Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DETEKSI DAN INTERVENSI DINI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pengampu : Dyoty Aulya Vilda Ghasya, S. Pd, M.Pd

Nabila

1082211014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN DASAR KELAS 3A PPAPK
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022

2
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
terdiri dari pokok pembahasan mengenai Deteksi dan Intervensi Dini Anak
Berkebutuhan Khusus. Setiap pembahasan dibahas secara sederhana sehingga
mudah di mengerti.
Dalam penyelesaian Makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami
mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang membimbing kami.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam
proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Wassalamualikum Wr.Wb.

i
DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan Masalah....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3
A. Konsep Dasar.......................................................................................3
B. Komponen............................................................................................7
C. Pendakatan dan Model........................................................................10
D. Deteksi Dini, Stimulasi dan Intervensi...............................................14
BAB III PENUTUP......................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................17
B. Saran ..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perspektif sejarah, kebutuhan intervensi dini muncul
sebagai dampak perkembangan teknik diagnostik dalam mengidentifikasi
anak – anak berkelainan sebelummencapai usia sekolah, serta pemahaman
tentang pentingnya mengoptimalkan pengalaman belajar anak selama
periode perkembangan yang paling krusial, yaitu pada masa awal
perkembangan. Bagi anak berkelainan, diasumsikan bahwa lebih awal
mereka diidentifikasidan mendapatkan pendidikan, akan lebih besar
kesempatan untuk menghilangkan pengaruh – pengaruh negatif dari
kondisi sendiri maupun terhadap lingkungan.
Selanjutnya agar diperoleh pemahaman yang lebih luas, mendalam,
dan komprehensif, berikut dibahas tentang konsep dasar intervensi dini,
komponen, jenis, pendekatan dan model,serta perbedaan deteksi dini,
stimulasi, dan intervensi.Dari latar belakang di atas, disini penulis akan
membahas tentang intervensi dini. Sehingga dengan diketahuinya
bagaimana intervensi dini tersebut akan menambah pengetahuan mengenai
layanan pendidikan dan penangananyang tepat untuk diterapkan padaanak
berkebutuhan khusus sesuai sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar dari intervensi dini?
2. Apa saja komponen komponen utama dari intervensi dini?
3. Bagaimana pendekatan-pendekatan dan model intervensi dini?
4. Bagaimana hakekat dan pentingnya deteksi dini, stimulasi dan intervensi
dini?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui konsep dasar intervensi dini, meliputi pengertian, sasaran,
tujuan danmanfaat intervensi dini.
2. Mengetahui komponen-komponen utama intervensi dini.
3. Mengetahui pendekatan-pendekatan dan model intervensi dini.

1
4. Mengetahui hakekat dan pentingnya deteksi dini, stimulasi dan
intervensi dini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Istilah intervensi berasal dari bahasa inggris “intervention” yang
berarti suatu penangan, layanan, atau tindakan “campur tangan”. Istilah
intervensi secara umum juga sudah dikenal baik, termasuk oleh
masyarakat awam. Namun umumnya ditafsirkan dan berkonotasi negatif,
sebagaimana yang banyak terjadi dibidang politik. Dalam tulisan ini
intervensi yang dimaksudkan lebih bersifat positif karena ditunjukan
untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam rangka mencapai
perkembangan optimal.
Intervensi merujuk padalayanan tambahan atau modifikasi,
strategi, teknik, atau bahan yang diperlukan untuk merubah
perkembangan yang terhambat. Secara sederhana intervensi dapat
diartikan sebagai suatu bentuk bantuan, penangan, layanan, atau tindakan
campur tangan terhadap suatu masalah atau krisis yang dihadapi
individu, dengan tujuan untuk mencegah berkembangnya permasalahan
dan mengurangi dampak yang di timbulkan oleh masalah atau krisis
tersebut. Sedangkan istilah dini berarti awal, yaitu usia awal atau seawal
mungkin.
Berdasarkan pengertian tersebut, intervensi dini dapat mengandung
dua makna :
1) Penanganan atau tindakan campur tangan yang dilakukan kepada
anak pada usia dini atau pada tahap perkembangan awal, yaitu
pada anak usia 0-5 tahun, balita, atau usia pra sekolah.
2) Penanganan atau tindakan campur tangan yang dilakukan seawal
atau sesegera mungkin setelah diketahui adanya suatu
permasalahan atau sebelum sesuatu yang dikhawatirkan bakal
terjadi. Dalam pengertian yang kedua tindakan tersebut tidak
dibatasi oleh usia. Dalam penulisan ini makna intervensi dini

3
lebih diarahkan pada tindakan yang dilakukan pada makna yang
pertama, yaitu pada tahap perkembangan awal.

