Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan jenis dan bentuk pelayanan
yang khusus, terkait dengan aktivitas pendidikan yang dijalani, maupun
model bimbingan yang diberikan kepada mereka atas berbagai persoalan,
hambatan dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini disadari akan nilai
urgensinya dan secara konstitusional merupakan tanggung jawab semua
pihak, sebagaimana yang termatub dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, yang mengatakan bahwa Anak berkebutuhan khusus
merupakan bagian dari anak Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian dan
perlindungan dari pemerintah, masyarakat dan keluarga.
Pemberian layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus harus berdasarkan
pada perencanaan program yang baik, meliputi analisis, indentifikasi,
implementasi, evaluasi dan tindak lanjut dari program yang dilaksanakan.
Anak Berkebutuhan Khusus yang termasuk dalam kategori permanen tentu
akan memiliki kebutuhan layanan yang berbeda, dibandingkan dengan Anak
Berkebutuhan Khusus yang yang termasuk kategori temporer. Penanganan
yang tepat bagi Anak Berkebutuhan Khusus akan membantu mereka untuk
dapat mencapai tugas perkembangan yang optimal sesuai dengan bakat,
potensi dan keterbatasan yang dimiliki.
Beberapa contoh anak berkebutuhan khusus seperti anak berbakat, anak
gifted dan indigo. Banyak yang perlu orangtua dan pendidik pahami bahwa
masa perkembangan anak adalah sangat penting untuk dilakukan intervensi
dini bukan hanya mendeteksi hambatan anak tapi hal apa saja yang telah anak
capai perkembangannya. Beberapa layanan intervensi dini yang dapat
dilakukan orangtua terhadap anaknya antara lain instruksi khusus, terapi
wicara, fisioterapi, nutrisi, pendidikan keluarga, layanan penglihatan,
teknologi penunjang, layanan kesehatan, layanan perawatan, audiologi,
layanan psikologi, layanan diagnosa medis. Layanan-layanan tersebut dapat
dilakukan di rumah, pusat terapi, rumah sakit.

Intervensi dini menjadi salah satu cara yang baiknya dilakukan pada anak
yang mengalami masalah atau berkebutuhan khusus. Intervensi dini biasanya
dilakukan pada anak usia sekolah atau bisa juga dilakukan pada anak yang
lebih kecil usianya untuk dideteksi apakah mengalami resiko kondisi
perkembangan yang tidak sesuai usia atau berbagai kebutuhan khusus
lainnya.
Intervensi diartikan segala langkah dan tindakan yang lebih baik dari
cara-cara yang bersifat konvensional, sehingga kadangkadang hanya tampak
sebagai prinsipprinsip umum yang berlaku dalam berbagai situasi. Intervensi
bisa dilakukan bila telah diadakan identifikasi. Untuk itu, perlu diadakan
observasi, dilakukan oleh beberapa profesional dari segala sisi disiplin ilmu
untuk menentukan jenis intervensi yang akan dilaksanakan. Apa pun
intervensi yang telah disepakati, biasanya memerlukan waktu dan perlu
persiapan mental dari semua pihak. Sebelum melakukan intervensi, maka
perlu untuk mengetahui bentuk-bentuk intervensi yang sesuai dengan
intervensi yang dibutuhkan oleh anak. Hal tersebut menjadi landasan
penulisan sehingga makalah ini dibuat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah yang dijadikan fokus, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan intervensi?
2. Bagaimana bentuk intervensi pada anak gifted?
3. Bagaimana bentuk intervensi pada anak berbakat?
4. Bagaimana bentuk intervensi pada anak indigo?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian intervensi.
2. Untuk mengetahui bentuk intervensi pada anak gifted.
3. Untuk mengetahui bentuk intervensi pada anak berbakat.
4. Untuk mengetahui bentuk intervensi pada anak indigo.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan mengenai pengertian intervensi


