Self actualization
Esteem
Safety
Psychological needs
Gambar 12: Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow
(Dikutip dari Roose and Nico. 1980)
Menurut Maslow, kebutuhan biologis merupakan kebutuhan yang kuat, dan pertama-tama harus dipenuhi
sebelum seseorang dapat maju ke kebutuhan berikutnya. Baru setelah kebutuhan ini terpenuhi, akan dapat
diharapkan bahwa ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan berikutnya, dan demikian seterusnya.
Untuk bergerak naik ke jenjang kebutuhan yang lebih tinggi, seseorang harus melakukan selangkah demi
selangkah, maka tidak demikian halnya bila menurun. Seseorang yang telah mencapai jenjang kebutuhan
tinggi misalnya pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri, tiba-tiba dapat kehilangan sama sekali motifnya untuk
melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui kelompoknya tidak terpenuhi. Penurunan ini tidak hanya
terjadi dalam satu jenjang, kadang-kadang terjadi beberapa jenjang, bahkan sampai pada jenjang yang pertama
sekalipun.
Teori Maslow ini kiranya dapat diaplikasikan dalam proses perkembangan seseorang anak, dimana:
a. Anak yang lapar, sakit, atau memiliki kondisi fisik yang tidak baik akan mempunyai motivasi yang
kurang baik untuk kegiatan belajar.
b. Seorang anak akan lebih senang belajar dan bekerja dalam suatu suasana yang menyenangkan dan
aman.
c. Anak yang disenangi teman, diterima oleh kelompoknya dan sebagainya akan lebih memiliki minat
belajar dalam proses perkembangannya.
d. Anak dalam proses pemenuhan kebutuhan perkembangan tidak selalu sama dengan anak lain, walaupun
mereka dalam usia yang sama.
Bertolak dari beberapa teori perkembangan di muka, dapat diringkas bahwa secara eklektik-holistik
perkembangan anak adalah suatu proses perubahan yang menyeluruh, artinya hampir menjangkau semua aspek
kehidupan anak. Perubahan pada satu aspek berkaitan dengan aspek yang lain. Oleh karena itu perkembangan
anak secara umum disebut juga perkembangan perilaku.
Perkembangan anak yang merupakan proses perubahan yang menyeluruh tersebut meliputi berbagai dimensi
yang merupakan cakupan perkembangan anak, yaitu (Depkes, 1989; Abdul Salim, 2000; Jack Insley, alih
bahasa Ahmad Suryono, Cet. 2005)
1) Perkembangan gerak kasar
Gerak kasar adalah gerakan yang melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan
tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot besar, misalnya membalikkan badan, berguling, merangkak,
duduk, berdiri, melempar, berjalan, berlari, dsb.
2) Perkembangan gerak halus
Gerak halus adalah gerak yang hanya melibatkan sebagian kecil bagian tubuh/hanya
bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil sehingga tidak memerlukan tenaga, namun
memerlukan kecermatan dan fungsi koordinasi yang lebih kompleks, misalnya menggerakkan bola mata,
menggenggam, menulis, dan mengancingkan kancing baju.
3) Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif meliputi perkembangan bicara, bahasa dan kecerdasan, yaitu kemampuan
mengungkapkan perasaan, keinginan dan pendapat melalui pengucapan kata-kata serta kemampuan
mengerti dan memahami perkataan orang lain, dan kemampuan menerima, mengubah dan menggunakan
semua informasi yang diterimanya dari lingkungan. Misalnya mengenali suara, berbicara, membaca,
mengenal warna, mengenal konsep bilangan, menghitung.
4) Perkembangan sosial
Perkembangan sosial meliputi perkembangan pergaulan dan percaya diri yaitu
kemampuan bergaul, berkawan, mematuhi peraturan, menegakkan disiplin, mengenal sopan santun,
memenuhi kebutuhannya sendiri. Misalnya, mengenal orang lain, mengurus/merawat sendiri, bergaul
dengan teman, menyelesaikan tugas, dan bertanggung jawab.
