungan. Erikson berpendapat bahwa
lingkaran kehidupan manusia beserta institusi sosialnya tumbuh dan berkembang bersama-sama. Tiap tahap
dalam perkembangan manusia dipengaruhi dan diarahkan oleh elemen-elemen dalam masyarakatnya. Keadaan
psikologik, normal atau tidak normal, di samping tergantung pada konflik dalam pribadi individu, juga
tergantung pada hubungan individu tersebut dengan masyarakat sekitarnya. Perkembangan terjadi akibat
kesanggupan atau kemampuan ego untuk mengatasi krisis atau potensi krisis yang dihadapinya. Setiap anak
atau individu dituntut untuk mencapai dan memiliki kebajikan dasar tertentu dalam tiap-tiap fase
perkembangan, untuk dapat bertahan dan melanjutkan perkembangan. Erikson membagi proses perkembangan
anak ke dalam 8 tahapan perkembangan dari bayi sampai tua, yaitu:
1) Kepercayaan (basic trust) melawan ketidakpercayaan : 0 – 1,5 tahun,
2) Otonomi melawan kebimbangan dan rasa malu: >1,5 – 3 tahun.
3) Inisiatif melawan rasa bersalah: >3 – 6 tahun,
4) Industri melawan rasa rendah diri: >6 – 12 tahun,
5) Identitas melawan kekaburan peran: >12 – 18 tahun,
6) Keintiman melawan isolasi: usia dewasa muda,
7) Kedermawanan melawan stagnasi: usia setengah umur,
8) Integritas melawan putus asa: usia tua.
Teori Erikson menyatakan beberapa kesimpulan:
1) Anak dilahirkan dengan kecenderungan baik,
2) Faktor lingkungan sangat berperanan dalam perkembangan anak,
3) Anak harus berperan aktif dalam perkembangannya,
4) Perkembangan berjalan sesuai dengan tahapan menurut umur,
5) Tahapan perkembangan pada umumnya sama untuk semua anak.
b. Teori Perkembangan Kognitif.
Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif adalah kemampuan manusia menerima, mengubah dan
menggunakan berbagai informasi mengenai dunia sekitarnya. Kemampuan kognitif adalah kemampuan
berfikir, yang merupakan dasar intelegensia manusia. Bagaimana seorang bayi yang secara pasif menyerahkan
nasibnya kepada orang lain, dapat berkembang menjadi seorang yang mandiri, berfikir logis, memecahkan
persoalan dan mengemukakan gagasan-gagasannya?. Piaget (dalam Abdul Salim 2001) menggambarkan
perkembangan tersebut sebagai berikut: setiap bayi telah memiliki refleks-refleks dasar, gerak-gerak otomatis
serta pembawaan tertentu, kemudian setiap informasi yang datang dari lingkungannya akan dipersepsi dan
ditafsirkan melalui proses asimilasi dan akomodasi menjadi pengetahuan dan pengertian baru. Selanjutnya
terjadi restrukturisasi organisasi mental, sehingga informasi yang baru tadi dapat diterima dan dipergunakan.
Proses ini berlangsung terus menerus secara kontinyu dan kelak akan berkembang menjadi kemampuan
kognitif. Proses asimilasi, akomodasi dan organisasi tersebut akan menciptakan keseimbangan yang dinamis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agar proses perkembangan tersebut dapat berjalan dengan lancar,
maka diperlukan:
1. Keutuhan struktur tubuh dan organ-organnya (terutama susunan syaraf pusat, alat persepsi, anggota
tubuh, alat motorik), serta faktor konstitusi yang baik.
2. Stimulasi/rangsangan baru yang berkesinambungan dari lengkungan secara adekuat.
3. Peran aktif individu untuk mengolah informasi yang diterimanya dari lingkungan sekitar.
Faktor intra dan intern individual, demikian pula faktor intra dan inter kultural sangat berperanan penting
dalam taraf dan kualitas kemampuan kognitif yang akan dicapai.
Cara berfikir anak adalah berbeda dengan cara berfikir orang dewasa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi 4 fase besar, yaitu:
1) Fase sensori motor : 0 – 1,5 tahun
2) Fase pra-operasional : 2 – 7 tahun
3) Fase operasional konkret : >7 – 11 tahun
4) Fase operasional formal : >11 – 15 tahun
1. Teori Humanistik
Pada hakekatnya setiap diri manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk
berkembang dan membentuk perilakunya.