Agar tindakan intervensi ini dapat berjalan dengan baik dan


memenuhi sasaran,terlebih dahulu harus dapat memahami setepat
mungkin sifat dari masalah – masalah tersebut. Pengetahuan dasar ini
sangat penting agar dapat menentukan langkah apa saja yang harus
diambil. Intervensi yang dilakukan juga bertujuan untuk memaparkan
fakta tentang keadaan yang terjadi secara obyektif, tidak membeda –
bedakan, tidak mengakimi, dan sekaligus sebagai bentuk ungkapan kasih
sayang, perhatian, dan kepedulian terhadap suatu permasalahan yang
dihadapi anak berkebutuhan khusus sehingga tidak berkembang atau
berdampak negatif di kemudian hari

2. Sasaran
Sasaran utama intervensi dini adalah anak-anak berkebutuhan
khusus usia di bawah 5 tahun, yang meliputi :
1) Anak-anak dengan faktor resiko, yaitu individu-individu yang
memiliki atau dapat memiliki problem dalam perkembangannya yang
dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya.
Termasuk dalam kelompok ini misalnya anak-anak yang lahir dari
keluarga miskin, lahir prematur, kurang gizi, penderita penyakit
kronis, dan sebagainya.
2) Anak dengan kelambatan perkembangan, yaitu individu-individu yang
akibat dari kondisi fisik atau mentalnya dapat berpengaruh atau
menghambat perkembangan kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya
pada saat anak masuk dalam setting pendidikan bersama-sama anak
normal pada umumnya.
3) Anak-anak dengan kelainan pasti, yaitu individu-individu secara nyata
telah mengalami hambatan atau gangguan dalam perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.

Ditinjau dari aspek tumbuh kembang, yang menjadi sasaran utama


intervensi dini adalah aspek perkembangan. Aspek perkembangan

4
tersebut mencakup aspek perkembangan gerak kasar, gerak halus,
berbicara, bahasa, dan kecerdasan, serta kemampuan bergaul dan
mandiri. Ruang lingkup intervensi dini mencakup aspek perkembangan
fisik, kognitif, komunikasi,sosial atau emosional dan perilaku adaptif.

3. Tujuan dan manfaat


Secara umum, tujuan intervensi dini adalah untuk membantu agar
anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai kapabilitasnya
mendorong dan membentu orangtua dalam mengembangkan anaknya
serta mengatasi masalah-masalah psikologis sosial yang muncul, serta
memaksimalkan manfaat anak dan keluarga dalam kehidupan
bermasyarakat. Dipercayai bahwa melalui program intervensi dini yang
dilakukan dengan mengajarkan keterampilan dan kompetensi khusus
pada orang tua, akan berpengaruh terhadap interaksi antara orang tua dan
anaknya. Sehingga mampu menghasilkan kemampuan belajar yang lebih
baik dari pada intervensi yang dilakukan pada tahap perkembangan
berikutnya.
Layanan intervensi dini juga memberikan manfaat yang signifikan
terhadap orang tua dan keluarganya.Hal ini karena orang tua anak
berkebutuhan khusus sering kali merasakan kekecewaan, pengasingan
sosial, tekanan, frustrasi, dan ketidak berdayaan. Kondisi ini dapat
berdampak negatif pada kesejahteraan keluarga dan pada akhirnya dapat
berpengaruh terhadap perkembangan anak, anak menjadi tidak terurus
dengan baik dibandingkan dengan anaknya yang normal. Melalui
intervensi dini, orangtua dapat meningkatkan sikap, baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap anaknya, meningkatkan pemahaman dan
ketrampilan mendukung yang diperlukan dalam pendidikan dan
mengasuh anaknya. Terutama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khususnya. Melalui intervensi dini perkembangan anak juga akan lebih
meningkat, mencegah gangguan atau hambatan dalam perkembangan
berikutnya, mampu memperoleh pendidikan yang lebih baik, dan pada
akhirnya, mampu meningkatkan kemandirian dan konsep dirinya
sehingga menjadikan anak tidak bergantung pada lingkungannya.