Seorang anak pada awal kehidupannya mula-mula bergantung kepada orang lain dalam hal pemenuhan
kebutuhannya. Dengan semakin mampunya ia melakukan gerak motorik, dan bicara, anak terdorong untuk
melakukan sendiri berbagai hal dan
terdorong untuk bergaul dengan orang lain selain anggota keluarganya sendiri.
Orang tua perlu melatih usaha mandiri anak ini, mula-mula dalam hal menolong kebutuhan anak seperti
makan, minum, buang air, berpakaian. Kemampuan ini kemudian ditingkatkan dalam hal kebersihan,
kesehatan dan kerapian. Dengan makin bertambahnya usia anak, luas pergaulan juga perlu dikembangkan.
Anak perlu berkawan, perlu diajarkan aturan-aturan, disiplin, sopan santun, dan sebagainya, agar bila
memasuki lingkungan baru ia tidak canggung lagi.
Sebagaimana dijelaskan dalam teori perkembangan di muka, bahwa perkembangan anak memiliki karakteristik
tertentu, yang umumnya berlaku dan dialami oleh seluruh anak, yaitu:
1) Perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu.
Teori-teori perkembangan yang ada pada pokoknya mencoba untuk menerangkan bagaimana manusia
berkembang dari seorang bayi yang pemenuhan seluruh kebutuhannya bergantung kepada orang lain, menjadi
seorang yang dapat mandiri dan berguna bagi lingkungannya. Teori-teori tersebut pada umumnya mengakui
bahwa perkembangan itu terjadi menurut pola tertentu. Pola tersebut terdiri dari tahapan perkembangan yang
dimulai dari satu tahap menuju tahap berikutnya. Tahap perkembangan tersebut berlangsung secara berurutan
dan tumpang tindih. Urutan tahap-tahap tersebut berlaku secara universal, berlaku dan dialami oleh sebagian
besar manusia.
Setiap tahap berlangsung selama umur tertentu, tetapi batasan umur tersebut tidak sama untuk semua anak. Hal
ini dipengaruhi oleh faktor bawaan maupun faktor sosio-budaya dari lingkungannya.
Contoh pola perkembangan diantaranya bahwa semua bayi mulanya hanya dapat terlentang, kemudian mampu
mengangkat kedua tangan dan kaki bersama-sama, dapat tidur miring, tengkurap, tengkurap sambil
mengangkat kepala, mampu duduk, mampu berdiri, mampu berjalan dan seterusnya sampai mampu berlari.
Hampir semua anak pernah mengalami perkembangan dengan pola semacam itu.
2) Ada perbedaan individual dalam perkembangan.
Walaupun ada kesamaan pola perkembangan pada sebagian besar anak, namun tiap anak memiliki
karakteristik individual. Faktor-faktor internal (seperti kondisi kesehatan, kecukupan gizi, kemampuan mental,
dsb) maupun eksternal (seperti pola pengasuhan, keramahan pengasuh pada bayi dan anak, ketersediaan sarana
atau alat permainan, dsb), mempengaruhi timbulnya perbedaan tersebut. Dalam perbedaan tersebut,
perkembangan anak selanjutnya berlangsung secara konsisten.
Pemahaman terhadap perbedaan individual dalam perkembangan anak adalah sangat penting sebagai dasar
bagi pembinaan perkembangan anak, khususnya untuk menetapkan harapan dan cara pengasuhan bagi anak.
Konsekuensinya sudah tentu, apabila orang tua ataupun guru memiliki kemampuan memahami kemampuan
individual anak-anaknya, maka stimulasi dan atau stimulasi bahan ajar yang diberikan kepada individu anak
akan sangat membantu perkembangan. Sebaliknya, apabila orangtua atau guru mengabaikan kemampuan
individual anak, kemungkinan besar kegagalan perkembangan yang akan diperoleh. Jadi meskipun
perkembangan semua anak terdapat pola yang tertentu dan berlaku untuk semua anak, namun
dalam pencapaian perkembangannya masing-masing individu anak berbeda satu sama lain.