Oleh karena itu, setiap manusia bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang mencapai aktualisasi diri. Teori ini pada mulanya dikembangkan oleh Maslow. Menurut Maslow,
kebutuhan manusia bertingkat-tingkat, yang diawali dengan kebutuhan biologik/faal, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan pengakuan, dan yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri (Roos dan Nico, 1980).
Jenjang kebutuhan seseorang menurut Maslow, apabila digambarkan menjadi sebagai berikut:

Self actualization

Esteem

Belongingness and love

Safety

Psychological needs
Gambar 12: Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow
(Dikutip dari Roose and Nico. 1980)
Menurut Maslow, kebutuhan biologis merupakan kebutuhan yang kuat, dan pertama-tama harus dipenuhi
sebelum seseorang dapat maju ke kebutuhan berikutnya. Baru setelah kebutuhan ini terpenuhi, akan dapat
diharapkan bahwa ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan berikutnya, dan demikian seterusnya.
Untuk bergerak naik ke jenjang kebutuhan yang lebih tinggi, seseorang harus melakukan selangkah demi
selangkah, maka tidak demikian halnya bila menurun. Seseorang yang telah mencapai jenjang kebutuhan
tinggi misalnya pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri, tiba-tiba dapat kehilangan sama sekali motifnya untuk
melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui kelompoknya tidak terpenuhi. Penurunan ini tidak hanya
terjadi dalam satu jenjang, kadang-kadang terjadi beberapa jenjang, bahkan sampai pada jenjang yang pertama
sekalipun.
Teori Maslow ini kiranya dapat diaplikasikan dalam proses perkembangan seseorang anak, dimana:
a. Anak yang lapar, sakit, atau memiliki kondisi fisik yang tidak baik akan mempunyai motivasi yang
kurang baik untuk kegiatan belajar.
b. Seorang anak akan lebih senang belajar dan bekerja dalam suatu suasana yang menyenangkan dan
aman.
c. Anak yang disenangi teman, diterima oleh kelompoknya dan sebagainya akan lebih memiliki minat
belajar dalam proses perkembangannya.
d. Anak dalam proses pemenuhan kebutuhan perkembangan tidak selalu sama dengan anak lain, walaupun
mereka dalam usia yang sama.
Bertolak dari beberapa teori perkembangan di muka, dapat diringkas bahwa secara eklektik-holistik
perkembangan anak adalah suatu proses perubahan yang menyeluruh, artinya hampir menjangkau semua aspek
kehidupan anak. Perubahan pada satu aspek berkaitan dengan aspek yang lain. Oleh karena itu perkembangan
anak secara umum disebut juga perkembangan perilaku.
Perkembangan anak yang merupakan proses perubahan yang menyeluruh tersebut meliputi berbagai dimensi
yang merupakan cakupan perkembangan anak, yaitu (Depkes, 1989; Abdul Salim, 2000; Jack Insley, alih
bahasa Ahmad Suryono, Cet. 2005)
1) Perkembangan gerak kasar
Gerak kasar adalah gerakan yang melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan
tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot besar, misalnya membalikkan badan, berguling, merangkak,
duduk, berdiri, melempar, berjalan, berlari, dsb.
2) Perkembangan gerak halus
Gerak halus adalah gerak yang hanya melibatkan sebagian kecil bagian tubuh/hanya
bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil sehingga tidak memerlukan tenaga, namun
memerlukan kecermatan dan fungsi koordinasi yang lebih kompleks, misalnya menggerakkan bola mata,
menggenggam, menulis, dan mengancingkan kancing baju.
3) Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif meliputi perkembangan bicara, bahasa dan kecerdasan, yaitu kemampuan
mengungkapkan perasaan, keinginan dan pendapat melalui pengucapan kata-kata serta kemampuan
mengerti dan memahami perkataan orang lain, dan kemampuan menerima, mengubah dan menggunakan
semua informasi yang diterimanya dari lingkungan. Misalnya mengenali suara, berbicara, membaca,
mengenal warna, mengenal konsep bilangan, menghitung.
4) Perkembangan sosial
Perkembangan sosial meliputi perkembangan pergaulan dan percaya diri yaitu
kemampuan bergaul, berkawan, mematuhi peraturan, menegakkan disiplin, mengenal sopan santun,
memenuhi kebutuhannya sendiri. Misalnya, mengenal orang lain, mengurus/merawat sendiri, bergaul
dengan teman, menyelesaikan tugas, dan bertanggung jawab.
Seorang anak pada awal kehidupannya mula-mula bergantung kepada orang lain dalam hal pemenuhan
kebutuhannya. Dengan semakin mampunya ia melakukan gerak motorik, dan bicara, anak terdorong untuk
melakukan sendiri berbagai hal dan
terdorong untuk bergaul dengan orang lain selain anggota keluarganya sendiri.