serta bentuk-bentuk intervensi pada anak gifted, berbakat, dan indigo
sehingga penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan dan mengambil
tindakan yang bijak terhadap anak tersebut.
2. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan pembaca mengenai intervensi
serta bentuk-bentuk intervensi pada anak gifted, berbakat, dan indigo.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Intervensi
Kata Intervensi, bila digunakan untuk menggambarkan manajemen kasus
atau terapi menunjukkan bahwa klinisi ada di antara atau masuk ke dalam
berbagai elemen sistem interaksi alamiah. To intervene (mengintervensi)
sama dengan interfere (turut campur)-yang dapat berakibat baik atau buruk
bagi kehidupan klien atau pasien.
Intervening kata yang berasal dari bahasa Latin yang berarti coming
between (yang datang di antara) mengacu pada usaha untuk mengubah
kehidupan yang sedang berjalan dengan cara tertentu. Perubahan tersebut bisa
kecil atau besar, negatif atau postif. Istilah Intervening kadang-kadang
memiliki implikasi negatif, yaitu diartikan sebagai mencampuri urusan orang
lain. Orang-orang yang bekerja dalam profesi-profesi pemberi bantuan
memiliki intense etik yang sama, yaitu melakukan segala yang dapat mereka
lakukan demi keuntungan kliennya (Sundberg, Winebarger, Taplin, 2007).

B. Intervensi Anak Gifted


Mnks & Pflger (Hafiar, 2010) mengemukakan bahwa dunia pendidikan
mancanegara kini lebih mengutamakan pendekatan Triadik Renzulli-Mnks,
yang lebih memahami bahwa giftedness akan terwujud jika giftedness sebagai
potensi bawaan mendapatkan dukungan yang mencukupi dari lingkungannya.
Menurut Van Tiel (Hafiar, 2010) agar lingkungan mampu mendukung dengan
baik, keluarga, sekolah, serta masyarakat perlu memahami berbagai
permasalahan anak-anak gifted, tumbuh kembang, dan karakteristik
personalitas seorang anak gifted.
Hafiar (2010) mengemukakan bahwa untuk itu perlu dilakukan beberapa
tindak lanjut untuk mengurai benang kompleksitas masalah anak gifted di
Indonesia agar tidak semakin kusut. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh
beberapa pihak, antara lain: pemerintah, media massa, masyarakat dan lainlain. Adapun upaya yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Perlu adanya penyadaran dan peningkatan pemahaman masyarakat


mengenai disinkronitas anak gifted. Dalam hal ini media massa dapat
mengambil peran sebagai media publikasi yang menginformasikan secara
intensif keunggulan potensi sekaligus resiko anak gifted yang harus
dikelola dengan hati-hati, agar tidak terjadi salah pemahaman ataupun
salah penanganan sehingga kasus disinkronisasi anak gifted dapat
diminimalisasi.
2. Perlu adanya penetapan aturan yang konsisten melalui undang-undang atau
kebijakan yang mengatur sistem pendidikan bagi anak-anak gifted. Untuk
masalah ini tentu pemerintah lah yang memiliki kewenangan dalam
membuat payung hukum sebagai pijakan penanganan anak gifted agar
ketidakseragaman penanganan anak gifted akibat ketidakjelasan peraturan
dapat dihindari.
3. Perlu adanya keterampilan dan keahlian khusus dalam proses pemberian
pendidikan bagi anak-anak gifted. Maka sebaiknya para guru dan lembaga
yang memiliki murid dengan giftedness disarankan mengikuti pelatihan
khusus yang berkaitan dengan penanganan dan metode pengajaran bagi
anak gifted agar hak anak gifted sebagai manusia yang memiliki kebutuhan
khusus dapat terpenuhi.
4. Perlu adanya peraturan khusus yang mengharuskan para ahli seperti dokter
dan psikolog memberikan penjelasan komprehensif mengenai hasil
diagnosis dan upaya pencegahan yang harus dilakukan, kepada orangtua
dari anak gifted agar alasan dan manfaat dari rangkaian proses tes dan
terapi yang berkepanjangan dapat dipahami dengan baik sehingga orangtua
pun mendapatkan proses pembelajaran yang partisipatif bukan hanya
sekedar pendengar yang pasif dan terima jadi, karena jika hal ini terjadi
bukan mustahil, akibatnya orangtua akan merasa terabaikan dan malas
untuk melanjutkan terapi akibat ketidakpahaman.
5. Perlu adanya sebuah wadah yang menampung dan menyediakan segala
informasi yang berkaitan dengan anak gifted. LSM yang memiliki
kredibilitas dapat mengisi kekosongan ini sehingga masyarakat tidak akan
kebingungan untuk medapatkan informasi yang valid seputar anak gifted.