3) Perkembangan dini merupakan fondasi bagi perkembangan berikutnya.
Perkembangan anak berlangsung dari satu tahap menuju tahap berikutnya. Tahap yang lebih awal merupakan
tempat berpijak bagi tahap perkembangan berikutnya. Misalnya, semua anak kemampuan berlari ataupun main
lompat tali dengan kaki berganti-ganti, umumnya dicapai anak usia 5-6 tahun, namun tanpa dilandasi oleh
kemampuan berdiri seseorang maka kemampuan tersebut tidak akan dicapai. Demikian juga seseorang akan
dapat berlari,apabila sebelumnya (fondasinya) si anak sudah dapat berdiri. Kemampuan berdiri sendiri tidak
dapat ia lakukan tanpa ada kemampuan yang mendahului yaitu kemampuan berdiri dengan berpegangan.
Begitu seterusnya.
3. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Anak
Secara umum, status kesehatan individu menurut Bloom (1974, dalam Abdul Salim, 2000) dipengaruhi oleh
faktor-faktor: (a). keturunan, (b). lingkungan, (c). faktor perilaku, dan (d). faktor pelayanan/fasilitas kesehatan.
Pengaruh dari ke empat faktor tersebut dapat secara langsung maupun secara tidak langsung, atau secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Perilaku seseorang itu di samping berpengaruh langsung terhadap status kesehatan individu (dalam hal ini
perkembangan balita), juga berpengaruh secara tidak langsung lewat lingkungan, pelayanan/fasilitas kesehatan
dan keturunan. Lingkungan di mana balita tinggal di samping berpengaruh terhadap perkembangan balita, juga
berpengaruh terhadap perilaku ibu/orang tua, terhadap pelayanan/fasilitas kesehatan dan gangguan
perkembangan bawaan (congenital). Begitu juga faktor keturunan, bahwa kelainan yang di bawa sejak lahir,
akan berpengaruh terhadap perilaku ibu yang kurang kondusif bagi perkembangan, terhadap kesanggupan
menyediakan pelayanan/ fasilitas kesehatan, dan juga secara langsung mempengaruhi kesanggupan
kemampuan perkembangan balita sendiri.
Menurut Endang Warsiki (1991, dalam Abdul Salim, 2000) perkembangan balita dipengaruhi oleh dua faktor
utama, yaitu:
a. Faktor mikro kosmos, seperti:
1) Sifat dasar konstitusi anak sejak lahir, dan
2) Keadaan biologik anak, misalnya kekurangan enzim/hormon, kelainan organik/chromosom.
b. Faktor mikro kosmos (keadaan lingkungan anak).
Termasuk faktor ini adalah:
1) Orang tua atau keluarga di rumah. Sikap dan kebiasaan orang tua dalam mengasuh dan
menstimulasi anak, hubungan anak dengan saudara/orang lain di rumah. Begitu juga dalam
pemeliharaan gizi, anak yang kekurangan gizi mempengaruhi perkembangan fisik maupun mental
anak, anak yang kekurangan iodium dalam konsumsi makanan dan minuman dapat terganggu
perkembangannya seperti adanya gejala kretinisme.
2) Teman bermain. Tidak adanya teman bermain, tempat dan alat bermain, dapat membuat
terhambatnya anak dalam mengaktualisasikan kemampuan perkembangannya.
3) Masyarakat (kebudayaan, keadaan sosial, lingkungan, agama). Kebiasaan dan aturan masyarakat
dapat berpengaruh terhadap terjadinya gangguan perkembangan anak. Lingkungan masyarakat yang
kurang memperhatikan lingkungan sehat menyebabkan sumber penyakit dapat diderita
anak nafsu makan anak berkurang anak kurang gizi perkembangan terganggu.