Orang tua perlu melatih usaha mandiri anak ini, mula-mula dalam hal menolong kebutuhan anak seperti
makan, minum, buang air, berpakaian. Kemampuan ini kemudian ditingkatkan dalam hal kebersihan,
kesehatan dan kerapian. Dengan makin bertambahnya usia anak, luas pergaulan juga perlu dikembangkan.
Anak perlu berkawan, perlu diajarkan aturan-aturan, disiplin, sopan santun, dan sebagainya, agar bila
memasuki lingkungan baru ia tidak canggung lagi.
Sebagaimana dijelaskan dalam teori perkembangan di muka, bahwa perkembangan anak memiliki karakteristik
tertentu, yang umumnya berlaku dan dialami oleh seluruh anak, yaitu:
1) Perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu.
Teori-teori perkembangan yang ada pada pokoknya mencoba untuk menerangkan bagaimana manusia
berkembang dari seorang bayi yang pemenuhan seluruh kebutuhannya bergantung kepada orang lain, menjadi
seorang yang dapat mandiri dan berguna bagi lingkungannya. Teori-teori tersebut pada umumnya mengakui
bahwa perkembangan itu terjadi menurut pola tertentu. Pola tersebut terdiri dari tahapan perkembangan yang
dimulai dari satu tahap menuju tahap berikutnya. Tahap perkembangan tersebut berlangsung secara berurutan
dan tumpang tindih. Urutan tahap-tahap tersebut berlaku secara universal, berlaku dan dialami oleh sebagian
besar manusia.
Setiap tahap berlangsung selama umur tertentu, tetapi batasan umur tersebut tidak sama untuk semua anak. Hal
ini dipengaruhi oleh faktor bawaan maupun faktor sosio-budaya dari lingkungannya.
Contoh pola perkembangan diantaranya bahwa semua bayi mulanya hanya dapat terlentang, kemudian mampu
mengangkat kedua tangan dan kaki bersama-sama, dapat tidur miring, tengkurap, tengkurap sambil
mengangkat kepala, mampu duduk, mampu berdiri, mampu berjalan dan seterusnya sampai mampu berlari.
Hampir semua anak pernah mengalami perkembangan dengan pola semacam itu.
2) Ada perbedaan individual dalam perkembangan.
Walaupun ada kesamaan pola perkembangan pada sebagian besar anak, namun tiap anak memiliki
karakteristik individual. Faktor-faktor internal (seperti kondisi kesehatan, kecukupan gizi, kemampuan mental,
dsb) maupun eksternal (seperti pola pengasuhan, keramahan pengasuh pada bayi dan anak, ketersediaan sarana
atau alat permainan, dsb), mempengaruhi timbulnya perbedaan tersebut. Dalam perbedaan tersebut,
perkembangan anak selanjutnya berlangsung secara konsisten.
Pemahaman terhadap perbedaan individual dalam perkembangan anak adalah sangat penting sebagai dasar
bagi pembinaan perkembangan anak, khususnya untuk menetapkan harapan dan cara pengasuhan bagi anak.
Konsekuensinya sudah tentu, apabila orang tua ataupun guru memiliki kemampuan memahami kemampuan
individual anak-anaknya, maka stimulasi dan atau stimulasi bahan ajar yang diberikan kepada individu anak
akan sangat membantu perkembangan. Sebaliknya, apabila orangtua atau guru mengabaikan kemampuan
individual anak, kemungkinan besar kegagalan perkembangan yang akan diperoleh. Jadi meskipun
perkembangan semua anak terdapat pola yang tertentu dan berlaku untuk semua anak, namun
dalam pencapaian perkembangannya masing-masing individu anak berbeda satu sama lain.
3) Perkembangan dini merupakan fondasi bagi perkembangan berikutnya.
Perkembangan anak berlangsung dari satu tahap menuju tahap berikutnya. Tahap yang lebih awal merupakan
tempat berpijak bagi tahap perkembangan berikutnya. Misalnya, semua anak kemampuan berlari ataupun main
lompat tali dengan kaki berganti-ganti, umumnya dicapai anak usia 5-6 tahun, namun tanpa dilandasi oleh
kemampuan berdiri seseorang maka kemampuan tersebut tidak akan dicapai. Demikian juga seseorang akan
dapat berlari,apabila sebelumnya (fondasinya) si anak sudah dapat berdiri. Kemampuan berdiri sendiri tidak
dapat ia lakukan tanpa ada kemampuan yang mendahului yaitu kemampuan berdiri dengan berpegangan.