6. Perlu adanya pembinaan khusus bagi orangtua dari anak gifted agar
terbentuk kesadaran akan kekhususan anaknya sehingga tidak terjadi rasa
frustasi akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk menangani anak
gifted yang mengakibatkan timbulnya sikap apatis orangtua serta
berdampak pada tidak optimalnya potensi anak gifted tersebut.
C. Intervensi Anak Berbakat
Anak berbakat perlu mendapatkan layanan yang berbeda dari anak-anak
normal maupun berkebutuhan khusus lainnya. Sesuai dengan tujuan
pendidikan untuk memberikan kesempatan pendidikan yang sebaik-baiknya
bagi mereka, maka anak berbakat perlu mendapatkan pendidikan yang dapat
mengakomodasi kelebihan mereka. Pendekatan layanan khusus bagi anak
berbakat dan berkesulitan belajar spesifik lebih bersifat pendekatan
individual. Pendekatan individual ini lebih memperhatikan potensi yang
dimiliki oleh anak.
Suparno (2008) menyatakan ada berbagai macam layanan pendidikan
bagai anak berbakat yaitu: (1) Layanan akselerasi, yaitu layanan tambahan
untuk mempercepat penguasaan kompetensi dalam merealisasi bakat anak;
(2) Layanan kelas khusus, yaitu anak yang berbakat unggul dikelompokkan
dalam satu kelas dan diberikan layanan tersendiri sesuai dengan bakat
mereka; (3) Layanan kelas unggulan, sama dengan layanan kelas khusus
hanya berbeda dalam model pengayaannya; (4) Layanan bimbingan sosial
dan kepribadian.
Philip E. Veron (Wahab, 2011) mengemukakan layanan pendidikan
terhadap anak berbakat dapat melalui pengayaan, percepatan, dan segregasi.
1. Pengayaan (enrichment)
Santrock (2010) menjelaskan, program pengayaan adalah memberi murid
kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang tidak didapatkan di
kurikulum umum. Kesempatan pengayaan dapat disediakan di kelas
regular, melalui jam tambahan khusus; melalui guru khusus pendidikan
anak berbakat; melalui studi independen, sepulang sekolah, pada hari sabtu
atau pada musim panas, dan melalui pelatihan/ magang, atau melalui
program kerja/ studi lainnya.

Pengayaan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu (1) Secara


vertikal: cara ini untuk memperdalam salah satu atau sekelompok mata
pelajaran tertentu. Anak diberi kesempatan untuk aktif memperdalam ilmu
Pengetahuan yang disenangi, sehingga menguasai materi pelajaran secara
luas dan mendalam, dan (2) Secara horizontal: Anak diberi kesempatan
untuk memperluas pengetahuan dengan tambahan atau pengayaan yang
berhubungan dengan pelajaran yang sedang dipelajari.
2. Percepatan (scceleration)
Secara konvensional bagi anak yang memiliki kemampuan
superior dipromosikan untuk naik kelas lebih awal dari biasanya. Menurut
Wahab (2011), percepatan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
a. Masuk sekolah lebih awal/sebelum waktunya (early admission). Misal,
sebelum usia 6 tahun, dengan catatan bahwa anak sudah matang untuk
masuk Sekolah Dasar.
b. Loncat kelas (grade skipping) atau skipping class, misal, karena
kemampuannya luar biasa pada salah satu kelas, maka langsung
dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi satu tingkat (dari kelas satu
langsung ke kelas tiga).
c. Penambahan pelajaran dari tingkatan di atasnya, sehingga dapat
menyelesaikan materi pelajaran lebih awal.
d. Maju berkelanjutan tanpa adanya tingkatan kelas. Dalam hal ini sekolah
tidak mengenal tingkatan, tetapi menggunakan sistem kredit. Ini berarti
anak berbakat dapat maju terus sesuai dengan kemampuannya tanpa
menunggu teman-teman yang lainnya.
3. Segregasi
Anak-anak berbakat dikelompokkan ke dalam satu kelompok yang
disebut ability grouping dan diberi kesempatan untuk memperoleh
pengalaman belajar yang sesuai dengan potensinya.
Pendidikan anak berbakat harus diwarnai oleh penekanan pada
aktivitas intelektual, kecepatan dan tingkat kompleksitas sesuai dengan
kemampuan yang tinggi. Sehubungan dengan itu, jika anak-anak berbakat
ditangani dengan program akselerasi, maka ada dua hal penting yang harus
diperhitungkan, yaitu (a) dalam program akselerasi, beban belajar yang
oleh anak-anak biasa dapat diselesaikan dalam tiga tahun, maka oleh anak-