4. Cara Pengukuran Perkembangan Anak
Pengukuran perkembangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengikuti perkembangan kemampuan
anak. Tujuannya adalah agar apabila terjadi gangguan perkembangan pada anak dapat diketahui sedini
mungkin. (Depkes. RI, 1990, Jack Insley, cet. 2005)
Kegiatan pemantauan ini penting sekali, agar tindakan untuk mengatasi gangguan perkembangan/mengejar
kelambatan perkembangan dapat segera dilakukan. Sebab apabila gangguan/keterlambatan ini berlangsung
lama atau terlambat dalam pengatasannya, dapat menjadi kelainan atau kecacatan yang
permanen/sulit diperbaiki.
Pengukuran perkembangan dapat menggunakan bermacam-macam instrumen, sepertiDenver Development
Screening Test (DDST). DDST adalah salah satu dari metode screening terhadap kemungkinan adanya
penyimpangan dari perkembangan. Ini bukan tes diagnostik ataupun tes inteligensi. Pengertian screening
didasarkan atas penggunaan suatu tes yang cepat dan mudah dilaksanakan terhadap suatupopulasi tertentu.
Beberapa negara telah menggunakan tes ini, dan ternyata diketemukan adanya kelemahan karena adanya
pengaruh kultural ataupun kebiasaan sosial masing-masing yang berbeda dalam pelaksanaan/interpretasi hasil
tes tersebut.
Depatemen Kesehatan RI, sudah lama mengembangkan instrumen pemantauan perkembangan anak balita dan
usia prasekolah, istilahnya yang digunakan bervariasi, seperti deteksi kelainan (1986), deteksi dini
perkembangan (1989) dan pemantauan perkembangan (1990). Instrumen yang dikembangkan tahun 1986,
lebih menekankan upaya menemukan kelainan anak secara dini yang kurang mendukung perkembangan anak,
seperti mengukur resiko keluarga, mengetahui ada tidaknya kelainan penglihatan, pendengaran, perilaku anak,
dan tahapan perkembangan anak. Sementara untuk instrumen yang diterbitkan tahun 1989 dan 1990 lebih
menekankan pada upaya mengetahui gangguan perkembangan kemampuan anak yang meliputi aspek:
1) Kemampuan gerak kasar,
2) Kemampuan gerak halus,
3) Kemampuan bicara, bahasa dan kecerdasan, dan
4) Pergaulan dan percaya diri.
Pemeriksaan ini dilakukan menurut 10 kelompok umur. Tiap kelompok umur mempunyai 4 macam pernyataan
mengenai kemampuan anak. Ke empat jenis pernyataan tersebut menunjukkan tahapan perkembangan yang
harus dicapai anak sesuai dengan umurnya. Apabila kemampuan anak tidak sesuai dengan ke empat jenis
pernyataan tersebut, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya keterlambatan pada perkembangan anak. Anak
yang ini perlu mendapatkan stimulasi perkembangan.