Begitu seterusnya.
3. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Anak
Secara umum, status kesehatan individu menurut Bloom (1974, dalam Abdul Salim, 2000) dipengaruhi oleh
faktor-faktor: (a). keturunan, (b). lingkungan, (c). faktor perilaku, dan (d). faktor pelayanan/fasilitas kesehatan.
Pengaruh dari ke empat faktor tersebut dapat secara langsung maupun secara tidak langsung, atau secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Perilaku seseorang itu di samping berpengaruh langsung terhadap status kesehatan individu (dalam hal ini
perkembangan balita), juga berpengaruh secara tidak langsung lewat lingkungan, pelayanan/fasilitas kesehatan
dan keturunan. Lingkungan di mana balita tinggal di samping berpengaruh terhadap perkembangan balita, juga
berpengaruh terhadap perilaku ibu/orang tua, terhadap pelayanan/fasilitas kesehatan dan gangguan
perkembangan bawaan (congenital). Begitu juga faktor keturunan, bahwa kelainan yang di bawa sejak lahir,
akan berpengaruh terhadap perilaku ibu yang kurang kondusif bagi perkembangan, terhadap kesanggupan
menyediakan pelayanan/ fasilitas kesehatan, dan juga secara langsung mempengaruhi kesanggupan
kemampuan perkembangan balita sendiri.
Menurut Endang Warsiki (1991, dalam Abdul Salim, 2000) perkembangan balita dipengaruhi oleh dua faktor
utama, yaitu:
a. Faktor mikro kosmos, seperti:
1) Sifat dasar konstitusi anak sejak lahir, dan
2) Keadaan biologik anak, misalnya kekurangan enzim/hormon, kelainan organik/chromosom.
b. Faktor mikro kosmos (keadaan lingkungan anak).
Termasuk faktor ini adalah:
1) Orang tua atau keluarga di rumah. Sikap dan kebiasaan orang tua dalam mengasuh dan
menstimulasi anak, hubungan anak dengan saudara/orang lain di rumah. Begitu juga dalam
pemeliharaan gizi, anak yang kekurangan gizi mempengaruhi perkembangan fisik maupun mental
anak, anak yang kekurangan iodium dalam konsumsi makanan dan minuman dapat terganggu
perkembangannya seperti adanya gejala kretinisme.
2) Teman bermain. Tidak adanya teman bermain, tempat dan alat bermain, dapat membuat
terhambatnya anak dalam mengaktualisasikan kemampuan perkembangannya.
3) Masyarakat (kebudayaan, keadaan sosial, lingkungan, agama). Kebiasaan dan aturan masyarakat
dapat berpengaruh terhadap terjadinya gangguan perkembangan anak. Lingkungan masyarakat yang
kurang memperhatikan lingkungan sehat menyebabkan sumber penyakit  dapat diderita
anak  nafsu makan anak berkurang anak kurang gizi  perkembangan terganggu.
4. Cara Pengukuran Perkembangan Anak
Pengukuran perkembangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengikuti perkembangan kemampuan
anak. Tujuannya adalah agar apabila terjadi gangguan perkembangan pada anak dapat diketahui sedini
mungkin. (Depkes. RI, 1990, Jack Insley, cet. 2005)
Kegiatan pemantauan ini penting sekali, agar tindakan untuk mengatasi gangguan perkembangan/mengejar
kelambatan perkembangan dapat segera dilakukan. Sebab apabila gangguan/keterlambatan ini berlangsung
lama atau terlambat dalam pengatasannya, dapat menjadi kelainan atau kecacatan yang
permanen/sulit diperbaiki.
Pengukuran perkembangan dapat menggunakan bermacam-macam instrumen, sepertiDenver Development
Screening Test (DDST). DDST adalah salah satu dari metode screening terhadap kemungkinan adanya
penyimpangan dari perkembangan. Ini bukan tes diagnostik ataupun tes inteligensi. Pengertian screening
didasarkan atas penggunaan suatu tes yang cepat dan mudah dilaksanakan terhadap suatupopulasi tertentu.
Beberapa negara telah menggunakan tes ini, dan ternyata diketemukan adanya kelemahan karena adanya
pengaruh kultural ataupun kebiasaan sosial masing-masing yang berbeda dalam pelaksanaan/interpretasi hasil
tes tersebut.