5
4. Intervensi sebagai fungsi pencegahan
Pencegahan adalah cara terbaik dalam menanggulangi suatu
masalah. Karena itu, alasan utama perlunya intervensi dini anak
berkelainan adalah untuk mencegah munculnya kelainan yang bersifat
sekunder, yaitu munculnya gangguan perkembangan yang dihadapi serta
meminimalisasi munculnya dampak negatif ikutan yang mungkin
ditimbulkannya. Tidak hanya intervensi pada awal tahun kehidupan anak
berkelainan dapat mengembangkan tingkah laku yang dapat merintangi
kemampuan belajar berikutnya. Dalam banyak hal, banyak perilaku yang
harus diperbaiki sebelum berlangsungnya masa produktif untuk belajar,
agar tidak mengahalangi atau kehilangan banyak kesempatan untuk
belajar yang diperlukan untuk mendukung perkembangan berikutnya.
Intervesi dini yang baik mampu menjadi media yang efektif untuk
mencegah agar problem perkembangan anak tidak meluas, mendalam,
dan berdampak negatif pada aspek perkembangan lainnya.
Bagi anak berkebutuhan khusus yang sifatnya sementara atau
temporer, intervensi dini diharapkan mampu mencegah agar tidak
berkelanjutan atau menjadi permanen. Hambatan belajar yang
berkelanjutan jelas akan merugikan berbagai aspek perkembangan,
sehingga akan banyak kehilangan kesempatan dalam kehidupan,
kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,
kehilangan, teman, keterampilan, pekerjaan, dukungan sosial dan
kepercayaan diri. Hal ini sekaligus menempatkan pentingnya intervensi
dini sebagai langkah awal untuk menyelamatkan masa depan anak.
Sekalipun dalam banyak hal intervensi dini tidak dapat dilakukan sebaik
pencegahan primer sebagaimana pengobatan atau intervensi sebelum
seseorang dinyatakan sakit seperti dalam program vaksinasi dan
imunisasi.
Namun, intervensi dini tetap merupakan cara terbaik untuk
meminimalisasi dampak negatif dari hambatan belajar yang dialaminya
dalam berbagai aspek perkembangan. Bagi masyarakat terutama
keluarga, melalui intervensi dini mampu mencegah munculnya kondisi-

6
kondisi yang kurang menguntungkan dalam mengasuh dan mendidik
anaknya yang berkebutuhan khusus, mencegah kondisi-kondisi yang
diprediksikan dapat menimbulkan kecacatan, termasuk terhadap
kemungkinan terjadinya sebab-sebab cacat bawaan, serta mencegah
terjadinya kesalahan-kedalahan dalam diagnosis.
B. Komponen
Intervensi adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan terhadap
anak-anak berkebutuhan khusus melalui campur tangan lingkungan
dengan maksud merubah suatu perkembangan yang terlambat atau
menyimpang. Tindakan ini sifatnya individual dan meliputi beberapa
modifikasi atau tambahan layanan, strategi, teknik, atau materi yang
diperlukan untuk memaksimalkan potensi anak. Walaupun secara ilmiah
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, namun harus tetap fleksibel dan
secara esensial tidak meninggalkan elemen atau komponen-komponen
utamanya, sehingga apa yang dilakukan mampu menjamin terjadinya
perubahan positif dalam perkembangan anak berkebutuhan khusus.
Komponen-komponen utama yang harus dikembangkan dalamintervensi
dini adalah sebagai berikut :
1. Fokus kepada pemenuhan anak dan keluarga
Esensi dasar intervensi dini adalah dalam rangka pemenuhan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan keluarganya. Adanya
hambatan belajar dan perkembangan pada anak disamping akan
memunculkan sejumlah kebutuhan khusus pada diri anak, juga
memunculkan berbagai persoalan dan harapan pada diri orang tua
dalam hubungan dengan anaknya. Dalam intervensi dini, kedua-
duanya harus dijadikan sebagai kepedulian utama agar anak terhindar
dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat atau
mengganggu perkembangan optimalnya. Bagi orang tua, diharapkan
mampu mereduksi berbagai persoalan yang dihadapi serta secara aktif
mampu memainkan peran yang lebih besar dalam membantu
perkembangan optimal anaknya.