Frekuensi pemeriksaan dilakukan 3 bulan sekali untuk anak umur di bawah 1 tahun dan 6 bulan sekali untuk
anak umur 1 tahun atau lebih
Tahapan-tahapan perkembangan anak yang diukur, standar umur pencapaian perkembangan rata-rata anak
normal, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2: Tahapan Perkembangan Menurut Kelompok Umur dan hasil
Pemeriksaan Tahapan Perkembangan
Hasil Pemeriksaan
Kelompok Umur Tahapan Perkembangan Yang diperiksa Ya Tidak
Mampu menggerakkan kedua tungkai dan lengan sama
0 – 3 bulan mudahnya
Memberikan reaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya
Mengeluarkan suara mengoceh
Membalas senyuman
>3 – 6 bulan Mengangkat kepala dengan tegak pada posisi telungkup
Dapat menggenggam benda yang disentuhkan pada
punggung/ujung jarinya
Mencari sumber suara yang keras
Membalas senyuman
Ketika didudukkan, dapat mempertahankan posisi duduk dengan
>6 – 9 bulan kepala tegak
Meraih benda yang menarik/mainan yang terjangkau olehnya
Tertawa/berterika bila melihat benda yang menarik
Mengenali orang lain dan takut pada orang yang belum dikenal
>9–12 bulan Mampu berdiri dengan berpegangan
Dapat mengambil benda kecil sebesar biji jagung dengan meraup
Dapat mengatakan “pa-pa” atau “ma-ma”
Bermain “ciluk-ba”
>12–18 bulan Berjalan sendiri tanpa jatuh
Dapat mengambil benda kecil sebesar biji jagung dengan ibu jari
dan telunjuk
Dapat mengungkap keingan sederhana
Minum dari gelas sendiri tanpa tumpah
>18-24 bulan Dapat menendang bola
Mencorat-coret denganalat tulis
Menunjuk bagian tubuh dengan benar
Meniru pekerjaan rumah tangga
>2 – 3 tahun Berjalan naik turun tangga
Mampu melepas pakaian sendiri
Menyebut namanya sendiri
Makan dan minum sendiri
>3 – 4 tahun Berdiri di atas satu kaki
Menggambar bentuk lingkaran
Menyebut nama panggilan orang lain
Buang air besar dan kecil sendiri pada tempatnya
>4 – 5 tahun Melompat dengan satu kaki
Mengancingkan baju sendiri
Bisa berceritera
Berpakaian sendiri
>5 – 6 tahun Menangkap bola sebesar bola kasti
Menggambar bentuk segi empat
Mengenal angka, huruf dan menghitung 1-10
Mengenal dan mematuhi peraturan sederhana
5. Manifestasi Gangguan Perkembangan Anak di Indonesia
Sebagaimana disinggung pada uraian di muka, bahwa hasil pemeriksaan perkembangan anak dengan
menggunakan instrumen pemeriksaan perkembangan dari Departemen Kesehatan (1990), maka dapat
diketahui adanya anak yang belum mampu/tidak mampu melakukan tahapan perkembangan sesuai dengan
umurnya. Anak-anak yang belum mampu tersebut berarti memiliki indikasi adanya keterlambatan
perkembangan.
Menurut Moersintowarti (1993) gangguan perkembangan balita adalah suatu perkembangan balita yang
apabila dibandingkan dengan pola perkembangan balita standar menunjukkan adanya perkembangan balita
yang terlambat/ menyimpang dari pola perkembangan anak normal. Ada dua bentuk gangguan perkembangan,
yaitu:
a. Gangguan Perkembangan
b. Kelainan
Gangguan Perkembangan bagi balita, ada dua kemungkinan yang terjadi pada perkembangan berikutnya,
(Moersintowarti, 1993), yaitu di mana balita yang bersangkutan dapat kembali normal perkembangannya, atau
adanya kelainan yang bersifat permanen.
Pada balita, gangguan perkembangan dapat menimbulkan manifestasi klinik yang bermacam-macam, kasus
yang sering dijumpai menurut Moersintowarti (1993) adalah:
a. Gangguan motorik kasar.
b. Gangguan bicara.
c. Gangguan belajar.
d. Gangguan psikologis dengan manifestasi fisik.
e. Gangguan makan, buang air besar.
f. Gangguan cemas, dsb.