Depatemen Kesehatan RI, sudah lama mengembangkan instrumen pemantauan perkembangan anak balita dan
usia prasekolah, istilahnya yang digunakan bervariasi, seperti deteksi kelainan (1986), deteksi dini
perkembangan (1989) dan pemantauan perkembangan (1990). Instrumen yang dikembangkan tahun 1986,
lebih menekankan upaya menemukan kelainan anak secara dini yang kurang mendukung perkembangan anak,
seperti mengukur resiko keluarga, mengetahui ada tidaknya kelainan penglihatan, pendengaran, perilaku anak,
dan tahapan perkembangan anak. Sementara untuk instrumen yang diterbitkan tahun 1989 dan 1990 lebih
menekankan pada upaya mengetahui gangguan perkembangan kemampuan anak yang meliputi aspek:
1) Kemampuan gerak kasar,
2) Kemampuan gerak halus,
3) Kemampuan bicara, bahasa dan kecerdasan, dan
4) Pergaulan dan percaya diri.
Pemeriksaan ini dilakukan menurut 10 kelompok umur. Tiap kelompok umur mempunyai 4 macam pernyataan
mengenai kemampuan anak. Ke empat jenis pernyataan tersebut menunjukkan tahapan perkembangan yang
harus dicapai anak sesuai dengan umurnya. Apabila kemampuan anak tidak sesuai dengan ke empat jenis
pernyataan tersebut, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya keterlambatan pada perkembangan anak. Anak
yang ini perlu mendapatkan stimulasi perkembangan.
Frekuensi pemeriksaan dilakukan 3 bulan sekali untuk anak umur di bawah 1 tahun dan 6 bulan sekali untuk
anak umur 1 tahun atau lebih
Tahapan-tahapan perkembangan anak yang diukur, standar umur pencapaian perkembangan rata-rata anak
normal, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2: Tahapan Perkembangan Menurut Kelompok Umur dan hasil
Pemeriksaan Tahapan Perkembangan
Hasil Pemeriksaan
Kelompok Umur Tahapan Perkembangan Yang diperiksa Ya Tidak
 Mampu menggerakkan kedua tungkai dan lengan sama
0 – 3 bulan mudahnya
 Memberikan reaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya
 Mengeluarkan suara mengoceh
 Membalas senyuman
>3 – 6 bulan  Mengangkat kepala dengan tegak pada posisi telungkup
 Dapat menggenggam benda yang disentuhkan pada
punggung/ujung jarinya
 Mencari sumber suara yang keras
 Membalas senyuman
 Ketika didudukkan, dapat mempertahankan posisi duduk dengan
>6 – 9 bulan kepala tegak
 Meraih benda yang menarik/mainan yang terjangkau olehnya
 Tertawa/berterika bila melihat benda yang menarik
 Mengenali orang lain dan takut pada orang yang belum dikenal
>9–12 bulan  Mampu berdiri dengan berpegangan
 Dapat mengambil benda kecil sebesar biji jagung dengan meraup
 Dapat mengatakan “pa-pa” atau “ma-ma”
 Bermain “ciluk-ba”
>12–18 bulan  Berjalan sendiri tanpa jatuh
 Dapat mengambil benda kecil sebesar biji jagung dengan ibu jari
dan telunjuk
 Dapat mengungkap keingan sederhana
 Minum dari gelas sendiri tanpa tumpah
>18-24 bulan  Dapat menendang bola
 Mencorat-coret denganalat tulis
 Menunjuk bagian tubuh dengan benar
 Meniru pekerjaan rumah tangga
>2 – 3 tahun  Berjalan naik turun tangga
 Mampu melepas pakaian sendiri
 Menyebut namanya sendiri
 Makan dan minum sendiri
>3 – 4 tahun  Berdiri di atas satu kaki
 Menggambar bentuk lingkaran
 Menyebut nama panggilan orang lain
 Buang air besar dan kecil sendiri pada tempatnya
>4 – 5 tahun  Melompat dengan satu kaki
 Mengancingkan baju sendiri
 Bisa berceritera
 Berpakaian sendiri
>5 – 6 tahun  Menangkap bola sebesar bola kasti
 Menggambar bentuk segi empat
 Mengenal angka, huruf dan menghitung 1-10
 Mengenal dan mematuhi peraturan sederhana
5. Manifestasi Gangguan Perkembangan Anak di Indonesia
Sebagaimana disinggung pada uraian di muka, bahwa hasil pemeriksaan perkembangan anak dengan
menggunakan instrumen pemeriksaan perkembangan dari Departemen Kesehatan (1990), maka dapat
diketahui adanya anak yang belum mampu/tidak mampu melakukan tahapan perkembangan sesuai dengan
umurnya. Anak-anak yang belum mampu tersebut berarti memiliki indikasi adanya keterlambatan
perkembangan.