anak berbakat ini hanya dibutuhkan waktu dua tahun. Ini berarti terjadi
proses percepatan dalam belajar, dan (b) percepatan ini juga harus
mengandung arti kualitatif, yaitu bahwa aktivitas belajar mereka
ditekankan pada aktivitas intelektual tinggi. Hal ini terkait dengan
kenyataan bahwa, dalam perilaku intelektual, aspek teoretis dan tingkat
abstraksi anak-anak berbakat menunjukkan karakteristik mental yang baik
dalam melihat hubungan yang bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi
logis, mudah mengadaptasikan prinsip abstrak ke situasi konkret, serta
mampu menggeneralisasikan.
Metode belajar yang relevan adalah metode penemuan (discovery
learning) seperti yang dikembangkan oleh Piaget dan Bruner, dan metode
induktif. Dalam discovery learning aspek kognitif berkembang melalui
penemuan dan pengembangan hipotesis, bukan dengan cara duduk, diam,
dengar, dan catat. Discovery learning memberikan tantangan bagi
kemampuan berpikir abstrak yang tinggi, dan pelibatan secara aktif dalam
menemukan jawaban dan tantangan tersebut. Dengan cara ini, terjadilah
penanjakan dinamis dari kehidupan mental yang disebut eskalasi
(Semiawan,1997).
Seorang anak dengan kecerdasan atau kemampuan bakat luar biasa
adalah suatu berkah bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk
keluarga dan masyarakat juga. Anak seperti itu tumbuh dengan janji akan
mengalami pendidikan yang sukses dan memuaskan, dan pada akhirnya
menggapai karier yang tinggi serta kehidupan pribadi yang memuaskan.
Mungkin ada tiga juta anak di Amerika dan begitu pula di Negara lain
seperti Indonesia. Intervensi yang dapat dilakukan salah satunya dengan
menggunakan cara latihan keterampilan yakni keterampilan berpikir,
bahwa pengajaran keterampilan berpikir sehausnya membantu siswa untuk
berpikir secara lebih cerdas. Itulah mengapa kalau keterampilan berpikir
dilibatkan di dalam setiap program khusus anak yang sangat cerdas. Kita
bisa melihat keterampilan berpikir sebagai kemampuan intelektual. Dan
ketika kita memahami dan mempraktikan keterampilan berpikir, mereka
menjadi lebih kuat dan semakin menjadi kebiasaan, seperti kemampuan

dalam

bidang

matematika,

permainan

piano,

dan

sebagainya.

Keterampilan berpikir yang paling sering dikutip adalah kreativitas, atan


disebut kemampuan kreatif. Contoh: mengajarkan kreativitas (pemikiran
kreatif, pemecahan masalah kreatif, kemampuan kreatif) bisa termasuk
mengajari anak untuk menganalisis, membandingkan, berpikir secara
fleksibel, menerapkan pengetahuan masa lalu, membedakan, membuat
hipotesis, membuat sintesis,menyimpulkan, berpikir secara logis, serta
masih banyak lagi (Davis, 2012).
D. Intervensi Anak Indigo
Anak indigo atau anak nila (bahasa Inggris: Indigo children) adalah
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki
kemampuan atau sifat yang spesial, tidak biasa, dan bahkan supranatural.
Konsep ini merupakan ilmu semu yang didasarkan pada gagasan Zaman
Baru pada tahun 1970-an. Konsep ini mulai terkenal setelah diterbitkannya
beberapa buku pada akhir tahun 1990-an dan dirilisnya beberapa film satu
dasawarsa kemudian. Interpretasi mengenai indigo ada bermacam-macam:
dari yang meyakini bahwa mereka adalah tahap evolusi manusia selanjutnya
(yang bahkan mempunyai kemampuan paranormal seperti telepati) hingga
yang menyebut anak indigo sebagai orang yang lebih empatik dan kreatif.
Meskipun tidak ada satu bukti penelitian pun yang membuktikan keberadaan
anak indigo atau sifat mereka, fenomena ini menarik perhatian orang tua yang
anaknya didiagnosis mengalami kesulitan belajar atau yang ingin anaknya
spesial. Kaum skeptik memandangnya sebagai cara orang tua menghindari
penanganan pediatrik atau diagnosis psikiatrik yang tepat. Daftar sifat yang
dimiliki anak indigo juga dikritik karena terlalu umum sehingga dapat
diterapkan untuk hampir semua orang (efek Forer). Fenomena indigo dituduh
pula sebagai alat untuk menambang uang dari orang tua yang mudah ditipu.
Kemampuan yang disebut indigo ini biasanya sudah muncul sejak usia
dini atau masa kanak- kanak. Pada usia ini biasanya seoang anak memang
memiliki kemampuan untuk merasakan kehidupan yang ada di alam lain
(alam gaib). Sehingga mereka bisa merasakan makhluk-makhluk yang tidak