6. Hubungan Gangguan Perkembangan Anak dengan Kejadian Kelainan
Sudah disinggung di muka, bahwa gangguan perkembangan pada setiap anak pada akhirnya akan bermuara
pada dua kemungkinan, yang satu sama lain tidak dapat diduga sebelumnya. Kedua kemungkinan itu adalah
(1) kembali normal dan mampu mengejar ketertinggalam perkembangan, misalnya dari belum mampu
berbicara, setelah diterapi dan distimulasi dalam waktu tertentu akhirnya anak dapat berbicara. Anak sekarang
sudah tidak mengalami gangguan perkembangan bicara. (2) gangguan perkembangan yang berakhir menjadi
menetap dalam bentuk kecacatan. Kondisi kecacatan ini walaupun diberikan rehabilitasi dan habilitasi dalam
kurun waktu tertentu, kecacatannya tetap ada, meskipun kemampuan yang bertambah menjadi baik. Seorang
anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam bentuk keterbelakangan mental, setelah direhabilitasi ia
dapat merawat diri sendiri, tetapi kondisi keterbelakangan mentalnya masih tetap ada.
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa gangguan perkembangan dapat menjadi faktor predisposisi
atas terjadinya kelainan (Nelson, 1988). Oleh karena itu program intervensi bagi anak yang diketahui
mengalami gangguan perkembangan semestinya segera dilakukan, sebelum anak yang bersangkutan terlanjur
menjadi cacat.
7. Cara Stimulasi Gangguan Perkembangan
Stimulasi perkembangan adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi perkembangan, sehingga anak dapat berkembang kemampuannya secara optimal
(Depkes. RI, 1990). Manfaat stimulasi kemampuan adalah:
a. Untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan optimal.
b. Menghindari kelambatan perkembangan, sehingga tidak terjadi gangguan perkembangan lebih lanjut.
c. Meningkatkan kemampuan orangtua/ibu dalam menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
perkembangan (Depkes. RI, 1989, 1990).
Aspek kemampuan anak balita yang dikenai program stimulasi perkembangan meliputi:
a. Gerak motorik kasar
b. Gerak motorik halus
c. Bicara, bahasa, kecerdasan
d. Kemampuan bergaul dan percaya diri .
Beberapa prinsip dalam melakukan stimulasi (Depkes RI, 1990) adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan rasa cinta dan kasih sayang, sambil bermain dengan anak dan menikmati kebahagiaan
bersama anak.
b. Dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, mengikuti tahapan perkembangan anak, serta
mencangkup keempat aspek perkembangan.
c. Diberikan kepada anak dimulai sejak tahapan perkembangan yang telah dicapai oleh anak.
d. Menggunakan alat-alat bantu stimulasi yang sederhana, mudah didapat, sesuai dengan keadaan setempat
dan murah harganya, atau alat-alat yang didapat di rumah tangga meupun di alam bebas.
e. Tidak melakukan dengan paksaan, rasa marah atau hukuman bila anak kurang berminat, bosan atau
tidak mampu melakukan kegiatan yang distimulasikan.
f. Memberikan pujian atas keberhasilan anak.
g. Menghindari kebosanan anak dengan menciptakan suasana yang segar, menyenangkan dan bervariasi.
h. Merujuk ke tempat pelayanan yang lebih tinggi, bila anak sulit mencapai tahap perkembangan yang
perlu dicapainya walaupun telah diberi stimulasi kemampuan yang sesuai.
Faktor-faktor yang diharapkan ikut mendukung keberhasilan program stimulasi perkembangan anak antara
lain:
a. Orangtua memiliki pengetahuan sederhana mengenai kesehatan anak, konsep tumbuh kembang, dsb.
b. Orangtua tidak mempunyai masalah kejiwaan.
c. Anak dibesarkan dengan cermat dan tidak menelantarkan, misalnya membawa anak berobat bila sakit,
melindungi, dsb.
d. Rumah terawat, terpelihara dan menyenangkan sebagai tempat tinggal yang rapi, bersih, nyaman dan
sehat.
e. Keluarga mampu mencari nafkah dan mengatur keuangan keluarga.
f. Orangtua mengikuti program keluarga berencana.
g. Kegiatan keluarga teratur.
h. Hubungan antar anggota keluarga dan dengan tetangga dalam keadaan harmonis, bersahabat, dan saling
menghormati. (Depkes RI, 1990).