Menurut Moersintowarti (1993) gangguan perkembangan balita adalah suatu perkembangan balita yang
apabila dibandingkan dengan pola perkembangan balita standar menunjukkan adanya perkembangan balita
yang terlambat/ menyimpang dari pola perkembangan anak normal. Ada dua bentuk gangguan perkembangan,
yaitu:
a. Gangguan Perkembangan
b. Kelainan
Gangguan Perkembangan bagi balita, ada dua kemungkinan yang terjadi pada perkembangan berikutnya,
(Moersintowarti, 1993), yaitu di mana balita yang bersangkutan dapat kembali normal perkembangannya, atau
adanya kelainan yang bersifat permanen.
Pada balita, gangguan perkembangan dapat menimbulkan manifestasi klinik yang bermacam-macam, kasus
yang sering dijumpai menurut Moersintowarti (1993) adalah:
a. Gangguan motorik kasar.
b. Gangguan bicara.
c. Gangguan belajar.
d. Gangguan psikologis dengan manifestasi fisik.
e. Gangguan makan, buang air besar.
f. Gangguan cemas, dsb.
6. Hubungan Gangguan Perkembangan Anak dengan Kejadian Kelainan
Sudah disinggung di muka, bahwa gangguan perkembangan pada setiap anak pada akhirnya akan bermuara
pada dua kemungkinan, yang satu sama lain tidak dapat diduga sebelumnya. Kedua kemungkinan itu adalah
(1) kembali normal dan mampu mengejar ketertinggalam perkembangan, misalnya dari belum mampu
berbicara, setelah diterapi dan distimulasi dalam waktu tertentu akhirnya anak dapat berbicara. Anak sekarang
sudah tidak mengalami gangguan perkembangan bicara. (2) gangguan perkembangan yang berakhir menjadi
menetap dalam bentuk kecacatan. Kondisi kecacatan ini walaupun diberikan rehabilitasi dan habilitasi dalam
kurun waktu tertentu, kecacatannya tetap ada, meskipun kemampuan yang bertambah menjadi baik. Seorang
anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam bentuk keterbelakangan mental, setelah direhabilitasi ia
dapat merawat diri sendiri, tetapi kondisi keterbelakangan mentalnya masih tetap ada.
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa gangguan perkembangan dapat menjadi faktor predisposisi
atas terjadinya kelainan (Nelson, 1988). Oleh karena itu program intervensi bagi anak yang diketahui
mengalami gangguan perkembangan semestinya segera dilakukan, sebelum anak yang bersangkutan terlanjur
menjadi cacat.
7. Cara Stimulasi Gangguan Perkembangan
Stimulasi perkembangan adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi perkembangan, sehingga anak dapat berkembang kemampuannya secara optimal
(Depkes. RI, 1990). Manfaat stimulasi kemampuan adalah:
a. Untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan optimal.
b. Menghindari kelambatan perkembangan, sehingga tidak terjadi gangguan perkembangan lebih lanjut.
c. Meningkatkan kemampuan orangtua/ibu dalam menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
perkembangan (Depkes. RI, 1989, 1990).
Aspek kemampuan anak balita yang dikenai program stimulasi perkembangan meliputi:
a. Gerak motorik kasar
b. Gerak motorik halus
c. Bicara, bahasa, kecerdasan
d. Kemampuan bergaul dan percaya diri .
Beberapa prinsip dalam melakukan stimulasi (Depkes RI, 1990) adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan rasa cinta dan kasih sayang, sambil bermain dengan anak dan menikmati kebahagiaan
bersama anak.
b. Dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, mengikuti tahapan perkembangan anak, serta
mencangkup keempat aspek perkembangan.
c. Diberikan kepada anak dimulai sejak tahapan perkembangan yang telah dicapai oleh anak.
d. Menggunakan alat-alat bantu stimulasi yang sederhana, mudah didapat, sesuai dengan keadaan setempat
dan murah harganya, atau alat-alat yang didapat di rumah tangga meupun di alam bebas.
e. Tidak melakukan dengan paksaan, rasa marah atau hukuman bila anak kurang berminat, bosan atau
tidak mampu melakukan kegiatan yang distimulasikan.
f. Memberikan pujian atas keberhasilan anak.
g. Menghindari kebosanan anak dengan menciptakan suasana yang segar, menyenangkan dan bervariasi.
h. Merujuk ke tempat pelayanan yang lebih tinggi, bila anak sulit mencapai tahap perkembangan yang
perlu dicapainya walaupun telah diberi stimulasi kemampuan yang sesuai.