7
2. Keterlibatan orang tua
Keterlibatan orang tua merupakan “elemen kunci” dalam intervensi
dini dan sangat menguntungkan tidak hanya pada orang tua sendiri,
tetapi juga anak dan ahli yang lain. Karena itu, program intervensi dini
akan lebih efektif apabila ahli atau staf, tidak hanya memfokuskan
pada pola-pola yang sifatnya ajakan atau bekerja sama,tetapi lebih
kepada bentuk-bentuk yang sifatnya pemberdayaan orang tua,
terutama melalui berbagai program pelatihan sesuai dengan kebutuhan
khusus anak dan permasalahan yang dihadapinya. Bagaimanapun juga
orang tua lah yang palin gsignifikan dan bertanggung jawab terhadap
anaknya.
3. Individual
Setiap individu adalah unik. Atas dasar ini keseluruhan program
intervensi diniyang berkembang harus berpijak pada keunikan anak
berkebutuhan khusus secara individual. Artinya ia dijadikan sebagai
unsur sentral yang harus diperhatikan, tetapi bukan berarti harus d
iistimewakan. Namun, disesuaikan dengan kondisinya bahwa secara
potensial masing-masing anak memiliki kelebihan dan sekaligus
kekurangan, hambatan, ketidakmampuan, keterbatasan, atau ketidak
sanggupan tertentu, sehingga tampil dalam keunikan karakteristik.
Permasalahannya, dan kebutuhannya masing-masing. Melalui
pertimbangan secara individual, program intervensi yang dilakukan
diharapkan mampu memberikan berbagai kemudahan anak untuk
belajar dalam rangka memenuhi kebutuhan khususnya sehingga
benar-benar mampu menjamin keberhasilan pencapaian tujuan
intervensi yang telah ditetapkan.
4. Riset
Dalam banyak hal, layanan intervensi dini merupakan aplikasi dari
temuan-temuan penelitian yang dikembangkan sebelumnya karena itu
dinamika layanan intervensi dini cenderung berjalan seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui
kegiatan-kegiatan penelitian. Riset dapat memberi arah dalam

8
perkembangan praktek dilapangan. Karena itu riset merupakan
kebutuhan mendasar dan terus-menerus bagi profesional, agar
dihasilkan tema-tema yang lebih maju dan lebih baik
5. Interaksi assesmen dan intervensi
Dalam intervensi dini, assesmen dan intervensi tidak dapat
dipisahkan dan harus terus menerus berinteraksi secara intensif tiada
henti. Interaksi adalah pertukaran insformasi antara petugas assemen
dan intervenor “therapist” dalam rangka meningkatakan kualitas
intervensi yang diberikan. Hanya dengan interaksi yang intensif dan
terus menerus akan dicapai bentuk yang paling baik dalam rangka
menjawab dengan pasti seluruh kemungkinan pertanyaan yang terkait
dengan evaluasi intervensi. Tanpa adanya interaksi antara petugas
assesmen dan pelaksana intervensi, maka keberhasilan intervensi akan
sulit dicapai. Karena itu masing – masing dituntut untuk memiliki
hubungan inisiatif saling berinteraksi, berkomunikasi, membina
hubungan personal yang positif dan akarab dan secara periodik
bertemu mendiskusikan temuan masing – masing serta perencanaan
program secara rinci dan implementasinya.
Assesmen merupakan bagian integral dari intervensi, bukan
bagian. Karena itu problem dalam intervensi secara langsung juga
berhubungan dengan assesmen. Artinya bahwa ketidaktepatan
assesmen dapat berdampak pada kurang tepatnya program intervensi.
Kerena itu pula keduanya harus melekat. Implikasinya, data dan
insformasi yang diperoleh dari assesmen yang dilakukan dalam setiap
intervensi, hakekatnya adalah modal dasar untuk arah intervensi
berikutnya. Sebagai gambaran, assesmen yang melekat adalah
penggunaan observasi untuk menentukan apakah anak gagal atau
berhasil dalam suatu tugas, penggunaan skala penilaian untuk
mengetahui apakah anak sudah siap atau belum untuk melakukan
tugas – tugas yang lebih kompleks, atau penggunaan tes standar untuk
membandingkan dengan anak lain yang sebaya.