8. Peran Guru PLB dalam Stimulasi Gangguan Perkembangan Anak.
Kegiatan stimulasi pada prinsipnya dapat dilakukan di mana saja, oleh siapa saja, dengan menggunakan alat-
alat bantu sederhana yang ada di daerah setempat, yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan yang sudah dimampui anak, secara berjenjang
dan berkelanjutan, dengan dilandasi rasa kasih sayang sambil bermain bersama anak.
Kegiatan stimulasi dapat dilakukan pula oleh para guru PLB, baik yang dilakukan di sekolah, di klinik-klinik
layanan PLB, di rumah maupun di Posyandu-Posyandu. Dengan demikian peran guru PLB di sini
sebagai pelaksana dalam kegiatan stimulasi perkembangan.
Guru PLB juga dapat sebagai tempat rujukan setelah anak dilakukan skrining/penjaringan. Di sini guru PLB
berperan sebagai profesional yang melakukan asesmen dan mendiagnosisgangguan perkembangan anak.
Peran lain yang dimiliki guru PLB dalam stimulasi gangguan perkembangan anak adalah
sebagai konsultan, yang memberikan arahan dalam penyusunan program, pemilihan metode/cara stimulasi,
pemilihan alat stimulasi yang aman, tempat dan waktu stimulasi serta hal-hal lain yang berkenaan dengan
kegiatan stimulasi perkembangan anak.
Anak yang gangguan perkembangannya sudah bersifat menetap/ permanen dalam bentuk kelainan, maka peran
guru di sini sebagai pelaksana program habilitasi dan rehabilitasi.
9. Habilitasi dan Rehabilitasi Kelainan Perkembangan
Bagi anak yang mengalami kelainan perkembangan dan kelainan yang bersifat permanen, seperti dalam
bentuk retardasi mental, kelainan neuromotorik, gangguan bicara, cara berjalan yang khas seperti spastik dan
atetoid, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata juling, tunarungu dan tunawicara, dan lain-lain,
maka kegiatan rehabilitasi dan habilitasi sangat dibutuhkan oleh anak-anak, baik aspek medik, aspek sosial
psikologik, aspek pendidikan dan aspek keterampilan.
Tujuan dari program habilitasi dan rehabilitasi bagi anak berkelainan perkembangan antara lain agar mereka
mau menerima kondisi kelainanya, mau dan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul
sebagai akibat dari kelainanya, serta mampu menyongsong dan mempersiapkan masa depan secara mandiri
dan tidak terlalu banyak bergantung pada orang lain.
Bagi anak berkelainan perkembangan, ada banyak bentuk program habilitasi dan rehabilitasi, seperti:
a. Pemenuhan kebutuhan peralatan khusus, seperti untuk tunanetra membutuhkan tongkat putih, reglet,
ketik braille. Untuk anak tunarungu ada yang membutuhkan alat bantu dengar. Anak Tunadaksa
membutuhkan ortodik dan/atau prostetik.
b. Bimbingan penggunaan alat bantu khusus.
c. Bimbingan pemecahan masalah, seperti bimbingan mental keagamaan, bimbingan mental kepribadian,
bimbingan sosial.
d. Pelayanan pendidikan.
e. Latihan dan bimbingan vokasional
f. Program terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak, seperti speech therapy, physio
therapy, occupational therapy, dsb.
Melalui kegiatan rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan perkembangan dapat
mengaktualisasikan potensinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang “berguna”, baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain.
E. Rangkuman
Pada hakekatnya pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal merupakan dambaan bagi siapa saja,
baik bagi orangtua maupun bangsa/negara. Bagi keluarga, anak yang dapat tumbuh dan berkembang secara
normal dan sehat bermakna adanya harapan baru bagi sebuah generasi penerus yang diharapkan berhasil dan
sukses mewujudkan cita-cita orangtua. Sedangkan bagi bangsa dan negara dengan adanya anak yang dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat menandai adanya sumberdaya manusia di masa depan yang mampu
membangun dan mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang sejahtera dan
bermartabat.