Faktor-faktor yang diharapkan ikut mendukung keberhasilan program stimulasi perkembangan anak antara
lain:
a. Orangtua memiliki pengetahuan sederhana mengenai kesehatan anak, konsep tumbuh kembang, dsb.
b. Orangtua tidak mempunyai masalah kejiwaan.
c. Anak dibesarkan dengan cermat dan tidak menelantarkan, misalnya membawa anak berobat bila sakit,
melindungi, dsb.
d. Rumah terawat, terpelihara dan menyenangkan sebagai tempat tinggal yang rapi, bersih, nyaman dan
sehat.
e. Keluarga mampu mencari nafkah dan mengatur keuangan keluarga.
f. Orangtua mengikuti program keluarga berencana.
g. Kegiatan keluarga teratur.
h. Hubungan antar anggota keluarga dan dengan tetangga dalam keadaan harmonis, bersahabat, dan saling
menghormati. (Depkes RI, 1990).
8. Peran Guru PLB dalam Stimulasi Gangguan Perkembangan Anak.
Kegiatan stimulasi pada prinsipnya dapat dilakukan di mana saja, oleh siapa saja, dengan menggunakan alat-
alat bantu sederhana yang ada di daerah setempat, yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan yang sudah dimampui anak, secara berjenjang
dan berkelanjutan, dengan dilandasi rasa kasih sayang sambil bermain bersama anak.
Kegiatan stimulasi dapat dilakukan pula oleh para guru PLB, baik yang dilakukan di sekolah, di klinik-klinik
layanan PLB, di rumah maupun di Posyandu-Posyandu. Dengan demikian peran guru PLB di sini
sebagai pelaksana dalam kegiatan stimulasi perkembangan.
Guru PLB juga dapat sebagai tempat rujukan setelah anak dilakukan skrining/penjaringan. Di sini guru PLB
berperan sebagai profesional yang melakukan asesmen dan mendiagnosisgangguan perkembangan anak.
Peran lain yang dimiliki guru PLB dalam stimulasi gangguan perkembangan anak adalah
sebagai konsultan, yang memberikan arahan dalam penyusunan program, pemilihan metode/cara stimulasi,
pemilihan alat stimulasi yang aman, tempat dan waktu stimulasi serta hal-hal lain yang berkenaan dengan
kegiatan stimulasi perkembangan anak.
Anak yang gangguan perkembangannya sudah bersifat menetap/ permanen dalam bentuk kelainan, maka peran
guru di sini sebagai pelaksana program habilitasi dan rehabilitasi.
9. Habilitasi dan Rehabilitasi Kelainan Perkembangan
Bagi anak yang mengalami kelainan perkembangan dan kelainan yang bersifat permanen, seperti dalam
bentuk retardasi mental, kelainan neuromotorik, gangguan bicara, cara berjalan yang khas seperti spastik dan
atetoid, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata juling, tunarungu dan tunawicara, dan lain-lain,
maka kegiatan rehabilitasi dan habilitasi sangat dibutuhkan oleh anak-anak, baik aspek medik, aspek sosial
psikologik, aspek pendidikan dan aspek keterampilan.
Tujuan dari program habilitasi dan rehabilitasi bagi anak berkelainan perkembangan antara lain agar mereka
mau menerima kondisi kelainanya, mau dan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul
sebagai akibat dari kelainanya, serta mampu menyongsong dan mempersiapkan masa depan secara mandiri
dan tidak terlalu banyak bergantung pada orang lain.
Bagi anak berkelainan perkembangan, ada banyak bentuk program habilitasi dan rehabilitasi, seperti:
a. Pemenuhan kebutuhan peralatan khusus, seperti untuk tunanetra membutuhkan tongkat putih, reglet,
ketik braille. Untuk anak tunarungu ada yang membutuhkan alat bantu dengar. Anak Tunadaksa
membutuhkan ortodik dan/atau prostetik.
b. Bimbingan penggunaan alat bantu khusus.
c. Bimbingan pemecahan masalah, seperti bimbingan mental keagamaan, bimbingan mental kepribadian,
bimbingan sosial.
d. Pelayanan pendidikan.
e. Latihan dan bimbingan vokasional
f. Program terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak, seperti speech therapy, physio
therapy, occupational therapy, dsb.
Melalui kegiatan rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan perkembangan dapat
mengaktualisasikan potensinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang “berguna”, baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain.