9
6. Layanan multi disiplin
Layanan multidisiplin merupakan salah satu elemen yang paling
penting dalam intervensi dini, terutama dalam rangka menjamin
efektifitas program intervensi dini, medapatkan kesepakatan di antara
para ahli terkait dengan permasalahan yang dihadapi anak
berkebutuhan khusus dan upaya penanganannya. Hal ini diperlukan
karena masalah perkembangan manusia merupakan masalah yang
kompleks, sementara itu akumulasi dari dampak kondisi kelainan
yang dihadapi anak., dapat bermuara kepada perlunya layanan spesifik
dari masing – masing ahli dalam suatu tim multi disiplin. Dengan
demikian program intervensi yang dikembangkan mampu memiliki
spketrum yang lebih luas dan mampu menjangkau persoalan –
persoalan mendasar yang dihadapi anak berkebutuhan khusus.
Intervensi dini adalah pekerjaan profesional. Untuk itu harus
dilaksanakan secara profesional dan oleh orang yang profedional di
bidangnya. Hal ini berarti menuntut orang – orang yang memiliki
keunggulan kualitas pribadi yang didukung dengan keilmuan yang
memadai dan wawasan yang luas sesuai dengan bidang ilmunya. Ahli-
ahli yang diperlukan dalam tim multi disiplin tersebut antara lain guru,
orthopedagok, konselor, psikolog, dokter, ahli gizi, serta ahli terapi
bicara dan bahasa, ahli terapi fisik, ahli terapi okupasi.
Dalam model intervensi pendidikan, guru atau orthopedagok harus
mampu menjalankan fungsi dan peranannya sebagai ujung tombak
dan koordinator dari keseluruhan program intervensi yang dilakukan,
serta mampu menjamin tim tersebut bekerja secara harmonis dan
terpadu.
C. Pendekatan dan Model
1. Pendekatan
Pendekatan atau jenis intervensi dini yang diperlukan pada anak
berkebutuhan khusus pada dasarnya sangat tergantung pada hasil
evaluasi diagnostik yang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi sifat
dan tingkat kelainan anak. Namun demikian, untuk menjamin efektifitas

10
intervensi yang diberikan, program intervensi harus diarahkan kepada
seluruh aspek dari kelainan anak atau menjangkau seluruh permasalahan
dan kebutuhan mendasar yang dihadapi masing-masing anak, dengan
melibatkan seluruh disiplin ilmu yang diperlukan. Masing-masing
disiplin ilmu, apakah medis, sosial psikologis, atau pendidikan
hakekatnya wajib diberikan agar mendapat intervensi yang paling tepat
sesuai karakteristik, permasalahan, dan kebutuhan anak. Secara umum,
pendekatan dalam intervensi dini dapat digolongkan menjadi empat
yaitu:
1) Pendekatan medis
Intervensi medis juga efektif unuk mereduksi aspek yang
merugikan pada anak berkelainan. Misal, keterbelakangan mental
yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti mal nutrisi dan
ketidaktepatan dalam perawatan kesehatan dapat ditangani melalui
intervensi medis. Dalam beberapa kasus seperti epilepsy, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan yang disebabkan oleh kelainan
otot dan katarak, dan gangguan bicara yang disebabkan cleft palate
dapat dikurangi melalui operasi.
Di Indonesia, profesi perawat dan bidan serta petugas posyandu telah
banyak terlibat dalam program intervensi medis pada anak
berkebutuhan khusus melalui layanan kesehatan masyarakat.
khususnya dalam identifikasi anak-anak dengan faktor resiko,
sedangkan intervensi yang diberikan umumnya juga masih berfokus
pada aspek fisik melalui upaya perbaikan gizi dan kesehatan dasar
untuk survival.
Secara umum mereka juga relatif terlambat dalam melakukan
diagnosis terhadap kelainanfyang dialami bayi dan anak, serta dalam
memuat referral terhadap sumber-sumber intervensi yang ada di
masyarakat. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan
yang diberikan, peningkatan pemahaman terhadap aspek tumbuh
kembang anak dan permasalahannya, bagaimana orang tua