Bagi anak-anak yang kebetulan pertumbuhan dan perkembangannya mengalami gangguan, atau mengalami
kelainan, mereka sangat membutuhkan program intervensi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing anak, termasuk juga program stimulasi, habilitasi dan program rehabilitasi.
Guru PLB memiliki peran yang penting dalam intervensi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik sebagai pelaksana, sebagai tempat rujukan, ataupun sebagai konsultan dalam penanganan anak-anak yang
kebetulan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembanagannya.
BUKU ACUAN
Abdul Salim. 1999. Ujimodel Penanganan Anak Kretin dan GAKI di Sekolah Dasar Daerah Gondok
Endemik. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi No. 21 Thn. 9-1999.
Abdul Salim. 2000. Prevalensi Anak Balita Yang Mengalami Gangguan Perkembangan di Kecamatan
Gandusari Blitar. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi Tahun 10. No. 1 Juni 2000.
Abdul Salim. 2001. Kemampuan Guru SD di Daerah Endemik Gondok dalam Pembelajaran
Remediasi anak Kretin dan GAKI. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi Tahun 11. No. 1 Juni 2001.
Anonim. 2003. Makanan Ideal Untuk Tumbuh Kembang Bayi. Jakarta: Infant Food And Dietetic
Products Departement PT. Food Specialities Indonesia (Nestle).
Aziz Alimul Hidayat. Musrifatul Uliyah. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Bambang Hartono. 1993. Disfungsi Minimal Otak Anak SD di Daerah Gondok Endemik. Semarang:
FK UNDIP
Bambang Hartono. 1992. Information Processing of the Learning Disabled Children Living in Iodine
deficient Area. Semarang: FK UNDIP
Departemen Kesehatan. 1989. Pedoman Pemeriksaan Perkembangan Anak. Jakarta: Depkes dan
UNICEF.
Departemen Kesehatan. 2000. Menanggulangi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Djauhar Ismail. 1993. Tinggi Badan Anak Sebagai alat Untuk Menentukan status Gizi
anak. Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Edhi Dharma, Endang Sumirih. T.th. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Sehat. Yogyakarta:
Yayasan Sarana Cipta
Gerald B. Merenstein, David W.Kaplan, Adam A. Rosenberg, Alih Bahasa Hunardja. Cet. 2002. Buku
Pegangan Pediatri. Jakarta: Widya Medika.
Jack Insley MB. Alih Bahasa Achmad Suryono. Editor Rusi Muhaimin Syamsi. Cet. 2005. Vade-
Mecum Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Lakebrink. 1989. Children at Risk. USA
Moersintowarti. 2004. Deteksi Dini pertumbuhan dan perkembangan Balita. Surabaya: Lab. IKA-FK
UNAIR.
Moersintowarti. 1993. Deteksi Dini Penyakit-Penyakit yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang anak.
Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Moersintowarti. 1991. Deteksi Dini Balita. Surabaya: Lab. IKA-FK UNAIR.
Mustarsid. 1993. Pemeriksaan Neulogi Untuk Deteksi Dini Kelainan Tumbuh Kembang anak.
Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Roose and Mico. 1980. Theory and Practice in Health Aducation. USA: Mayfield Pub.
Siswono Yudo Usodo. 2004. Pendidikan Untuk Masa Depan. Jakarta: ISPI
Sudianto. 1985. Faktor Lingkungan Psikobiopsikososial dalam Tumbuh Kembang Anak. Buku Gizi
dan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FKUI
Suharti Agusman. Samsudin. 1985. Hubungan Gizi dengan Perkembangan serta Kecerdasan Bayi dan
Anak. Jakarta: Bag. Gizi FKUI/RSCM.
Synoground. et.al. 1990. Health Care Problems in the Classroom. USA
Swanson. Merlyn. 1991. At-Risk Student in Elementary Education. USA
Category: Bahan Ajar Pediatri Sosial