10

bisa diketahui oleh orang dewasa yang tidak memiliki kemampuan khusus.
Namun demikian, tidak semua anak akan membawa kemampuan tersebut
pada saat mereka beranjak dewasa. Hanya bagi anak- anak yang memiliki
kelebihan khusus sajalah, kemampuan tersebut tetap dibawa hingga mereka
dewasa. Anak indigo biasanya memiliki kondisi psikologis yang luar biasa
dan menunjukkan sebuah pola perilaku yang tidak bisa diprediksi
sebelumnya. Salah satunya adalah mereka memiliki pola yang unik dalam
proses komunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga seringkali apa
yang mereka sampaikan tidak dimengerti bahkan dianggap aneh oleh mereka
yang tidak memahaminya.
Beberapa ciri anak indigo adalah:
1. Memiliki tingkat kecerdasan melebihi anak seusianya
2. Terlihat lebih bijaksana dari eman seusianya
3. Memiliki indra keenam. Dengan kemampuan ini, anak indigo mengalami
hal- hal yang tidak dialami oleh manusia pada umumnya, misalnya bisa
meliha kejadian yang belom terjadi, meliha kejadian yang tidak bisa
dilihat oleh manusia pada umumnya, bahkan bisa melakukan telepati
4. Anak dengan kemampuan indigo tidak jarang menjadi anak yang tidak
mau diatur, hal ini terjadi karena mereka memiliki cara berpikir sendiri
yang erkadang kurang bisa dimengerti oleh orang-orang pada umumnya
5. Tidak sabaran dan tidak suka bila harus menunggu
6. Kreatif penuh rasa ingin tahu, berkeinginan kuat, independen, dan sering
dianggap aneh oleh teman dan keluarga.
7. Mudah teralihkan perhatiannya
8. Memiliki spiritualitas di bawah sadar yang kuat semenjak kecil
9. Punya empati yang kuat terhadap sesama, atau tidak punya empati sama
sekali
10. Saat kecil sering diidentifikasi menderita ADD / ADHD.
Menurut Tober dan Carroll, anak indigo mungkin tidak memiliki
performa yang baik di sekolah karena menolak mengikuti aturan, lebih pintar
(atau lebih matang secara spiritual) dari guru mereka, dan kurang tanggap
terhadap disiplin yang didasarkan pada rasa bersalah, takut atau manipulasi.
Perlakuan terhadap anak indigo menurut Soewardi (Mardyawati, 2011)
juga bisa mempercepat kinerja otak anak indigo agar berfungsi seperti sedia

11

kala. Untuk penyembuhannya antara lain dilakukan melalui terapi termasuk


terapi religius; terapi melalui agama juga bisa dilakukan. Hindari penyembuhan
melalui cara-cara pengobatan yang aneh-aneh atau di luar medis. Selain itu
kecenderungan para psikolog atau psikiatri memberi label, anak indigo sebagai
manusia dengan gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) jelas
memberi kategori mental disorder pada sindrom ADHD. Karena sakit jiwa
tentunya harus ditangani oleh seorang psikiater dan bukan oleh seorang
psikolog. Ironisnya justru seorang psikiater tidak mampu menyembuhkan
penyakit ADHD tersebut sampai sekarang ini. Dalam kurun penanganan oleh
seorang psikiater kemudian gejala ADHD tersebut mulai tampak berkurang
belum tentu menunjukkan efektivitas dari terapinya. Mungkin juga terjadi
secara alamiah justru karena atrofi dari kelenjar pineal itu sendiri yang menjadi
biang keladi semua fenomen yang tampaknya abnormal tersebut.
Erwin (Mardyawati, 2008) menilai anak indigo adalah anugerah Ilahi,
menurut pandangan Erwin anak indigo pada dasarnya seumur hidup akan
indigo terus. Di usia anak-anak mereka kerap berontak. Tetapi ketika dewasa,
karena sudah dapat menyesuaikan diri, sikap pemberontaknya berkurang.
Artinya, pendampingan terhadap anak indigo sangat diutamakan, agar mereka
dapat tumbuh secara wajar. Menurutnya, anak indigo pada dasarnya
mempunyai cita-cita berbuat baik dalam menjalani kehidupan di masyarakat.
Modalnya sudah di tangan: memiliki indera ke-enam, IQ-nya di atas rata-rata
dan bijaksana, hanya membutuhkan penanganan yang benar baik dari pihak
orangtua maupun lingkungan sekitar. Itulah yang kini telah diupayakan di
Barat. Sekolah untuk anak indigo sudah banyak bertebaran. Adapun cara
mengasuh aanak yang memiliki ciri indigo:
a. Hargai keunikan anak
b. Hindari kritikan negatif
c. Jangan pernah mengecilkan anak.
d. Berikan rasa aman, nyaman, dan dukungan
e. Membantu anak untuk berdisiplin.
f. Memberikan mereka kebebasan memilih tentang apapun.
g. Membebaskan anak untuk memilih bidang kegiatan yang menjadi
minatnya, karena pada umumnya mereka tidak ingin menjadi pengekor.