11
menanganinya, dan kerja sama dengan sumber-sumber intervensi di
masyarakat mejadi sangat penting.
2) Pendekatan sosial
Fokus pendekatan sosial dalam intervensi dini adalah membantu
mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapi anak berkebutuhan
khusus maupun keluarganya. Dalam pelaksanaannya, intervensi dini
umumnya dilakukan oleh pekerja sosial dan diterapkan secara
bersama dengan ahli lain, seperti medis ataupun pendidikan.
Misalnya, diet yang disarankan oleh dokter atau perawat, berarti
memerlukan keterampilan baru bagi orang tua dalam pemilihan dan
penyiapan makanan.
Pekerja sosial adalah ahli membantu dan memonitor penerapan
menu baru tersebut. Pekerja sosial juga dapat berperan atas nama anak
berkebutuhan khusus atau keluarganya. Misalnya dalam hal advokasi
yang terkait dengan perawatan kesehatan, bantuan hukum, atau
program pendidikan. Dalam perannya sebagai penghubung, pekerja
sosial dapat membantu memelihara saluran komunikasi antara rumah
dengan sekolah atau masyarakat. Sebagai konselor pekerja sosial
dapat menjadi sumber bagi anak maupun orang tua yang memerlukan
bimbingan. Misalnya, melalui latihan kepada orang tua dalam cara-
cara berkomunikasi yang efektif dengan anaknya yang tuna rungu,
latihan manajemen stress, atau melatih anak untuk bermain bersama
dengan teman-teman sebayanya.
3) Pendekatan psikologis
Intervensi melalui pendekatan psikologis melalui psikoterapi telah
banyak memberikan kontribusi yang signifikan dalam intervensi dini
pada anak berkebutuhan khusus. Sebagaimana diketahui bahwa
intervensi psikologi terbukti efektif dalam penanganan terhadap anak-
anak dengan gangguan perilaku, baik melalui pendekatan psiodinamik
atau pendekatan modifikasi tingkah laku. Disamping itu juga sangat
berperan dalam melakukan pengukuran terhadap berbagai potensi
anak, sifat kepribadian dan sebagainya.

12
4) Pendekatan pendidikan
Intervensi melalui pendekatan pendidikan atau intervensi
pendidikan merujuk pada bagaimana program pengajaran diberikan
terhadap anak berkebutuhan khusus berdasarkan kebutuhan khusus
anak, kemampuan, dan gaya belajarnya yang implementasinya
dilakukan melalui program pembelajaran yang di individualkan.
Intervensi pendidikan berangkat dari asumsi bahwa setiap anak berhak
untuk belajar, mandiri, dan berkembang secara optimal sesuai dengan
kapasitasnya.
2. Model
Perkembangan model layanan intervensi dini yang terjadi sampai
sekarang ini tidak lepas dari kepedulian kaum professional terhadap
pertanyaan sejauh mana program tersebut dipandang efektif, baik dalam
rangka mengatasi hambatan perkembangan anak maupun dalam rangka
menyediakan dorongan kepada keluarga. Terkait dengan hal ini ,secara
garis besar perkembangan model intervensi dini dapat digolongkan
dalam tiga generasi.
Pertama, model intervensi dini yang langsung dilakukan oleh
tenaga ahli, dengan fokus penanganan pada anak. Model ini akhirnya
dipandang tidak efektif, karena mengabaikan peran dan tanggung jawab
orang tua atau keluarga. Disamping itu, implementasi model ini juga
melahirkan kecenderungan pada orang tua untuk bersikapm pasif dan
mempercayakan sepenuhnya penanganan terhadap anaknya kepada ahli.
Kedua, model intervensi yang dilakukan oleh tenaga ahli dengan
melibatkan orang tua melalui ajakan-ajakan. Model ini pun akhirnya juga
dipandang kurang efektif, dikarenakan dalam banyak hal ajakan-ajakan
tersebut tidak dilaksanakan orang tua dengan alasan tidak memiliki
keterampilan khusus sesuai kebutuhan anaknya. Akibatnya orang tua
terlalu banyak berharap terhadap program intervensi yang diberikan oleh
ahli, sementara di sisi lain mereka kurang mampu menunjukkan