E. Rangkuman
Pada hakekatnya pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal merupakan dambaan bagi siapa saja,
baik bagi orangtua maupun bangsa/negara. Bagi keluarga, anak yang dapat tumbuh dan berkembang secara
normal dan sehat bermakna adanya harapan baru bagi sebuah generasi penerus yang diharapkan berhasil dan
sukses mewujudkan cita-cita orangtua. Sedangkan bagi bangsa dan negara dengan adanya anak yang dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat menandai adanya sumberdaya manusia di masa depan yang mampu
membangun dan mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang sejahtera dan
bermartabat.
Bagi anak-anak yang kebetulan pertumbuhan dan perkembangannya mengalami gangguan, atau mengalami
kelainan, mereka sangat membutuhkan program intervensi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing anak, termasuk juga program stimulasi, habilitasi dan program rehabilitasi.
Guru PLB memiliki peran yang penting dalam intervensi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik sebagai pelaksana, sebagai tempat rujukan, ataupun sebagai konsultan dalam penanganan anak-anak yang
kebetulan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembanagannya.
BUKU ACUAN
Abdul Salim. 1999. Ujimodel Penanganan Anak Kretin dan GAKI di Sekolah Dasar Daerah Gondok
Endemik. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi No. 21 Thn. 9-1999.
Abdul Salim. 2000. Prevalensi Anak Balita Yang Mengalami Gangguan Perkembangan di Kecamatan
Gandusari Blitar. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi Tahun 10. No. 1 Juni 2000.
Abdul Salim. 2001. Kemampuan Guru SD di Daerah Endemik Gondok dalam Pembelajaran
Remediasi anak Kretin dan GAKI. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi Tahun 11. No. 1 Juni 2001.
Anonim. 2003. Makanan Ideal Untuk Tumbuh Kembang Bayi. Jakarta: Infant Food And Dietetic
Products Departement PT. Food Specialities Indonesia (Nestle).
Aziz Alimul Hidayat. Musrifatul Uliyah. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Bambang Hartono. 1993. Disfungsi Minimal Otak Anak SD di Daerah Gondok Endemik. Semarang:
FK UNDIP
Bambang Hartono. 1992. Information Processing of the Learning Disabled Children Living in Iodine
deficient Area. Semarang: FK UNDIP
Departemen Kesehatan. 1989. Pedoman Pemeriksaan Perkembangan Anak. Jakarta: Depkes dan
UNICEF.
Departemen Kesehatan. 2000. Menanggulangi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Djauhar Ismail. 1993. Tinggi Badan Anak Sebagai alat Untuk Menentukan status Gizi
anak. Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Edhi Dharma, Endang Sumirih. T.th. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Sehat. Yogyakarta:
Yayasan Sarana Cipta
Gerald B. Merenstein, David W.Kaplan, Adam A. Rosenberg, Alih Bahasa Hunardja. Cet. 2002. Buku
Pegangan Pediatri. Jakarta: Widya Medika.
Jack Insley MB. Alih Bahasa Achmad Suryono. Editor Rusi Muhaimin Syamsi. Cet. 2005. Vade-
Mecum Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Lakebrink. 1989. Children at Risk. USA
Moersintowarti. 2004. Deteksi Dini pertumbuhan dan perkembangan Balita. Surabaya: Lab. IKA-FK
UNAIR.
Moersintowarti. 1993. Deteksi Dini Penyakit-Penyakit yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang anak.
Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Moersintowarti. 1991. Deteksi Dini Balita. Surabaya: Lab. IKA-FK UNAIR.
Mustarsid. 1993. Pemeriksaan Neulogi Untuk Deteksi Dini Kelainan Tumbuh Kembang anak.
Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Roose and Mico. 1980. Theory and Practice in Health Aducation. USA: Mayfield Pub.
Siswono Yudo Usodo. 2004. Pendidikan Untuk Masa Depan. Jakarta: ISPI
Sudianto. 1985. Faktor Lingkungan Psikobiopsikososial dalam Tumbuh Kembang Anak. Buku Gizi
dan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FKUI
Suharti Agusman. Samsudin. 1985. Hubungan Gizi dengan Perkembangan serta Kecerdasan Bayi dan
Anak. Jakarta: Bag. Gizi FKUI/RSCM.
Synoground. et.al. 1990. Health Care Problems in the Classroom. USA
Swanson. Merlyn. 1991. At-Risk Student in Elementary Education. USA
Category: Bahan Ajar Pediatri Sosial

Anda mungkin juga menyukai