12

h. Menjelaskan sejelas-jelasnya mengapa suatu instruksi diberikan, karena


mereka tidak suka patuh pada hal-hal yang dianggapnya mengada-ada.
i. Menjadikan diri sebagai mitra dalam membesarkan mereka.
Soewardi (Mardyawati, 2011) berpesan bahwa anak-anak indigo sebaiknya
disikapi secara hati-hati terutama oleh lingkungan sosial dan keluarganya.
Sebenarnya gejala tersebut adalah gejala ketidakwajaran. Keajaiban anak
indigo itu terjadi karena ada kesalahan dalam kinerja otaknya (sistem kerja
otaknya terganggu). Akibatnya tak sedikit yang kemudian bentrok dengan
kehendak orang tuanya. Jika orang tua masih otoriter membatasi aktivitas
spiritual anak indigo, si anak pasti akan berontak. Oleh karena itu perlunya
pendidikan yang harus diketahui oleh orang tua dalam menghadapi anak
mereka yang tentu saja berbeda dengan anak-anak biasa lainnya.
Chapman (Mardyawati, 2011), memberikan beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mendidik anak indigo sebagai berikut:
1. Memperlakukan mereka dengan penuh penghargaan. Jika seseorang tidak
menunjukkan penghargaan kepada mereka, mereka juga akan demikian,
2.

walaupun seseorang tersebut memiliki otoritas/ kekuasaan;


Mendengarkan pendapat mereka. Mereka perlu mengetahui bahwa

3.

seseorang peduli dan mengenali sistem nilai mereka.


Mengembangkan kemampuan mereka. Memberi mereka pilihan, seperti
misalnya tipe produk yang akan dipelajari, apa perintah untuk pekerjaan

4.

yang harus dilakukan.


Membangun sikap kooperatif dan menghindari pemberian perintah. Anak
indigo tidak akan peduli terhadap hal-hal yang dimaksudkan untuk
mengontrol mereka. Mereka akan peduli terhadap perlakuan yang bersifat

5.

adil dan baik.


Membantu mereka melakukan hal yang berbeda. Jika mereka frustrasi,
misalnya tugas-tugas sekolah, membantu mendorong mereka untuk
berbuat sesuatu yang positif untuk mengubahnya. Seperti menulis surat,
karya tulis, puisi, membuat poster, T-shirt, atau mengorganisasi kelompok

6.

diskusi.
Membantu mereka membangun bakat dan kemampuannya. Dorong
mereka untuk kreatif dan berani mengekspresikan kepribadian mereka
yang unik.

13

7.

Bersikap toleran terhadap emosinya yang ekstrim. Bantu mereka membuat


keseimbangan menggunakan aromaterapi, izinkan mereka minum air putih

8.

di kelas, bersikap tenang atau latihan visualisasi.


Dorong mereka untuk menjadi sumber kedamaian bagi orang lain, sebab
indigo dilahirkan untuk menjadi sumber kedamaian. Dorong mereka untuk
melatihnya. Hal ini akan membangun komunikasi dan belas kasih; jadilah

9.

pembimbingnya.
Menjelaskan mengapa untuk semua hal. Mengapa ada aturan, mengapa
mereka perlu mengerjakan pekerjaan rumah/ sekolah, mengapa dunia
seperti ini. Jika kita tidak mempunyai jawabannya, pahami rasa frustrasi

mereka dan tunjukkan sikap empati.