13
partisipasinya secara aktif. Dalam kenyataannya, model ini juga
berdampak pada ketidakmauan orang tua untuk menjadi intervenor bagi
anaknya.
Ketiga, model intevensi yang dilakukan oleh tenaga ahli melalui
pemberdayaan orang tua. Model ini merupakan model yang dianggap
paling mutakhir, dipandang paling efektif, dan paling menguntungkan
tidak saja bagi perkembangan anaknya, tetapi juga bagi orang tua itu
sendiri, termasuk ahli. Dalam model ini diasumsikan bahwa orang tua
adalah lingkungan terdekat dengan anak, paling mengetahui kebutuhan
khususnya, paling berpengaruh, dan paling bertanggung jawab terhadap
anaknya, sehingga menuntut keterlibatan penuh orang tua, sedangkan
fungsi tenaga ahli lebih sebagai konsultan atau salah satu sosial support
bagi keberhasilan anaknya.
Berangkat dari asumsi tersebut, dalam model ini program yang
dikembangkan lebih banyak pada pengembangan keterampilan orang tua
dalm membantu meminimalisir hambatan belajar serta memberikan
kemudahan bagi optimalisasi perkembangan anaknya sesuai dengan
kapabilitasnya, baik melalui pelatihan-pelatihan ataupun melalui
penyediaan sumber-sumber belajar dalam berbagai bentuk dan
variasinya.
D. Deteksi Dini, Stimulasi dan Intervensi
Program intervensi dini telah menempatkan pentingnya program
deteksi dini, yaitu kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan gangguan
tumbuh kembang sejak dini. Diasumsikan bahwa apabila gangguan atau
penyimpangan yang terjadi pada anak dapat ditemukan sejak dini, maka
akan lebih mudah untuk diperbaiki, sedangkan apabila terlambat diketahui
maka dapat berpengaruh besra terhadap tumbuh kembang anak selanjutnya
dan penanganannya akan lebih sulit.
Program deteksi dini pada umumnya meliputi deteksi dini
pertumbuhan dan deteksi dini perkembangan. Deteksi dini pertumbuhan
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pertama berdasarkan ukuran
antropometrik, seperti melalui pengamatan atau pemeriksaan berat badan,

14
panjang tinggi badan, lingkaran kepala, lingkaran lengan atas, dan tebal
lipatan kulit, atau kedua berdasarkan Baku patokan, yaitu dengan
menggunakan instrumen-instrumen pemeriksaan pertumbuhan tertentu
yang telah ada yang telah distandarisasikan, seperti dengan menggunakan
Boston/Harvard, Tanner, atau instrumen yang telah dihasilkan berdasarkan
penelitian-penelitian yang dikembangkan di Indonesia. Sedangkan deteksi
dini perkembangan dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap berbagai
penguasaan keterampilan atau fungsi perkembangan yang dimiliki anak
pada umumnya yang seusia. Terutama dalam penguasaan keterampilan
motorik, bahasa, sosial, kognitif, dan perilaku adaptif atau terhadap
penguasaan fungsi modulasi sendorik, fungsi motorik dan persepsi, proses
pendengaran dan fungsi bicara, serta keterampilan berinteraksi.
Apabila berdasar pemeriksaan yang telah dilakukan tersebut
terdapat gejala-gejala penyimpangan dari pertumbuhan dan atau
perkembangan normal, maka orang tua harus menaruh “curiga” bahwa
anaknya mengalami penyimpangan. Perlu dipahami bahwa perkembangan
anak pada masa balita sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tempat
mereka belajar. Anak dilahirkan dengan sejumlah potensi dan lingkungan
yang memberi kemudahan atau struktur dukungan belajar pada anak untuk
menguasai berbagai keterampilan akan sangat membantu Eptimalisasi
perkembangan sesuai dengan potensi atau kapabilitas yang dimilikinya.
Sementara itu, berdasarkan hasil deteksi dini, akan diperoleh dua
kesimpulan utama, yaitu perkembangan anak sesuai normal , atau ada
penyimpangan tidak normal. Mengingat pentingnya faktor lingkungan
bagi belajar anak tersebut, maka apakah perkembangan anak berdasar hasil
deteksi normal atau abnormal, lingkungan – lingkungan harus tetap
mengambil peran aktif dan positif bagi optimalisasi perkembangan anak.
Apabila berdasar hasil deteksi dini menunjukkan bahwa perkembangan
anak adalah normal, maka peran yang harus dimainkan lingkungan adalah
dengan memberikan stimulasi dini, namun apabila ternyata mengalami
penyimpangan maka yang harus dilakukan adalah melalui intervensi dini.

15
Stimulasi adalah kegiatan perangsangan dan latihan – latihan
terhadap kepandaian anak yang datangnya dari lingkungan di luar anak,
dengan tujuan untuk membantu anak agar mencapai tingkat perkembangan
yang baik danoptimal sesuai umur.
Stimulasi ini diberikan berdasarkan kemampuan yang akan
dikembangkan, yang dapat meliputi kemampuan gerakan dasar,
kemampuan gerakan halus, kemampuan kognitif, kemampuan bahasa dan
bicara serta kemampuan bergaul danhidup mandiri. Agar kegiatan ini
efektif, pelaksanaannya harus dilandasi dengan penerapan prinsip – prinsip
kasih sayang, bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari perkembangan
yang telah dimiliki anak, dilakukan dengan wajar, santai tanpa
paksaanatau hukuman, diberi pujian atas keberhasilannya, dan bervariasi
agar tidak membosankan. Sedangkan alat bantu stimulasi harus yang tidak
berbahaya bagi anak,sederhana dan mudah didapat.
Sedangkan intervensi dini, sebagaimana telah dibahas sebelumnya
hakekat merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak,
dilakukan pada anak dengan kelambatan perkembangan atau yang
memiliki faktor resiko, dengan maksud untuk mengejar ketertinggalannya,
agar penyimpangan yang terjadi tidak bertambah berat, atau agar
hambatan yang terjadi tidak berdampak negatif kepada perkembangan
berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa sekalipun
istilah stimulasi dan intervensi dini sama – sama bertujuan untuk
mengoptimalkan perkembangan anak, namun pada hakekatnya memiliki
makna dan sasaran yang berbeda. Stimulasi diberikan dengan fokus
kepada anak dengan pertumbuhan dan perkembangan normal, dengan
maksud anak agar mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal
sesuai umur, sedangkan intervensi kepada anak yang pertumbuhan dan
perkembangan yang menyimpang mengalami kelambatan, memiliki faktor
resiko, atau bagi anak – anak berkebutuhan khusus dengan maksud untuk
membantu mengatasi hambatan belajar yang dialaminya, mencegah agar

16
tidak bertambah berat, serta untuk meminimalisir agar hambatan tersebut
tidak berdampak negatif pada perkembangan selanjutnya.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Intervensi dapat diartikan sebagai suatu bentuk bantuan, penangan,
layanan, atau tindakan campur tangan terhadap suatu masalah atau krisis
yang dihadapi individu, dengan tujuan untuk mencegah berkembangnya
permasalahan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh masalah
atau krisis tersebut. Sedangkan istilah dini berarti awal, yaitu usia awal
atau seawal mungkin. Secara umum, tujuan intervensi dini adalah untuk
membantu agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
kapabilitasnya mendorong dan membentu orang tua dalam
mengembangkan anaknya serta mengatasi masalah-masalah
psikologissosial yang muncul, serta memaksimalkan manfaat anak dan
keluarga dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Dari makalah yang telah dibuat, penulis menyarankan agar
masyarakat lebih mengetahui dan peduli dengan anak berkebutuhan
khusus, terutama pada dalam penanganan dan intervensi dini anak
berkebutuhan khusus. Sebaiknya orang tua turut serta dalam kegiatan
intervensi dini, terutama dalam penanganan dan pemberian dukungan bagi
anak berkebutuhan khusus. Semoga dengan adanya intervensi dini pada
anak berkebutuhan khusus, anak berkebutuhan khusus dapat ditangani
dengan baik. Dan semoga dengan adanya makalah ini, kita dapat
mengetahui konsep intervensi dini, komponen-komponen utama dalam
intervensi dini, pendekatan dan model intervensi dini, tujuan dan manfaat
serta pentingnya deteksi dini dan intervensi dini, supaya kita dapat
menangani dan mendidiknya untuk dapat melakukan tahap-tahap
perkembangan untuk menjadi individu yang lebih baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. 2013. Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam Astati, dkk (Penyunting),


Pendidikan anak Berkebutuhan Khusus (hlm. 26-28) . Bandung: Pkh UPI.

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik

Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.dan Ilmu Sosial Lainnya Edisi Kedua. Jakarta: Prenada Media
Group.

Jaja, Y. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

19

Anda mungkin juga menyukai