10. Mengurangi pemberian obat-obatan untuk ADD, karena indigo bukan
ADD tetapi indigo secara alamiah memberikan perhatian pada sesuatu
secara selektif. Jika mereka dapat fokus pada sesuatu yang mereka pilih
untuk jangka waktu yang lama, kemungkinan anak ini indigo, bukan ADD.
Walaupun nampaknya ada masalah pada perhatian, mencari alternatif
terapi, bukan dengan Ritalin. Hindari menekan kreativitas alamiah dan
kepemimpinan indigo, tetapi bantulah untuk mengorganisir.
Orang tua diharuskan membuat anak yang mengalami indigo menjadi
disiplin, membuat mereka belajar tentang perilaku yang bisa diterima atau
tidak, belajar untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa diterima. Bersikap adil,
memberikan batas toleransi yang pantas. Berkata yang sesungguhnya sesuai
dengan usianya. Jangan bohong karena mereka akan tahu. Mengatakan bahwa
dia dicintai dan memeluk mereka sebanyak mungkin. Anak indigo juga
eksploratif dan banyak energi. Akan sangat menolong jika orang tua membantu
menyalurkan energi pada sesuatu yang menyenangkan, produktif dan tidak
berbahaya.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Intervensi merupakan upaya untuk mengubah perilaku, pikiran dan
perasaan seseorang
2. Intervensi pada anak gifted dapat berupa upaya penyadaran dan
peningkatan pemahaman masyarakat mengenai disinkronitas anak gifted.
Penetapan aturan yang konsisten melalui undang-undang. Menyediakan
keterampilan dan keahlian khusus dalam proses pemberian pendidikan
bagi anak-anak gifted. Peraturan khusus yang mengharuskan ahli seperti
dokter dan psikolog memberikan penjelasan komprehensif mengenai hasil
diagnosis dan upaya pencegahan yang harus dilakukan. Terdapat sebuah
wadah yang menampung dan menyediakan segala informasi yang
berkaitan dengan anak gifted dan pembinaan khusus bagi orangtua dari
anak gifted.
3. Intervensi pada anak berbakat penyediaan berbagai macam layanan
pendidikan bagai anak berbakat yaitu: layanan akselerasi, layanan kelas
khusus, layanan kelas unggulan, layanan bimbingan sosial dan
kepribadian. Layanan pendidikan terhadap anak berbakat dapat pula
melalui pengayaan, percepatan, dan segregasi.
4. Anak indigo pada dasarnya mempunyai cita-cita berbuat baik dalam
menjalani kehidupan di masyarakat. Anak Indigo perlu diberikan
kebebasan untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di
atas

dengan

sumber

yang

lebih

banyak

dan

tentunya

dapat

dipertanggungjawabkan. Kritik dan saran pembaca sangat diharapakan


demi kesempurnaan makalah dikemudian hari.

15

DAFTAR PUSTAKA
Davis, G. A. (2012). Anak Berbakat dan Pendidikan Keberbakatan. Jakarta: PT
Indeks.
Hafiar, H. (2010). Mengejar Ketertinggalan Penanganan Anak Gifted: Sebuah
Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah, Media Massa, dan Masyarakat Indonesia.
Makalah Ilmiah. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Madyawati,
L.
(2011).
Generasi
Indigo.
Online.
(http://jurnal.ummgl.ac.id/index.php/fkip/article/view/91). Diakses pada
tanggal 14 September 2016.
Santrock, J. W. (2010). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Terjemahan Tri
Wibowo B.S. Educational Psychologi, 2nd Edition. 2004. Cetakan Ke-3.
Jakarta: Prenada Media Group.
Semiawan, C. (1997). Persepektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT
Grasindo.
Sundberg, N.D., Winebarger, A.A., Taplin, J.R. (2007). Psikologi Klinis
Perkembangan Teori, Praktik, dan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suparno. (2008). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Wahab,

R.

(2011).

Mengenal

Anak

Berbakat

Akademik

dan

Upaya

Mengidentifikasinya. Online. (http://staff.uny.ac.id/sites/ default/files/lainlain/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/mengenal-anak-berbakat-akademikdan-mengidentifikasikannya. Diakses pada tanggal 14 September 2016.

Anda mungkin juga menyukai